•What If Orion & Rigel Live T...

By inimipanzuzu

12.4K 1.9K 880

Jika kehidupan selanjutnya itu ada, bagaimana jika Orion dan Rigel hidup bersama? More

1. Dunia kita berbeda?
2. Malam bersama
3. Perkara futsal
4. Pertengkaran
5. Pasar malam
6. Camping
7. P balap
8. Sidang
9. Melarikan diri?
10. Kantor polisi?
12. Apa yang terjadi?
13. Orion bangun?
14. Pengorbanannya
15. Kenyataannya -END

11. Berpisah?

612 135 46
By inimipanzuzu

Setelah diizinkan keluar dari sel tahan, kini Rigel beserta Barry dan Raka langsung melangkahkan tungkainya menuju ruang tunggu yang mana sang polisi mengarahkan mereka untuk kesana. Sepanjang perjalanan menuju ruang tunggu jujur saja jantung Rigel berdegub kencang dengan perasaan yang campur aduk.

"Rigel," tubuh Rigel menegang seketika saat mendengar suara dingin nan datar yang terdengar begitu tegas menyapa telinganya. Suara itu terdengar begitu familiar baginya.

"Anying habis nih kita, Gibran Nataprawira cok," bisik Raka pada Barry saat melihat sosok yang tengah menunggu di ruang tunggu.

"Bukan cuma pak Gibran aja, itu anak sulungnya juga ngikut, banyak banyak berdo'a deh kita," sahut Barry tak kalah berbisik.

Yah, seseorang yang memanggil namanya tadi tak lain dan tak bukan adalah Gibran Nataprawira, ayah dari Rigel Arsenio Nataprawira.

"A-Ayah.. mas Aka," dapat Rigel lihat sang ayah mulai beranjak dari duduknya begitu juga dengan sang kakak sulung.

"Rigel, kamu pulang!" titah sang ayah masih dengan nada bicaranya yang terdengar dingin dan datar, Rigel bahkan tak berani mengangkat kepalanya hanya untuk sekedar menatap sang ayah maupun sang kakak yang kini tengah menatapnya tajam.

"Kalian berdua pulang. Dan mulai sekarang kalian berdua ataupun yang lainnya jangan temui anak saya lagi," ucap Gibran pada Raka dan Barry yang tertunduk takut, namun hal itu malah membuat Rigel memberanikan diri menatap sang ayah.

"Maksud ayah? Yah temen-temen Rigel tuh ga salah–"

"Mau salah ataupun engga tetep aja salah, menang jadi arang kalah jadi abu. Itu hukuman untuk kamu Rigel, mulai sekarang ayah ga akan biarin kamu ketemu lagi sama temen-temen kamu ini!"

"Yah–"

"Pulang Rigel!"

Setelah itu tubuh Rigel pun di tarik dengan perlahan oleh sang kakak sulung.

"Mas lepasin–"

"Mas ga akan lepasin kamu lagi Rigel, sekarang kita tunggu ayah di mobil. Jangan berani kabur lagi atau kamu akan tau akibatnya," sela Alaska cepat dengan nada bicaranya yang tak kalah dingin dan datar.

"Tapi mas– iya mas iya Rigel nurut tapi jangan bawa Rigel kaya anak kucing juga!" omel Rigel yang mencoba lepas diri dari sang kakak.

"Yah kedua temen Rigel ga salah, tolong jangan salahin mereka!" seru Rigel sebelum dirinya benar-benar pergi di bawa oleh Alaska.

"Saya tau kalian berdua adalah teman yang baik untuk Rigel. Tapi untuk sekarang jangan temui Rigel lagi, beri dia waktu untuk menerima hukumannya," ucap Gibran pada Barry dan Raka yang masih berdiri kaku.

"I-Iya om– eh pak.. kita ga akan temuin Rigel lagi, apalagi sampai bantu Rigel kabur," sahut Barry memberanikan diri.

"That's good, itu yang saya harapkan. Semoga kalian berdua mengerti."

Setelah mengucapkan hal itu Gibran pun berlalu begitu saja. Dan sepeninggalan Gibran baru lah Barry juga Raka dapat bernapas lega.

"Anying, lo tau gue tahan napas dari tadi! Takut banget lochhhhhhhh," seru Raka heboh.

"Lo kira gue engga?! Semenit lagi kalau om Gibran masih belum pergi kayanya gue udah pipis di celana deh," sahut Barry.

"Lo liat ga tatapannya? Beuh ngeri ngeri sedep!"

"Boro-boro gue liat matanya, gue ngangkat kepala aja ga sanggup anjir. Kayanya abis ini gue harus di kretek deh soalnya leher gue sakit banget!"

"Huhf.. kok si Rigel betah ya? Mana tuh bocah ga ada takut-takutnya lagi!"

"Iya lah dia kan anaknya ege!"

"Tapi, ah au dah terus sekarang gimana?"

"Ya macam tu lah, aku pun tak tau."

Suasana di dalam mobil begitu hening, tak ada yang mengeluarkan suaranya. Sang ayah tengah fokus menyetir di depan sana dengan sang kakak sulung yang duduk di sampingnya. Keduanya nampak terdiam, namun dapat Rigel lihat ada amarah di wajah ayah dan mas nya itu. Sedangkan Rigel sendiri juga hanya bisa diam seraya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil. Hingga tak lama, ia mengernyit heran saat jalan yang di lalui oleh sang ayah adalah jalan menuju rumah sakit, bukan jalan menuju rumah.

"Ini bukan jalan pulang, kita mau ke rumah sakit?" tanya Rigel namun ayah dan sang kakak tak langsung menjawab.

"Iya Rigel tau, Rigel udah buat ayah sama mas Aka marah tapi seengganya jawab pertanyaan Rigel, kita mau ke rumah sakit? Kalau iya mau apa kita kesana?" tanyanya lagi saat sang ayah maupun sang kakak tak kunjung menjawab.

"Orion ada disana, dan dia mau ketemu kamu," jawab Alaska singkat, padat dan jelas namun mampu membuat Rigel tertegun.

"Orion di rumah sakit? K-Kenapa?" lirih Rigel.

"Kamu tuh bisa ga sih sekali aja ngertiin kondisi, kakak kamu? Kamu tau jelas kalau kondisi Orion itu berbeda dengan kamu dek, maksudnya Orion ga sesehat kamu, ada bom waktu dalam tubuhnya yang kapanpun bisa meledak tanpa  kita tau. Emangnya kamu mau kalau bom itu tiba-tiba meledak gitu aja?" ucap Alaska membuat adik bungsunya bungkam seketika.

"Kali ini ayah bener-bener kecewa sama kamu dek," sang ayah akhirnya ikut bersuara saat tanpa sadar mobil sudah berada di area parkir rumah sakit.

"Kenapa sih kamu ga pernah mau dengerin ayah atau kakak-kakak yang lain? Bahkan Orion sekalipun ga pernah kamu dengerin. Kamu tau kita tuh khawatir sama kamu tapi kenapa kamu kaya yang ga ngerti? Kamu bukan anak kecil lagi Rigel, harusnya kamu tau mana yang mana yang benar dan mana yang salah! Bisa ga berhenti berantem kaya gitu? Kami ga mau kamu kenapa-kenapa, sekarang emang cuma babak belur, besok besok apalagi? Kamu mau mati konyol karna di keroyok sama anak-anak berandalan itu? Kapan sih ngertinya, dek? Ayah harus gimana lagi?" dapat Rigel dengar ada nada keputus asaan dari ucapan ayahnya.

"Maafin Rigel yah, mas.." Rigel tak berani membela diri karena ia akui kali ini ia salah. Meskipun bukan dirinya yang memulai keributan terlebih dahulu tapi seharusnya Rigel sebagai orang waras bisa menghindar, seharusnya ia tak terpancing oleh Marcel.

"Sekarang minta maaf, terus nanti? Kamu lakuin lagi gitu?" celetuk Alaska yang di gelengi pelan oleh Rigel.

"Sekarang kamu ikut ayah sama mas Aka temuin Orion, dia khawatir banget sama kamu," ucap Gibran tegas.

Tak ada yang bisa Rigel lakukan lagi selain menurut. Lantas ketiganya pun turun dari mobil lalu berjalan bersama memasuki area gedung rumah sakit, tentu dengan Rigel yang berjalan di belakang ayah dan kakaknya seraya menunduk dalam diam. Pikirannya terus tertuju pada sang kakak kembar,  rasa khawatir, takut, panik dan gelisah bercampur menyelimuti hatinya.

"Yah, mas.. t-tapi Ori– kakak Rion baik-baik aja 'kan?" tanya Rigel memberanikan diri menanyakan perihal kondisi sang kakak kembar.

"Semoga," jawab singkat sang mas.

Sepanjang perjalanan menuju kamar rawat Orion tak ada yang mengeluarkan suaranya lagi. Rigel menghembuskan napas lelah, ayah dan kakaknya benar-benar memberikannya silent treatment. Hingga langkah ketiganya pun sampai di kamar rawat khusus pasien VVIP. Dapat mereka lihat di luar ruangan sana sudah ada Nadine, Aletta, Kavin dan Zayn yang sepertinya tengah menunggu kedatangan Gibran, Alaska dan si bungsu Rigel.

"Lho kalian ngapain di luar?" tanya Gibran seraya menatap heran sang istri dan ketiga anakanya, ia semakin di buat heran saat sang istri yang terlihat seperti habis menangis.

Melihat hal itu, jantung Rigel pun semakin berdegub kencang, kepalanya ribut sekali mempertanyakan dan memperkirakan bagaimana kondisi sang kakak kembar di dalam sana.

"Rion ga mau di temenin yah," jawab si cantik Aletta.

"Kenapa?" kali ini Alaska yang bertanya.

"Katanya Rion mau sendiri dulu sampai nanti adek datang," Kavin menjawab.

Mendengar kata 'Adek' yang di sebutkan oleh sang kakak pun Rigel hanya bisa pasrah.

"A-Adek.." tubuh Rigel menegang seketika saat sang ibu memanggilnya.

"B-Bu?"

Nadine mendekatkan diri pada anak bungsunya, "Kenapa dek? Kenapa kaya gini? Kenapa harus berantem terus, liat wajah kamu penuh luka-luka," ucapnya dengan nada bergetar.

"Bu maafin Rigel.." lirih Rigel seraya menunduk sedih. Jujur saat ini ia tak berani menatap mata sang ibu, ayah dan juga kakak-kakaknya yang lain.

"Bisa ga dek, jangan buat kami khawatir? Kamu tau, ibu khawatir banget pas kakak ngasih tau kamu ada di kantor polisi, ibu takut kamu kenapa kenapa dan bener aja sekarang liat wajah kamu penuh sama luka. Ibu mohon, ini untuk terakhir kalinya ya? Adek jangan kaya gini terus, ibu sayang sama adek ibu ga mau adek kenapa-kenapa," ucap Nadine lagi kali ini diiringi dengan air matanya yang mengalir.

"Maaf bu, maaf Rigel udah ngecewain ibu.." Rigel pun tak dapat lagi menahan air matanya, tanpa di minta air matanya mengalir begitu saja.

"Jujur ibu emang kecewa sama adek, jadi ibu minta tolong adek jangan melakukan kesalahan yang sama lagi ya?" Rigel hanya bisa mengangguk kecil.

"Sekarang adek masuk, temuin kakak Rion. Kaka udah nunggu adek dari tadi, kakak khawatir sama adek," lagi dan lagi Rigel hanya bisa mengangguk.

"Rigel minta maaf.." lirihnya sebelum memasuki kamar rawat sang kakak.

Lantas setelah itu, Rigel pun memasuki kamar rawat sang kakak dengan perlahan. Ia sudah mencoba mengumpulkan keberanian untuk menemui kakak kembarnya namun tetap saja nyali nya ciut seketika apalagi saat melihat sang kakak tengah duduk di samping ranjang seolah-olah seperti tengah menunggu kedatangan nya. Kedua netra fox sang kakak menatapnya dengan dingin, datar dan tajam.

"Ri, sorry gue–"

BUAGH! Belum sempat Rigel menyelesaikan ucapannya, Orion lebih dulu melayangkan pukulan telak di wajah sang adik sampai-sampai Rigel jatuh tersungkur.

"Mau lo apa sialan?!" seru Orion penuh emosi dengan dadanya yang naik turun, bahkan ia tak peduli dengan tangannya yang terhubung dengan selang infus mulai berdarah.

"R-Ri.." jujur saja Rigel kaget, sangat sangat kaget karena ini untuk pertama kalinya sang kakak kembar melayangkan pukulan terhadapnya. Dan untuk pertama kalinya satu dari kelima kakaknya ada yang berani memukulnya.

"Lo bisa ga sih ga buat ulah sehari aja ha?! Kalau lo kenapa-kenapa gimana? Sekarang cuma masuk kantor polisi, besok besok apalagi Rigel?! Masuk rumah sakit terus mati?!" seru Orion seraya meremat area dadanya yang semakin berdenyut nyeri bahkan napasnya mulai tersengal-sengal. Sedangkan Rigel langsung terdiam seribu bahasa di posisi nya yang masih terduduk di lantai.

"Gue harus gimana lagi sih, Gel? Gue kurang bela lo gimana lagi? Gue selalu jadi garda terdepan untuk lo ketika lo di marahin sama ayah atau kakak-kakak yang lain. Tapi apa? Apa pernah lo hargain gue sebagai kakak hah?! Pernah lo dengerin omongan gue? Engga, lo ga pernah, karna bagi lo gue itu bukan kakak hanya melainkan saudara kembar yang rapuh dan lemah!" air mata mengalir begitu saja di pipi tirus Orion, begitu juga Rigel yang memalingkan wajahnya saat air matanya menetes.

"Bisa ga sih Gel, bisa ga lo dengerin gue sekali aja? Udah berapa kali gue larang lo buat berantem, udah berapa kali gue larang lo buat ngerokok, dan lain sebagainya yang menurut gue itu ga baik buat lo. Pernah ga lo dengerin gue hah?! Nggak pernah, lo ga pernah mau dengerin gue!" nada bicara Orion kembali meninggi.

"K-Kak.. gue minta maaf," Rigel yang sedari tadi diam pun akhirnya mengeluarkan suaranya seraya kembali berdiri.

"Percuma lo minta maaf, besok juga lo lakuin lagi 'kan?" Orion bertumpu pada ranjang pesakitannya ketika di rasa tubuhnya mulai melemas.

"Mas Aka bener, melindungi dan menjaga bukan berarti membenarkan apa yang salah, sekarang gue ngerti Gel.."

Rigel menggeleng ribut diiringi dengan air matanya yang kembali mengalir, "K-Kak, gue tau gue udah buat lo kecewa–"

"Sangat Rigel, gue sangat sangat kecewa sama lo!" sela Orion seraya memalingkan wajahnya karena ia tak sanggup menatap wajah Rigel.

"Kak, gue juga ga mau kaya gini tapi gue ga bisa ngontrol diri gue sendiri. Lo pikir tiap pukulan yang orang kasih ke gue saat berantem itu ga sakit? Sakit kak. Tapi gue gatau, gue bener-bener ga bisa kontrol diri gue sendiri, gue bingung.. gue gatau harus gimana selain ngehajar mereka yang udah ngata-ngatain lo, ngata-ngatain keluarga gue. Gue ga terima itu kak.."

"Iya gue juga ngerti Gel, tapi ga gini caranya! Lo pikir gue juga ga sakit? Gue sakit anjing tiap liat wajah lo babak belur begitu! Gue sakit ketika liat lo di pukulin tanpa gue bisa melakukan apapun! Dan gue sakit ketika lo yang notabenya adek gue yang seharusnya gue jaga dan lindungi malah balik ngejaga dan ngelindungi gue yang lemah ini! Gue merasa ga berguna Gel, serapuh itu ya Gel gue sampai sampai jadi seorang kakak pun gue ga sanggup.."

Rigel kembali menggeleng cepat, "nggak kak! Kak Rion akan tetap menjadi seorang kakak yang hebat untuk Rigel.."

Sedikit demi sedikit Rigel melangkahkan tungkainya mendekat pada sang kakak yang kini terlihat seperti tengah kesakitan.

"Nggak Gel, gue emang ga becus jadi seorang kakak. Gue gagal, gue ga bisa menjaga dan melindungi lo dengan baik."

"K-Kak.."

"S-Sekarang gue satu suara sama ayah dan kakak-kakak yang lain, g-gue–akh! G-Gue setuju kalau lo lebih b-baik sekolah di a-asrama.. eungh, akh!" Orion semakin menggerang kesakitan, ia meremat area dada kirinya dengan kuat.

"Gue terima apapun hukumannya–"

"Sekarang l-lo boleh k-keluar Gel.."

"L-Lo denger gue kan? K-Keluar Rigel! Gue ga mau ketemu lo untuk saat ini!" seru Orion lagi saat sang adik tak kunjung pergi.

Rigel menatap lekat sang kakak, lalu tangannya terangkat untuk mengusap air mata di kedua pipinya, "iya kak gue bakalan keluar, tapi.. t-tapi jangan benci gue ya kak?"

Orion tak menjawab, ia kembali memalingkan wajahnya.

"Gue keluar dulu ya, nanti gue panggilin dokter Arlen. Sekali lagi gue minta maaf atas tindakan bodoh gue hari ini. Semoga setelah ini lo ga benci sama gue, dan lo tetap mau jadi kakak dari seorang Rigel yang goblok ini."

Setelah mengucapkan hal itu Rigel pun berlari kecil melangkahkan tungkainya keluar dari kamar rawat.

"Hiks.."

Barulah setelah sang adik benar-benar pergi tubuh Orion pun meluruh ke lantai dengan tangisan nya yang pecah seketika.

"Adek maafin kakak hiks.." isak Orion seraya masih meremat area dada kirinya dengan kuat.

"Maaf adek, maafin kakak.."

Hingga tak lama dari itu terlihat sang ibu berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya.

"Kacil.."

"I-Ibu.."

Sang ibu Nadine pun langsung mensejajarkan tubuhnya dengan sang anak seraya membawa Orion kedalam pelukannya.

"I-Ibu hiks.. ibu maafin Rion, Rion pukul adek bu.." tangis Orion semakin pecah di pelukan sang adik.

"Iya kacil gapapa ibu ngerti sayang," Nadine pun tak dapat menahan lagi air matanya melihat kondisi sang anak yang kacau begini. Bahkan anaknya itu tak menyadari jika selang infus sudah terlepas dari tangannya.

"Rion bukan kakak yang baik, s-seharusnya Rion ga p-pukul adek, R-Rion nambah luka di wajah adek, b-bukan cuma wajah tapi Rion juga nambahin luka di hati adek hiks.. ibu m-maafin Rion.."

"Iya gapapa nak ibu ngerti, adek juga pasti ngerti. Udah ya sayang, kacil jangan nangis lagi nanti dadanya makin sakit," sahut Nadine seraya mengusap-ngusap lengan kiri sang anak saat di rasa napas Orion kian memberat.

"B-Bilang sama adek k-kalau Rion ga benci adek hiks.. R-Rion s-sayang sama a-adek, R-Rion– eungh.. i-ibu s-sakit.. akh!" ucap Orion di gantikan dengan erangan kesakitan.

"Adek tahan dulu ya, sebentar lagi dokter Arl– No! Rion ga boleh tidur dulu hey, bangun dulu nak!" Nadine semakin di buat panik saat melihat kedua netra sang anak mulai terpejam.

"ORION BANGUN! MAS GIBRAN, MASSSSSSSSSS!" teriak Nadine panik saat kedua netra sang anak sudah tertutup sempurna.

"MAS GIBRAAAAAAAN!"

Sedangkan di luar sana, setelah Rigel keluar dari kamar rawat sang kakak dan di gantikan oleh sang ibu yang langsung masuk ke dalam sana seketika tatapan ayah dan kakak-kakaknya langsung tertuju padanya.

"Rigel minta maaf sama ayah, mas Aka, mbak Ale, bang Kavin dan kak Zayn. Rigel tau apa yang udah Rigel lakuin ini memang salah, dan Rigel siap menerima hukuman dalam bentuk apapun," ucapnya.

"Lo tuh emang ga ada kapoknya ya cil, kalau lo ga mau dengerin kita-kita sebagai kakak, seengganya lo dengerin apa kata Rion," Kavin lah yang pertama kali menyahut.

"Apa dengan begini lo udah jadi jagoan, dek? Nggak! Dengan begini lo malah bikin malu nama keluarga. Senakal-nakalnya gue dulu, gue ga pernah tuh sampai di tahan di kantor polisi, lo mau nakal boleh tapi jangan norak. Kalau emang mau baku hantam di tempat yang fair yang memang itu adalah tempatnya, bukan di jalanan kaya anak geng motor ga jelas!" Zayn ikut bersuara.

"Ayah harap ini untuk yang terakhir kalinya Rigel, ayah ga mau kamu kaya begini lagi, berantem lah, balapan lah, ini itu yang memang membahayakan diri kamu sendiri," ucap Gibran.

"Iya ayah Rigel paham, Rigel janji ga akan ngulangin kesalahan yang sama lagi toh ayah juga udah larang Rigel untuk ketemu temen-temen, sekarang Rigel siap kok kalau ayah mau masukin Rigel ke asrama, kak Rion juga udah setuju," sahut Rigel dan tak ada yang menyahut lagi setelahnya hingga tak lama dari itu mereka di kejutkan oleh suara sang ibu yang berteriak di dalam sana.

"MAS GIBRAN! MASSSSSSSSSSS!"

Sejenak Gibran dan anak-anaknya saling memandang satu sama lain.

"Rion.."

Gibran dan anak-anaknya kecuali Rigel hendak melangkahkan tungkainya memasuki kamar rawat namun belum sempat mereka melangkah dokter Arlen dan tim medis datang dengan tergesa-gesa.

"Permisi tolong beri kami ruang! Keadaan pasien dalam kondisi darurat!"



••


Kini Gibran, Nadine dan kelima anaknya yang lain tengah menunggu di depan ruang ICCU tempat dimana salah satu dari ke-enam anaknya tengah berjuang di dalam sana. Nadiner terlihat masih menangis di pelukan Gibran, si sulung Alaskan yang memberi ketenangan pada adik cantiknya Aletta, lalu Kavin yang tak berhenti mondar mandi kesana kemari, Zayn yang duduk di kursi tunggu dan si bungsu Rigel yang duduk dalam diam dengan tatapan kosongnya. Mereka begitu terkejut melihat kondisi Orion yang tiba-tiba collapse dan harus di bawa ke ruang ICCU saat itu juga, yang membuat mereka semakin khawatir dan panik di saat yang bersamaan adalah saat Nadine keluar dari kamar rawat sang anak dan mengatakan bahwa ia tak dapat merasakan denyut nadi sang anak.

"Mas, Rion baik-baik aja 'kan? Rion ga akan pergi ninggalin kita 'kan?" racau Nadine yang ada di pelukan sang suami.

"Iya Rion baik-baik aja Nadine, anak kita itu anak yang kuat Rion pasti bisa berjuang di dalam sana, Rion pasti akan kembali bersama kita," sahut Gibran yang tak hentinya memberi ketenangan pada sang istri yang sepertinya masih sangat shock dengan apa yang terjadi.

"Mas aku takut.."

"Everything is gonna be okay, Orion pasti bisa, Orion ga akan nyerah begitu aja." 

Alaska, Aletta, Kavin dan Zayn hanya bisa terdiam. Begitu juga dengan Rigel.

"Kalau terjadi sesuatu sama Rion, itu salah gue.." lirih Rigel.

"Nggak dek, bukan salah adek, kondisi kak Rion memang ga stabil, Orion bisa collapse kapan aja," sahut Aletta seraya menggenggam lengan sang adik bungsu.

"Tapi secara ga langsung Rigel yang udah buat kondisi Rion kaya gini mbak, andai aja Rigel ga berulah, Rion pasti baik-baik aja sekarang.."

"Nggak adek, berhenti nyalahin diri sendiri ya. Bukan salah adek," Aletta meraih tubuh bergetar sang adik untuk di peluknya.

"Mbak Rigel takut.."

"Nggak usah takut dek, kak Rion pasti baik-baik aja. Adek tau kan kak Rion itu anak yang kuat?"

'Iya Orion itu memang anak yang kuat, kakak yang hebat. Jadi jangan pernah berpikir untuk menyerah ya, Ri?'

Sreeeeett! Setelah menunggu hampir satu jam lebih lamanya akhirnya pintu ruang ICCU pun terbuka dan keluarlah dokter Arlen dari dalam sana membuat Gibran dan Nadine yang melihat itu pun langsung beranjak dari duduknya untuk menghampiri sang dokter begitu juga dengan Alaska, Kavin dan Zayn.

"Arlen, gimana kondisi Orion?" tanya Gibran to the point namun dokter Arlen tak langsung menjawab.

"Len?"

"Orion membutuhkan donor jantung secepatnya,  sekarang Orion masih dalam kondisi kritis om, dan kalau Orion tidak bisa melewati masa kritisnya dalam 24 jam kedepan maka kami nyatakan Orion koma.." 

Hancur sudah dunia Nataprawira saat itu juga.

"Orion hiks.."  Nadine kembali terisak dalam pelukan Gibran.

Alaskan terduduk lemas begitu juga dengan Kavin dan Zayn. Sedangkan Rigel yang masih dalam pelukan sang kakak cantik pun mulai terisak.

"Kak Rion gue minta maaf kak, lo kalau mau benci gue benci aja gapapa kak. Tapi jangan hukum gue dengan cara seperti ini.."












To Be Continue..?


Hi teman-teman^^ Nanti aku balik lagi kesini kalo disini udah rame yaaaa! byebye see u kapan kapan lagi ><






Jum'at, 08 Maret 2024.

Continue Reading

You'll Also Like

241K 21.8K 27
(Tidak di revisi) Javnan Kevlar tak pernah tau bahwa datangnya di dunia ini ternyata sebagai penabur luka bagi Bunda. Sebagai gantinya, ia harus mel...
111 55 4
Dimana salah satu dari mereka mengalami masalah yang lain akan membantu. "Sedang susah maupun tidak kita harus bersama. Jangan pernah terpisah." -Soo...
132K 13.8K 48
"Kau pasti bisa debut dengan kami Hyunjin-ah..." Aku nggak mau tanggung jawab kalau kalian nangis yaa🤣🤣🤣
497K 37.1K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.