Behind Every Laugh

By plpurwatika

6.2K 457 111

#30DaysWritingChallenge More

#2 Say Your Love!
#3 See you soon!
#5 My Olive
#6 (Judulnya Nyusul)
#7 Sorry
#8 One Day to Remember
#9 Selfie
#10 Ojek tak Bermesin
#11 Cinta
#12 Bukan Benci Biasa
#13 Surat Cinta?
#14 Sate Cinta-eh, Sate Ayam
#15 Bukan Benci Biasa (2)
#16 Trust Me
#17 Damn you, Arka.
#18 I Miss You.
#19 Kotak Cokelat
#20 Ongkos
One Call Away
KISS
#21 Dia yang Tidak Pernah Menangis

#1 Love Yourself

1.4K 51 26
By plpurwatika

Put your make up on. Get your nails done. Curl your hair.
Run the extra mile. Keep it slim.
So they like you. Do they like you?

Hidupku bahagia.

Aku mempunyai banyak teman-teman yang selalu ada di dekatku. Yang selalu membangga-banggakanku. Yang aku tau mereka selalu ada di sana. Yang selalu menjadi tempatku berbagi. Yang selalu pergi berasama denganku. Yang melakukan hal gila bersama. Teman-teman yang selalu aku impikan sejak dahulu.

Mereka menamai kami dengan sebutan 'The Prettiez'. Terserah apa kata mereka. Toh, sebutan itu tidak jelek-jelek amat. Bahkan bisa dibilang sangat cocok. Ya, kami semua cantik. Aku cantik.

Seperti yang selalu terjadi di SMA mana pun, hanya yang cantiklah yang bisa jadi popular. Dan hanya anak-anak popularlah yang selalu dicintai. Seburuk apa pun sifat mereka, selama mereka cantik, tidak akan ada masalah yang berarti, kan? Iya, kan?

"Aww!" Teriakkanku menggema di depan toilet mal yang lumayan sepi. Aku lalu menatap benci seseorang yang menabrakku barusan. "Mata lo buta ya?!"

Seseorang di depanku hanya menatapku kaget sambil sibuk meneliti penampilanku dari atas ke bawah lalu kembali lagi ke atas. "Lo ... lo Dela kan? Cindy Adela?"

Aku mengamatinya curiga lalu mengingat-ingat siapa orang di depanku ini. Hanya ada sedikit orang yang memanggilku dengan sebutan Dela. Dan itu berarti, seharusnya aku tidak boleh bertemu dengan orang ini lagi.

Jadi dengan tampang sesombong mungkin aku berlalu begitu saja dari hadapan cowok sok kenal tadi. Tapi sialnya, dia berhasil menangkap tanganku.

"Lo nggak inget gue?"

"Nggak." Aku berkata sambil menyentakkan tanganku sehingga pegangannya pada tanganku bisa terlepas.

"Gue Reno. Temen SMP lo. Masa lo lupa?"

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Tidak ada yang boleh mengenaliku sebagai Dela. Tidak untuk saat ini. Tidak untuk selamanya. "Sorry gue bukan Dela. Dela udah mati."

"Lo ngomong apaan sih?" Cowok itu menggaruk kepalanya. "Tapi lo mirip banget Dela, cuma emang sih lo lebih-"

Tiba-tiba saja perutku langsung terasa mual. Jadi sesegera mungkin aku berlari ke dalam toilet lagi dan memuntahkan isi perutku ke wastafel terdekat. Cowok itu cukup tau diri untuk tidak mengikutiku masuk ke dalam toilet.

Aku membasuh wajahku berkali-kali dengan air. Lalu menatap pantulan diriku di cermin. Aku cantik. Aku sangat cantik. Aku cantik sekarang. Entah mengapa air mataku perlahan turun. Kenapa juga cowok itu harus ada di sini. Kenapa juga dia harus mengenaliku. Terutama mengenalku sebagai Dela.

Reno. Sebenarnya aku mengenalnya. Hanya saja dia tidak boleh mengenalku. Kalau sampai dia mengenaliku dan mengenal teman-temanku, bisa-bisa hidupku hancur berantakan.

Aku keluar dari toilet dan terheran-heran saat Reno masih menungguku di sana. "Sebenernya lo mau ngapain sih?"

"Lo pasti belom makan kan?" Aku menatapnya bingung. "Makan dulu yuk!"

Tanpa menunggu jawaban dariku, Reno langsung mengamit lenganku dan membawaku masuk ke dalam sebuah restoran cepat saji di dalam mal. Dia menarikkan bangku untukku lalu menyuruhku duduk sementara dia langsung sibuk mengantri untuk memesan makanan.

Beberapa menit kemudian dia kembali dengan nampan yang penuh dengan makanan. Dan aku bisa merasakan perutku langsung protes ingin makan. Tapi aku tahu, otakku melarangnya.

"Sekali lagi gue tanya, lo mau apa?"

"Nggak papa kok." Reno tersenyum. Ramah seperti dulu. "Cuman kangen Dela aja.

"Udah lama ya kita nggak ketemu. Sejak lulus SMP dan lo pindah rumah. Nggak nyangka sekarang kita ketemu di sini."

"Nggak usah kelamaan basa-basi." Aku menjawab dengan nada berlawanan dengan nada penuh pertemaman yang digunakan Reno. "Gue sibuk."

"Boleh minta kontak lo? Siapa tau gue kangen lagi atau siapa tau SMP kita mau reunian."

"Nggak boleh." Aku berkata tegas. "Kontak gue cuman buat orang-orang yang gue kenal dong."

Reno mengangguk mengerti. "Lo berubah banget ya sekarang."

"Berubah jadi yang lebih baik kan?"

Reno tidak menjawabnya. Ia hanya sibuk memandangiku. "Lo pake softlanse ya? Kacamata lo kemana?"

"Cuman orang kurang kerjaan yang pake kacamata sama softlanse di waktu yang sama."

Reno tertawa. Lalu mencomot kentang goreng dan memakannya. Aku membuang muka. Tidak ingin tergoda dengan benda kuning panjang yang satu itu.

"Nggak dimakan?"

"Nggak laper."

"Masa sih?" Dia lalu mencomot satu kentang goreng lagi. "Ntar makanannya nangis lho kalo nggak dimakan."

"Gue nggak minta."

"Lagi diet ya?"

"Bukan urusan lo." Aku berkata setengah berteriak lalu menyadari suaraku yang terlalu kencang, aku langsung merendahkan nada bicaraku. "Denger ya Reno. Bagusnya lo itu nggak usah peduli atau sok tau apa pun lagi tentang gue. Karena emang lebih bagus kalo kita nggak pernah ketemu lagi. Gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarang, jadi jangan ganggu gue lagi, oke?"

Tanpa menunggu tanggapannya aku langsung bangkit dan berbalik. Bersiap pergi keluar restoran. Tapi seperti teringat sesuatu, aku berbalik lagi. "Ah iya, satu lagi, jangan pernah panggil gue Dela lagi. Karena gue bukan Dela. Gue bukan Dela yang dulu."

You don't have to try so hard.
You don't have to give it all away.
You just have to get up, get up, get up, get up.
You don't have to change a single thing.
You don't have to try, try, try, try.

Yang tak kusangka, Reno malah bangkit dan mengejarku. "Maksud lo apa?" Aku tidak berbalik dan tetap berjalan. Menatap lurus ke depan. Seolah tidak ada mahluk yang saat ini sibuk mengejarku. "Dela, tunggu!"

"Apa?" Aku berbalik dan mencoba mengabaikan tatapan Reno yang begitu serius. "Udah gue bilang kan jangan pernah panggil gue Del-"

"Emangnya hidup lo yang mana yang nggak nyaman?" Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaan Reno. "Lo bilang hidup lo yang sekarang udah nyaman? Emang kenapa sama hidup lo yang dulu?"

Jarang sekali Reno berbicara dengan nada seserius tadi. Bahkan hampir tidak pernah. Tiba-tiba saja aku merasa tersentuh. Tapi sampai kapan pun aku tidak akan pernah mengakuinya.

"Ya lo liat aja gue sekarang," kataku cepat. "Gue cantik. Gue langsing. Gue gaul. Gua bahagia. Dan yang paling penting, gue punya banyak temen yang selalu bangga-banggain gue. Dan kedatengan lo cuman ngerusak suasana doang, tau?"

"Bukannya lo dulu juga punya banyak banget temen?" Reno bertanya tidak mengerti. "Gue, misalnya."

Aku tertawa kecil. "Kayak gue nggak tau aja gimana lo semua. Di depan gue okelah kalian bercanda bareng gue. Tapi di depan orang lain? Jangankan nyapa gue, ngelirik aja enggak. Kenapa? Karena kalian malu punya temen kayak gue.

"Lo pikir gue tahan terus-terusan kayak gitu?" Reno menatapku kasihan. "Orang kayak gitu pantes disebut temen?"

"Gue nggak kayak gitu. Gue nggak pernah kayak gitu ke elo. Ke siapa pun."

"Terserah."

"Gue lebih suka Dela yang dulu."

"Maksud lo Dela yang jelek, gendut dan cupu?" Aku tertawa kencang sekali sampai menitikan air mata. "You gotta be kidding me."

"Listen." Reno meletakkan kedua tangannya di pundakku. "Lo ya elo. Nggak perlu jadi orang lain buat nunjukin ke orang yang udah ngeremehin lo. Nggak perlu dengerin kata mereka. Dela yang sekarang cantik, karena lo emang dasarnya cantik. Mau yang dulu, mau yang besok. Nggak perlu pake softlanse segala. Nggak perlu diet sampe lo muntah-muntah kayak tadi. Bahkan buat makan satu biji kentang goreng aja lo nggak bisa kan? Apa enaknya hidup kayak gitu? "

Aku menyatakkan tangan Reno dari pundakku. "Lo nggak pernah ngerasain hidup kayak gue. Jadi jangan sok tau."

"Hidup kayak apa?"

"Gue cuman pengen punya temen, menurut lo itu salah?"

"Kalo mereka emang bener-bener temen-temen lo, mereka nggak bakal ninggalin lo dengan alasan apapun. Dan kalo temen-temen lo ninggalin lo," Reno menghembuskan napasnya dalam-dalam. "Lo masih punya gue."

Aku menatapnya lama. Mencari kesungguhan di sana. "Lo bilang kayak gitu karena sekarang gue udah cantik, kan? Ke mana aja lo dari dulu? Semua yang lo omongin itu basi. B-A-S-I!"

Reno tidak bereaksi. Entah apa yang harus aku lakukan sekarang. Rasanya aku ingin menangis meraung-raung tapi aku tahu hal itu hanya akan mempermalukan diriku sendiri.

"Gue suka Dela yang dulu. Yang ceria. Yang apa adanya. Yang nggak dibuat-buat." Aku menatap malas ke arah Reno. "Dela yang sekarang emang cantik. Tapi Dela yang dulu lebih menarik. Dela yang sekarang emang langsing. Tapi gue kasian liatnya. Dela yang sekarang emang gaul. Tapi Dela yang polos kayak dulu lebih gemesin. Dela yang sekarang emang popular. Tapi dia jadi nggak punya waktu buat dirinya sendiri. Dela yang sekarang emang lebih cantik dari temen-temennya yang malu punya temen kayak dia dulu. Tapi gue yakin kalo lo ketemu mereka, lo nggak bakalan nindes mereka. Nggak bakal dendam ke mereka. Karena gara-gara mereka lo jadi kayak sekarang. Karena gue tau Dela, lebih dari dia tau dirinya sendiri."

Entah kenapa air mataku jadi mengalir dan tidak bisa dihentikan sama sekali. "Udah ceramahnya?" Aku menjawab jutek walaupun dengan suara terisak.

Reno hanya tertawa samar lalu mengeluarkan sebungkus Roti dari dalam tasnya dan menyodorkannya padaku. "Makan."

Aku meneguk ludah. Mengeraskan hatiku. "Nggak. Nanti gue gendut."

"Please?" Reno menatapku dengan sorot mata memohon. Aku membuang muka.

"Adel?"

Aku berbalik ke arah sumber suara dan mendapati teman-temanku sedang menatap ke arah kami berdua.

"Tunggu. Ini nggak kayak yang lo kira." Aku berkata panik.

"Kita nungguin lo di salon langganan kita. Katanya lo mau ke toilet. Tapi lo nggak balik-balik." Citra berbicara dengan penuh kharisma seperti biasanya. "Tapi ternyata lo malah di sini."

Entah apa yang harus kukatakan. Rasanya malu sekali. Aku takut kehilangan mereka.

"Sorry, lo siapa ya?" Reno buka suara. Aku langsung meliriknya tajam.

Citra mengabaikan kata-kata Reno begitu saja. Tamatlah sudah. Citra pasti akan langsung membenciku. "Adela, it's okay to be yourself."

Aku menatap Citra tidak percaya. Dia melanjutkan kalimatnya. "Kita udah denger semuanya. Dan kita temenan sama lo itu ya karena kita emang pengen. Karena kita suka sama sifat lo. Dan mau gimana pun masa lalu lo, itu nggak akan ngerubah apabpun di pertemenan kita. Karena kita nggak hidup buat masa lalu."

Entah aku harus senang atau malu mendengar panjang lebar kata-kata Citra.

"Terima aja rotinya," tambah Citra.

Dengan ragu-ragu aku menerima roti tersebut, membuka bungkusnya, lalu mengambilnya sedikit dan memasukannya ke dalam mulut.

"Enak kan?" Reno tersenyum.

Aku mengangguk malu-malu. Lalu mengelurkan kacamata dari dalam tasku. Reno dan lainnya menatapku penasaran.

Perlahan aku mencopot softlense dari kedua mataku dan menggenakan kacamataku. Aku menghapus semua make up yang kurasa terlalu berlebihan lalu menatap kaca dengan puas.

Aku melamparkan tatapanku pada teman-temanku. Mereka hanya mengacungkan jempol.

Aku menatap Reno, dia hanya tersenyum ramah seperti biasanya. Senyum yang pastinya akan kulihat setiap hari.

"Kalo kayak gini, lebih mirip Dela yang dulu apa Dela yang sekarang?" Tanyaku pada Reno.

Reno menjawab yakin. "Dela yang gue suka."

Take your make up off. Let your hair down.
Take a breath. Look into the mirror, at yourself.
Don't you like you?
Cause i like you ....

(^.^) THE END (^.^)
Song: Try by Colbie Caillat

#30DaysWritingChallenge

Day 1 : Basic thing about your self

Jekardah, 18+10 Juni 2k15.

Continue Reading

You'll Also Like

195K 611 4
Rubby gadis sma yang gila akan belaian, saat dirinya menginjak di jenjang smp Rubby sudah mengetahui banyak tentang hal hal dewasa. Bahkan dia sering...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
315K 9.4K 64
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...