Two Worlds Colliding [End]

By baaaaas218

392K 28.6K 1.8K

Renner dan Sabila, dua orang dengan profesi berbeda yang menguras tenaga- seorang AKP dan dokter emergensi, b... More

Perkenalan
Bab 1: Malam Yang Sepi
Bab 2: VVIP
Bab 3: No Questions Asked
Bab 4: Senyum
Bab 5: Renner Angkasa
Bab 6: Situation Report
Bab 7: Candy Pop
Bab 8: Tiga Hari
Bab 9: IGD Malam Ini
Bab 10: Buku TTS
Bab 11: Nggak Mau Bagi-bagi
Bab 12: Progress
Bab 13: Asam Lambung
Bab 14: (Bukan) Damsel in Distress
Bab 15: Syarla
Bab 16: Pesan
Bab 17: Orang Misterius
Bab 18: CCTV
Bab 19: Plausible Deniability
Bab 20: Update
Bab 21: Pratama Samudera
Bab 22: Penangkapan Eagle
Bab 23: Khawatir
Bab 24: Pesan Kedua
Bab 26: Stay Safe
Bab 27: Cross-reference
Bab 28: 5:30 pagi
Bab 29: Rescue Mission
Bab 30: Cukup
Bab 31: Penjelasan Tama
Bab 32: Kemungkinan
Bab 33: Cemburu
Bab 34: Cemburu part 2
Bab 35: Technically
Bab 36: Misi Baru
Bab 37: Emergency Contact
Bab 38: Lagi
Bab 39: Hari Kedua
Bab 40: Unknown Number
Bab 41: Aneh
Bab 42: Fentanyl
Bab 43: Silent Code Grey
Bab 44: Cerita Sabila
Bab 45: Tolong
Bab 46: Mantan
Bab 47: Kerjaan
Bab 48: Tipping Point
Bab 49: Gelap
Bab 50: Kritis
Bab 51: Laut & Langit
Coretan Akhir
Cerita Baru

Bab 25: Tanah Merah

6.7K 531 18
By baaaaas218

Renner hanya bolak balik berjalan di kamar hotelnya. Ia sama sekali tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Secara logika, ia seharusnya menggunakan database kepolisian untuk menyisir segala informasi mengenai Sabila dan Tama. Informasi soal Tama cukup terbatas karena banyak file yang classified. Tapi mencari informasi tentang Sabila sebenarnya bisa ia lakukan dengan mudah.

RS Medika dan rekan-rekan kerjanya.

Sekolah dan universitas tempat ia menimba ilmu.

Keluarga Dharmawan dan latar belakang mereka.

Panti asuhan tempat ia dibesarkan.

Dan terutama, Tanah Merah tempat ia volunteer yang ada di potongan artikel dari Tama.

Tapi ini semua... adalah informasi yang ingin Renner dapatkan dari Sabila langsung. Bukan dari komputer atau hasil riset intel sana-sini.

Juga yang terpenting, apa Sabila kenal Tama?
Tampaknya tidak, dari penjelasan waktu di Rumah Sakit. Tapi Tama adalah seseorang yang sangat handal dalam penyamaran. Renner saja tidak mengenalinya sama sekali, padahal ia menghabiskan waktu beberapa hari dengan Tama di kasus Kalimantan. Seingatnya dulu, Tama adalah pribadi yang biasa saja. Kebanyakan menghabiskan waktu sendiri, tidak banyak omong, tidak banyak tingkah, dan melakukan pekerjaannya dengan baik.

Tapi kini, semua peniliaian tentang Tama sudah ia buang jauh-jauh. Detektif undercover, misi rahasia, dan juga gerakan taktisnya menyelamatkan Falcon dan Phyton di misi Candy Pop kemarin. Tama, bisa jadi orang yang berbahaya kalau dia bukan polisi.

Dan Renner juga tidak tahu seberapa berbahaya Tama untuk Sabila. Membuatnya semakin frustasi.

'Remember me?' — maksudnya apa? Kalo inget, terus kenapa? Kenapa juga harus pakai tulisan berdarah itu lagi?

Tanpa ia sadari, jari-jarinya sudah menekan tombol-tombol di HP-nya.

"Halo, Ren?" suara itu memecah lamunan Renner yang entah sudah dimana.

"Eh- Sabila?" kagetnya.

"Loh, iya, emang siapa lagi? Atau salah telfon?" tanya suara diseberang sana.

"Ng- Nggak salah kok."

"Ada apa...? Kok tumben nelfon, jam segini pula. Kan besok flight pagi katanya?" tanya Sabila.

Duh. Alesan apa. Batin Renner.

"Iya, flight pagi. Tapi saya nggak bisa tidur. Maaf ya kalau terganggu. Kamu besok shift pagi juga bukan?"

"Besok mulai jam 5 pagi juga, barengan sama flight kamu. Tapi nggak apa-apa kok, ini belum jadwal saya tidur kok. Paling setengah jam lagi." jawabnya.

"Hmm.. besok jadi kan mau makan malem sama saya?" tanyanya.

"Jadi kok.. saya selesai shift jam 3 sore, sempet pulang buat istirahat dan ganti baju."

"Oke, sampe besok kalo gitu, saya jemput jam 5 sore." tutup Renner. Ia tak mau berbicara lebih lama, khawatir Sabila akan membaca nada paniknya.

⏳⏳⏳

Esoknya, Renner menjemput Sabila jam 5 sore. Meski dipenuhi dengan kegundahan, Renner tidak ingin merusak malamnya itu. Ia ingin tetap berbahagia, toh ia juga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi Sabila. Tadi pagi, ketika dijemput Paul dan Iqbal, ia sudah meminta tolong agar Iqbal memasang CCTV di sekitar rumah Sabila juga di sekitar rumah sakit dan terus memonitornya. Paul pun sudah siap untuk mencari intel lapangan terkait Tama.

Renner dipersilakan masuk oleh Mbak Sari, asisten rumah tangga Sabila, yang sudah dititipkan pesan karena Sabila masih siap-siap di kamar. Renner berkeliling ruangan, memandang ruang tamu Sabila yang dihiasi oleh foto-foto keluarga Dharmawan. Ada juga beragam sertifikat, medali, dan gambar-gambar yang di pigura, menghiasi buffet kayu di pinggir ruangan.

"Hai, Ren. Udah lama ya? Sori, tadi nggak nemu-nemu kerudung warna yang kucari." sapa Sabila.

Renner menoleh, Sabila terlihat cantik dengan pashmina cokelat, blazer beige, dan celana jinsnya. Sementara Renner, seperti biasa ia memilih kemeja hitam, dengan jins gelap, dan sepatu Doc Mart-nya.

"Eh- enggak kok, nggak lama." balasnya, "Keluarga kamu punya banyak memori ya." lanjutnya lagi, masih memandang benda-benda di atas buffet.

"Iya.. Ayah Ibu tuh, heran deh, apa-apa ditaro di pigura. Masa bekas tiket ke dufan aja dipajang." jawab Sabila.

"Ya nggak apa-apa, artinya semua memori berarti." ujar Renner. Ia kemudian mengangkat salah satu bingkai yang berisi gambar dari crayon, sepertinya gambar anak kecil. Ada semua anggota keluarga Sabila dan nama-nama mereka di bawahnya. Ayah, Ibun, Nab Nab, dan Kak Caca. "Caca siapa ini maksudnya?" tanya Renner.

"Oh... Itu, gambar Nabila waktu masih kecil. Dulu dia gak suka Ayah Ibu suka salah manggil Sabila dan Nabila. Jadi aku dipanggil Caca, dia dipanggil Nab Nab." jelasnya.

"Lucu juga, Caca." senyum Renner, kemudian ekspresinya berubah jahil.

"Jangan ikut-ikut!" seru Sabila sambil cemberut, mengangkat telunjuknya ke Renner.

"Cocok sih dipanggil Caca kalo lagi cemberut gini." balas Renner.

"Ihhh! Udah yuk berangkat." sahut Sabila.

⏳⏳⏳

Renner memilih untuk makan malam di restoran favoritnya, sebuah restoran Jepang kecil di bilangan selatan Jakarta. Mereka duduk di lantai dua, di meja kecil dekat jendela, melihat pemandangan lampu-lampu kota. Renner tersenyum lembut pada Sabila, matanya memancarkan kebahagiaan karena dapat menghabiskan waktu bersama. Santap malam itu sangat hangat. Ternyata, mereka memiliki banyak kesamaan, tidak hanya musik yang mereka dengarkan, tapi juga selera humor yang tak jauh beda.

Setelah hidangan penutup habis dinikmati, Sabila mengeluarkan sebuah kantong kecil dari tasnya. "Ini. tanda makasih karena kamu udah menyelesaikan kasus Candy Pop."

Sabila memberinya sebuah gelang rajut. "Agak nggak rapih sih, tapi ya, namanya juga usaha."

"Kamu bikin sendiri?" tanya Renner.

"Iya. Kadang kalo di IGD lagi sepi, aku suka bikin bikin ini." Ia menunjukkan gelang yang ia pakai dengan motif dan warna yang senada dengan baju yang ia kenakan. Sementara punya Renner full warna hitam.

"Makasih banyak. Saya akan pakai terus. Kamu nggak usah repot-repot harusnya." ucap Renner.

"Nggak repot. Lagian...saya belum cerita. Sebenarnya, yang waktu itu saya cerita tentang Tanah Merah... itu lokasi panti asuhan saya dulu. Pas kamu bilang kalau kamu lagi nyelesaiin kasus Candy Pop itu, saya bersyukur banget. Karena banyak anak-anak di Tanah Merah yang kena, biarpun untungnya nggak ada yang sampe OD, ya." jelas Sabila.

Sorot mata Renner berubah kali ini, dan Sabila menyadarinya.

"Oh gitu.. Kamu sering kesana, emangnya?" tanya Renner, menyembunyikan ketidaknyamanannya akan topik Tanah Merah.

"Kalau ada waktu aja sih. Kadang volunteer di puskesmas, kadang main sama anak-anak panti, kadang jajan aja di sekitaran." jawabnya.

"Hmm.." Renner mengangguk, "Sama siapa?"

"Sama Nabila, kadang juga sendiri."

Renner kembali mengangguk. "Kenapa emang Ren?" tanya Sabila.

"Ya nggak apa-apa, nanya aja. Next time, ajak saya dong." ucap Renner datar.

"Pasti ada apa-apa deh. Kenapa sih? Kamu nggak apa-apa, kan? Di Makassar aman aja?" tanya Sabila lagi.

"Aman kok, kan saya selalu kabarin kamu." jawab Renner.

"Ada yang kamu belum cerita?" Sabila, si manusia penasaran ini belum menyerah bertanya.

"Nggak ada." Nggak ada yang bisa saya ceritain sekarang. Batin Renner.

"Ren. Saya mungkin bukan detektif. Tapi saya juga dokter kamu. Saya tau kapan kamu berusaha nyembunyiin sesuatu. Padahal seperti biasa, kalo ada kasus yang gak bisa di share, saya gak akan tanya."

Renner memandang kedua mata Sabila dengan ragu. Meski ia melihat kemandirian dan keberanian yang begitu besar di balik kacamata itu, ia tetap tak ingin membuat Sabila khawatir.

Ia menggigit bibirnya, "Tapi kamu percaya sama saya kan?"

Sabila cukup heran dengan pertanyaan ini, "Iya percaya dong. Selalu."

Renner mengangguk. Ia mengeluarkan potongan koran di dalam sebuah plastik transparan. "Jangan kaget ya. Paul nemu ini di kotak pos kamu kemarin. Saya nggak bermaksud buat nyembunyiin ini dari kamu, saya masih bingung aja."

Sabila menelitinya, "Remember me? Ini dari Tama?"

"Iya.. ini darahnya Tama. Paul udah cek, ini sampel darahnya sama dengan yang kemarin. Nah sekarang, kamu yakin kamu nggak kenal Tama? Soalnya saya juga nggak..." Renner berhenti. 

Ia tidak bisa bercerita mengenai identitas Tama. Apalagi soal kemampuannya menjalankan misi undercover. 

Renner kemudian menopang dagunya, menghentikan dirinya bicara lebih lanjut.

"Saya yakin kok. Kan saya yang nanganin dia kemarin. Dia nggak kelihatan familiar sama sekali." jawab Sabila.

"Tapi artikel ini, ini memang dekat panti asuhanku dulu. Cuma kejadian kebakaran ini udah lama, waktu saya umur delapan tahun kalo nggak salah. Nggak ada korban jiwa kok seinget saya." lanjutnya.

Renner melamun, menggigit kukunya demi mengatasi rasa cemasnya.

"Renner. Sebagai dokter kamu, saya saranin, kamu stop deh. Kebiasaan buruk." nada Sabila tajam kali ini.

"Stop? Apa? Oh." Renner menurunkan tangannya dan melipatnya.

"Coba mana liat tangannya." perintah Sabila.

Makan tuh deja vu. Sekarang giliran gue. Batin Sabila.

Renner menggigit bibir bawahnya, ia menunjukkan tangannya, dimana ibu jarinya hampir berdarah akibat kukunya yang sudah terlalu pendek. "Kan.." sahut Sabila.

"Saya udah jarang ngerokok. Jadi gini deh." Renner mencoba beralasan.

"Sama aja, buruk. Nih." ia menyodorkan permen karet sugar-free. "Ambil aja. Jangan gigitin kuku lagi."

Renner mengangguk, mengambil kotak permen karet itu dan memasukkannya ke kantong.

Setelah agak lama berdiam dan menimbang, akhirnya Renner bicara, "Sabila. Jujur, ada hal mengenai Tama yang saya nggak bisa ceritakan ke kamu. Informasi baru ini... saya jadi nggak tahu harus percaya dia atau enggak."

"Dan saya juga nggak tahu...kalau kamu dalam bahaya atau enggak." lirihnya.

"Saya khawatir. Cemas. Makanya nggak bisa tidur semalem." lanjutnya lagi. Kali ini Renner tidak bisa menyembunyikan perasaannya.

Hati Sabila sedikit nyeri. Ia tidak menyangka, dan terlebih tidak menginginkan Renner cemas karena dirinya.

"Ren, saya nggak apa-apa, loh. Hari ini jalan kayak biasanya." tuturnya mencoba mencari bola mata Renner dan menenangkannya. "Aku nggak tahu Tama itu niatannya apa. Mungkin cuma buat nakut-nakutin aja?"

Sabila, Tama, polisi undercover yang super terlatih itu nggak mungkin cuma nakutin. Pasti ada niat tertentu. Batin Renner.

"Saya boleh minta sesuatu?" tanya Renner. Sabila mengangguk.

"Saya pasang CCTV di depan rumah kamu, ya?"
Dan juga di gang, dan depan IGD, tapi kan itu bukan properti kamu, jadi gak usah minta izin. Batin Renner.

"Iya. Boleh. Udah ya, jangan khawatir. Saya masih yakin Tama orang baik. Saya janji kabarin kamu terus deh." Sabila mengusap tangan Renner, memberinya sedikit keyakinan. Akhirnya Renner mengangguk dengan sorot mata tenang. 

Continue Reading

You'll Also Like

48.4K 1.7K 33
Dzikri udah pacaran sama Daffa hampir 1 tahun tapi hampir setiap hari Dzikri feeling lonely. Dzikri ngerasa Daffa gak bener-bener tulus sama dia, pad...
70.5K 11.2K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
11.1K 646 112
Bab 1-15 di @Zahrafcking JUDUL 斗罗之爱你无悔/ Douluo: Love You Without Regret PENULIS Ink chess blue ling STATUS 127 Bab (?) COPYWRITING Daya tarik rasa in...
42.6K 6K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG