PENGASUH

By Cratelius

151K 13.9K 1.2K

[Completed] Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu caba... More

Note;
Prolog
1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
End

6

3.9K 359 37
By Cratelius

Bisa ciuman sama kamu

*

"Yaudah, kan udah selesai," ujar Azizi sembari menepuk-nepuk pundak Adel dengan lembut. "Ga bakal ketemu dia lagi, kan?"

Adel tertawa karir. Tangannya meraih salah satu laci di meja kamar, membukanya dan mengambil sepucuk kertas dari dalam. Azizi menerima kertas itu, lalu membacanya dalam hati.

"Lo di kontrak?!"

Adel mengangguk sebelum menghela napasnya. Menerima nasib buruk yang membawanya untuk selalu bertemu dengan perempuan gila itu, Ashel.

Azizi membaca ulang surat kontrak itu, masih tak percaya dengan apa yang sudah ia baca barusan. "Kenapa ga lo tolak?" Tanyanya setelah yakin dengan apa yang ia baca, sembari menaruh kertas itu di atas meja.

"Bayarannya tinggi, Bu boss juga nyuruh ambil. bisa apa gue?"

Azizi mengangguk paham. Bisa apa mereka semua jika Gracia sudah bersabda, menyuruh mereka untuk menerima tugas yang ada.

"Kata gue sih lo semangat, ya!" Hibur Azizi, meski ia tahu sendiri bahwa hiburannya itu tidak berfungsi sama sekali. "Balik yuk, makan."

Adel mengangguk, lalu berdiri dari kursinya dan berjalan keluar dari kamar, diikuti Azizi yang mengekornya di belakang.

Kembali di dapur, hanya ada dua orang disana. Aldo dan Sello, mereka masih sibuk menyantap makan malam dengan lahap.

"Atin mana?" Tanya Azizi, ia menarik kursi dan mendudukkan pantatnya. "Di panggil Bu Boss," jawab Sello dengan mulut yang penuh.

"Laku banget si Atin, dari kemarin di panggil," cicit Adel, tangannya kembali meraih sendok yang ia banting di piring tadi.

"Gue kapan ya?" Monolog Aldo sembari mengunyah makanannya, membuat yang lain hanya tertawa.

"Takutnya mereka yang jagain lo, Do," celetuk Azizi, berhasil membuat sang adik kesal dengan ucapannya.

-


"Di kontrak?!"

Gracia mengangguk, ia menyerahkan sepucuk kertas berisi peraturan dan kesepakatan yang harus dilakukan jika Kathrina menerima kontrak tersebut.

"Sama siapa?" Tanya Kathrina, tangannya mengambil keras itu lalu membacanya dengan kening yang berkerut.

"Keluarga Samuel—"

"Atin terima Bu Boss!" Seru Kathrina. Ia menaruh kertas itu kembali, lalu mengambil bolpen yang ada di meja Gracia, dan menandatanganinya tanpa pikir panjang.

"Ga mau di baca-baca dulu? Nanti ada yang silap." Gracia memperingatkan, takut anaknya ini akan menyesal jika terikat kontrak dengan sebuah keluarga.

Kathrina menggelengkan kepala dengan mantap, merasa yakin bahwa pilihannya tidak akan membuat dirinya menyesal di kemudian hari. Terlebih, ia bisa bertemu kembali dengan gadis itu. Ah, rasanya Kathrina benar-benar ingin segera menyantapnya.

Gracia mengambil kertas kontrak itu, lalu membacanya. "Kamu cuma libur hari Sabtu dan Minggu, loh. Gapapa?" Tanya Gracia, sekali lagi ia ingin memastikan anaknya tidak akan menyesal.

"Gapapa, Bu Boss!" Jawab Kathrina memberi jempol.

Gracia mengangguk kecil, lalu menggulung kertas itu dan memberikannya pada Kathrina. "Besok pagi berangkat," titah Gracia, membuat Kathrina mengangguk paham dan menerima gulungan kontrak itu. "Itu aja," lanjutnya lalu mengibaskan tangan memberi isyarat agar Kathrina keluar dari ruangannya.

Kathrina berdiri, lalu keluar dari sana dengan senyum yang merekah. Membayangkan ia akan segera bertemu lagi dengan gadis idamannya, Gita. Dirinya sudah rindu sekali dengan bibir tipis berwarna merah milik Gita yang belum sempat ia cium kembali hari itu.

"Napa lo?" Tanya Azizi heran, melihat kakaknya tersenyum dengan lebar sedari tadi. Anak itu duduk di ruang tengah, bersama Adel yang sedang fokus bermain konsol game di tangannya.

"Gue di kontrak," jawab Kathrina sembari mendudukkan pantatnya di atas sofa, tepat di sebelah Azizi yang sedang meneguk soda kaleng.

"Lagi musim buat kontrak apa ya." Azizi menaruh kaleng sodanya, lalu melirik Adel yang masih sibuk dengan konsol game miliknya.

"Iya, lo di kontrak juga?" Tanya Kathrina bingung dengan reaksi adiknya itu. Azizi menggeleng lalu mengarahkan dagunya pada kakaknya yang satu lagi. "Dia tuh," lapornya.

"Oh, ya? Di kontrak siapa?"

"Cewe yang cium dia," jawab Azizi, mengundang senyum mengejek dari Kathrina. "Bejirr, ciuman tiap hari, dong."

Adel mengendus kasar, mencoba mengabaikan ledekan dari Kathrina. Matanya berusaha menatap fokus pada konsol game, sedangkan Kathrina sudah kembali bergosip ria bersama sang adik, Azizi.

Lesbi, batin Adel.

-

"Loh, sudah datang," ucap Anton, mendapati Kathrina yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya. "Pagi sekali," sambungnya, heran dengan Kathrina yang datang se-pagi ini.

Kathrina melempar senyum manisnya. "Gapapa pak, takut macet kalau agak siang." Bohong, perempuan licik ini berbohong. Satu-satunya alasan ia datang sepagi ini ialah hanya untuk bertemu Gita saja.

Anton tertawa kecil, lalu mempersilahkan Kathrina masuk ke dalam. Gadis itu melangkah pelan, mengikuti tuan rumahnya menuju kamar Gita.

"Gita, ada yang datang," panggil Anton. Suara deru dari kamar mandi terdengar, secara tidak langsung memberitahu mereka berdua bahwa orang yang  dicari sedang mandi.

"Lagi mandi anaknya, saya tinggal ya," Pamit Anton.

Kathrina tersenyum, lalu menatap pintu kamar mandi itu. Dengan langkah ringan, ia berjalan ke sana. Tangannya terangkat dan membuka pintu itu.

Gita, yang sedang membasuh dirinya melirik kearah pintu yang terbuka. Melihat Kathrina masuk dengan senyuman manis di wajahnya.

"Hai,"

Ia melangkah keluar dari area shower, tubuhnya yang telanjang tanpa sehelai benang pun membuat Kathrina tertegun, tersihir dengan lekuk tubuh indah milik Gita.

Gadis itu menatap Kathrina dengan datar, lalu menariknya kedalam pelukan dan membuat baju Kathrina ikut menjadi basah.

Rasa dada Gita yang lembut, bersentuhan dengan tubuhnya. Membuat kupu-kupu dalam perut Kathrina bangun, dan terbang menggelitik.

"Kamu sengaja ngontrak aku?" Tanya Kathrina membuka obrolan. Gita memberi anggukan kecil sebagai jawaban. "Kenapa?" Tanya Kathrina lagi.

"Biar bisa ciuman sama kamu," jujur Gita, lalu menarik dagu Kathrina, dan mencumbu bibirnya hingga basah dengan air liur mereka yang bercampur. Kathrina menerimanya dengan senang hati, ia menikmati setiap permainan panas dari bibir Gita yang dengan lembut mengulum bibirnya.

Kini Gita mendorong Kathrina hingga ke dinding. Ia melepas lumatan bibir mereka lalu menatap Kathrina yang sedang menetralkan napasnya.

"Buka."

"Buka baju?"

"Buka mulut kamu," titah Gita membuat Kathrina terkekeh kecil. Ia menuruti gadis itu dan membuka mulut, lalu menjulurkan lidahnya keluar.

Dengan rakus, Gita melahap lidah Kathrina. Suara decakan adu mulut mereka beriringan dengan suara shower yang mengalir membahasi lantai kamar mandi.

Kathrina mengalungkan tangannya di pinggang Gita, menikmati permainan yang di pimpin oleh gadis itu.

Tak lama, keduanya kehabisan oksigen. Ciuman itu berakhir, dan kedua saling bertatapan dengan napas terengah-engah.

"Aku gamau kamu ciuman sama orang lain," ucapnya tiba-tiba. Membuat Kathrina menyeringai kecil mendengar larangan dari Gita.

Kathrina mengangguk. "Dengan satu syarat!"

Gita menaikkan satu alisnya, penasaran dengan syarat yang hendak diberikan oleh Kathrina.

"Sekali lagi, ya." Kathrina menarik lengan Gita, membuat gadis telanjang itu kini berada di dalam kurungan tangannya.

"Untuk kali ini, desahkan namaku!"

-

"Kak Zee!"

Sang pemilik nama membalikkan badan, mencari tahu siapa yang memanggil dirinya. Seorang gadis seumuran dengan seragam putih dan rok abu-abu, berdiri di belakangnya sambil tersenyum manis.

"Freya? H- hai!" Sapa Azizi sedikit terbata, terkejut dengan pertemuan mereka yang tak terduga.

"Hai, sendirian?" Tanya Freya, manik hitam gadis itu memperhatikan sekitar, mencari orang yang sekiranya ia kenal bersama Azizi.

Gadis itu mengangguk. "Aku sendiri," bohong Azizi sembari menggaruk tengkuk lehernya.

Freya mengangguk kecil. Kini suasana mereka berdua menjadi hening, canggung tak tahu harus membuka topik apa.

"Kamu sendiri?" Tanya Azizi membalikkan pertanyaan. Freya menggeleng kecil. "Sama pacarku, mumpung lagi kosong, jadi ku ajak keluar," jawabnya sembari tersenyum.

Azizi mengangguk lagi. Kini pandangannya mengedar pada pasar yang ramai, mencoba mengalihkan perhatiannya dari Freya yang tak kunjung pergi dari situ.

Sebetulnya Azizi bisa saja pergi duluan dari situ, tapi janji yang telah ia buat dengan orang lain untuk tetap menunggunya di sana, membuat Azizi tak bisa berbuat apa-apa.

Tiba-tiba, seorang gadis bertubuh mungil menghampiri mereka berdua. Tangannya penuh dengan plastik belanjaan, membuatnya sedikit kesusahan saat berjalan.

"Aku cariin kamu tau!" Kesal gadis itu sembari meletakkan plastik-plastik nya diatas tanah, menatap pada Freya yang hanya memberikan cengir kuda yang mengesalkan.

"Pacar kamu?" Bisik Azizi, kepalanya sedikit condong pada telinga Freya agar gadis itu mendengar.

Freya mengangguk. "Iya, pacar aku. Namanya Flora," ucap Freya sambil melirik manusia kesayangannya. "Ay, temen aku, nih."

Azizi mengangguk memberi sapaan pada Flora. "Azizi,"

"Mantan Freya, ya?"

Azizi mengerutkan keningnya dengan cepat, terkejut dengan pertanyaan gadis yang baru ia temui ini.

Freya menggeleng. "Kamu jangan mengira semua temen cewe aku itu mantan aku dong," keluhnya. Nampaknya bukan hanya Azizi saja yang menjadi korban pertanyaan Flora.

Suara notifikasi masuk, Azizi memeriksa ponselnya lalu mengetik sebuah pesan dengan cepat. "Gue duluan, ya!" Pamit Azizi lalu berlari meninggalkan sepasang kekasih itu di tengah pasar.

"Dia mirip sama pacarnya temen aku, deh," ucap Flora menatap punggung Azizi yang mulai menghilang di telan ramainya pasar.

"Oh ya? Siapa?"

"Marsha."

-

"Kamu ga makan?" Tanya Gita, tangan lentiknya mengangkat roti lapis yang sudah ia gigit, menawarkannya pada Kathrina yang masih setia berdiri di depan meja kantin tempat Gita duduk bersama dua temannya.

Kathrina menggeleng. Ini adalah jam istirahat makan siang, sekaligus waktu rehat untuk para siswa dan siswi SMA Jerenity dari jengah nya belajar.

Sedikit fun fact, SMA Jerenity adalah SMA internasional yang mayoritas di isi oleh anak-anak dari keluarga kalangan atas. Seperti selebriti, pengusaha, dan orang-orang kaya dan terpandang lainnya.

Tak heran jika di setiap meja, setidaknya ada satu orang yang berjaga, mengawasi anak dari tuan mereka agar tidak mendapat ancaman dari saingan orang tuanya.

"Bodyguard kamu yang dulu kemana, kak Git?" Tanya teman Gita yang duduk di sebelah kirinya.

"Di pecat."

"Yahh, padahal ganteng," ucap Muthe dengan nada kecewa.

Kathrina menguping pembicaraan mereka. Ternyata sebelum dirinya sudah ada bodyguard khusus untuk Gita, ia jadi merasa sedikit bersalah. Hanya sedikit.

"Oh iya, rencana kemarin gimana?" Tanya satu temannya lagi yang duduk di sebelah kanan Gita. Ia mencondongkan badannya, agar bisa melihat Muthe dengan jelas.

"Udah aku kasih, trus aku tinggal!" Jawab Muthe dengan bangga. "Ada yang liat?" Tanya Gita, matanya masih fokus pada roti lapis yang ada di tangannya.

Muthe terdiam, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Gatau."

"Gagal ini mah, dari pagi ga ada denger gosip soal dia!"

"Ya maaf dong, Eli! Aku kan takut kalo kelamaan disana nanti ketahuan sama bodyguardnya!"

"Ashel punya bodyguard?" Tanya Gita dengan penasaran. Akhirnya, Kathrina mengetahui raut wajah Gita yang lain selain eskpresi datar dan ekspresi panas yang ia lihat tadi pagi.

Muthe mengangguk. "Aku lihat dia bareng cewe jas item, kayak bodyguard gitu."

Gita mengangguk lagi, wajahnya kembali datar. Sedangkan Eli, melamun memikirkan sesuatu.

"Jangan-jangan Ashel main sama bodyguardnya?"

Muthe menatap Eli. "Ih! Pikiran kamu kok kesitu sih!" Muthe mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan bayangan Ashel yang sedang bercumbu dengan perempuan.

"Bisa jadi, kan? Cewe cantik sekarang mah seleranya cewe juga."

.
.
.
.
.

TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA
.
Update sekarang aja takut ga sempat update pas sore
.

This duo>>>

Continue Reading

You'll Also Like

505K 40.5K 42
Manusia es itu bakal cair secair-cairnya sama gue. - Kathrina
156K 12.4K 35
Kalau cinta itu indah mengapa banyak orang yang menangis karena cinta?
157K 9.3K 28
Hanya cerita klise antara benci jadi cinta antara mba kulkas sama bokem
1M 86K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...