Two Worlds Colliding [End]

By baaaaas218

406K 29.6K 1.9K

Renner dan Sabila, dua orang dengan profesi berbeda yang menguras tenaga- seorang AKP dan dokter emergensi, b... More

Perkenalan
Bab 1: Malam Yang Sepi
Bab 2: VVIP
Bab 3: No Questions Asked
Bab 4: Senyum
Bab 5: Renner Angkasa
Bab 6: Situation Report
Bab 7: Candy Pop
Bab 8: Tiga Hari
Bab 9: IGD Malam Ini
Bab 10: Buku TTS
Bab 11: Nggak Mau Bagi-bagi
Bab 12: Progress
Bab 13: Asam Lambung
Bab 15: Syarla
Bab 16: Pesan
Bab 17: Orang Misterius
Bab 18: CCTV
Bab 19: Plausible Deniability
Bab 20: Update
Bab 21: Pratama Samudera
Bab 22: Penangkapan Eagle
Bab 23: Khawatir
Bab 24: Pesan Kedua
Bab 25: Tanah Merah
Bab 26: Stay Safe
Bab 27: Cross-reference
Bab 28: 5:30 pagi
Bab 29: Rescue Mission
Bab 30: Cukup
Bab 31: Penjelasan Tama
Bab 32: Kemungkinan
Bab 33: Cemburu
Bab 34: Cemburu part 2
Bab 35: Technically
Bab 36: Misi Baru
Bab 37: Emergency Contact
Bab 38: Lagi
Bab 39: Hari Kedua
Bab 40: Unknown Number
Bab 41: Aneh
Bab 42: Fentanyl
Bab 43: Silent Code Grey
Bab 44: Cerita Sabila
Bab 45: Tolong
Bab 46: Mantan
Bab 47: Kerjaan
Bab 48: Tipping Point
Bab 49: Gelap
Bab 50: Kritis
Bab 51: Laut & Langit
Coretan Akhir
Cerita Baru

Bab 14: (Bukan) Damsel in Distress

7K 598 16
By baaaaas218

Lewat jam 12, ruang IGD akhirnya terasa lebih lowong. Drama-drama pasien sudah terlewati.

Sabila memutuskan untuk mampir ke kamar Renner. Berharap Renner belum tidur, ia ingin meminta maaf atas sikapnya yang kurang berterima kasih tadi.

Ia membuka pintu perlahan, lampu kamar masih menyala, Renner masih mencoret-coret buku TTS yang ia beri.

"Ren," sapanya.

"Dok." balas Renner.

"Sabila aja, besok juga udah pulang kan?"

"Iya tapi sementara masih jadi Dokter saya kan?" jawab Renner sambil tersenyum.

"Tapi ini sebagai Sabila. Saya mau minta maaf Ren. Kamu cuma mau bantu, tapi kok saya malah nggak terima." tuturnya lirih.

"Nggak apa-apa. Saya yakin teman-teman kamu juga akan bantu kalau saya nggak ada. Kamu cuma butuh minta tolong." jawab Renner.

"Saya kenapa ya, Ren?" Sabila menatapnya lekat, berusaha menahan air matanya lagi. Renner menatap kedua manik mata Sabila yang berdiri di ujung tempat tidur. Ada rasa takut, bingung, dan marah jadi satu.

Renner menarik nafasnya dalam-dalam, "Hal-hal kecil bisa jadi sangat menyeramkan dari perspektif yang berbeda."

"Sebenernya tadi itu kan ga bakal kenapa-kenapa ya? Kalau ada apa-apa juga bisa langsung teriak? Ada Ega di sebelah, ada Mas Pras, ada satpam juga di depan." suara Sabila agak serak sekarang.

"It's not about what happened, but it's about how it made you feel." jawab Renner. Ingin rasanya ia memberi pengertian lebih, tapi tak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.

"IGD itu tempat yang aman buat kamu. Kamu selalu in control. Beberapa menit tadi, keadaannya berubah, kamu ngerasa nggak aman. Tapi udah ya, semua udah lewat. Kalo orang itu dateng lagi, kasih tau saya aja." lanjut Renner.

"Gitu ya? Udah enam tahun jadi dokter, lima tahun di IGD, belum pernah ngerasa gini." Sabila menggigit bibir bawahnya, mencoba mengontrol emosinya.

"Pertama kali saya nembakkin pistol, rasanya biasa aja. Emang tugas saya." tutur Renner tiba-tiba, "Kali kesepuluh, saya nembak pelaku buat nyelametin Paul. Pas kejadian, semua masih terasa biasa aja."

Renner terdiam sebentar sebelum melanjutkan, "Sampai rumah, tangan saya tremor sejam dan saya nggak tidur malam itu. Juga tiga malam berikutnya."

Sabila tertegun. Entah apa yang harus ia simpulkan dari cerita singkat tersebut. Ia mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur.

"Sorry, Renner." hanya itu kata-kata yang ia bisa lontarkan.

"Malam keempat, saya minta tolong Syarla untuk bawa saya ke dokter."

Sabila menoleh ke arah Renner, tadinya ia menatap lantai.

"Sejak saat itu saya ke psikiater. Terutama kalau habis ada kasus yang mengharuskan saya pake senjata." lanjut Rener lagi.

"Jadi, habis ini juga?" tanya Sabila. Renner mengangguk.

"Nggak ada salahnya kan, minta tolong?" tanya Renner kali ini. "Tiap orang punya titik kesulitan masing-masing, tapi bukan berarti mereka lemah."

Sabila tersenyum tipis, "Bukan lemah yang menjadi masalah."

"Saya udah biasa hidup sendiri dan nggak mau ngerepotin orang lain. Mungkin karena tumbuh tanpa punya keluarga ya, jadi saya agak susah buat minta tolong." jelasnya kemudian.

Renner mengerenyitkan dahinya. "Loh, dua hari lalu berarti ada yang ngaku-ngaku jadi adik Dokter Sabila?"

Sabila menatapnya heran.

"Saya nggak sengaja ketemu seorang Nabila di lorong IGD waktu itu." jelas Renner.

"Oh. Nabila itu adik angkat. Orangtua Nabila sangat baik dan saya diadopsi waktu umur 14."

"Wah tim yatim juga ternyata. Sama dong." sahut Renner sambil tertawa kecil.

Sabila ikut tersenyum.

Akhirnya senyum juga. Batin Renner.

"Anyway, thanks ya, sekali lagi. Besok pagi saya cek buat persiapan discharge kamu. Akhirnya pulang kan? Seneng dong?" senyum Sabila.

Renner mengangguk, "Senenglah. Udah mau mati bosen disini."

Sabila tertawa pelan, kemudian pamit untuk kembali ke IGD.

Ketika Sabila memegang gagang pintu, "Sabila?" Renner memanggilnya.

"Ya, Ren?"

"Damsell in distress ngga nyelamatin nyawa orang. Dan kamu menyelamatkan nyawa saya di ruang operasi, kalo kamu lupa."

Sabila tak tahu harus menjawab apa, ia hanya mengangguk.

"Saya juga selalu inget sama semua orang yg udah nyelamatin nyawa saya. Ada 2 orang. Sekarang 3." lanjut Renner.

Sabila agak kaget mendengar ini. Berarti Renner udah hampir mati tiga kali?

"Ren.." lirihnya.

"Bantuin kamu tadi itu adalah hal paling minimal yg harus saya lakuin."

Continue Reading

You'll Also Like

431K 44K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
209K 6.2K 50
(Mohon maaf untuk chapter awal yang masih berantakan) Bagi Marchella mengenal Kevin adalah hal yang paling membahagiakan selama ia hidup di dunia. S...
845K 40.9K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
313K 24K 65
Salmira membenci Ronan. Lelaki itu pernah menorehkan luka dalam hatinya di masa lalu. Sayangnya takdir mempertemukan mereka kembali, padahal Salmira...