Ziel Alexander Dominic [END]

By strawberriesundaee

3M 272K 41.6K

Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . ... More

Prolog
1 - Ziel Kanagara
2 - Discussion
3 - Meet & Reason
4 - Tristan
5 - Realize
6 - Shiro
7 - Complicated
8 - Lake
9 - Theine
10 - Zainka
11 - Talk
12 - Daddy
13 - Shopping
14 - Someone
15 - Anything
16 - Ask
17 - Mine
18 - Last Day
19 - Mansion
20 - Peter
21 - Sick
22 - Sick II
23 - Forgive
25 - Star
26 - Ziel Alexander Dominic
27 - Sweet
28 - Again
29 - Family
30 - Andreas
31 - Plan
32 - Loveable
33 - New Guard
34 - Avoid
35 - Sorry
36 - Pick Me
37 - Rage
38 - Peace
39 - Baby
πŸ“
40 - Fariz
41 - Obsession
42 - With You
43 - School
44 - Sulking
45 - Who?
46 - New Problems
47 - Kiss
48 - Krokha
49 - Hurt
50 - Vengeance 1
51 - Vengeance 2
52 - Memory Loss
53 - Hair pin
πŸ“βœ¨οΈ
54 - Crybaby
55 - Vengeance 3
56 - Baby El
57 - Bakery & Cakery
58 - Intense
59 - Same
60 - Jealous
61 - Back
62 - Bad Mood
63 - Misunderstanding
64 - French Kiss
65 - Sad
66 - Naughty Baby
67 - Feeling Blue
68 - Unexpected
69 - Ghost
70 - Daddy's Company
71 - Feelings
72 - Permission
73 - Happy
74 - Deep
75 - Hickey
76 - Camping
πŸ“πŸ‡
77 - Day II
78 - Nightmare
79 - Ring
80 - Promise
81 - Punishment
82 - Villa
83 - Hug
84 - Deep Feelings
85 - Dangerously
86 - Thirsty
87 - Confess
88 - Dark Desires
89 - Maniac
90 - Back to Mansion
91 - Ice Cream
92 - Feel
93 - Love Talk
94 - Other Side
95 - Like That
96 - Sweet Lies
97 - Easy
98 - Run Away
99 - Drama
100 - Birthday I
101 - Birthday II
102 - If
103 - Esmeralda
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Special Chapter
121
122
last.
Book
πŸ“πŸ’˜
123
124
125
126
EPILOG - END
ulasanπŸ“
New bookβ™‘β™‘

24 - Picnic

32.3K 2.2K 46
By strawberriesundaee


╰( ͡° ͜ʖ ͡° )つ──☆*:・eaaaak

enjoy~


***



Waktu menunjukkan pukul 16.00, semuanya sudah berkumpul di bawah tinggal menunggu bintang utama aka Ziel untuk turun.

"Tidak ada yang mengajak kalian." Protes Damian sambil bersedekap dada. Menatap Tristan, Aletta, Dira dan beberapa bodyguard yang diperintahkan Hendrick untuk ikut dan mengurus bungsunya.

"Ikut." Ucap Zergan yang tiba-tiba muncul dari lift.

"Kau?!"

Damian merasa geram padahal ia ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan sang adik, kenapa para manusia pengganggu ini malah ikut.

"Kalian pergi bersama, biarkan aku dan bayi kelinciku pergi berdua."

"Tidak." Kali ini Theine lah yang keluar dari lift dengan pakaian kasual serba hitam.

"Kakak juga?!"

"Hm."

Damian hanya bisa menghela napas, jika sudah begini apa boleh buat.

"Terserah."

Tak lama lift itu kembali terbuka, memperlihatkan Hendrick yang menggendong Ziel. Bungsu Dominic itu mengenakan kaos putih yang dipadukan dengan cardigan rajut warna coklat, bawahannya menggunakan jeans hitam, untuk kaki remaja manis itu memakai sepasang kaos kaki dan sneakers warna putih. Santai namun terlihat manis. Hendrick yang memilihnya.

"Sudah siap semua?" Tanya Hendrick.

Ziel melihat satu per satu orang yang ada di sana, saat melihat Aletta dan Dira, remaja manis itu berujar, "Daddy mau turun!"

"Kenapa?"

"Mau liat kak Aletta sama kak Dira." Tunjuk Ziel pada kedua babysitternya.

Hendrick menurunkan bungsunya itu, sepertinya keputusannya membiarkan Ziel diurus oleh dua babysitter pagi kemarin adalah pilihan yang tepat, lihatlah mereka bertiga sudah lebih akrab.

Ziel menghampiri keduanya atau lebih tepatnya keranjang rotan berisi makanan yang sedang dipegang oleh Dira.

"Apaan tuh?" Ujar Ziel sambil mencondongkan tubuhnya.

"Apa ya tuan kecil?" Jawab Dira, mencoba mengajak si kecil bercanda.

"Heum apa ya?" Ucap Ziel menggoyangkan badannya ke kanan dan kiri, dengan kedua tangannya berada di pinggang.

"Hayo tebak tuan kecil~"

"Aku tebak... eh nanti deh, kalau benar dapat apaaa?"

"Dapat hikmahnya saja tuan kecil."

Ucapan Dira membuat Ziel tertawa keras, remaja manis itu merasa jika perkataan Dira sangat lucu. Dira dan yang lainnya tersenyum gemas, melihat Ziel yang tertawa lepas dan memperlihatkan gigi putihnya membuat empunya terlihat persis seperti kelinci.

"Kakak nakal ih! Masa dapat hikmahnya doang, rugi dong."

Sekarang giliran Dira yang menahan tawa, kalimat yang diucapkan oleh tuan kecilnya terdengar familiar, perempuan itu menjawab, "Yang benar aje, rugi dong."

Ziel mengerjapkan matanya lalu kembali tertawa dengan keras, wah ternyata di sini ada orang yang mengerti dengan jokesnya.

"BWAHAHAHAHA, asik!" Ujarnya sambil bertepuk tangan dan mengangguk kepala. Remaja manis itu dengan semangat mengarahkan telapak tangannya ke arah Dira, mengajak yang lebih tua untuk melakukan high five, "Kakak ayo tos!"

Dira memberikan keranjang itu pada Aletta dan membawa tangannya ke arah Ziel, lalu saat kedua tangan masing-masing tangan bersentuhan, mereka berujar, "TOS!"

Interaksi keduanya menjadi perhatian semua orang yang ada di sana, terutama Ziel yang terlihat sangat lucu di mata mereka, ekspresi yang dikeluarkan oleh si kecil benar-benar menggemaskan.

"Baby?" Panggil Hendrick.

"Ya daddy? Adek di sini~" Balas Ziel berbalik dengan kedua tangannya melambai ke arah sang daddy.

"Saatnya untuk pergi." Ujar Hendrick dengan lembut. Melihat Ziel yang terlampau lucu, membuat Hendrick ingin mengurung bungsunya itu di Mansion saja agar dunia merasa iri karena tidak dapat melihat betapa sempurnanya permata Dominic ini.

Ziel mengangguk lalu menoleh pada Tristan yang kebetulan berada di dekatnya, si kecil merentangkan tangannya pertanda minta di gendong.

"Tantan gendong~"

Tristan menoleh kepada Hendrick, meminta persetujuan dari tuannya. Pria dewasa itu mengangguk, lalu dengan segera Tristan menggendong tuan kecilnya dengan gendongan koala.

Sejujurnya kepala Ziel masih terasa pusing namun jika mengeluh, ia yakin piknik sore ini akan dibatalkan, dan Ziel tidak mau itu.

"Kalian bertiga jaga bungsuku, untuk baby dengarkan perkataan kakak dan abangmu, mengerti?" Ujar Hendrick pada keempat putranya. William? Biarkan dokter itu sibuk dengan pekerjaan mulianya, mengurus dan mengobati pasien. Ia bahkan tidak tau jika sore ini keempat saudaranya akan melakukan piknik. Poor William.

"Oki doki~" Ucap Ziel sambil menunjukkan kedua jempolnya pada sang daddy.

Hendrick mendekat dan mencium kedua pipi serta surai bayinya itu, "Selamat bersenang-senang dan cepatlah pulang."

Ziel terkekeh geli, "Adek aja belum pergi loh dad, masa udah disuruh cepet pulang sih."

Pria lima anak itu hanya tersenyum lalu berujar, "Pergilah, hari semakin sore, jaga baik-baik bungsuku."

Sebagai sulung, Theine bergerak lebih dulu lalu diikuti oleh yang lain.

"Kami pergi."

.


.


.

Perjalanan itu diisi dengan suara ribut antara Ziel dan Zergan. Remaja manis itu enggan duduk bersebelahan dengan Zergan karena ia belum menerima maaf dari empunya. Ziel terus memberontak untuk duduk di pinggir yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh para tuan muda, Ziel semakin merajuk dan membuat Damian kewalahan membujuknya. Lelaki itu memeluk Ziel dan menyandarkan kepala sang adik pada dada bidangnya, Ziel yang pada dasarnya masih pusing langsung memejamkan mata dan tak lama bayi manis itu pun tertidur.

Di kursi depan, terlihat Tristan yang fokus pada kegiatan menyetirnya dengan sesekali melihat ke arah spion dan kaca tengah untuk memastikan jika semuanya aman. Theine yang juga duduk di kursi depan menatap datar Zergan melalui kaca tengah, menegur Zergan yang masih belum menyadari kesalahannya.

"Zergan." Panggil Theine.

"Apa kak?" Jawabnya dengan lesu, ia malas untuk meladeni kakak sulungnya. Remaja tampan itu merasa kesal karena diabaikan oleh adiknya dan sekarang malah ditinggal

tidur pula.

"Masih belum menyadari kesalahanmu?"

Zergan menautkan alisnya, "Langsung intinya saja kak."

"Minta maaf pada baby."

"Kenapa?"

"Kelinci manis ini masih merajuk karena kejadian kemarin. Ia tak akan mau berbicara sebelum menerima maaf darimu." Jawab Damian mewakili Theine.

Mendengar ucapan kakak keduanya, Zergan menghela napas, adik manisnya masih merajuk rupanya.

"Ya, baiklah." Balas Zergan.

Setelahnya tidak ada percakapan lagi, mobil yang diisi oleh 5 orang itu sunyi karena biang keributan sedang menyelami alam mimpi. Sekitar 45 menit, akhirnya mereka sampai di sebuah taman bunga yang besar, tempat tujuan mereka untuk melakukan piknik.

Melihat 2 mobil mewah memasuki area taman, petugas di sana langsung mengarahkan ke bagian parkir khusus. Siapa yang tidak mengenal mereka? Mobil para Dominic pasti memiliki lambang burung phoenix, yang menjadi simbol dari keluarga tersebut. Begitu mobil terparkir, Damian mengelus pelan pipi Ziel, mencoba membangunkan bayi kelincinya itu.

"Adek."

"Eung?" Gumam Ziel.

Damian membangunkan Ziel dengan hati-hati, suasana hati si kecil saat bangun tidur sangat sensitif, salah sedikit saja ia pasti akan menangis.

Theine yang sudah lebih dulu turun membuka pintu belakang, tepat di samping Damian, sulung itu membawa Ziel pada gendongan koala, "Wake up, Zainka."

Ziel yang merasakan hangat dan silau, perlahan membuka matanya, remaja manis itu mengerjapkan kedua mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya.

"Di mana?" Tanya Ziel yang masih linglung, karena ia merasa berada di tempat yang menurutnya asing.

"Minum." Ujar Damian menyerahkan botol berisi air mineral pada Ziel. Remaja manis itu menerimanya dan minum dengan perlahan.

"Udah.." Ucapnya sambil menyerahkan kembali botol itu pada Damian.

"Di mana?" Tanya Ziel lagi sambil melihat sekelilingnya.

"Taman bunga."

"Kita piknik di sini ya kak?"

"Hm, di sini."

Tak lama petugas pun datang dan mengarahkan mereka ke tempat yang sudah di siapkan, pemilik taman bunga itu adalah keluarga mereka sendiri yaitu nyonya besar, Grace Alexander Dominic.

Tentu sebagai cucu dari pemilik taman, mereka di jamu dan dilayani sedemikian rupa. Sedikit berjalan jauh sampailah mereka pada lokasi yang pas untuk melakukan piknik. Posisinya di DPR alias di bawah pohon rindang yang teduh, sekitar 2 meter di depan ada sebuah danau buatan, dan di sebelahnya ada tempat bermain yang dibuat khusus untuk anak-anak.

"Wah ada perahu!" Ujar Ziel heboh, lokasi ini mengingatkan ia dengan danau di hutan dekat Panti.

"Ingin naik?"

"Heum engga deh, adek mau main di sana aja." Ziel tampak menimang lalu menjawab dan menunjuk taman bermain.

"Baik nanti kita ke sana."

"Yeay! Oki doki!"

Theine mengalihkan pandangannya pada Tristan, Aletta, dan Dira, "Siapkan semuanya."

Ketiganya mengangguk dan mulai menggelar sebuah tikar dengan motif gingham berwarna biru putih, kemudian menata semua makanan dan minuman di atasnya. Saat sudah selesai, mereka kembali memasang tikar yang lebih kecil di sebelahnya, tentunya untuk mereka bertiga dan 5 bodyguard lain yang berjaga.

Theine mengajak Ziel untuk duduk dan diikuti oleh yang lain, bungsu Dominic itu menatap makanan yang tersaji dengan mata berbinar. Makanan yang dibawa tidak sedikit, terdiri dari makanan Rusia dan Korea seperti gimbap, pelmeni, pirozhki, cookies, golubtsy, dan gyeran mari. Untuk minuman sendiri ada teh dan susu yang tentunya untuk Ziel.

"Wah banyak banget!"

"Kalau begitu habiskan." Ujar Theine.

"Ga ah! Kalau adek habisin, kasian dong yang lain ga ikut makan."

Damian yang duduk di samping Ziel menyentuh perut sang adik, "Apa perut ini mampu menampung semuanya?"

"Ish apa sih pegang-pegang!" Protes si kecil.

"Tidak boleh?"

"Iyalah! Pake nanya lagi!" Sewot Ziel.

"Kenapa?"

"Heum? Kenapa apanya?"

"Kenapa abang tidak boleh memegang perut gembul ini?" Ujar Damian sambil menoel perut Ziel.

"ABANG!" Ziel tiba-tiba berdiri dan menerjang Damian membuat empunya yang belum siap terjengkang ke belakang. Tak hanya itu, Ziel yang merasa jengkel juga meninggalkan cakaran cinta pada wajah abang keduanya itu.

"Aw! Baby sakit!" Ujar Damian.

"Rasain nih! Mampus mampus!"

Theine membiarkan saja aksi beringas itu terjadi, supaya Damian merasa sedikit jera dan Zainka-nya merasa puas karena sudah melakukan aksi balas dendam.

"Baby stop! Abang minta maaf, ok?"

"Janji dulu!" Ziel menghentikan aksinya sejenak.

"Ya abang tidak janji!"

"Oh gitu? Rasain lagi nih!" Bukan cakaran, kali ini Damian merasakan perih pada lengan kirinya yang ternyata menjadi sasaran gigitan sang adik.

"Baby." Theine menarik Ziel yang duduk di atas Damian, remaja itu tertawa puas melihat wajah penuh cakaran dan lengan abang keduanya itu penuh dengan hasil mahakaryanya. Ziel yang merasa senang, menurut saja saat di pangku oleh kakak sulungnya.

"Perih." Ucap Damian sambil mengelus kedua lengannya, gigitan si kecil ternyata tidak main-main.

"Abang mau lagi?" Tanya Ziel sambil tersenyum manis.

"Tidak, terima kasih adik manis." Jawab Damian.

"Huh tidak asik."

Ziel menyandarkan tubuhnya pada dada Theine, "Kakak, adek haus."

"Mau air atau susu, hm?"

"Susu!"

"Semangat sekali." Ujar Zergan yang sedari tadi diam memperhatikan.

Mendengar perkataan Zergan, Ziel melirik menggunakan ekor matanya, "Kok kaya ada yang ngomong ya kak?"

"Mungkin hantu." Balas Theine.

Zergan mendengus, "Mana ada hantu tampan sepertiku."

"Nyenyenyenye~" Nyinyir Ziel.

"Hey tidak boleh seperti itu." Ujar Damian yang masih jera, kali ini ia menyentil mulut adiknya.

"Aw sakit abang!"

"Hentikan. Waktunya makan." Ujar Theine yang melihat Ziel akan kembali membalas Damian. Keduanya menurut namun masih saling melihat dengan Ziel yang melotot marah dan Damian dengan senyum menyebalkannya.

"Damian." Tegur Theine.

"Hm." Damian mendengus, selagi ada kakak sulungnya itu pasti ia tidak akan bisa menang dari si kecil.

Ziel menjulurkan lidah dan mengacungkan jari tengahnya ke arah Damian.

"Adek menang lagi! Wlek!"

"BABY!"

.

.

.

"Kak udah, adek udah kenyang." Ucap Ziel sambil mengelus perutnya, pura-pura kenyang. Dalam hati ia sedikit membenarkan perkataan abang keduanya tadi, sepertinya setelah ini ia akan diet.

"Kenapa?" Tanya Theine sambil menautkan alisnya, tak biasanya si kecil cepat merasa kenyang, adiknya itu biasa makan dalam jumlah dan porsi yang besar.

"Tidak enak?" Tanya Damian dengan mulut pedasnya. Perkataannya membuat Aletta dan Dira sedikit ketar-ketir karena mereka lah yang memasak semua makanan ini.

"Enak kok enak! Adek ehem cuma kenyang aja.."

"Bohong." Sanggah Theine.

"Adek mau main?" Tawar Zergan, mencoba memanfaatkan keadaan dengan menjadi pahlawan kesiangan agar segera mendapat maaf dari adiknya itu.

"Heum! Adek mau main, ayo kak ke sana!" Ujar Ziel dengan tiba-tiba sepertinya lupa jika ia masih merajuk dengan kakak keempatnya itu. Ia bahkan langsung berdiri dan memakai sepatu lalu menarik tangan Zergan agar cepat pergi dari sana.

"Sebentar. Nah selesai."

"Ayo kak!" Ziel menggandeng erat tangan Zergan, menoleh ke belakang dan melambaikan tangan kepada mereka yang masih duduk di tikar.

"Kakak abang, adek main dulu ya! Babai!" Teriaknya.

Theine dan Damian hanya mengangguk sambil membalas lambaian tangan si kecil. Mereka melihat Ziel, Zergan, Tristan dan 5 bodyguard yang ditugaskan untuk menjaga bungsu Dominic itu berjalan ke arah taman bermain. Keduanya kompak berdiri dan memilih untuk duduk di kursi taman, memantau dari jauh. Sementara itu Aletta dan Dira membereskan semuanya.

Ziel menuntun Zergan ke sebuah ayunan yang tergantung pada pohon, hanya ada satu dan Ziel segera mendudukinya. Zergan yang paham pun melangkahkan kakinya ke belakang dan mulai mendorong ayunan itu. Si kecil hanya diam saja, canggung karena tidak tau harus berkata apa, tadi ia hanya spontan menarik kakak keempatnya itu.

"Adek?"

"Heum?"

"Adek?"

"Y-ya?"

Zergan menghentikan dorongannya membuat ayunan itu berhenti bergerak, ia mendekat dan menempelkan dadanya pada punggung sang adik. Memeluk Ziel dari belakang.

"Baby."

Ziel diam dan menunggu apa yang akan di katakan oleh Zergan.

"Maaf." Bisiknya.

Ziel mendongak, melihat wajah tampan kakaknya itu dari bawah, "Untuk apa?"

"Untuk air mata yang kemarin."

"Yang mana?"

"Yang membuat bayi ini menangis sampai jatuh sakit. Maaf, hm?"

Ziel terkekeh, jika diingat sebenarnya ia malu namun melihat kakak dan abangnya yang merasa sangat bersalah membuat hatinya menghangat. Mereka benar-benar menjaga dirinya dan merasa menyesal karena sudah membuatnya sakit.

"Heum adek maafin, tapi jangan diulangi."

"Tidak janji."

"Kok gitu sih?!"

"Hukuman pasti diberikan tergantung kenalan yang dirimu perbuat."

"Maksudnya?" Ziel memiringkan kepalanya, kurang mengerti dengan perkataan sang kakak.

Hukuman apa bjir, batin Ziel.

"Jadi kakak sudah dimaafkan?" Tanya Zergan lagi.

"Iyaaa udah! Kakak jawab pertanyaan adek yang tadi ih!"

Zergan melepaskan pelukannya dan berjalan menuju alat bermain yang lain, sambil menutup kedua telinganya, ia berujar, "Tidak dengar."

Ziel yang melihat itu menggembungkan pipinya, berdiri dari ayunan dan mulai mengejar Zergan.

"Kakak lari ya, adek ngejar loh!" Dan benar, setelah mengatakan itu Ziel langsung mengejar Zergan yang juga langsung berlari kencang. Terjadi aksi kejar-kejaran antara mantan bungsu dan bungsu Dominic.

"KAKAK CURANG MASA LARINYA CEPET BANGET SIH!" Teriak Ziel pada Zergan yang sudah jauh di depan. Remaja manis itu bahkan berhenti sejenak untuk mengambil napas.

"Salahkan saja kaki adek yang pendek." Balas Zergan.

Ziel yang mendengar itu melotot dan kembali mengejar Zergan.

"KAKAK!"

Damian merekam momen itu sambil tertawa terpingkal-pingkal, sementara Theine mengulas senyum tipis, melihat kedua adiknya sudah berbaikan dan Ziel yang sudah bisa berlari ke sana kemari menandakan bahwa si kecil sudah sehat.

Saat ini waktu menunjukkan pukul 18.30, taman itu sebenarnya sudah tutup dari pukul 17.00 namun karena mereka adalah cucu dari Grace membuat mereka bisa sepuasnya bermain di sana. Privilege.

Mereka berjalan menuju area parkir dengan Ziel yang di gendong oleh Damian, menggunakan gendongan piggyback.

"Abang, adek berat ga?" Bisiknya tiba-tiba kepada Damian.

Damian menolehkan sedikit wajahnya, lalu bertanya memastikan jika ia tak salah mendengar pertanyaan sang adik.

"Hm?"

"Adek berat ga?" Ulangnya.

Lelaki itu mendengus, pertanyaan konyol macam apa ini, pikirnya.

"Tidak."

"Mang eak?"

"Kenapa?"

"Ga ada, adek nanya aja kok."

Padahal Ziel masih kepikiran tentang Damian yang sore tadi mengatakan perutnya gembul, ia merasa sedikit insecure, Ziel berpikir jika perutnya gembul berarti ia gendut dan harus diet.

"Apa yang kalian bicarakan?" Ujar Zergan yang berjalan di depan mereka. Ia penasaran karena mendengar suara berbisik di belakangnya.

"Rahasia~" Jawab Ziel.

"Jadi kakak tidak boleh tau?"

"Iya dong kan R-A-H-A-S-I-A!"

"Hm." Zergan kembali berjalan, mengabaikan perkataan Ziel.

"Eh kak? Kakak ngambek ya?"

Zergan hanya mengedikkan bahunya, berpura-pura merajuk, ia ingin adiknya itu membujuk dirinya.

"Kakak~ kakak Zergan~"

Lagi-lagi Zergan mengabaikan Ziel, membuat si kecil berujar pada Damian, "Abang jalannya di cepetin dong! Adek mau lihat kak Zergan!"

Damian menurut dan dengan langkah lebar menghampiri Zergan, "Berapa usiamu?"

Zergan mendelik ke samping, mendengar pertanyaan mengejek dari Damian membuat Remaja tampan itu sedikit tersinggung.

"Yang pasti tidak setua abang." Balasnya.

"Kau-"

"Ish udah-udah! Kenapa jadi abang dan kakak yang ribut!"

Ketiganya terus berbicara, sebenarnya jika di sadari dari taman menuju area parkir mereka semua berjalan dengan susunan seperti mengelilingi Ziel. Theine dan Tristan sedari awal menyadari ada yang tidak beres, mereka sedang di awasi. Hal itu tentu saja membuat Theine geram, kawasan ini adalah milik keluarga Dominic, bagaimana bisa mereka lagi-lagi kecolongan.

Damian dan Zergan berupaya mengalihkan perhatian si bungsu agar tidak menyadari jika saat ini semuanya sedang dalam mode siaga dan waspada.

Kini mereka sudah sampai di mobil, saat Ziel akan masuk ke dalam, tiba-tiba dari arah kiri ada sebuah lampu yang menyorotnya, atau lebih tepatnya flash dari sebuah kamera. Kondisi taman yang gelap membuat cahaya itu begitu menyilaukan mata.

"Huh?" Ziel melongo. Damian langsung membawa adiknya itu masuk, Ziel yang penasaran pun bertanya.

"Abang tadi itu apa?"

"Bukan apa-apa."

"Masa sih? Itu kenapa Tantan dan yang lainnya lari-lari?" Tanya Ziel sembari mencoba untuk melihat keadaan di luar.

Zergan menutupi pandangan Ziel takut jika nanti ada adegan berdarah.

"Kakak kenapa di tutup sih?!" Ujar Ziel sambil berusaha menyingkirkan tangan Zergan.

Sementara itu Theine masih di luar, matanya bergerak mengikuti arah lari Tristan dan para bodyguard yang sedang mengejar penguntit. Saat mereka menghilang dari arah pandangnya, Theine mengatakan sesuatu pada Tristan melalui earpiece yang terhubung di antara keduanya.

"Kami pulang. Pastikan bajingan itu tertangkap dan bawa ia ke ruang bawah tanah."

"Siap, tuan."

Tristan dan 5 bodyguard masih mengejar, mereka berpencar berusaha mengepung orang misterius itu dari berbagai arah.

Di antara semuanya, Tristan berlari ke arah yang tepat, laki-laki itu saat ini berada pada jarak 2 meter dari dirinya. Bodyguard jangkung itu memfokuskan penglihatannya, lagi-lagi postur tubuh orang di depannya ini terlihat sangat familiar.

Tristan dengan cepat mengejar, saat sudah dekat ia dengan sengaja menendang kaki laki-laki itu membuat keduanya jatuh tersungkur dan berguling di tanah.

"Keparat." Ujar empunya.

"Kau.." Tristan berdiri dan melebarkan matanya dengan tatapan tidak percaya.

Sementara yang di tatap, ikut berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dada, kemudian berujar dengan seringai menyebalkan.

"Oh hai, long time no see."



***




ฅ(=ˇωˇ=)ฅ ฅ(=ˇωˇ=)ฅ


Waduh siapa tuh? Ninuninuninu apakah bayi kita dalam bahaya? ಥ﹏ಥ


Apakahapakah?! ಥ﹏ಥ


Votenya dikencengin dong seyengku🤏👀


Seperti biasa janlup follow, vote & komen(づ ̄ ³ ̄)づ


Mari berteman♡


See u~

Continue Reading

You'll Also Like

16.4M 546K 35
Down-on-her-luck Aubrey gets the job offer of a lifetime, with one catch: her ex-husband is her new boss. *** Aubrey...
55.2M 1.8M 66
Henley agrees to pretend to date millionaire Bennett Calloway for a fee, falling in love as she wonders - how is he involved in her brother's false c...
227M 6.9M 92
When billionaire bad boy Eros meets shy, nerdy Jade, he doesn't recognize her from his past. Will they be able to look past their secrets and fall in...
445K 8.4K 48
This is a story about a 7 year old girl who gets taken in by a family. She has met her adoptive parents from all their fostering visits and outings b...