Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 141K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Bab XLIX
Additional Part 1
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Additional Part 2

38K 1.9K 42
By ohhhpiiu

I'm still holdin' on to everything that's dead and gone
I don't wanna say goodbye, 'cause this one means forever
And now you're in the stars and six-feet's never felt so far
Here I am alone between the heavens and the embers

In the stars by Benson Boone

....

"Sakaaaa! Bangun! Nanti kesiangan berangkat ke sekolahnya."

"Sakaa! Hari ini kamu belum ketemu aku, jangan lupa bawain bunga ya."

"Saka bangun, aku kangen."

"Iya, Qi."

Saka mengusap air mata yang jatuh sambil meregangkan badan. Dadanya sakit karena suara manis kembarannya masih terngiang meskipun ia sudah bangun dari mimpinya.

"Morning, Qi." Ia mengelus figura foto Qila yang tersenyum lebar. "Nanti siang aku mampir, bawain kamu bunga."

Sudah setahun sejak kepergian Qila. Rumah menjadi lebih sepi, lebih dingin, lebih kelabu dari biasanya. Tidak ada lagi suara khas Qila yang membangunkan Saka, tidak ada lagi Qila yang sibuk menyiapkan bekal makan siang untuk Saka bawa ke sekolah.

Tidak ada Qila.

Tidak ada lagi kebahagiaan di rumah.

Meskipun begitu Akbar tetap berusaha membuat suasana rumah menjadi tak sekaku dulu. Sejak Qila pergi, mereka berempat selalu sarapan bersama dan menyempatkan makan malam sambil membahas kegiatan-kegiatan yang telah dijalani sepanjang hari.

Persis seperti keinginan Qila.

Saka turun dengan seragam lengkap sekolahnya. Ia mengintip sedikit ke arah kamar Qila yang selalu terbuka lebar, sengaja tak pernah Akbar tutup.

Harum strawberry kesukaan Qila menguar dari seisi kamar.

"Mau bawa bekal lagi, Ka?"

"Iya." Saka mengangguk sekilas menanggapi pertanyaan Akbar. "Malem nanti aku pulang telat, ada latihan basket."

"Jangan terlalu diporsir."

"Hm."

"Daniel gimana? Udah tau mau lanjut kuliah dimana?"

Daniel tersentak saat Akbar menyerahkan sepiring nasi goreng yang baru saja diambil. Ia menipiskan bibir, nampak ragu menyuarakan isi hatinya.

"Gak apa-apa, ngomong aja." Akbar tersenyum kecil. "Ayah gak pernah maksa kamu untuk pilih kuliah. Kalaupun gak kuliah, Ayah gak masalah."

"Belum kepikiran." Daniel memainkan sendok di atas meja. "Ayah beneran gak masalah kalau aku gak lanjut kuliah?"

"Yang penting kamu bahagia."

Saka tersenyum tipis.

"Oke..." Bisa Saka lihat ada segaris rasa lega yang Daniel lepaskan begitu mendengar Akbar bicara. "Daniel mau buka usaha aja."

"Bang Dirga dimana?" tanya Saka memotong pembicaraan Daniel dan Akbar karena tak menemukan abang pertamanya itu. "Gak ikut sarapan lagi?"

"Tadi keluar duluan, udah izin sama Ayah."

"Ke makam lagi?" Daniel bergumam tapi masih bisa di dengar oleh semua.

"Mungkin." Mata Akbar terlihat sedih. "Udah ayo cepat habiskan sarapannya, nanti biar Ayah yang susul Dirga."

Sekilas mereka tampak menjalani hidup dengan normal.

Namun semua tahu jauh dari lubuk hati mereka yang paling dalam, ada luka yang coba mereka pendam diam-diam.

Tidak ada yang pernah baik-baik saja.

Mungkin juga kata baik-baik saja tidak akan pernah datang lagi pada kehidupan mereka.

Akan tetapi, mereka mencoba bertahan demi sebuah janji yang pernah diutarakan sebelum Tuhan mengambil Aquila untuk selama-lamanya.

***

Fakta terpahit yang pernah Dirga terima selain berita kematian adalah informasi bahwa Alya masih hidup sampai hari ini.

Iya, wanita yang membuat kehidupannya terasa seperti di neraka itu masih terbaring kaku disebuah rumah pinggiran kota milik Akbar.

Dirga tidak tahu motivasi apa yang membuat Akbar membiarkan gadis ini tetap hidup dan bernapas meski dengan batuan alat.

Bahkan disaat setiap hari Dirga menyalahkan dirinya atas kepergian Qila. Atas kebodohannya karena memilih percaya pada wanita asing yang ternyata memperdayainya dibandingkan adiknya sendiri, adik kandungnya.

"Jadi lo masih hidup?"

Kedua mata mereka bertemu. Dirga menatap manik mata di depannya dengan pandangan benci.

"Kenapa bukan lo aja yang mati? Kenapa Tuhan gak tuker nyawa lo sama Qila?"

Seharusnya Dirga bunuh saja wanita ini waktu itu.

"Gara-gara lo hidup gue hancur. Gara-gara lo Qila menderita. Gara-gara lo gue jadi abang yang gak pernah berguna buat dia."

Tiga hari yang lalu Dirga tak sengaja mendengar percakapan Akbar dengan asisten kepercayaannya. Ia mendengar fakta bahwa Akbar membiarkan Alya hidup setelah memastikan gadis itu lumpuh dan tak akan lagi bisa menggerakkan tubuhnya.

Akbar menjadikan Alya seolah boneka.

"Lo gak pantes hidup, Al."

Dirga melepas seluruh alat yang menopang hidup Alya. Mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya pergi dengan kecepatan mobil diatas rata-rata.

Kenapa harus Alya yang selamat dan adiknya yang pergi?

Dirga memacu mobilnya dengan pikiran yang berantakan. Kenangan saat ia meninggalkan Qila dan lebih memilih untuk mengejar Alya terputar ulang dalam kepalanya.

Satu tahun ini Dirga berjuang atas segala rasa penyesalan yang bersemayam dalam hatinya.

Ia terus merutuki diri atas segala kebodohan yang telah dia lakukan.

Meski keluarganya terlihat kembali menerima kehadiran Dirga seperti tak terjadi apapun, ia tahu, dalam hati mereka pasti ada perasaan kecewa dan muak pada dirinya.

Langit mendadak mendung. Rintik air hujan sedikit demi sedikit membasahi jalan raya yang terlihat lumayan padat sore hari ini.

Sorot pandang Dirga terganggu oleh silaunya lampu truk dari arah berlawanan. Matanya seketika membulat saat menyadari bahwa di depan ada sebuah mobil yang tengah berjalan pelan.

Dirga membanting stirnya ke arah kanan, membuat bodi mobil menabrak sisi jalan sebelum pada akhirnya terseret dan terbalik sejauh beberapa meter.

Dapat ia rasakan cairan kental membasahi wajah dan menutupi pandangannya. Dirga melirik kondisi Alya yang jauh lebih mengenaskan.

Dirga mulai mempertanyakan alasannya membawa Alya keluar dari rumah itu. Kenapa ia membawa Alya? Kenapa tak lebih dulu bertanya pada Akbar alasan ayahnya itu tetap membiarkan Alya hidup sampai saat ini?

Jawaban seperti apa yang ingin Dirga dengar?

Apakah jika ia mati sekarang, Tuhan akan memberikannya kesempatan untuk bertemu kembali dengan adiknya di akhirat sana?

Apakah ia akan pergi ke surga?

"Ada dua orang!"

"Wah parah banget ini. Yang satu kepalanya pecah."

"Laka lantas, Bang. Bawa mobil ngebut sampai nabrak pembatas jalan."

Lambat laun Dirga merasa suara-suara disekitarnya menjadi kabur. Ia coba menggerakkan jari dan tubuhnya yang terhimpit kursi.

"A-ayah..."

Meskipun ia tak pernah lagi melihat ayah marah sejak kepergian Qila, Dirga tahu bahwa ayah adalah orang yang paling terluka hatinya lebih dari siapapun.

Bagaimana jika Dirga menambah kesedihan itu semakin dalam?

Dirga ingin meminta maaf dengan lebih baik, dia ingin mengembalikan waktu sebelum semuanya menjadi sehancur ini.

Maaf.

Maaf.

Maaf.

Dirga tahu ia salah.

Tolong maafkan dia untuk terakhir kalinya.

Maaf ayah, dirga belum bisa jadi anak yang baik.

***

"SAKA!"

Dion berteriak dari pintu masuk lapangan basket indoor. Berlari seperti orang yang habis dikejar setan dengan peluh yang bercucuran.

"Rumah sakit." Dion menarik tangan Saka dengan paksa mengabaikan tatapan bingung dari semua orang. "Cepet, Ka. Gak ada waktu lagi."

"Ngomong yang jelas, Yon."

Dion menggeleng, ia takkan mampu menjelaskan berita pilu ini mengingat teman masa kecilnya itu masih sering berduka atas kepergian Qila.

"Gak ada waktu buat jelasin, ayo pakai jaket lo, supir Om Akbar udah nunggu lo di depan sekolah."

Jantung Saka kembali merasakan degupan yang sama seperti satu tahun yang lalu.

Siapa?

Siapa kali ini yang akan meninggalkannya.

Ayah?

Daniel?

... atau justru Bang Dirga yang sejak pagi tak bisa dihubungi olehnya?

"Siapa?" tanya Saka pelan. "JAWAB GUE SIAPA, YON!?"

Tapi Dion tetap bungkam. Ia hanya menepuk-nepuk bahu Saka untuk menguatkan. Tidak ada penjelasan yang mampu Dion utarakan. Tidak. Bahkan mungkin setelah ini pun Saka pasti tidak akan mempercayai semua yang ia dengar.

Saka berlari di sepanjang jalan menuju ruangan yang telah disebutkan. Beberapakali Saka tersungkur sebab kakinya menjadi sangat lemas. Saka menangis, ia mengusap air mata yang mengaburkan pandangannya sambil terus memaksakan langkah.

Di ujung koridor yang dingin, bisa Saka lihat Daniel dan Akbar yang tengah terduduk di depan ruang jenazah, membuat langkah Saka melambat, perasaan sesak di dadanya kian pekat.

Akbar mendengarkan penjelasan dokter dengan pandangan kosong. Ia terus mendengarkan sampai yang terdengar di telinganya hanyalah degupan jantungnya yang bertalu tak beraturan.

Ia merasakan darah terpompa cepat sampai ke otak. Dadanya menjadi sakit dan tubuhnya ambruk, terkapar kaku sampai Daniel bersimpuh menahan kepala Akbar dan meraung meminta dokter segera menolong ayahnya.

Jalan yang hanya tersisa beberapa meter di depannya terasa begitu panjang, Saka dibuat terduduk lemas, ia tak lagi merasakan seluruh syaraf tubuhnya bekerja.

Tidak ada yang menjelaskan padanya kenapa mereka ada di depan ruang jenazah.

Tidak ada yang dapat Saka dengar selain tangisan Daniel yang begitu memilukan.

Tidak ada yang bisa Saka lihat selain tubuh Ayahnya yang tengah dibawa oleh beberapa dokter untuk dilakukan pertolongan.

Tidak ada yang bisa Saka rasakan selain rasa asin dari air matanya sendiri.

Apakah ini hukuman?

Apakah ini karma yang harus ia tanggung?

Apakah Tuhan memang sekejam ini pada mereka yang tengah mencoba menata ulang hidup meski penuh kepayahan?

"Qi ... tolong kasih aku kekuatan." Saka bersandar pada dinding rumah sakit yang dingin. Samar ia merasakan seseorang memeluknya, wangi parfum kesukaan Qila, deru napas pendek yang terasa menenangkan. "Kamu disini, Qi."

Saka ingin berteriak. Ia ingin menghilangkan seluruh perasaan sesak dalam hatinya yang tertahan. Saka ingin ada seseorang yang memeluknya. Saka ingin ada seseorang yang menghiburnya.

Nyatanya kata 'baik-baik saja' tidak akan pernah cocok di hidup mereka.

Bahkan setelah satu tahun merasakan kehilangan pun, Saka tidak pernah terbiasa mendengar berita kematian.

"Maafin abang ya, Ka. Abang belum bisa jadi yang terbaik."

Dimana tempat yang bisa Saka tinggali tanpa harus peduli dengan rasa sakit dalam hatinya ini?

Kemana tempat yang harus ia datangi agar perasaan sesal yang menggerogoti hatinya dapat hilang.

Kamu kuat, Saka.

Bertahan ya.

I love you, twins.

...

Additional Part 2 — End

yeaaayy! see you di spesial part terakhir, psstt chapter depan bagian pov angkasa <3

...

JANGAN LUPA MAMPIR DICERITA SPESIAL RAMADHAN AKU;

WE CALLED IT HOME

follow Instagram aku untuk info update;

rreffitaatsp

&

qiladumpict

Continue Reading

You'll Also Like

Kost-Mate By Fytana

Teen Fiction

164K 20.5K 43
Bagaimana perasaanmu jika tinggal bersama lima orang cowok dalam satu rumah, dan kamu adalah cewek satu-satunya? Takut? Sedih? Atau malah bahagia kar...
8.7K 1.5K 41
Azanna Salsabila telah memendam perasaannya pada Evan Aditama selama satu tahun. Cowok dingin yang irit ngomong dan nggak suka tertawa. Tapi di balik...
333K 21.3K 60
Attara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam...
6.7M 285K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...