PENGASUH

By Cratelius

150K 13.8K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

14

2.7K 232 10
By Cratelius

Pencarian

*

"Kak Olla? Hai," sapa Azizi sembari menepuk pundak Olla dari belakang. Sang empu menoleh, menatap Azizi sambil tersenyum kaget. "Loh, Zee? Hai, apa kabar?"

"Kabar baik, kakak ngapain?" Tanya Azizi sambil mengedarkan netra nya, mencari tahu kegiatan apa yang sedang Olla lakukan di pasar ikan. "Biasalah," tukas Olla, matanya melirik pada tas hitam yang ia bawa di tangan kanan, membuat Azizi mengangguk-angguk.

"Lo ngapain disini? Beli ikan?" Tanya Olla. Azizi terkekeh sambil mengangguk lagi. "Iya, Bu Boss mau ngajak bakar ikan malam ini, mumpung pada pulang semua ntar ke markas," jawab Azizi sembari mengangkat plastik berisi ikan. "Kakak kalo udah selesai tugas, datang aja ke markas. Kita bakar bareng-bareng," ajaknya.

Olla mengangguk. "Iya deh, ntar gue ajak Freya sama Fiony kalo udah selesai."

"Loh, Cepio disini juga?"

"Iya, sekalian ke makam si Jessi kemarin," urai Olla. "Lo udah ke makam Jessi? Minggu ini dia ulang tahun, loh."

Azizi mengangguk kecil. "Udah duluan gue sama Atin sama si Adel."

"Ohh, yaudah, gue lanjut mengintai lagi ye. Takut ilang tu orang." Olla mengangkat tasnya, lalu berjalan meninggalkan Azizi.

"Kasih hajar mereka, Chef ku," seru Azizi sembari tertawa.

-

"Beneran ga ada informasi detail soal dia?!"

Chika mengangguk menjawab pertanyaan Fiony yang sedang mengacak-acak rambutnya. "Hanya ini infomasi pribadi tentang dia, selebihnya masih berada di luar jangkauan kami."

"Alamat?"

"Perumahan X."

"Nama panjang? Usia? Riwayat pendidikan?"

"Faradisha Flora Rinaldi, usia 17 tahun, saat ini menempuh pendidikan di SMA Jerenity."

Fiony membulatkan matanya. "Rinaldi?" Tanyanya sembari mengorek telinganya, takut salah mendengar atas informasi yang baru di sampaikan Chika. "Dia anak keluarga Rinaldi?" Beo nya lagi.

Chika mengangguk. "Anak tunggal keluarga Rinaldi, pemilik yayasan SMA Jerenity."

"Ada yang lain?"

"Flora berteman baik dengan dua anak menteri Ragustiro, Marsha dan Ashel—"

"Tunggu," sanggah Fiony menghentikan Chika melanjutkan kalimatnya. "Dua? Ragustiro bukannya cuma punya satu anak?"

Chika menggeleng lalu mengeluarkan sebuah kertas dokumen dari laci meja kerjanya. "Ari Widodo Ragustiro, memilki dua putri yang berasal dari istri yang berbeda. Marshalina Putri Ragustiro dan Ashelina Putri Ragustiro," urai Chika lalu menyerahkan kertas dokumen itu.

"Asli, nih?"

"Asli."

Fiony mengangguk-angguk lalu membaca dokumen itu dengan seksama. Sesekali ia menarik napas karena infomasi yang tak pernah ia ketahui tentang keluarga itu, berada tertulis dalam dokumen itu.

"Semuanya tentang Ragustiro. Ga ada tentang keluarga Rinaldi? Khususnya putri tunggal mereka, Flora?"

Chika menggeleng. "Keluarga mereka begitu tertutup dan terjaga ketat, sulit bagi kami untuk—"

Chika menghentikan kalimatnya saat melihat Fiony mengeluarkan sebuah amplop tebal dari tasnya, dan menaruhnya di atas meja lalu menyodorkannya pada Chika.

"Dalam seminggu, bawakan saya semua informasi yang berkaitan dengan Faradisha Flora Rinaldi."

-

"Duh, Kak Eli kemana sih?"

Sudah sepuluh menit, Muthe terus berjalan mondar-mandir di depan teras sekolah. Tak henti-hentinya ia mencoba menghubungi Eli yang tak ada kabarnya sedari tadi. "Kemana sih dia?!"

Sekali lagi, ia mencoba menghubungi Eli lewat ponselnya. Namun nihil, sang empu tak menjawabnya. "Masa dia udah pulang duluan?" Monolog Muthe sedikit khawatir jika Eli benar-benar pulang duluan meninggalkan dirinya di sekolah.

"Permisi."

Muthe menoleh kebelakang saat seorang perempuan menepuk pundaknya. Mata Muthe langsung melotot, terkejut dengan orang yang berdiri di hadapannya.

"Mbak, kenal Ashel ga?"

Muthe menggeleng cepat, tangan nya terangkat mencoba menutupi sebagian wajah, berharap perempuan itu tidak mengenali dirinya.

"Ashelina kelas 12, mbak. Ga kenal?"

Muthe kembali menggeleng menjawabnya. "Duh, semoga ni orang ga kenal sama gue," batin Muthe dengan was-was.

Perempuan itu menghela napas, lalu mengeluarkan ponselnya. Sambil berkacak pinggang, mencoba menghubungi seseorang yang ia cari sedari tadi. Muthe yang masih berada disana dibuat mati kutu, berdiri canggung sekaligus dag-dig-dug khawatir. Dengan langkah pelan, Muthe mencoba melangkah mundur, menjauh dari hadapan perempuan itu.

"Eh, mbak."

Mampus, netra Muthe bertemu dengan netra Adel. Jantung Muthe mulai berdebar lebih cepat dan keringat dingin mulai mengucur membasahi keningnya. "Mm? Iya? Kenapa?" Tanya Muthe terbata-bata.

"Mbak ini—"

"MUTHEEEEEEEE!!"

Kedua perempuan itu menoleh ke belakang, seorang perempuan yang mereka kenali berlari menghampiri dan memeluk erat tubuh Muthe. "Hai," sapa nya sambil tersenyum.

Muthe melotot terkejut, kali ini jantungnya berpacu lebih cepat. Bagaimana tidak, seorang Ashel yang selama ini tak pernah akur dengan dirinya, tiba-tiba memeluknya dengan erat, seperti seseorang yang sudah akrab dari lama dengannya.

Kini manik Ashel beralih pada Adel, ia melempar cengir lalu melepaskan pelukannya dari Muthe. "Aku lama, ya?" Tanya Ashel seraya mencium pipi Adel.

Adel mendorong pelan tubuh Ashel, ia juga sama terkejutnya dengan Muthe atas perlakuan perempuan gila ini. "Shel, apa-apaan sih?!"

"Hehe." Ashel kembali melempar cengir kudanya pada Adel lalu beralih pada Muthe. Seraya menggandeng lengan Adel, ia melambai kecil pada perempuan yang masih berdiri mematung itu. "Kita duluan ya, Mut."

Ashel menyeret Adel, meninggalkan Muthe yang masih terpaku di sana. Ia masih berusaha mencerna kejadian-kejadian luar biasa yang barusan terjadi. Pertama, Bodyguard Ashel hampir mengenalinya. Kedua, Ashel memeluknya seperti seseorang yang sudah lama berteman. Dan ketiga, Ashel mencium pipi bodyguardnya seperti seorang kekasih.

Muthe menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat, mencoba mencari kesadarannya yang hampir terbang karena melamun. "Dunia ini benar-benar udah gila."

"Jangan-jangan yang kak Eli bilang itu benar..."

Tak lama dari itu, ponsel Muthe berdering. Eli menelponnya, membuat Muthe dengan cepat menjawab panggilan itu dengan wajah bersungut-sungut. "KAK ELI, LO DI MANA SIH?!"

"Mutheee, gue ke kunci di kamar mandi, hueeee tolongg!!"

-

"Widih, libur ni bos?" Kathrina menaikan kedua alisnya sambil tersenyum. Dengan enteng, dia melempar jaket yang baru saja ia lepas, tepat mengenai wajah Aldo yang tengah duduk di sofa ruang tengah.

"Bujet, tumben bau parfum lo cewe banget, kak?" Aldo mengendus jaket Kathrina, tak biasanya perempuan ini menggunakan parfum yang bau nya mencolok.

"Parfum cewe gue," jawab Kathrina seraya mendaratkan pantatnya di samping Aldo dan Azizi.

"Udah jadian?" Selidik Azizi, penasaran dengan perkembangan hubungan mereka. Kathrina menggeleng kecil lalu menyandarkan tubuhnya. "Sabar, pelan-pelan dulu. Gue mah kudu di rencanakan, Zee. Ga kek lu, main pacaran aja sama si Freya."

Azizi menarik ujung bibirnya, mencibir ucapan kakaknya yang tak menyenangkan hatinya. "Ungkit tross," sergah Azizi dengan kesal.

Kathrina hanya tertawa, di ikuti Aldo yang sebenarnya tak paham dengan kakak-kakaknya bicarakan. "Dah lama ya, ga ngumpul gini." Kathrina menatap ke depan, rindu dengan masa-masa mereka berkumpul di markas dan bercerita seperti ini.

"Lo sama Adel, noh. Sibuk sama kontrak," urai Azizi. Lagi-lagi Kathrina tersenyum menjawabnya.

"Eh, gue ketemu sama kak Olla tadi pagi—"

"FREYA?!

"ADEL?!"

Ketiga orang itu melongok kebelakang, terkejut melihat ramainya orang yang sedang berdiri di ambang pintu masuk.

"FIONY?!"

"ATIN!!"

"KAK OLLA??"

"KALIAN SEMUA SIAPA??" Pekik Aldo pusing melihat ramainya gadis-gadis yang berkumpul disana. Ia segera berdiri dan berlari, meninggalkan enam gadis yang sedang berpelukan dan menuang rasa rindu mereka.

"Kalian apa kabar?" Kathrina melepas pelukan mereka, lalu saling melempar pandang satu sama lain. "Baik, kalian apa kabar? Hampir setahun, eh dua tahun kali ya, kita ga ketemu?" Fiony terkekeh, ia tak kalah rindunya dengan trio A yang ada di hadapannya saat ini.

"Ada acara apa? Kok tumben kesini?" Tanya Adel pada Freya, penasaran dengan alasan tiga temannya yang tiba-tiba datang ke markas. "Gatau, kak Olla yang ajak." Freya melirik Olla, meminta kakak sulungnya itu untuk menjelaskan.

"Loh, gue kira si Azizi udah ngomong." Kini Olla melirik Azizi, melempar penjelasannya pada sang empu yang sudah mengajaknya tadi pagi. Azizi terkekeh lalu menatap Freya, Fiony dan Adel secara bergantian. "Jadi, tadi pagi gue ketemu kak Olla pas beli ikan. Ya udah gue ajak aja sekalian, mumpung pada di sini kan," jelasnya, membuat semua orang di sana mengangguk paham.

"Kenapa sih, Do?"

Enam gadis itu menoleh lagi, menuju dua laki-laki yang sedang berjalan pelan menuju mereka. Aldo menarik tangan Sello, hendak menunjukkan enam gadis yang sedang berkumpul itu. Sedangkan Sello, sibuk mengucek matanya yang masih berat.

"Liat!" Seru Aldo sembari menunjuk enam gadis itu.

Sello membuka matanya, berusaha menangkap wajah-wajah perempuan yang ada di hadapannya. Matanya yang berat itu, tiba-tiba berubah melotot, terkejut melihat kehadiran tiga gadis yang ia kenali wajahnya.

"Kalian—?!"

.
.
.
.
.

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA!

.
Maaf agak telat dari biasanya, kuota aku abis🙏😁

Continue Reading

You'll Also Like

152K 14.1K 71
"Lebih baik menyakiti satu hati dari pada kedua nya" -L
279K 23.5K 31
"What is soulmate?" "Well.. it's like a best friend but more.."
602K 60.7K 60
Cerita tentang kamar nomor 1408 yang gosipnya dihuni oleh monsterπŸ‘½
58.6K 3.5K 21
Salah satu dari kakak beradik tiri ini sulit menerima kenyataan bahwa hidupnya berantakan. Gadis ini menaruh kesal pada adik tirinya. Namun seiring b...