RUMAH TUJUH ENAM [END]

By sasanrr

2.7K 691 178

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA. PLAGIAT? CERITA INI BUKAN UNTUK DI COPY PASTE!] Samanya kejadian yang menimpa keenam... More

00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
-Kilas balik-
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
end

15

40 13 0
By sasanrr

Malam ini juga, Seno, Alvaro, Daren pergi membawa Kenzie ke kantor polisi untuk diselidiki lebih lanjut. Di dalam mobil, Kenzie hanya diam tak berkutik. Ia menunduk, tidak berani menatap tiga teman-temannya. Mereka ke kantor polisi hanya berempat, sedangkan Kai sudah pulang ke rumahnya usai mendapatkan barang bukti berupa gelang tadi.

"Gue masih nggak habis pikir sama lo, Ken. Se-tega itu sama sahabat lo sendiri." Daren mengusap wajahnya dengan kasar.

"Bingung, kan? Gue juga bingung." Kenzie menyeringai di dalam keadaan mobil yang gelap.

"Lo emang pantas membusuk di penjara." Geram Alvaro.

••••

Setibanya di tempat tujuan, mereka bertemu dengan seorang petugas yang memiliki pangkat tertinggi dalam kepolisian.

"Ada keperluan apa?" tanya polisi tersebut.

"Kami—"

"Saya ingin menyerahkan diri karena sudah membunuh tiga orang lelaki yang merupakan sahabat saya sendiri." Perkataan Seno terpotong oleh Kenzie. Lantas mereka semua terkejut dengan keberanian Kenzie untuk dipenjara.

"Ada barang bukti?"

"Ada. Ambil saja ini, Pak." ujar Daren sembari memberikan gelang perak milik Kenzie.

"Tangkap saja saya. Tidak perlu banyak bukti karena saya sendiri yang sudah berserah diri." Kenzie berjalan menuju jeruji besi.

Petugas membuka pintu dengan cepat, Kenzie masuk ke dalam sangkar tahanan lalu setelahnya di kunci oleh petugas.

"Teruntuk sementara waktu, anda akan kami tahan di ruang rehabilitasi."

"Kenapa tidak hukuman mati saja?" Kenzie tersenyum miring, senyumnya membuat bulu kuduk polisi berdiri.

"Untuk itu kita tunggu info selanjutnya setelah kami mendapatkan bukti lain."

"Selamat membusuk, Kenzie." Alvaro tersenyum sinis, ia berbalik–meninggalkan Kenzie yang santai berada di dalam sel tahanan.

••••

Saat malam perlahan berganti pagi, semakin sulit bagi Kenzie untuk tetap duduk di lantai yang dingin. Dia harus menemukan jalan keluar. Terisak pelan. Sekarang, Kenzie meringkuk di sudut ruangan yang sempit, menggigil ketakutan dan kedinginan. Pikirannya berkecamuk karena terjebak seperti ini.

"menanggung akibat yang jelas bukan gue penyebabnya." Kenzie menghela nafas.

••••

Di sisi lain, Daren sedang mengetikkan sesuatu di layar laptop nya. Bukan apa-apa, itu hanyalah tugas presentasi fisika yang diberikan oleh gurunya kemarin. Dia disuruh untuk mencari rangkuman tentang bagaimana kehidupan jika tidak ada listrik. Daren menguap, tampaknya mengantuk karena tadi malam ia terjaga sebab memikirkan rangkuman yang tidak diperbolehkan mencari di internet.

Daren menyesap kopi hangatnya. Ia sudah menghabiskan enam cangkir kopi dalam waktu semalaman, namun tetap tidak dapat menongkati matanya yang terus menerus ingin tertutup.

"Capek banget. Huft.." Keluhnya. "Makin tua makin berat nih dunia. Emang bener gue balik lagi ke zaman SD, pikirannya cuma main tanah liat." Daren menutup laptop, ia meregangkan tubuh. Matanya tak sengaja teralihkan ke arah kamar mandi yang berseberangan dengan kamarnya. Pas juga pada saat itu pintu kamar mandi ternyata tidak ditutup.

Dengan berat hati Daren bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Sedikit heran kenapa pintunya bisa bisa terbuka, padahal dia sendiri dari tadi malam tidak ada ke kamar mandi. Namun tidak ingin mengambil pusing, dia tetap berfikir untuk menutupnya.

"Bibi ke kamar mandi ini ya? Nggak mungkin deh. Soalnya di kamar pembantu udah langsung ada kamar mandinya."

Sebelum menutup pintu, Daren masuk ke dalam untuk memastikan apakah ada barang yang hilang. Ia tetap was-was walaupun di kamar mandi hanya ada sabun dan peralatan mandi lainnya, tidak ada satupun barang berharga.

"Sabun mandi kodomo gue mana, ya?" Ia bertanya-tanya kala menjumpai sabun kesayangan miliknya tak ada di tempat. Biasanya setelah mandi selalu dia taruh di atas wastafel.

Daren mencari-cari, mengelilingi seluruh ruangan kamar mandi. Saat dia berhenti di titik semula, Daren berinisiatif untuk membungkukkan badannya, melihat ke bawah wastafel, satu-satunya tempat yang bekum ia kunjungi.

"Di sini kamu!" Daren bersorak gembira, mengangkat botol kodomo ke udara. Namun ada sesuatu yang membuat senyuman Daren memudar. Dia melihat ada sobekan kertas kecil yang menempel di luar botol sabun-nya. Dengan dipenuhi rasa penasaran, matanya menyusuri baris-baris kalimat.

"Tidak bijaksana bermain api jika anda tidak dapat menahan panasnya."  Mulut Daren terbuka membaca tulisannya.

"Siapa sih yang nulis? Ngeselin banget!" Kesal Daren lalu menyimpan ke saku celana. "Gue harus ngasih tau Alvaro sama Seno," Daren keluar dari kamar mandi, tak lupa menutupnya kembali agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

••••

"Mau ngomong apa? Ganggu hari libur aja," Alvaro berdecik kesal.

"Dengerin dulu apa yang mau diomongin sama Daren. Kebiasaan banget nyolot gitu." ucap Seno sambil meraup wajah sahabat tertua-nya itu.

"Lancang."

"sshhtt, diam! Gue mau ngasih tau ini ke kalian." Daren mengeluarkan secarik kertas yang ia temui di kamar mandi tadi dan menunjukannya pada Seno serta Alvaro.

Mereka berdua langsung membaca tulisan tersebut. "R-ren..." Gugup Seno, "siapa yang nulis ini?"

"Ya itu! Gue juga nggak tau!" Daren mengacak rambutnya.

"Ini nggak mungkin ulah Kenzie, kan? Orang dia di penjara, kok," Alvaro berdeham, membuang muka dari teman-temannya.

Melihat tingkah laku aneh yang ditunjukkan oleh Alvaro, Seno menepuk pundak sahabatnya.

"Lo kenapa?"

"Eh? Nggak apa-apa." ucap Alvaro lalu tersenyum, menyembunyikan rasa takut di wajahnya.

Mereka bertiga terdiam di taman itu, tak ada yang berbicara. Hanya ada suara kendaraan yang lalu-lalang di jalan raya.

"Sekarang kita harus gimana? Kenzie udah di tahan, tapi teror-nya masih berlanjut." Seno menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Dia menutup mata.

"Kai! Gue yakin ini ada hubungannya sama Kai." Alvaro antusias.

"Kenapa lo bisa mikir sampai ke situ? Gue lihat-lihat Kai tuh orang baik, loh." Seno membuka mata, tapi matanya kembali menyipit kala mendapati sinar matahari yang sudah tepat berada di atas kepalanya.

"Kenzie cerita ke gue kalau Kai itu dibedakan sama Narel."

"Dibedakan gimana?" Raut wajah Daren menjadi bingung.

"Kai dituntut harus selalu bisa sampai-sampai dia harus mengenyam pendidikan di luar negeri. Beda sama Narel yang dibebaskan sama orangtuanya." jawab Alvaro seadaanya.

"Jadi, menurut lo, Kai balas dendam?" Seno bertanya, suaranya pelan agar tidak terdengar orang sekitar.

"Iya! Bisa dibilang gitu."

"Gue masih nggak yakin kalau Kai tega lakuin itu. Dari penampilannya, dia pria yang punya aura positif. Tapi kalaupun Kai dalang dari ini semua, apa motif lain selain 'balas dendam' ke Narel? Kenapa juga neror kita? Kan nggak masuk akal." Daren terus bersikeras untuk meyakinkan sahabat-sahabatnya bahwa Kai tidak terlibat dalam kasus ini.

"Buka pikiran lo. Kita udah lama menyelidiki kasus kematian ini, tapi sama sekali belum pernah ketemu satupun bukti. Dan kemarin pas Kai ikut bantu, kenapa tiba-tiba dia bisa dengan mudahnya ketemu bukti? Ini udah direncakan!" Alvaro berdiri dari duduknya, ia menatap Daren dengan mata elang.

"Akh! Gue pusing! Kepala gue sakit!" Daren meringis memegang kepalanya dengan kedua tangan.

"Kita pulang. Biar gue aja yang nyetir." Seno membantu Daren untuk berdiri, berjalan menuju mobil milik Daren.

Continue Reading

You'll Also Like

16.3M 545K 35
Down-on-her-luck Aubrey gets the job offer of a lifetime, with one catch: her ex-husband is her new boss. *** Aubrey...
9.9M 501K 199
In the future, everyone who's bitten by a zombie turns into one... until Diane doesn't. Seven days later, she's facing consequences she never imagine...
3.9M 159K 69
Highest rank: #1 in Teen-Fiction and sci-fi romance, #1 mindreader, #2 humor Aaron's special power might just be the coolest- or scariest- thing ever...
4M 196K 101
✅ "We always long for the forbidden things." 𝐝𝐲𝐬𝐭𝐨𝐩𝐢𝐚𝐧 𝐧𝐨𝐯𝐞𝐥 ↯ ⚔︎ ʙᴏᴏᴋ ᴏɴᴇ ᴀɴᴅ ᴛᴡᴏ ᴄᴏᴍʙɪɴᴇᴅ ⚔︎ ...