The Ex [Completed]

By rafixp

769K 64.8K 2.1K

"Masih doyan flashback? Norak. Kenangan itu adanya di belakang. Kalau kangen, lirik aja lewat spion. Nggak us... More

It's Over
Luna is....
Double Ex
Move On
Ask.fm
(Ir)replaceable
Once Upon A Day
Chemistry
Fall For Somebody Else
Holiday
Artara's 41th (1)
Artara's 41st (2)
Artara's 41st (3)
Sticky Notes
Love Will Find Its Way
There He Goes
One Step Closer
With You
Behind the Camera
Disaster
Flashlight
Here We Are
Is it too late now to say sorry?
Firework
The More I Try to Stay, The More My Heart Bleed
Strange
A Piece of Cake
Against All Odds
Rollercoaster
The End?
How Are You?
It's not The End, It's The Ex
Extra Part
From The Very First
Fuschia
Can't Help Falling in Love
Between Us

Bike

17.6K 1.5K 40
By rafixp

"Jadi, untuk x sama dengan tiga...."

Luna melirik Juna yang tengah memperhatikan guru matematika siang itu. Ia masih ingat betul ketika ia tersenyum pada Juna saat menutup permainan pianonya. Memalukan sekali.

"Psst, perhatiin, tuh! Jadi dokter tuh harus bagus semua!" Bisik Lily yang menjadi teman semejanya hari ini.

Luna menyikut Lily sambil mengumpat. Bukannya memperhatikan, ia justru membuka ponselnya. Ada notifikasi dari ask.fm yang cukup banyak. Akhir-akhir ini Luna jarang sekali membuka akun-akun jejaring sosialnya.

"Eh, Li-- Yeayyyyy!"

Spontan gadis itu bersorak ketika bel tanda istirahat berbunyi. Dilanjutkannya aktivitas yang tadi sempat terhenti.

Woyyy - Radinkadita

Lunaaa

Lun, kok nggak pernah main askfm lagi?

Model rambut lo pas diombre itu apa? Badai bgttt

Meetup yuks - Radinkadita

Lo terlalu menghayati kisah cinta lo jadi jarang buka askfm ya? - Radinkadita

Sambil beranjak dari bangkunya, ia mendengus kesal membaca ask dari Dinka. Tiba-tiba saja ia ingin bercerita tentang kejadian tempo hari.

"Halo?"

"Lo kalo mau ngajak meet up nggak harus di ask.fm kali. Personal chat aja."

Dinka hanya tertawa. Tampaknya ia sedang berada di kantin.

"Yuk, meet up. Ada yang mau gue ceritain ke lo," lanjut Luna tanpa menunggu tanggapan dari Dinka.

"Lo kalo mau cerita nggak harus meet up kali. Di kantin aja," tanggap Dinka.

Luna mendengus untuk kesekian kalinya.

"Nanti sore gue ke rumah lo, lo harus ada di rumah, bye!"


*****


"Pulang bareng gue, yuk?" ajak Arvin yang sudah mengenakan helmnya.

Luna mengangguk cepat. Namun, tiba-tiba matanya menangkap satu sosok yang dicarinya seharian ini.

"Eh, Vin, gue lupa ada janji sama Dinka. Lagian gue juga mau nyari taneman buat tugas biologi," ujar Luna sambil sesekali melirik sosok itu, berharap belum berlalu.

Arvin mengangguk mengerti. Usai melambaikan tangannya, ia berlalu dari hadapan Luna.

Sementara itu, sambil merapikan tatanan rambutnya, Luna menghampiri Adrian yang tampaknya masih berdiri di dekat motornya. Menunggu sesuatu.

"Makasih, ya," ujar Luna tiba-tiba.

Adrian menaikkan sebelah alisnya, tidak mengerti.

"Gue tau lo yang ngusulin biar gue yang ngisi acara waktu itu," jelasnya. "Itu first time buat gue."

Adrian membulatkan bibirnya, kemudian tersenyum tipis sambil mengangguk-angguk pelan.

"Lo memang berbakat, nggak seharusnya berterima kasih gini," tanggap cowok itu.

Luna melihat ke sekitar yang masih tampak ramai. Otaknya berputar mencari ide untuk sekedar menahan cowok di hadapannya.

"Mm, gue mau traktir lo untuk itu, sore ini. Bisa nggak?"

Adrian tampak mengamati Luna. Ada sesuatu yang berbeda dari cewek ini, menurutnya. Entah cara bicara, sikap, maupun dandanannya. Ia menggeleng pelan.

"Gue ada janji sama Sasha. Ngerjain tugas Sejarah," jawabnya.

Luna membulatkan mulutnya sambil menghembuskan napas berat. Ia bukanlah tipikal orang yang pandai menutupi kekecewaan. Apalagi, kekecewaannya kali ini berhubungan dengan cewek lain.

"Kalo lo niatnya mau nebeng sama gue," ujar Adrian, "lo ada yang nganterin pulang, kan?"

"Oh? Ada, ada. Ya ampun sante aja. Ada kok, lo duluan aja, tuh, Sasha udah jalan ke sini!" sahutnya disertai senyum paksa.

Ada banyak, Yan. Angkot, taksi, kopaja, tukang ojek. Banyak, kok, banyak.


*****


"Gue nggak jadi nebeng Arvin," ujar Luna sambil bersungut kesal. Ia mengangkat kakinya sambil berbaring di sofa.

"Gue nggak jadi nyari taneman buat tugas Biologi. Dan gue nggak jadi meet up sama Dinka!"

Luna melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tiga sore.

"Dan gue nggak nganterin Mama, Papa, sama Bang Raka ke Bandara. Tapi si Adrian malah lebih milih Sasha," keluhnya.

Tanpa mematikan televisi, Luna mengikat rambutnya acak dan beranjak keluar.

"Mau ke mana, Non?!"

Luna menoleh sekilas. Namun, ia tidak menghentikan langkahnya.

"Nyari sinyal, Bi!"

Sinyal moodbooster.


*****


Sore itu, Audrey menyelesaikan pekerjaannya dan menutup laptop di hadapannya. Tugas kuliah membuat kepalanya berdenyut sesekali. Ia melirik Adrian yang tengah memainkan piano di sudut ruangan.

"Ave Maria bukan, sih?" Tanyanya dengan ingatan yang samar-samar. Audrey bukanlah pecinta musik seperti adik laki-lakinya itu.

Adrian mengangguk.

"Tadi, Sasha yang aransemen ini. Gue nggak nyangka dia udah jago aja."

Audrey mengamati adik laki-lakinya. Akhir-akhir ini, banyak yang berubah. Entah karena ia dan Sasha memang satu kelas, entah karena mereka dulu memang sangat dekat. Hanya saja, Audrey khawatir akan kelabilan adiknya itu. Jalan pikir Adrian begitu abu-abu, sulit sekali ditebak.

"Yan, apa lo nyaman, deket sama Luna?"

Spontan, Adrian menghentikan permainannya. Ia menoleh ke arah Audrey sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Jangan berada didekat dia cuman karena rasa bersalah yang sama sekali bukan salah lo."

Audrey menghela napas berat, "Apalagi kalau lo berada didekat dia karena marah. Karena lo benci sama Mama."

Adrian mengerti arah pembicaraan ini. Ia hanga tersenyum sambil menggeleng pelan. Dilanjutkannya menekan-nekan tuts dengan asal. Tiba-tiba, ia teringat sesuatu.

"Sepeda lo, boleh gue pinjem?"


*****


"Lo ngajak gue ketemuan di sini dan lo telat."

Adrian terkekeh pelan melihat cewek di hadapannya marah padanya. Padahal Adrian hanya terlambat tidak sampai lima menit. Cewek itu bahkan tidak perlu susah payah untuk menoleh dan menatap Adrian.

"Gue mau ngajarin lo naik sepeda."

Kalimat Adrian sukses membuat Luna, cewek yang membelakanginya, menoleh dan berbalik dengan mimik terkejut.

"Paling nggak, lo bisa diajak jalan-jalan naik sepeda," ujar Adrian.

"Lo--Lo yakin?"

"Cepet naik. Gue pegangin," sahutnya.

Dengan ragu, Luna menaiki sepeda yang Adrian bawa. Sepeda berwarna biru muda dengan keranjang berwarna senada. Baru saja duduk, ia sudah turun lagi. Ragu.

"Nggak ah, gue nggak berani," keluhnya.

"Yaampun, anak kecil aja nggak takut, masa lo--, udah cepet!"

Sekali lagi, Luna berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Agak lama untuk meyakinkan cewek itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Setelah memastikan Luna sudah siap dan yakin, Adrian mulai mendorongnya pelan-pelan. Entah berapa lama ia mendorongnya, sampai dirasa cewek itu sudah cukup kuat pertahanannya. Adrian melepasnya sedikit demi sedikit, hingga terlepas seluruhnya.

"Yeay! Jalan, Yan! Ja--"

BRUKKK

Bukannya jalan sesuai rencana, Luna malah menabrak salah satu bangku taman.
Adrian berdecak sembari menepuk dahinya. Setengah berlari, ia menghampiri gadis itu dan membantunya berdiri.

"Lo beneran nggak ngerti cara naik sepeda, ya? Dikayuh bego! Dikayuh!" Makinya sambil sesekali menyentil dahi cewek itu.

"Gue bilang nggak bisa, ya, nggak bisa! Batu!"

Adrian menarik Luna untuk duduk di bangku yang ditabraknya tadi. Tabrakan sepihak tadi cukup membuat sendi dilutut Luna nyeri. Ia bahkan sejenak merasa mati rasa di bagian kaki bawahnya.
Tidak ada yang memulai pembicaraan. Keduanya sama-sama diam.

"Lo masih pengen banget kuliah di Vienna?" Tanya Luna tiba-tiba.

Adrian menoleh dengan alis berkerut.

"Gue tau dari Sasha," tambah Luna.

"Masih. Masih banget," jawabnya yakin.

Seekor anjing peliharaan melintas di depan mereka. Mengundang Luna untuk mengelusnya sebentar dan kemudian membiarkannya pergi.

"Masuk ke otak lo kaya masuk kotak musik kali, ya, Yan."

Adrian terkekeh sambil bergumam mengiyakan.

"Kecintaan lo sama musik ngingetin gue ke Puppy. Juna sayang banget sama anjing itu."

"Lo nyamain musik sama anjing?" Tanya Adrian dengan mimik yang dilebih-lebihkan.

"Enggak, ko-- Kok lo mikirnya gitu sih?!" Balasnya sewot.

"Kok lo ngomongnya gitu sih?" Tanggap cowok itu tak kalah sewot.

Mereka memiliki banyak kesamaan. Baik di bidang musik, sikap, maupun sifat. Kesamaan yang tentu saja bukan kebetulan biasa.

Dan sore itu berakhir dengan banyak perdebatan yang tidak berujung.

*****

Kinda weird :v

Hope u guys like it!

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 94.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
2.2M 191K 37
"Kok belum punya pacar kak?" "Kak, kriteria pacarnya yang kaya gimana?" "Spill tipe idealnya dong kak ..." Aku sudah terlalu lelah untuk menjawab pe...
171K 22.5K 26
Pernah dengar erotomania? Atau sindroma de Clerambault? Istilah sederhananya adalah delusi jatuh cinta. Salah satu gangguan delusi di mana si penderi...
720K 94.8K 51
Bintang nggak pernah menyangka akan tergila-gila dengan perempuan berusia 4 tahun lebih tua darinya. Dan semakin nggak menyangka ketika perempuan itu...