Devian dan Arunika tiba di bandara internasional Jogyakarta dengan waktu penerbangan 1 jam 17 menit, di depan bandara sudah ada orang kepercayaan Devian yg menjemputnya dan akan mengantarkan mereka ke hotel untuk menginap selama tiga hari kedepan. Devian sengaja memilih hotel te****m Jogyakarta dengan pilihan kamar presidential suite room yg bisa terhubung dengan kamar deluxe guest room untuk di tempati oleh Arunika. Selain fasilitasnya lengkap kamar ini terdapat meja kerja, jacuzzi pribadi, bar pribadi, walking closet, balkoni berukuran besar serta ruangan khusus spa.
Devian sengaja memilih kamar ini agar memudahkannya untuk menjaga Arunika, Devian tidak tega jika membiarkan Arunika jauh dari pengawasannya, terlebih ini merupakan pertama kalinya Arunika menginjakkan kakinya di kota Jogyakarta, Devian tidak ingin Arunika sampai tersesat apalagi bingung di kota ini.
Devian juga ingin memberikan kesan manis yg tidak akan bisa di lupakan oleh Arunika di kota pelajar ini, siapa tau dengan usahanya kali ini Arunika mau membuka hatinya kembali. Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, niat awal pergi kesini memang karena kerjaan tapi apa salahya jika sekalian di manfaatkan untuknya PDKT pada Arunika.
Satu jam dua puluh menit mobil yg di tumpangi oleh Devian dan Arunika tiba di hotel te****m, Devian bergegas mengajak Arunika menuju kamar masing - masing setelah mendapat kunci dari resepsionis, Devian memang sudah reservasi terlebih dahulu sebelum berangkat agar saat tiba di Jogyakarta mereka bisa langsung istirahat mengingat malam nanti ada undangan makan malam dari kolega bisnisnya yg terletak lumayan dekat dengan hotel yg saat ini dia tempati. Sebelum istirahat, Devian mengajak Arunika untuk makan siang karena semenjak tiba di bandara mereka belum memakan apapun selain sarapan tadi pagi saat di apartement Arunika.
Usai makan siang, Arunika pamit ke kamarnya untuk istirahat begitupun Devian yg juga memiih mengistirahatkan tubuhnya.
***
Devian mengetuk pintu yg terhubung dengan kamar Arunika, karena saat ini waktu menunjukkan pukul 18 : 30 wib, kurang 30 menit lagi mereka akan menghadiri undangan makan malam dari kolega bisnisnya, tuan Willy.
Arunika yg baru saja menyelesaikan ritual mandinya dengan tubuh yg masih di balut handuk kimono bergegas berganti pakaian dan membukakan pintu untuk Devian. Arunika yg tau dengan tujuan Devian menemuinya sengaja mengganti pakaiannya menggunakan piyama tidur.
Setelah menerima paper bag dari Devian, Arunika bergegas mengganti bajunya kembali dengan gaun pemberian Devian. Devian sengaja membelikan Arunika gaun karena pastinya Arunika tidak membawa gaun dan hanya membawa baju ganti untuk bekerja saja, dan tidak mungkin juga pada acara makan malam ini Arunika mengenakan pakaian formalnya.
Tiga puluh menit bersiap - siap, Arunika dan Devian berangkat menuju restoran yg menjadi tempat untuk acara malam ini.
Sesampainya di restoran, Devian dan Arunika di arahkan ke private room, saat pintunya di buka ternyata disana duduk sepasang pria dan wanita paruh baya yg masih kelihatan muda walau umurnya yg sudah tidak muda lagi. Di samping pria paruh baya itu juga ada seorang gadis cantik yg sangat anggun dan berpakaian sexy, kalau di taksir umurnya dua tahun di bawah Arunika dan Devian.
Arunika merasa risih dengan tatapan memuja yg di layangkan gadis tersebut, gadis yg Arunika yakini merupakan putri dari tuan Willy kolega bisnis Devian yg berada di Jogyakarta. Gadis itu menatap wajah Devian dengan tatapan berbinar saat mereka baru memasuki private room hingga sampai sekarang tidak mengalihkan pandangannya barang sedikitpun dari Devian. Entah kenapa Arunika yg melihat itu menjadi risih dan ingin rasanya Arunika mencolok mata gadis itu menggunakan garpu yg dengan beraninya memandangi wajah Devian dengan tatapan mendamba.
Devian juga sebenarnya merasa risih di tatap sedemikian rupa oleh lawan jenisnya namun dia tidak bisa menegurnya secara langsung karena masih menghargai tuan Willy sebagai rekan bisnisnya.
Suasana hening di dalam ruangan, hanya ada dentingan sendok dan garpu yg beradu dengan piring yg memecah kecanggungan diantaranya. Saat di rasa semua sudah selesai makan, tuan Willy berdehem memecah kesunyian itu.
"Tuan Mahawira perkenalkan ini istri saya nyonya Willy dan putri tunggal saya Aurel". Ucap tuan Willy memperkenalkan anak dan istrinya kepada Devian. Devian yg di ajak berkenalan oleh putri tuan Willy hanya merespon anggukan saja tanpa menyambut uluran tangan dari putri tuan Willy.
"Arunika sekretaris pak Devian". Ucap Arunika yg tiba - tiba menyambut tangan Aurel sebelum menariknya kembali. Arunika tidak mau Aurel malu karena merasa di acuhkan oleh Devian, sehingga dia berinisiatif memperkenalkan diri dengan menyambut uluran tangan Aurel.
Aurel yg di acuhkan Devian menjadi penasaran akan sosok Devian yg sedari awal memang sudah mencuri perhatiannya, di sisi lain Aurel juga jengkel pada sekretaris Devian yg sok akrab dan malah menjabat tangannya.
"Kedepannya putri saya akan ikut di setiap pertemuan kita karena kelak dia yg akan menggantikan saya di perusahaan, semoga kita bisa bekerja sama dengan baik". Ucap tuan Willy yg baru kali ini melibatkan putrinya untuk urusan bisnisnya. Sebagai seorang ayah, tentunya tuan Willy sangat peka dengan tatapan putrinya terhadap Devian, tuan Willy juga setuju jika seandainya putrinya bisa menjalin hubungan lebih dekat dengan Devian bukan hanya sekedar rekan bisnis. Siapa yg tidak ingin mempunyai menantu idaman seperti Devian, sudah tampan, berpotensial, pintar dan juga kaya raya. Sayangnya selama ini belum ada yg bisa menakhlukkan hati seorang Devian, begitulah informasi tentang Devian yg di ketahui oleh tuan Willy.
Devian hanya menanggapinya dengan mengangguk dan memasang wajah datar andalannya.
"Baiklah kalo tidak ada yg di bicarakan lagi saya pamit undur diri, untuk kerja samanya bisa di bicarakan besok, terima kasih atas jamuannya, permisi". Devian memilih cepat - cepat beranjak pergi dari restoran itu karena memang dari awal sudah tidak nyaman dengan tatapan yg Aurel layangkan padanya, di tambah nyonya Willy juga ikut mengamatinya dari atas hingga bawah membuat Devian risih.
"Maaf tuan Devian apa boleh saya meminta nomor ponsel anda agar saya bisa dengan mudah untuk menghubunginya jika ingin membicarakan soal pekerjaan". Aurel menyela Devian yg sudah akan beranjak dari tempat duduknya. Dengan tatapan dingin dan menusuk, Devian menatap tepat ke arah manik mata Aurel hingga membuat Aurel merinding di tatap seperti itu.
"Bukankah ayah anda sudah memilikinya, dari awal saya juga sudah mencantumkan nomor kantor agar bisa di hubungi jadi tidak ada alasan untuk meminta nomor ponsel pribadi saya untuk urusan bisnis karena tidak sembarang orang bisa mendapatkan nomor saya". Ujar Devian yg menatap Aurel tajam, Devian kesal dengan perempuan satu ini yg tidak mempunyai malu karena terang - terangan menunjukkan rasa ketertarikan padanya di awal pertemuannya.
"Maaf tuan Devian putri saya tidak tau soal itu, saya mohon anda bisa memakluminya". Sahut tuan Willy yg mendengar Devian menolak permintaan putrinya, tuan Willy tidak ingin hanya gara - gara sikap gegabah putrinya kerja samanya dengan perusahaan MW Group menjadi batal dan dia juga gagal mendekatkan putrinya dengan Devian.
Devian memilih beranjak pergi tanpa menanggapi perkataan tuan Willy.
"Kalau begitu kami permisi tuan nyonya". Pamit Arunika yg bergegas menyusul Devian keluar terlebih dulu.
***
"Dev, kamu gapapa?". Tanya Arunika saat melihat wajah Devian yg masih menahan kekesalan di hatinya. Mereka duduk di bangku taman yg tidak jauh dari restoran itu.
Devian menatap Arunika dalam, "Aku tau kamu selalu bisa memahami aku tanpa aku bicara". Ucap Devian sambil memeluk tubuh Arunika, "Biarkan begini dulu, aku ingin menenangkan hatiku yg kesal dan tidak nyaman karena mereka". Devian semakin mengeratkan pelukannya pada Arunika, dia ingin menyalurkan rasa rindunya yg sudah menumpuk sejak 6 tahun silam.
"Kamu bisa menegurnya jika tidak nyaman, jangan di pendam aku tidak mau kamu mengabaikan perasaanmu hanya karena tidak enak hati". Ucap Arunika sambil mengelus punggung Devian, "Aku juga kesal dengan tatapan perempuan itu padamu". Lirihnya lagi.
"Memang tatapannya kenapa?". Tanya Devian berbisik di telinga Arunika.
Arunika yg masih jengkel dengan tatapan Aurel pada Devian langsung saja menjawabnya, "Tatapannya memujamu dan itu membuatku ingin mencolok matanya". Sesaat kemudian Arunika menegang di tempat saat menyadari kalimat yg baru saja di ucapkan.
Devian mengurai pelukannya, "Kamu tadi bilang apa?". Tanya Devian sambil menangkup wajah Arunika dengan kedua tangannya.
"Ti- tidak, kamu salah dengar". Ucap Arunika gugup sambil memalingkan wajahnya kearah lain.
"Aku tadi mendengarnya, kamu cemburu melihat Aurel menatapku, benar kan?". Devian menaik turunkan alisnya menggoda Arunika.
Devian mesam - mesem mendengar jika Arunika-nya cemburu.
"Ck, kenapa di tanyain kalo udah dengar, kan jadi malu". Lirih Arunika sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Devian yg melihat Arunika malu - malu kucing malah menggodanya dengan menoel pipi Arunika yg chubby hingga tertawa sendiri melihat betapa gemasnya tingkah Arunika di depannya saat ini.
"Arun, jalan - jalan yuk". Ajak Devian saat dirasa Arunika kesal karena di goda olehnya. "Kamu kan belum pernah kesini mumpung ini masih sore gimana kalo kita keliling Malioboro". Imbuhnya. Devian ingin memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena saat ini masih pukul 20 : 00 wib, dia ingin mengajak Arunika berkeliling menikmati suasana malam yg indah di kota Jogyakarta.
Arunika yg mendapat ajakan itu mengangguk antusias. Saat sampai di Malioboro mereka berjalan mengelilingi kota pelajar itu sambil membeli aneka jajanan ringan yg berada di pinggir jalan, mereka berfoto di titik 0 km dengan latar belakang bangunan bersejarah Gedung Bank Indonesia. Setelah puas jalan - jalan dan berfoto mereka mencari tempat duduk untuk istirahat sebentar.
"Dev ada yg ingin aku tanyakan tapi kamu harus jawab jujur". Ucap Arunika setelah beberapa menit mendudukkan tubuhnya di bangku dan bersebelahan dengan Devian.
Devian yg mendengar Arunika tiba - tiba melontarkan kalimat seperti itu menjadi penasaran sekaligus cemas.
"Kamu ingin tanya apa Run". Jawab Devian yg merasa aneh dengan Arunika yg tidak biasanya bertanya lebih dulu.
Arunika yg dari kemarin sebelum berangkat sudah memikirkan apa yg akan di katakannya memilih menyuarakan isi hatinya, butuh keberanian untuk Arunika mengungkit dan membahas masalah ini lagi, tapi memang benar apa yg di katakan oleh sahabat - sahabatnya, jika dia tidak bertanya mungkin dia juga tidak tau jawabannya dan dia juga akan terus tenggelam dalam rasa sakit yg di ciptakannya sendiri.
Arunika menarik nafasnya dalam - dalam dan menghembuskannya perlahan, "Apa alasan kamu menjadikanku bahan taruhan waktu itu?".
Satu kalimat yg tidak Devian sangka membuat tubuhnya menegang di tempat.