TAKEN YOUR DADDY [TERBIT]

By ZahraAra041

869K 39.6K 2.7K

Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly A... More

01. Broken Heart!
02. YOUR DADDY!
CAST
03. Siapa yang Salah?
04. Ide Gila
05. Gue Nggak Sudi!
06. Tinggal Bareng?!
07. Patah Hati Satu Kantor
08. Saingan Sama Tante!
09. Ada Rasa Lama?
10. Tidur Berdua?!
11. Mata-Mata Dena
12. I Want to be Your Wife
13. Simulasi Jadi Mommy
15. Giliran Dibalas Takut!
16. Cemburu nih, ceritanya?
17. Nyaman (?)
18. Mempertanyakan Status
19. Jadian, nih?
20. Pesta Pernikahan Theo (FIRST KISS)
21. Insiden Pesta Malam
22. Penghangatan
23. Kompor
24. Terhalang Restu
25. Nge-date
26. Senjata Makan Dena
27. Alergi
28. Ngurus Bayi
29. Dilamar?!
30. Bongkar Identitas
31. Ellen Kepanasan
32. Para Pengganggu
33. Pearly vs Dena
34. Sentuhan
__-announcement-__
35. Sakit Hati Berjamaah
36. Kejutan Besar
37. Gerald
38. Mengulik Kasus
39. Pearly vs Nalika
40. Kasus yang Terbongkar
41. Hilang 1 Pengacau
42. Trauma Mereka
43. Sesal dan Dendam
44. Sebuah Kabar
45. Firasat
46. Taruhan
lamaran!
SPALL SPILL ISI NOVEL
TAKEN YOUR DADDY
JEMPUT NOVELNYA!!

14. Serigala yang Bangun

22.1K 999 17
By ZahraAra041

Rumah yang biasanya hanya diisi oleh suara manja Gerald terhadap Gara, kini berisik seperti taman kanak-kanak. Kedua remaja itu berlari-larian, saling mengejar satu sama lain dengan Gerald yang mengejar Pearly. Para pekerja di rumah tersebut hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan kedua remaja tingkat akhir tersebut. Lantai rumah menjadi becek karena Gerald berusaha untuk menyiram Pearly menggunakan air panas dalam baskom. Ia ingin balas dendam pada Pearly yang sengaja menjahilinya dengan kompresan air panas.

"IH, GEGE STOP!!"

"Nggak akan gue biarin lo lepas, Ly! Lo pikir jidat gue nggak panas?!"

Pearly berlari sekuat tenaga. Dirinya hampir terpeleset beberapa kali karena air yang dibawa Gerald tumpah ke lantai.

Gerald tidak akan pernah membiarkan Pearly bisa lari begitu saja setelah membuat keningnya merah seperti udang rebus.

Pearly merutuki dirinya sendiri yang telah menjahili Gerald tanpa tahu apa akibatnya. Laki-laki itu tidak akan melepas orang yang telah mengganggunya sekalipun itu presiden. Gerald akan mengejar orang tersebut sampai ke planet lain sampai ia bisa membalaskan dendam.

"OM GARAA TOLONGIN PIEE!!"

Gerald tahu Pearly akan berlindung pada sang ayah. Tidak mau hal itu terjadi, lantas Gerald berlari sekuat tenaga menghampiri Gara sebelum Pearly sampai lebih dulu.

Pearly menghentikan langkah, wajahnya berubah panik saat Gerald mendahului langkahnya untuk menghampiri Gara.

"Hayo, mau ke mana lagi lo?!"

Pearly memutar langkahnya. Kemudian berlari ke arah luar rumah. Gerald tidak bisa membiarkan Pearly kabur, lantas ia mengejar gadis itu dengan langkah besarnya.

Gara masih diam di tempat. Kepalanya yang sudah hampir pecah dengan seluruh keanehan Pearly kini harus dihadapi dengan dua anak kecil yang saling bertengkar. Pria itu mendudukkan diri di sofa sembari memijat kepalanya sendiri.

"Bu, tolong bikinin saya kopi malam ini."

Sementara itu Pearly masih berusaha menghindari kejaran Gerald yang semakin kencang. Jantungnya bertalu-talu, napasnya memburu hebat. Ia takut jika wajahnya yang sudah dipoles skincare ini harus bertemu dengan air panas plus kotoran dari tangan Gerald.

"Gege berhenti, ih! Gue capek!" jerit Pearly.

"Nggak akan sebelum jidat lo merah kayak gue!"

Pearly berlari ke arah pintu, ia berniat untuk keluar rumah dan mencari pertolongan di luar atau bahkan pulang. Namun, baru saja ia hendak menarik gagang pintu, seseorang sudah lebih dulu membukanya dari luar.

Pearly menghentikan langkah, ia megap-megap begitu berharapan dengan sosok Dena. Begitupun dengan Gerald. Laki-laki itu berhenti mengejar Pearly lalu menghampiri keduanya.

Wajah Dena merah padam melihat penampilan Pearly yang hanya memakai piyama tipis untuk tidur. Ternyata kecurigaannya selama ini benar bahwa Pearly tinggal di rumah Gara. Apakah mereka sudah bertunangan? Dena memicing sebal pada Pearly, lalu melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah sembari mendorong tubuh Pearly yang menghalangi jalan.

Pearly menepis tangan Dena, kemudian merentangkan tangan agar Dena tidak bisa masuk. "Heh, enak aja main masuk! Nggak boleh masuk ke rumah ini tanpa izin om Gara!"

Dena mendecih, lalu mengalihkan atensinya pada Gerald yang berdiri di belakang Pearly. Ekspresinya berubah hangat ketika bertemu pandang dengan Gerald.

"Hai, Millo! Tante mau ketemu papa kamu. Papa ada?"

Gerald memalingkan wajah. Ia muak melihat wajah bertopeng Dena. Pasalnya Gerald pun mengetahui bagaimana sifat busuk Dena yang sudah menyelingkuhi Gara dengan seenak jidat. Gerald tidak terima saat sang ayah dibuang begitu saja dan dikhianati. Dan sekarang, wanita itu ingin kembali? Tidak akan. Gerald tidak akan membiarkan hal itu terjadi apa pun alasannya.

"Ngapain ke sini? Orang asing dilarang masuk," balas Gerald dingin. Lantas Gerald menarik tangan Pearly untuk masuk ke dalam rumah dan segera menutup pintu.

"Eh, tunggu dong!" Dena menahan pintu yang hendak ditutup oleh Gerald.

"Millo kok jadi jahat sama Tante? Padahal dulu kamu lho, yang paling sayang sama Tante. Tante minta maaf atas semua---"

"Minta maaf doang kucing mah, juga bisa. Enak banget udah nyelingkuhin papa tiba-tiba mau balikan gitu aja. Papa juga nggak akan mau."

Ekspresi wajah Pearly berubah julid saat Gerald berbicara bijak mengenai perselingkuhan. Sok bijak sekali dia. Padahal kelakuannya sendiri pun brengsek, sama saja mereka itu.

Wajah Dena berubah melas. Lantas memohon kepada Gerald agar mau menerimanya kembali sebagai calon mamanya.

"Ayolah, Tante khilaf. Tante akui kalau perbuatan Tante dulu itu salah---"

"Ada apa ini?"

Suara berat milik Gara yang muncul secara tiba-tiba mengalihkan atensi ketiga manusia yang berada di sini. Melihat Gara datang, lantas Pearly langsung pasang badan di sebelahnya. Ia memeluk lengan Gara sembari melempar senyum kemenangan pada Dena. Biar saja wanita itu makin panas.

Tangan Dena mengudara hendak menyentuh Gara, tetapi langsung ditepis oleh Pearly. "Jangan sentuh calon suami aku!"

"Sayang please, kali ini aja kamu dengerin aku. Aku sudah nggak berhubungan lagi sama pria itu. Aku khilaf, aku maunya cuma sama kamu."

"Saya tidak ada waktu untuk meladeni kamu. Silakan pergi dari sini." Gara pun menutup pintu, membiarkan Dena di luar.

Dena menggeram, tangannya terkepal kuat hingga kuku jarinya memerah. Jelas ia tak terima harga dirinya diinjak begitu saja. Hatinya panas bak terbakar, apalagi melihat Pearly semakin lekat dengan Gara. Ini tidak bisa dibiarkan. Rasa cintanya pada Gara sangat besar, mungkin sebentar lagi akan menjadi obsesi.

"Kamu yang mancing aku untuk main api, sayang." Dena menyunggingkan senyum licik, lalu memilih untuk pergi dari sana dengan sejuta rencana.

Energi Gara terkuras habis setelah berhadapan dengan Dena walau hanya sekian detik. Ia melepas rangkulan tangan Pearly, kemudian berlalu meninggalkan Pearly dan Gerald di depan pintu.

Pearly melirik ke arah Gerald, lalu mengikuti langkah pemuda itu. "Sok bijak banget lo tadi. Padahal lo sendiri juga selingkuh dari gue," sindirnya.

"Tapi gue ngejar-ngejar lo lagi nggak? Nggak, 'kan?" balas Gerald, lalu mempercepat langkah dan masuk ke kamar.

Pearly menaikkan sebelah alis sambil bersedekap, memandangi laju jalan Gerald yang tengah meniti anak tangga.

"Gue tandain omongan lo, Ge."

_-00-_

"Le, buka Lea!"

Ting! Ting!

Kalea mengembuskan napas kasar begitu seseorang dari luar menggedor-gedor pintunya dengan tidak sabaran. Kalea tahu itu adalah Dena, tantenya. Kalea yang sedang malas bangun terpaksa harus meninggalkan seluruh tugas-tugasnya demi membukakan pintu untuk Dena dikarenakan para asisten rumah tangga di rumah ini sedang izin cuti. Hanya tersisa satu asisten rumah tangga, itupun tidak menginap.

Kalea berjalan lunglai menuruni anak tangga, kemudian membukakan pintu. Begitu sudah terbuka Dena langsung menerobos masuk ke dalam tanpa permisi. Kalea memicing sinis ke arah Dena yang kini tengah merebahkan diri di sofa dengan alas kaki yang belum dilepas.

"Lepas dulu high heels lo, Tan!"

Dena mendecih, lalu melepas alas kaki yang dikenakan. "Perhitungan banget lo sama gue."

Kalea mendudukkan diri di sebelah Dena. Lalu menyingkirkan high heels Dena dari karpet. "Bukan perhitungan, tapi asisten rumah tangga gue lagi izin cuti semua. Gue males bersih-bersih."

Dena mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru arah. Fokusnya kini tertuju pada sebuah pulpen di sela jemari Kalea.

"Habis ngapain lo? Belajar?"

Kalea mengangguk. "Gini-gini juga gue yang akan nerusin perusahaan papa. Masa pewaris bego?"

Dena tertawa mendengar hal itu. Tangannya menepuk-nepuk bahu Kalea beberapa kali. "Ada-ada aja lo."

"Lo ngapain malam-malam ke sini? Muka lo kusut juga, kenapa? Nggak dapat om-om kaya malam ini?"

Dena berdecak sambil menyisir rambutnya menggunakan jemari tangan, lalu membuang napas kesal. Dari wajahnya terlihat bahwa wanita itu sedang kesal sekarang.

"Lo tahu? Gue habis diusir layaknya gembel di rumah Gara. Si bocah tengil itu juga makin-makin aja tingkahnya! Gue nggak terima dibuang gitu aja. Lo pikir gue sampah jalanan?"

Kalea mencebikkan bibir, kemudian menyilangkan sebelah kakinya. "Ikhlasin aja. Mungkin dia udah nggak cinta lagi sama lo."

"Nggak bisa, Le! Enak aja main ikhlasin gitu aja. Gue rasa, gue udah terobsesi sama dia, Le."

Kalea merinding sebadan-badan melihat kelakuan sang tante yang sudah menggila. "Dih, terus rencana selanjutnya apa? Lo mau bikin dia ngerusak keperawanan lo sampai lo punya anak dari dia?"

Dena tercengang begitu mendengar sebuah ide dari mulut Kalea. Cerdas juga anak itu. Dena menjentikkan jari, lalu menyenderkan tubuh pada Kalea. Wanita itu mengacak-acak rambut Kalea sampai membuatnya risih.

"Cerdas! Ponakan gue emang cerdas!"

Wajah Kalea berubah nyinyir. Otak Dena memang perlu diperbaiki sesegera mungkin. Namun, salah satu sisi dari dirinya yang lain mengatakan bahwa Dena perlu melakukan rencana itu agar Gara tahu bahwa Dena bukanlah wanita yang bodoh yang mau saja saat harga dirinya diinjak-injak. Dena harus menunjukkan bahwa dirinya tidak pantas diremehkan.

"Ngeri sih, tapi bagus Tan. Eh, dari pada kayak gitu, gimana kalau lo bujuk anaknya aja? Lo pernah bilang kalau anak dia itu setuju sama hubungan lo dan bapaknya, 'kan?"

Dena mendorong tubuh Kalea ke samping, kemudian mengambil sebuah toples berisi kukis di atas meja.

"Millo? Dia udah benci sama gue kayak bapaknya."

Selama ini Kalea memang tidak tahu siapa pacar sang tante yang disebut sebagai 'Gara' itu. Ia hanya mengetahui kalau Dena berhubungan dengan seorang pria berstatus duda anak satu yang memiliki sebuah perusahaan besar. Bisa dibilang, selama ini Kalea hanya mendengar seluruh cerita dari mulut Dena, melihat bentukannya saja belum pernah. Ia tidak pernah tahu jika Gara adalah ayah dari kekasihnya, sementara Millo adalah Gerald.

Begitupun dengan Dena. Ia tidak tahu jika Gerald adalah Millo, sebab selama ini Kalea hanya menceritakan jika Gerald adalah pacar dari sahabatnya yang kini menjabat sebagai kekasihnya.

"Kapan lo akan mulai, Tan?"

Dena menyunggingkan senyum licik. Ia tak sabar mengandung anak Gara. "Lo lihat aja nanti."

_-00-_

Jemari lentik itu menari cepat di atas keyboard laptop demi menuntaskan seluruh tugas. Sepasang manik mata hanya berfokus pada layar monitor, sesekali ia mengusap matanya yang sudah berair menandakan dirinya lelah dan harus beristirahat. Pearly melirik ke arah jam, di mana waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tubuhnya ingin sekali beristirahat, tetapi ia tidak bisa melakukan itu sebab semua tugas ini harus terkumpul besok pagi.

Matanya memerah, hidungnya pun mulai berair karena Pearly tak berhenti menangis sejak tadi. Mengapa gurunya harus memberikan tugas sebanyak ini? Pearly tau dirinya sudah menginjak kelas 12 SMA, tetapi rasanya ia tak sanggup. Belum lagi menghafal materi untuk tes lisan sejarah besok. Jika boleh jujur, Pearly ingin mengamuk sekarang juga.

"Nggak apa-apa nangis yang penting selesai ...." gumam Pearly menghibur diri sambil terus mengetik.

"Kenapa kelas 12 seberat ini, sih? Jahat banget!" isaknya.

"Lama-lama gue gulung juga nih, dunia!"

Di saat genting seperti itu, tiba-tiba saja layar laptop berubah hitam. Napasnya tercekat, jantungnya seperti jatuh dari tempatnya. Pearly menjerit keras, meraung-raung di atas kasur sembari menggigit bantal.

"Huwaaa!! Ujian apa lagi ini ya Tuhan? Lily minta maaf kalau ada salah, tapi jangan diginiin jugaaa!" Tangisannya memecah kesunyian malam.

Jemarinya sibuk mengotak-atik laptop, sementara matanya tak berhenti menangis. "Ini kenapa?? Jangan ganggu, please ... Lily capeekk!"

"Ish, ini kenapa, sih? Ya Tuhan, tolongin ...."

Gara yang kebetulan lewat setelah menyelesaikan seluruh pekerjaannya mendadak berhenti saat mendengar tangisan yang berasal dari kamar Pearly. Ia menempelkan telinga pada daun pintu kamar, takut terjadi hal buruk pada Pearly. Khawatir, lantas Gara membuka pintu tersebut yang rupanya tidak dikunci.

Gara hampir terkejut saat melihat seberapa berantakannya kamar Pearly. Buku berserakan di mana-mana, belum lagi tampak jelas Pearly menangis dengan wajah kacau di depan laptop.

"Pie kenapa? Ada apa, Pie?" Gara berjalan menghampiri Pearly, lalu melihat laptop dalam keadaan mati.

"Om, tolongin ... huwaa!"

"Ada apa ini? Kenapa laptop kamu?"

Pearly menggeleng sambil terus terisak. "Nggak tahu, tadi masih baik-baik aja. Terus tiba-tiba mati sendiri."

Gara menarik laptop tersebut untuk mengeceknya sendiri. Sementara itu Pearly masih sibuk menangis sembari menghafal beberapa materi sejarah untuk ujian lisan besok pagi.

Tak berselang lama, Gara menyodorkan laptop tersebut pada Pearly dalam kondisi normal seperti sebelumnya. "Nih, laptopnya sudah bisa "

Pearly bersorak, wajahnya berseri-seri. "Wah, makasih Om!"

Gara membalasnya dengan senyum simpul. Ia tak tega melihat Pearly yang masih mengerjakan tugas di laptop sembari menghafal. Lantas Gara naik ke atas ranjang untuk menawarkan bantuan.

"Pie lagi bikin apa?"

"Laporan praktikum. Pie juga sambil ngehafal materi sejarah buat ujian lisan besok, Om," jawab Pearly tanpa menoleh pada Gara.

"Mana datanya?"

Aktifitas jari-jemari Pearly berhenti, lalu menoleh pada Gara. "Om?"

Gara merebut laptop tersebut dari Pearly. "Saya kerjain, kamu fokus menghafal saja."

Pearly melipat bibir, ia mengagumi keindahan ciptaan Tuhan yang satu ini. Sudahlah tampan, kaya raya, baik pula! Apa yang kurang dari Gara? Wanita yang pernah menyia-nyiakan Gara adalah wanita terbodoh sepanjang masa.

Terpaut senang, Pearly pun mencium singkat ujung bibir Gara yang membuat pria itu tercekat.

"Om baik banget! Besok aku kasih hadiah, deh!"

Belum sempat Pearly berbalik badan untuk mengambil buku sejarah, Gara lebih dulu mencekal tangannya. Pearly tertegun begitu Gara menatapnya dengan sorot tak biasa. Tangannya dicekal kuat, jujur saja ia takut sekarang. Bagaimana kalau Gara menerkamnya malam ini?! Argh, Pearly benci pikirannya sendiri.

"Om---"

Gara menarik pinggang Pearly sampai tubuh bagian depan gadis itu menempel padanya. Mereka bertatapan dengan jarak hampir tak bersisa. Sorot mata Gara sendu namun tajam, berbeda dengan Pearly yang kini memasang ekspresi shock.

"Sebenarnya tujuan kamu itu apa? Mendekati saya atau anak saya?"

"Saya tidak mau kamu mempermainkan perasaan saya."

Pearly tercekat, ia tidak bisa bernapas sekarang. Tolonglah, rasanya ia ingin meminta maaf pada Gara karena telah centil padanya. Jika tahu begini, Pearly tidak akan mungkin berani mendekati Gara. Ia kira Gara hanyalah pria kaku seperti kucing, rupanya serigala yang diam-diam menerkam! Ia lupa kalau Gara pun seorang laki-laki yang pasti memiliki nafsu lebih besar, apalagi sudah menduda selama sepuluh tahun.

Pearly memejamkan matanya erat. "Pie minta maaf, Om---"

Lagi-lagi ucapannya harus terhenti begitu ia merasa bahwa Gara mulai mendekati wajahnya.

"Kamu harus tanggung jawab karena perasaan saya sudah jatuh pada kamu."

Kelopak matanya terbuka perlahan-lahan. Lantas terkejut begitu mendapati Gara yang kini menyeringai tepat di hadapannya.

"Kamu lupa kalau saya juga manusia yang memiliki perasaan dan nafsu?"

Gara mengikis jarak di antara mereka sampai hampir tak bersisa, membuat ujung hidung mereka nyaris menempel.

"Kamu pikir saya nggak tergoda dengan semua yang sudah kamu suguhkan?"

"Silakan pilih, ingin serius atau hanya main-main?"

Ternyata benar kata mama, jangan pernah berduaan di tempat sepi bersama laki-laki di malam hari, meskipun laki-laki cupu sekalipun!

_-00-_







HAHAHAHA! HAYOO PIKIRANNYA JANGAN NEGATIF DULU YA!

Eits, jangan gampang bosan karena masih ada part yang ahsgsuwkamhzhs besok! Nantikan terus, ya!

Tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komen yaw! 😗

See you, babe!

Ayo, kenalan sama penulis Pie centil di akun Instagram pandaraz_wp!

Continue Reading

You'll Also Like

359K 20.9K 70
[ FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH ] Note : Karakter di cerita ini beragama Nasrani ya šŸ™ Salam Toleransi šŸ™ CERITA INI BELUM DIREVIS...
53.9M 1.3M 70
after a prank gone terribly wrong, hayden jones is sent across country to caldwell academy, a school for the bitchy, the dangerous and the rebellious...
165K 6.4K 67
Alan Arsellio Anggara, ya itu dia leader VELLERICK yang paling di segani, sering di juluki kulkas 1000 pintu. Dirumah arsell sangat berbeda, manja de...
6.1K 42 15
Update 2023 Penyuka happy ending Beberapa rekomendasi sebelumnya dihapus karena sudah diterbitkan šŸ™šŸ¼ Sudah diupdate (14 Juli 2022) Yang di upload...