HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 263K 16.8K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 51

40.1K 3.5K 484
By ay_ayinnn

JANGAN MARAH KRNA KMRN GA JADI UP WE😭😭😭

Aku persembahkan dua ribu tiga ratus kata buat kalian dihari minggu ini.

••••••

"Selamat pagi, Pa--"

Baru saja masuk, Adara kaget dengan keberadaan lima laki-laki dewasa itu diruang tamu. Sudah bisa dipastikan ada Juna diantara mereka.

Acel dan Ayumi yang melihat Adara diam ikutan terdiam ditempat. Mereka sama-sama tidak tahu harus bereaksi apa mengetahui suasana seperti ini adalah suasana yang buruk.

Mereka bertiga juga tahu sebelum ini pasti ada apa-apa mengenai Vanya. Merasa ada ketegangan diantara mereka.

"Ne-nek?" Ucap Elen melihat kedatangan Ayumi. "Papa, mau tu-turun!"

"Yaampun, Elen..." Ayumi bersimpuh memeluk tubuh Elen yang tidak sekurus dulu lagi. Dia terharu, sekarang cucunya sudah tumbuh dengan baik.

"Elen ka-kang-en sa-ma Ne-nenek," Ucap Elen dipelukan Neneknya.

Siapapun yang melihat hal itu pasti akan terharu mengingat dulu Ayumi sangat memperjuangkan Elen hingga anak itu bisa terlahir ke dalam dunia kejam ini.

"Nenek juga kangennn banget sama Elen," Ujar Ayumi mengelus-elus punggung Elen dengan beberapa air mata yang dengan nakalnya menetes.

Hening.

Seluruh orang di ruang tamu terdiam seribu bahasa. Mereka tidak tahu kesulitan apa saja yang sudah Elen dan Ayumi hadapi selama enam tahun.

"Ekhem, Ayumi, udah selesai belanjanya?" Tanya Charles basa-basi memecah keheningan.

Wanita paruh baya itu mengusap cepat air mata yang mengalir tanpa aba-aba. Ia memegang kedua pundak Elen, menatap dalam manik mata cucunya. Tak perlu berbohong, Ayumi sangat merindukan Elen.

"Ayumi?" Panggil Charles.

Ayumi menoleh ke tempat dimana Charles berada. Dia berdiri, merangkul Elen penuh rasa sayang. Wah baru pergi beberapa bulan dari desa saja tinggi Elen semakin menyaingi tinggi Ayumi.

"Udah. Saya baru tahu Jakarta seluas ini dan tempat-tempatnya juga bersih," Ayumi menjawab pertanyaan Charles yang tadi.

Pagi-pagi sekali Ayumi diajak berbelanja oleh Adara dan Acel. Awalnya mereka hanya ingin membeli baju-baju untuk Ayumi selama di Jakarta, tapi tadi ada bazar di deket komplek. Makannya mereka mampir dulu ke bazar. Adara juga sempat dititipi beberapa sayuran oleh Clara.

Charles mengangguk, pandangan matanya beredar menatap beberapa laki-laki yang duduk di sofa panjang sebelahnya. Gerak-gerik mereka tidak aneh, tapi suasana canggung dari mereka lah yang membuat ini semua menjadi aneh.

"Bawa santai aja," Ucap Charles. Keempat laki-laki itu tersenyum canggung.

"Halo, Ra," Sapa Juna kaku.

Setelah Adara memutuskan hubungan dengannya hari itu, Juna merasa banyak sekali perubahan. Tidak ada sleep call. Tidak ada sapaan pagi. Tidak ada pengingat makan. Tidak ada pemberi semangat kerja. Semua serba sendiri.

"Pa, Vanya mana?" Tanya Adara mengabaikan Juna. Bukan jahat, Adara masih kecewa aja sama dia.

"Di dalam sama Mama. Bawa Ibu Ayumi masuk sana," Perintah Charles lembut.

Adara dan Acel mengangguk mengiyakan. Mengenai Acel sendiri, ia sengaja tak menatap Farel padahal sedari tadi Farel terus menatap ke arahnya.

Kalau ditanya siap atau enggak jauh dari Farel secara hukum, jelas Acel gak siap. Namun, seperti apa yang dia dan Vanya mau, semua harus berjalan sesuai hukum.

"Elen mau ikut Nenek atau disini sama Papa?" Sebelum masuk, Ayumi bertanya kepada cucunya.

Anak kecil itu berpikir apa yang sedang ia inginkan. Dia ingin masuk menemui Mamanya tapi takut kalau Papanya nanti pergi lagi.

Elen diam menatap wajah Gavin dimana laki-laki itu juga menatap Elen ingin mendengar jawaban dari putrinya.

"Papa," Elen berlari mendekati Papanya. Ditarik lah pelan telapak tangan laki-laki dewasa tersebut.

Adara yang paham Elen tak mau ikut dengannya, Ayumi, dan Acel pun mengulas tersenyum kecil. Siapapun akan kalah kalau udah ada Gavin.

"Elen gak mau ikut Nenek aja?" Tawar Ayumi.

Elen menggeleng cepat. Terlalu gemas membuat Gavin kembali mengangkat Elen ke dalam gendongan.

"Ya udah, Nenek masuk ya?" Ucap Ayumi diiyakan oleh Elen. Wanita paruh baya itu masuk diikuti Adara dan Acel dibelakangnya.

Ayumi duduk disalah satu kursi makan sama halnya dengan Acel. Sedangkan Adara sibuk mengeluarkan sayur-sayuran pesanan Clara. Tanpa diperintah, dua orang ART bergerak mengambil barang belanjaan yang perlu dimasukkan ke dalam kulkas atau di sajikan sebagai menu sarapan pagi ini.

"Mbak Ina, Mama sama Vanya ada di kamar?" Tanya Acel melihat kedatangan Ina, baby sister Elen dari lantai dua.

"Ada di kamar, Non. Baru ditenangin Nyonya."

Kening tiga orang yang baru saja sampai dimeja makan itu berkerut. Ditenangin?

"Dar, gue rasa..." Kalimat Acel menggantung. Tak perlu dilanjutkan, Adara sudah paham.

"Ke kamar Vanya, jangan?" Lanjut Acel bertanya.

Adara menggeleng, "Kalau dia gak teriak-teriak sampai Mama kewalahan, berarti semua masih dalam kendali."

"Ibu ndak tega lihat Vanya jadi kayak gini," Lirih Ayumi sedih. Adara dan Acel spontan menoleh ke arahnya.

"Ibu, semua aman kok. Kami juga sedang melakukan berbagai cara agar Vanya bisa kembali seperti semula," Terang Adara menenangkan Ayumi.

Sebagai orang yang sudah bisa dibilang lanjut usia, Ayumi pasti lebih sering kepikiran. Sama seperti Ibunya Adara, dikit-dikit kemakan omongan orang, pun sudah mulai lupa dan kekanak-kanakan.

"Gavin! Gavin!" Teriak Clara sambil menuruni anak tangga.

Orang-orang dimeja makan sontak menatap ke arah Clara. Gavin yang sedang duduk di ruang tamu bersama Charles dan teman-temannya dengan Elen berada di pangkuannya mendongak.

"Om, beneran Vanya gak kenapa-napa?" Tanya Farel takut sebab tiba-tiba Clara berteriak. Walaupun niat mereka baik ingin mengakui semua kesalahan dimasa lalu tetap saja mereka was-was akan kondisi Vanya.

"Vin," Panggil Clara sampai di ruang tamu.

"Kenapa, Ma?" Tanya Gavin dengan suara berat.

"Vanya panggil kamu. Dia gak mau sama Mama."

Mengerti situasi, Gavin langsung berdiri. Sama halnya dengan Elen namun kali ini gadis kecil itu tidak Gavin gendong. Pergi lah mereka menuju ke kamar Vanya. Tangan mungil Elen terus menggandeng tangan Gavin.

"Elen, sama Oma dulu ya?" Ucap Clara berjalan di belakang Gavin. Elen menggeleng cepat.

"Eh, itu Mama mau bicara sesuatu sama Papa," Bujuknya.

"Elen! Sama Tante sini! Kita nonton disney," Suara seseorang dari meja makan menghentikan langkah tiga orang itu.

"Nah, nonton princess sama Tante Adara mau ya?" Tawar Clara berharap Elen tak mengikuti Gavin ke kamar Vanya.

Sayangnya anak kecil itu tetap menggeleng. Dia malah semakin mempererat gandengannya. Gavin bisa merasakan hal itu.

"Kalau sama Nenek, Elen juga gak mau?" Tanya Ayumi mulai angkat suara.

"Pa..." Lirih Elen menatap mata Gavin. "A-aku mau ke-tem-pat Mama."

Gavin menunduk lalu mengangguk kepada putrinya, "Gak apa-apa, Elen ikut sama aku aja."

Clara menghembuskan nafas pelan. Bagaimanapun juga dia harus sabar. Elen masih anak kecil, maklum lah apa-apa ke Mama atau Papanya.

"Vin, tadi Meera bilang suruh bawa Vanya ke klinik. Kebetulan dia lagi ada praktek di klinik Keluarga Sehat. Masalahnya Vanya nggak mau Mama bawa. Dia malah minta Mama buat panggil kamu." Gavin mengangguk menanggapi Clara.

"Kalau gitu Gavin sama Elen ke atas dulu."

•••••

"Van," Sebelum masuk lebih dalam, Gavin memanggil Vanya terlebih dulu.

Terlihat dia sedang duduk di atas kasur dengan badan bersandar di kepala ranjang. Vanya menoleh, bibirnya tersenyum kecil melihat keberadaan Elen.

"Elen..." Lirihnya senang.

Perlahan mereka masuk. Elen naik ke atas kasur memeluk tubuh Mamanya. Gavin pula memberanikan diri untuk duduk ditepi kasur Vanya.

"Mama ba-ik-ba-ik a-aja, k-kan?" Tanya Elen menatap wajah Mamanya dari bawah.

"Iya."

Dia bergerak memperdalam pelukannya, "Ce-cepet sem-buh, Ma."

Gavin mengelus punggung Elen. Dia bersyukur anaknya tumbuh dengan adab yang baik. Tapi tetap saja dia merasa bersalah, karena kelakuannya dimasa lalu hidup Elen jadi berantakan.

"Van, Mama suruh aku antar kamu ke tempat dokter Meera," Ucap Gavin membuat pandangan mata Vanya melihat dirinya.

"Aku gak lagi sakit," Ucap Vanya.

Mendengar hal itu membuat Elen keluar dari pelukan Mamanya. Tangan kecilnya bergerak mengusap pipi mulus Vanya.

"G-gak apa-a-apa. Na-nanti aku i-ikut an-tar, Mama!" Seru Elen menyemangati Mamanya agar mau dibawa ke klinik.

Masalahnya dokter Meera lagi ada praktek. Dia gak bisa diminta datang ke rumah tiba-tiba jadi harus kitanya yang ke sana.

"Denger tu, Van. Anak kita aja semangat biar kamu sembuh. Masa kamunya gak semangat?" Ucap Gavin menyetujui apa kata Elen.

"A-ayoo, Ma. Ka-kata-nya, Mama ma-mau ka-bul-in se-mua ke-ke-inginan-ku?" Paksa Elen. Walaupun jiwanya menolak, raga Vanya mengangguk guna mengiyakan apa yang putrinya mau.

Gavin tersenyum, pintar sekali anaknya merayu. Keren Elen!

"Sebentar, aku ambilin outer kamu."

Gavin berjalan menuju walk in closet di kamar Vanya. Banyak sekali lemari di dalam sana. Bingung letak baju-baju milik Vanya di mana, Gavin lebih dulu membuka lemari yang paling pojok.

Pertama kali ia buka lemari itu, bukannya langsung memilih mana outer untuk Vanya, Gavin malah terdiam membisu. Banyak baju-baju menggantung di sana.

Permasalahan yang membuat Gavin terdiam adalah baju-baju yang menggantung itu baju Vanya sewaktu SMA. Seragam-seragam khusus Euphoria terpampang jelas menggantung diantara baju-baju lain. Outer yang biasa Vanya kenakan waktu SMA pun ada semua di sana.

Tangan Gavin bergerak menyentuh salah satu seragam Vanya. Ia usap pelan seragam itu dengan air mata yang menetes. Jelas setiap seragam milik Vanya mempunyai masa lalu buruk.

Begitu juga dengan outer rajut pink peach bergambar bunga-bunga itu. Gavin ingat outer itu selalu Vanya gunakan setiap hari Jumat. Dia bisa mengingatnya sangat jelas sebab di hari Jumat dia dan teman-temannya sengaja menahan Vanya agar tidak pulang cepat.

Tak kuat mengingat masa lalu, Gavin menutup kembali lemarinya. Ia berjalan menuju ke lemari lain. Ada lipatan baju-baju baru Vanya dan Elen di lemari itu. Dia mengambil satu outer Vanya dan satu outer Elen untuk mereka kenakan.

"Papa la-lama ba-bang-et!" Seru Elen sampai bosan menunggu Papanya di atas kasur.

Gavin menggaruk-garuk tengkuk padahal tidak terasa gatal sama sekali, "Maaf deh... Papa kan harus pilih outer yang biasa cewek-cewek suka. Ini, Van."

Vanya menerima kardigan polos berwarna pink peach yang Gavin berikan. Dia sengaja mengambil kardigan warna itu agar bisa membuat kenangan manis bersama Vanya melalui warna kesukaan perempuan itu di masa lalu.

"Sini, El," Setelahnya, Gavin menyuruh Elen berdiri di atas kasur hingga tingginya hampir menyamai tinggi Gavin.

"Pakai sweater Bear mau kan?" Tanya Gavin sebelum memakaikan sweater yang ia ambil untuk Elen.

"Ke-kena-pa Be-ar la-gi?" Lesunya. Elen suka bear, tapi kalau dipakaikan baju bergambar Bear terus dia bosen.

"Papa gak nemu sweater Elen yang lain. Apa mau sweater polos warna cream?" Tanyanya membuat Elen menggeleng. Polosan itu jelek, gak ada gambar lucu.

Alhasil Elen mau memakai outer pilihan Gavin. Bear lagi, Bear lagi. Kayaknya ini yang suka Bear itu Gavin, bukan Elen.

"Gini deh, biar Princess Papa happy, nanti kita belanja outer lagi buat Elen. Mau gak?" Anak kecil itu mengangguk semangat. Gavin senang kalau Elen bersemangat seperti biasa.

"Udah siap, Van?" Lanjut Gavin sambil melihat Vanya tengah memoles lipstik pada bibirnya.

Di cup Gavin mampus lo.

"Udah. Elen, Mama boleh minta tolong ambilkan tas di atas nakas sebelah kamu?"  Pinta Vanya lembut.

"Dah, aku aja yang bawain," Sahut Gavin lebih dulu mengambil tas selempang berwarna putih dari atas nakas. Dia juga menyelempangkan tas Vanya ke bahunya sendiri.

Tema Gavin hari ini slay.

"Ayo," Gavin menurunkan Elen. Setelah Vanya selesai, dia menghampiri Gavin dan Elen di ambang pintu.

"Mana tas ku biar aku aja yang bawa."

"Jangan, berat. Udah ayo, keburu kesiangan nanti dokter Meera istirahat," Gavin membiarkan Elen berjalan lebih dulu, dia dan Vanya mengikutinya dari belakang.

Dibawah, orang-orang yang sedari tadi berada di meja makan menatap tiga orang yang baru menuruni anak tangga itu speechless. Adara dan Acel sampai susah menutup mulut.

"Lah Gavin tu, Ra?" Tanya Acel bengong.

"Jir tas Vanya dipake sama Gavin," Ucap Adara shock melihat di bahu Gavin ada tas selempang milik Vanya.

"Aaaa lucu," Gemas Acel.

Ayumi dan Clara yang juga melihat fenomena alam itu ikutan terbengong. Begitu juga dengan Charles. Laki-laki itu baru saja masuk setelah mengantar seluruh teman Gavin ke depan, eh sampai dalam Tuhan memberinya pemandangan Gavin, Vanya dan Elen seperti keluarga kecil yang sangat bahagia.

"Loh mau kemana?" Tanya Charles.

"Ke kliniknya Meera, Pa," Jawab Clara, Charlea mengangguk.

"Pinjem mobil, Pa," Ucap Gavin tanpa malu.

Ya gimana? Dia kesini kan diantar supir Adara, belum sempat pulang ke rumah. Jadi ya gak bawa mobil.

"Udah gue anggap jadi anak juga masih aja gemblung," Sahut Charles memberikan kunci mobil yang ia ambil dari dalam kantong celana pendeknya.

Pagi-pagi sekali tadi, niatnya Charles mau mengantar Clara menyusul Ayumi, Adara, dan Acel. Gak jadi karena tiba-tiba Gavin dan teman-temannya itu datang.

"Makasih, Pa!"

"Elen mau kemana sih? Gak mau di rumah aja sama Opa?" Tanya Charles.

Elen menjawabnya dengan gelengan, "Ma-mau i-kut Mama sa-sama Papa."

"Oh iya, kenapa gak sekalian nganter Elen terapi?" Dadakan sekali Charles mengingat kalau hari ini adalah jadwal terapi Elen.

"Astaga, Oma lupa!" Sambung Clara menepuk jidat.

Gavin terkekeh, "Gampang! Sama dokter Chelsea kan?"

"Iya, janjian dulu sana, Vin," Perintah Charles.

"Papa tenang aja."

Tiga orang yang mau pergi itu kembali berjalan menuju garasi. Gavin mengeluarkan mobil sekaligus memanaskan mobilnya terlebih dulu.

Setelah semua beres dan mobil siap pakai, Gavin keluar membukakan pintu depan untuk Vanya. Vanya pun masuk sambil berterima kasih. Namun, disaat Gavin membuka pintu yang belakang untuk Elen, bukannya masuk anak kecil itu hanya diam ditempat.

"Kenapa gak masuk?" Tanya Gavin bingung.

"G-gak ma-mau di be-la-kang," Ucapnya kecil.

Tidak marah, Gavin membawa Elen ke kursi kemudi. Kali ini dia dan Elen akan mengantarkan Vanya ke tempat tujuan.

"Emang Elen bisa nyupir?" Tanya Vanya melihat Elen duduk bersama Gavin di kursi kemudi.

"Bisa dong, Mama... kan ada Papa," Bukan Elen, itu suara Gavin.

Sialan emang Gavin bikin pipi Vanya memanas. Stop pakai embel-embel Mama, Papa walaupun harus karena ada Elen diantara mereka.

"Kok salting Van?" Goda Gavin semakin menjadi.

Vanya menolehkan kepala ke kaca mobil disebelahnya. Melihat perempuan itu semakin memerah membuat Gavin terkekeh.

"Papa, ta-tapi aku be-belum man-di," Ucap Elen. Suasana yang tadinya panas kembali seperti semula.

"Gak apa-apa Princess, masih wangi kok," Balas Gavin menghirup rambut Elen. "Udah siap, kan, Van?"

Vanya mengangguk, dia sudah memakai seat belt. Gavin mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

Charles, Clara, Ayumi, Adara, dan Acel yang melihat mobil itu melaju jauh dari pekarangan rumah hanya bisa tersenyum-senyum sendiri. Semoga dengan ini Vanya bisa segera melupakan masa lalu.

"Apa gue cabut tuntutannya ya?" Gumam Acel membuat yang lain spontan menoleh ke arahnya.




Bersambung.

HEHEHEHEHEHEHEHE...

Harus rame, awas aja gak rame, bulan Mei aku up next partnya😏

3k vote bisa gak sih? Bisa lah ya.

24 03 24

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 135K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
15.6K 1.2K 59
Squel dari cerita : Vettara "Kalau penyesalan memang datang di akhir cerita,mungkin seharusnya dari awal gue ga sebodoh ini"Ucap Milo. "Tidak ada kat...
6M 499K 68
Ketika Hazel Prince Garcia yang mempunyai penyimpangan seksual disatukan dalam ikatan suci pernikahan, dengan Mikaila Ashley Ammerson. Mikaila, gadis...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4M 240K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...