RUMAH TUJUH ENAM [END]

By sasanrr

5.3K 2K 246

[PLAGIAT? CERITA INI BUKAN UNTUK DI COPY PASTE!] Samanya kejadian yang menimpa ke-enam remaja laki-laki pada... More

Cast
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
-Kilas balik-
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
end

18

103 45 1
By sasanrr

"Woi, Sen!"

Tiba-tiba ada seseorang menepuk pundak Seno, membuat lamunannya enyah begitu saja. Seno menoleh ke belakang dan menemukan dua sahabatnya.

"Hai, Al, Ren." Seno tersenyum ramah melihat Alvaro yang langsung duduk di sebelahnya. Kini mereka berada di taman biasa—tempat mereka nongkrong duduk-duduk santai.

Saat ini Daren, Alvaro dan Seno kembali ke taman itu untuk berdiskusi tentang bagaimana menavigasi koneksi baru yang mereka miliki sekarang.

"Gue di teror lagi sama Pria jaket hitam itu." Daren menatap lurus ke depan saat dirinya berbicara.

Alvaro dan Seno spontan  menatap Daren dengan ekspresi terkejut sekaligus khawatir. "Terus, pria itu ngelakuin apa?" tanya Seno.

"Dia menodongkan pisau ke arah gue, seolah-olah mengancam."

Alvaro mengetukkan jari telunjuk pada dahinya, berfikir kritis pada masalah ini. "Dari sini gue makin yakin kalau Kenzie bukan dalangnya."

"Terus siapa, Al?" Seno meraup wajahnya dengan kasar.

"Kai?"

"Nggak! Dia orang baik!" Kekeuh Daren pada Alvaro.

"Don't judge a book by its cover. Sampul dibuat semenarik mungkin agar bisa menarik perhatian para peminat. Bisa jadi Alvaro bener kalau Kai adalah dalang dari semua ini." ucap Seno yang kini berpihak pada Alvaro.

"Gimana kalau kita pulang dulu dan besok kita bicarakan hal ini lagi? Sekarang udah sore, nggak baik anak remaja keluyuran." Alvaro menyarankan.

"Kenapa kalau kita diskusi pasti aja ada yang nyuruh pulang? Kalau gini terus, sampai kapanpun nggak bakal ketahuan siapa pelakunya." Seno berkata lembut, ia memang jarang sekali berbicara dengan nada tinggi.

"Terserah. Gue tetap mau pulang." ujar Alvaro lalu berdiri dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan Daren dengan Seno.

"Mana bisa gitu! Hei!" Teriak Daren dengan upaya menghentikan langkah sahabatnya.

"Mungkin dia ada kegiatan lain yang lebih penting. Kita pulang aja, ayok? Besok lanjut lagi kalau ada waktu luang. Kita nggak bisa membicarakan hal ini cuma berdua aja tanpa persetujuan yang lain."

"Oke. Lo pulang gimana? Mau gue antar?" Ajak Daren sambil sedikit melirik ke arah Seno.

"Udah mesan ojek online. Makasih ya." Seno tersenyum sambil berdiri dan menepuk pundak Daren sebanyak tujuh kali dengan tempo sedikit pelan. Daren balas tersenyum, ia juga berdiri di hadapan Seno.

Sesampainya di rumah, Alvaro memasuki ruang tamu setelah memarkirkan motornya di halaman rumah. Baru saja hendak masuk ke kamar, Alvaro di kejutkan dengan suara ketukan pintu yang barusan ia tutup.

Dengan cepat Alvaro membalikkan tubuhnya menghadap pintu, memastikan apakah ketukan nya masih ada atau dia hanya salah dengar saja.

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kembali di ketuk, bahkan sekarang bel rumah ikut berbunyi. Namun Alvaro masih ragu untuk membukakan pintu karena ia tidak mendengar suara orang yang memanggilnya. Ia hanya takut jikalau itu ulah pria berjaket hitam yang menerornya.

"Alvaro?" Suara itu mampu membuat Alvaro menghembuskan nafas lega. Meski suara gadis tersebut masih terdengar asing di telinganya, Alvaro tetap berjalan untuk membuka pintu. Yang terpenting sekarang Alvaro tahu bahwa itu benar-benar orang baik, bukan pria misterius.

Ceklek!

Pintu dibuka. Dahi Alvaro mengernyit melihat seorang gadis setinggi bahunya yang berdiri di hadapannya. Gadis tersebut menunduk, membuat Alvaro membungkuk untuk melihat wajahnya dengan jelas.

Saat gadis itu mendongak menatap Alvaro, disitu ia merasa seperti tidak asing dengan rupa gadis tersebut. Tapi, ia lupa dimana mereka pernah bertemu.

"Maaf, lo siapa?" tanya Alvaro dengan nada pelan. Gadis yang menjadi lawan bicaranya tersebut seketika berlutut dan menangis di hadapan Alvaro, membuatnya kebingungan.

"Bangun. Jadi cewek jangan merendah di depan cowok." ucapnya lalu membantu gadis itu berdiri.

"Al, lo lupa sama gue?"

"Wajah lo nggak asing." jawab Alvaro dengan jujur.

"Gue Violin. "

Rahang Alvaro menegang, terkejut dengan ucapan lawan bicaranya.

"Sialan! Mau apa lo datang ke kehidupan gue?! Belum puas bikin gue menderita, di usir dari rumah sampai gue hampir bunuh diri?!"

"Al, gue mau minta maaf. Iya, tau gue dulu tergila-gila sama lo, hingga gue nekat nyebarin berita palsu. Gue minta maaf.." Violin menangis.

"Pergi. Gue muak sama lo. Gue kecewa."

"T-tapi, Al–"

"PERGI!" Tegas Alvaro yang membuat violin terkesiap dan mundur.

"Sekali lagi gue minta maaf."

"Berisik. Maaf lo nggak bisa bikin keadaan balik kayak dulu lagi. Gara-gara lo, gue di benci sama orang-orang termasuk keluarga gue sendiri."

Violin terisak, ia berbalik untuk pergi dari kawasan rumah Alvaro.

Setelah Violin menghilang dari hadapannya, Alvaro masuk ke dalam rumah dan membanting pintu dengan keras. Tangan Alvaro mengepal kuat. Satu masalah saja belum selesai, tiba-tiba masalah yang sudah berusaha dikuburnya dalam-dalam kembali muncul ketika ia sudah sembuh.

5 Tahun silam.

Seluruh siswa-siswi SMP Guna Bakti diricuhkan dengan sebuah berita panas tersebar di penjuru sekolah. Terlihat seorang siswa laki-laki sedari tadi di olok-olok saat ia berjalan pada sepanjang koridor sekolah. Alvaro—lelaki yang masih berusia 14 tahun pada saat itu hanya bisa menunduk pasrah, menangis dalam diam. Dia bingung kenapa tiba-tiba dirinya bisa di ejek habis-habisan oleh orang-orang di sekolahnya, padahal Alvaro baru saja datang.

"Dasar anak kotor!"

"Jangan mau temenan sama cowok kotor kayak Alvaro!"

"Perusak masa depan anak orang!"

Ucapan-ucapan itu yang selalu Alvaro dengar. Ia melajukan langkahnya agar cepat menuju kelas.

Saat tiba di dalam kelas, Alvaro duduk di kursinya dengan memeluk kedua kaki ke dada. "Alvaro takut.." cicitnya.

Tak lama kemudian, dia didatangi oleh seorang wanita yang berprofesi sebagai kepala sekolah di SMP-nya.

"Alvaro, ikut Ibu ke ruangan kepala sekolah. Ada hal yang ingin ibu tanyakan." ucap lembut wanita atas nama Astuti, lalu di balas dengan anggukan kecil oleh Alvaro.

Bu Astuti dan Alvaro keluar dari kelas, berjalan menuju ruang kepala sekolah yang terletak di bagian kiri depan lapangan basket.

Alvaro kini hanya berdua dengan kepala sekolahnya. Dia takut dengan apa yang akan terjadi nanti.

"Ibu mau kamu jawab jujur, ya. Jangan takut." Bu Astuti mengusap bahu Alvaro, berupaya menenangkan tubuh gemetar di seberangnya.

"I-iya, Bu..." jawab Alvaro pelan.

"Tadi ibu dapat laporan dari siswi, namanya Violin kelas delapan A. Dia bilang kalau dirinya sedang mengandung dan yang menghamilinya itu kamu, Alvaro. Sekarang ibu mau nanya. Kamu sama Violin berpacaran?"

Sontak Alvaro mendongak, menatap ke arah Bu Astuti, dia menggeleng cepat.

"Alvaro nggak berani pacaran, Bu, apalagi sampai melakukan hal se-nekat itu sama gadis manapun. Itu bohong, semuanya nggak bener, Bu.. Alvaro nggak tau apa-apa..." Alvaro menangis.

"Ibu tidak tahu harus percaya pada siapa. Untuk saat ini, kamu ibu kasih SP-2 yang mana artinya kamu tidak bersekolah selama 2 Minggu untuk pemulihan."

"Tapi Alvaro nggak bersalah, Bu..."

"Habis ini kamu ambil tas lalu langsung pulang. Biar ibu yang membicarakan hal ini sama ayah dan ibu kamu."

••••

Alvaro tiba di rumah. Baru saja pulang, ia sudah disambut dengan kedua orangtuanya yang berdiri di ambang pintu dengan raut wajah marah serta kecewa. Alvaro terus menunduk, tahu ia akan kena amukan.

"Ikut papa!" ucap ayahnya dengan tegas sambil menyeret anak semata wayangnya masuk ke dalam gudang yang ada di dalam rumah itu.

Cakra—Papa Alvaro yang kini mendorong tubuhnya pada dinding keras. Alvaro menjerit kesakitan.

"Papa, sakit!" pekiknya.

"Malu-maluin keluarga! Kamu tau, kan, kalau papa seorang pengusaha yang dikenal banyak orang? Kamu malah berbuat nggak senonoh! Lebih baik kamu mati!" Cakra mencambuk tubuh Alvaro dengan tali goni.

Mendapati serangan itu, Alvaro tidak dapat berbuat apapun selain menangis dan memohon pada ayahnya.

"Ponsel kamu nggak pernah mama cek, jadinya mama nggak tau apa aja situs yang kamu akses." ujar Mia dengan bersedekap dada. "Mulai sekarang kamu jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Beresin barang-barang kamu." sambungnya.

"Alvaro tinggal dimana, ma? Alvaro nggak bersalah... Al juga bingung kenapa,"

"Itu bukan urusan kami. Sekarang, beresin barang kamu dan pergi dari rumah ini." Cakra mencengkram kerah seragam sekolah Alvaro, memaksanya untuk berdiri.

••••

Pada pukul 3 sore—Alvaro berjalan di trotoar, perutnya terasa lapar, membuat kepalanya menjadi sakit. Entah apa yang merasukinya pada saat itu, Alvaro berjalan menuju sekolahnya yang sudah sunyi. Dengan keberanian yang masih tersisa, Alvaro memanjat pagar sekolah.

Setelah menghabiskan waktu sekitar 3 menit, akhirnya ia bisa masuk ke dalam area sekolah. Alvaro naik ke rooftop dan ke arah tepian atap bangunan itu. Alvaro berdiri tegap dengan merentangkan kedua tangan, bersiap untuk terjun bebas ke bawah dengan jarak 20 meter dari permukaan tanah.

Namun upayanya untuk mengakhiri hidup gagal, sebab ada yang menariknya ke belakang. Itu Daren dari kelas yang sama dengannya juga sampai sekarang menjadi sahabat karibnya. Daren memeluk tubuh gemetar Alvaro, sambil membisikkan sesuatu di telinganya. "Gue percaya sama lo. Tolong jangan pergi, kisah lo nggak berakhir sampai disini."

Alvaro tersenyum, bersyukur karena maish ada yang berpihak padanya di tengah-tengah puluhan orang yang menghakiminya.

flashback off.

Continue Reading

You'll Also Like

114K 19K 45
❝Please.. bantu gue jadi orang yang lebih baik.❞ ✧au, nonbaku, baku ꒰ narasi ꒱ start : february 2Oth 2O2O fin : january 1st 2O21 ©eve-renest
124K 12.5K 35
Teruntuk Renjun Jangan lupa sarapan ya, karena pura-pura lupa itu butuh tenaga. Dan lo harus inget gak semuanya bisa lo sholawatin Njun, sebenernya...
280K 37.2K 39
Part of #NoonaUniverse Bukan kisah cinta yang kalian biasa baca apalagi cerita incest, cuma kisah kehidupan kakak-beradik Park Jiyoon dan Park Jisung...
29.8K 1.8K 32
Karya ke 1 Cerita ini hanya fiksi jangan terlalu berlebihan "Jangan terlalu banyak berharap karna harapan juga itu beruntung atau tidak" -aska "Menc...