Nice To Meet You (END)

By marwasidmi

6.8K 1.2K 706

Ketua BEM yang kembali dipertemukan dengan mantan crush dengan segala permasalahannya. Naira Adelaine, gadis... More

Prolog
1. Awal yang entah bagaimana
2. Jika Ada Pilihan Lain
3. Ini Takdir Atau Hal Gila
4. Teringat Luka
5. Secarik Kenangan
6. Kucing-kucingan
7. Gara-gara Radit
8. Rasa Bersalah
9. Mulai Posesif
10. Mau mandi air Sop
11. Pertolongan Lagi?
12. Sedikit Salah Paham
13. Alasan Demas
14. Beban Rencana Masa Depan
15. Malam Penderitaan Demas
16. Amarah Terpendam.
17. Salah Paham Besar
18. Akibat Pengakuan
19. Bagian Rumit
20. Tempat Baru
21. Syarat Jatuh Cinta
22. Merasa Hampa
23. Kemarin, Demas Kecewa Lagi
24. Membangun Benteng
25. Alasan Naira Disana
26. Khawatir Tidak Berdasar
27. Keputusan abu-abu
28. Menawar Luka
29. Mencoba Egois
30. Demas Mengalah
31. Sekilas Masa Lalu
32. Suasana Canggung
33. Kejadian tidak terduga
34. Duel
35. Hari Yang Panjang
36. Titik Balik Untuk Demas
37. Hari Denial
38. Seperti Daun Kering
39. Di jalan yang panjang
40. Berbanding Terbalik
41. Kebenaran yang terpendam
42. Hari Buruk Telah Tiba
43. First Impression
44. De Javu
45. Awal di akhir
46. Siapa Sangka
47. Akhir Penantian
48. Nawasena Arangana (Ending)

Epilog

58 2 0
By marwasidmi

***

Demas yang telah siap dengan setelan jas hitam berdiri dengan gelisah menunggu dua mahkluk kesayangannya keluar dari kamar.
Di ruang keluarga Demas beberapa kali mengintip jam tangannya di balik kemeja yang sudah tertimpa jas.

"Sayang, masih lama gak?" pekik Demas.

Tak ada sahutan dari dalam kamar, Demas yang sudah tidak tahan karena kegelisahan akibat dikejar waktu, akhirnya menerobos masuk. Di dalam kamar Demas melihat pemandangan yang membuatnya tertegun sebentar.

Naira masih memakai daster yang sama ketika mereka bangun dari tidur dan belum bersiap sama sekali. Bahkan istrinya itu masih sibuk menggendong sang putra yang masih dibalut handuk biru terang dengan keadaan tertidur.

"Sebentar, ini Nawa selesai mandi malah rewel dan baru aja aku tidurin. Tadi susah banget mau dipakein baju jadi aku belum selesai siap-siap. Kamu mendingan berangkat duluan aja Demas, daripada telat nunggu kita. Aku sama Nawa nanti nyusul."

Demas diam, menimbang usul dari istrinya dan melihat waktu yang terus berjalan mau tidak mau Demas harus menyetujui usul Naira itu. Sebenarnya Demas enggan meninggalkan keduanya apalagi membiarkan Naira kesusahan membawa putra mereka yang gemuk sendirian.

"Gak papa, aku bisa ko bawa Nawa. Tenang aja," ucap Naira, meyakinkan sorot kekhawatiran suaminya.

"Ini kamu beneran masih lama sayang?" tanya Demas lagi.

Demas masih belum tega meninggalkan keduanya berangkat secara terpisah.

"Iya Demas, daripada kamu telat nanti jadinya malah batal wisuda."

Air muka Demas berubah menjadi lesu, dan tak bersemangat. Padahal dirinya ingin sekali datang dengan keluarga kecilnya secara bersama-sama. Bukan sendiri-sendiri seperti ini. Demas ingin memperlihatkan kepada teman-temannya yang sempat tidak menyetujui keputusan Demas, untuk melihat betapa bahagia hidupnya setelah lima bulan menikahi Naira dan menjadi ayah dari bayi laki-laki yang sehat itu sebelum dirinya menyandang gelar sarjana.

"Gak papa kan bisa ikut periode selanjutnya," ucap Demas merengut.

Naira tidak sabar, memberi sedikit pukulan di lengan Demas. Berusaha menyadarkan pemuda yang sudah menikahinya itu untuk menghilangkan egonya terlebih dahulu di situasi yang sedang buru-buru ini.

"Aww ... sakit sayang. Tega banget sama suami sendiri."

"Cepetan berangkat nanti kamu telat Demas," pekik Naira, geram melihat tingkah suaminya.

Demas yang terkejut saat mendengar suara Naira meninggi, langsung menatap takut wajah Nawa yang berada di gendongan Naira. Takut-takut kalau bayi lima bulan itu akan terbangun.

"Awas bangun anaknya, iya, iya ini aku berangkat. Tapi cium dan panggil aku sayang dulu boleh?" ucap Demas dengan suara membisik.

Tidak habis pikir melihat tingkah Demas yang semakin aneh saja, padahal mereka sedang dikejar waktu membuat Naira berdecak kesal.

Alhasil jalan satu-satunya Naira menuruti kemauan suaminya itu, agar Demas tidak terlambat dan bisa segera pergi untuk mengejar jadwal wisudanya hari ini.

Cup

"Demas Sayang ku berangkat duluan bisa?" ucap Naira dengan nada lembut yang terkesan dipaksa.

Mendengar ucapan Naira, senyum Demas tak bisa lagi Ia bendung. Merasa gemas Demas yang salah tingkah sendiri langsung meraih Naira dan Nawa ke dalam pelukannya.

"Oke, aku tunggu di sana. Jangan lama ya kalian."

Naira mengangguk patuh, mata perempuan itu terpejam sedetik saat Demas mengecup bibirnya sekilas.
Setelah Demas pergi, Naira bergegas untuk menggeletakkan Nawa dan segera memakaikan bayi laki-lakinya baju. Sebelum dirinya sendiri mandi bersiap-siap dan segera pergi menuju kampus Demas.

Sesampainya di sana suasana ballroom yang ramai membuat Naira kesulitan mencari suaminya. Belum lagi Nawa yang terbangun karena risih dengan suara berisik di gedung ini, takut mengganggu jalannya prosesi wisuda yang sedang berlangsung, mau tidak mau Naira harus menepi untuk menenangkan putranya mulai yang menangis.

"Ssttt ... jangan rewel dong nak, gerah ya nak, yuk, yuk kita keluar," gumam Naira sendiri, mengajak interaksi anaknya.

Sambil berjalan keluar Naira mengipasi Nawa, agar bayi itu tidak merasa kegerahan, "Sabar ya, sebentar lagi acaranya selesai, nanti kita cari ayah oke?" ucap perempuan itu lagi.

Di gedung yang sama namun berbeda tempat, Demas celingukan ke arah barisan duduk para undangan wali wisudawan. Mencari-cari dua kesayangannya yang belum juga kelihatan. Demas mulai diliputi rasa khawatir, takut terjadi sesuatu dengan mereka saat menuju kemari. Ia pun mulai tak fokus menikmati berlangsungnya acara wisuda.

***

Demas tertegun, melihat pemandangan di depannya. Mundur selangkah Demas hampir limbung. Namun terhenti ketika mendengar kalimat yang cukup jelas dari telinganya sendiri

"Hidup kami sudah milik Demas, tak ada alasan lain untuk kami pergi lagi dari dia, kalo Lo pikir Lo bisa ambil paksa kami dari Demas, Demas kalah sekalipun kami tidak akan pernah sudi menerima segala sambutan yang udah Lo siapin Niko, karena gue tahu Demas gak akan biarin siapapun mengambil  kami."

Naira yang berbalik badan terkejut saat melihat suaminya berdiri dengan wajah datar yang tak bisa Ia artikan. Berharap tidak ada kesalahpahaman lagi diantara mereka.

"Demas, jangan salah paham ayo kita pergi dari sini aku bisa jelaskan" ucap Naira tergesa-gesa.

Demas menurut, dan tubuhnya pasrah ketika ditarik lembut oleh Naira untuk menjauhi tempat itu.

"Kamu jangan salah paham dulu Demas, aku gak sengaja ketemu sama ...."

Demas yang tidak sabar memotong pernyataan Naira, "Ya, aku tahu. Makasih ya Nai."

"Makasih? untuk apa?" tanya Naira bingung.

"Untuk semuanya, dan untuk Nawa juga."

Senyum pemuda itu merekah, dan mengambil alih Nawa dari gendongan Naira. Dengan hati yang teramat lega Demas menatap Naira penuh kasih.

"Jangan pernah ragukan aku Nai, termasuk kasih sayangku untuk Nawa. Sehari atau seribu tahun pun kita bersama rasanya sia-sia kalau masih ada keraguan di dalam hati kamu."

Naira yang masih setengah gugup, setelah kejadian barusan berusaha untuk tetap tersenyum dan mencairkan suasana hati Demas yang mungkin berubah menjadi tidak baik.

"Demas lebay udah jangan gombal terus."

"Aku serius, sumpah demi nyawaku Naira Adeilane aku yakinkan kamu. Sejak hari dimana aku bersumpah di hadapan Tuhan melalui perantara penghulu, aku tidak akan pernah bermain-main dalam ibadah sakral panjang kita."

Demas meraih tangan Naira, untuk diarahkan ke pipi pemuda itu.

"Tampar keras pipi ini jika aku kelewat batas dalam hal apapun, biarkan aku yang menyadarinya sendiri tanpa susah payah kamu menjelaskan jika suatu hari aku ada salah di depan kalian."

Kedua bola mata Naira kompak untuk meneteskan air mata, bibirnya bergetar menahan isakan yang ingin Ia tumpahkan saat itu juga.

Melihat Naira yang susah payah menahan tangisnya di tengah keramaian, membuat berubah Demas  menjadi posesif dan langsung menarik pinggang ramping Naira untuk membawa wanita itu kedalam dekapannya.

"Sudahi tangismu dulu Naira, ayo kita segera berfoto dan menemui Ibun di depan."

Naira melepas dekapan Demas, menghapus jejak air matanya wanita itu mengangguk patuh, dan segera membuka tasnya untuk kembali membenahi make up di wajahnya.

"Permisi sebentar kak, bisa minta tolong foto kan kami bertiga?
Demas tersenyum lebar ketika orang yang Ia mintai tolong menyanggupi dengan ramah.

"Satu ... Dua ... Ti ... Ga"

Hingga beberapa kali berganti gaya, senyum ketiganya selalu hadir dalam potret foto yang tersimpan melalui memori ponsel Demas. Tanpa sadar ada yang memandangi kebahagiaan mereka dari jauh dengan sorot hampa di sana.

H A P P Y
E N D I NG

🌞🌞🌞
:

Laki-laki seperti Demas itu jarang bin langka, yang cukup dengan satu wanita dari sekian banyak kesempatan yang ada, tapi bukan berarti tidak ada diantara seribu dari satu yang dibandingkan.

&

Perempuan bernasib seperti Naira yang berakhir dengan kata penyesalan itu banyak, yang tertipu janji manis atas nama cinta, namun diantara penyesalan yang tersisa bukan berarti mereka tidak berhak bahagia.

Tuhan yang paling berhak menilai diantara seburuk-buruk nya manusia, yang pasti pernah meminta ampun dan sebaik-baik nya manusia ia pasti melakukan kesalahan

Thanks

Continue Reading

You'll Also Like

102K 8.3K 28
*** Tania baru saja mengakui perasaan cintanya kepada Argio setelah berkencan sekian lama. Pasangan ini masih malu-malu mengungkapkan ketertarikan me...
416K 20.2K 61
Gavin pernah merutuki bahwa mana ada lelaki manapun yang mau dengan perempuan bodoh seperti Laras, namun siapa yang menyangka justru Gavin sendirilah...
863K 31.8K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
70.2K 3.2K 72
Ambivalen; perasaan bercabang dua yang bertentangan. Seperti ... Mencintai dan membenci dalam waktu yang bersamaan. Mereka hanya punya satu pilihan...