Destiny

Door notafreudian

384K 22.6K 533

[PART DIPRIVATE ACAK] Andira lupa ingatan! Yang dia lihat pertama kali adalah wajah dokter tampan yang bernam... Meer

Bab 2 - Penawaran Mas Angga
Bab 3 - Angkasa?
Bab 4 - Kebetulan
Bab 5 - Belanja
Bab 7 - Gangguan dari Sang Mantan
Bab 8 - Satu Langkah Lebih Berani
Bab 9 - Persiapan Lelang Amal
Bab 10 - Lelang Amal
Bab 11 - Interogasi
Bab 12 - Seseorang dari Masa Lalu
Bab 13 - Masalah
Bab 13 - Masalah [Repost]
Bab 14 - Berbelit
Bab 15 - Puncak Permasalahan
Bab 16 - Menjadi Rumit
Bab 17- Kehidupan Baru?
Promosi Giselle
Bab 18 - Takdir
Bab 19 - Pertemuan Kembali
Bab 20 - Sebuah Penjelasan
Bab 22 - Akhir Cerita
Epilogue

Bab 1 - Awal

38.9K 1.5K 51
Door notafreudian

ANDIRA POV

Tak satupun kata-kata dari dosen yang masuk ke otakku. Bukan karena aku tidak mendengarkan, sedari tadi aku mendengarkan celotehan dosenku yang berbahasa Inggris karena memang sedang pelajaran Bahasa Inggris, cuma otakku yang pas-pasan ini tidak mampu menerimanya dengan baik.

Aku menghela nafas frustasi. Mataku mengitari suasana kelas, kulihat beberapa temanku sibuk mencatat, aku bukannya tidak mau mencatat, hanya saja tulisanku terlalu jelek bahkan untuk kubaca sendiri.

Lagi-lagi aku menghela nafas. Kembali kufokuskan pandanganku pada dosen tercinta. Sebenarnya, dosenku ini masih cukup muda, mungkin berada di awal 40-an. Jangan kira aku naksir padanya, karena ia sudah punya anak yang duduk di kelas 2 SD.

Aku menghela nafas lagi untuk kali yang tidak terhitung. Sepertinya hidup dosenku ini sangat sempurna. Istrinya pastilah cantik mengingat wajah dosenku yang juga cukup tampan. Anaknya pastilah menawan, mengingat ayah dan ibunya yang rupawan. Iri sekali aku dengan kehidupan mereka.

Aku adalah gadis biasa-biasa saja. Malah cenderung di bawah kata biasa. Teman pun aku tak punya. Aku tinggal sebatang kara di sebuah kos-kosan murah di pinggir kota. Aku pergi meninggalkan ayah dan ibuku dua tahun yang lalu karena tidak tahan dengan mereka. Ibu dan ayahku sama jahatnya. Mereka berdua saling berselingkuh dan sering menelantarkanku di rumah sendirian. Itulah sebabnya aku pergi meninggalkan mereka.

"Ya, cukup sekian pertemuan kita hari ini. Jangan lupa paper kalian ya anak-anak yang saya cintai, dukumpulkan paling lambat akhir bulan ini." Suara berat dosenku memecah lamunan singkatku. Untuk kesekian kalinya aku menghela nafas lagi.

Ah, paperku belum ku kerjakan sama sekali! Dalam hati aku bertekad akan mengerjakannya sepulang kerja di cafe. Akupun membereskan buku-bukuku dan bergegas pergi ke cafe di mana setiap sore aku akan bermain piano di sana.

Yah, bermain piano adalah satu-satunya hal yang kukuasai. Sesampainya di cafe, aku langsung disambut dengan pelototan manager cafe ini.

Apa salahku?

"Terlambat lagi, Andira? 3 menit kali ini. Jika kau datang tepat waktu maka kau sudah bisa memainkan 1 lagu, Andira."

Oh, ya ampun. Aku terlambat lagi?

"Maafkan saya, Pak. Seperti yang Bapak tau, saya.."

"Iya sudah, cepat masuk dan bersiap-siap, saya bosan mendengar alasan kamu yang itu-itu saja, Andira."

"Baik, Pak." Dengan sedikit berlari aku berjalan menuju bagian belakang cafe tempat para karyawan berganti baju dan menaruh barang-barang mereka. Karena aku adalah seorang pianis, maka bajuku bukanlah seragam tetapi baju santai biasa.

Setelah bersiap, aku duduk di kursi piano di sudut panggung. Tanpa lampu sorot, sehingga penampilanku memang jarang di perhatikan. Fokus pelanggan memang untuk para penyanyi.

"Selamat sore, semuanya. Nama saya Bunga Amanda, lagu pertama yang akan saya bawakan adalah lagu yang cukup romantis dari Naff, Akhirnya Ku Menemukanmu."Jariku secara otomatis menari di atas tuts piano. Aku suka ketika aku bermain piano, semua bebanku seolah hilang ditelan bumi. Bermain piano bisa merilekskan pikiran juga tubuhku.

.

.

.

Jam sudah menunjukkan angka 22.45 ketika aku keluar dari Cafe. Hari ini cukup melelahkan bagiku, karena banyak tamu yang merequest lagu dan aku dengan susah payah harus menyesuaikannya karena ada beberapa lagu yang tidak ku ketahui.

Akupun menyeberang jalanan dengan santai, jam segini memang sudah jarang ada kendaraan yang lalu lalang. Tanpa kusadari ada mobil melaju kencang dari sebelah kiriku. Menghantamku dengan keras ke aspal jalanan. Lalu semuanya gelap.

---

ANGGA POV

Such a terrible day!

Kukira sepulang kerja aku bisa tidur dengan baik dan tenang, tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Anakku menangis keras entah karena apa.

"Bi, itu Angkasa kenapa, sih?" Aku membuka kamar anakku dan melongokkan kepalaku ke dalam kamarnya. Terlihat Bi Sumi, pembantuku sibuk menenangkan Angkasa, anak laki-lakiku.

"Saya ndak tahu, Mas. Tiba-tiba pas bangun sudah nangis." Kata Bi Sumi sambil menepuk-nepuk punggung Angkasa.

Sebetulnya, Bi Sumi hanya bertugas untuk membersihkan rumah, tetapi semenjak ada Angkasa, tugasnya merangkap jadi Baby Sitter. Karena kasihan dengan Bi Sumi yang sudah berusia lanjut, akupun mengambil Angkasa dari gendongan Bi Sumi kemudian mempersilahkannya beristirahat.

Angkasa masih terus menangis di gendonganku, bahkan wajahnya sampai memerah dan air matanya mengalir deras. Di usianya yang ke 4 bulan ini, Angkasa sudah sering kutinggalkan dan ibunya alias mantan istriku sama sekali tak mempedulikannya.

Aku menikah dengan mantan istriku dulu karena dijodohkan oleh kedua orang tuaku. Dari awal aku sudah tidak suka melihat tingkahnya. Penuh kepalsuan. Tetapi aku malas untuk berdebat dengan orang tuaku, dan juga merasa tak ada salahnya mencoba untuk menikah, karena umurku memang sudah cukup matang.

Hasilnya? Hampir setiap malam kami selalu bertengkar, entah masalah apapun itu. Biasanya ia marah karena aku selalu pulang larut malam dan tak pernah memikirkan dirinya. Boro-boro memikirkannya, pasienku lebih menyita pikiranku dan tak ada satu ruangpun untuk memikirkannya. Dia tidak tahan dan memutuskan bercerai dariku, meninggalkan Angkasa bersamaku.

Aku menepuk punggung Angkasa yang sudah mulai berhenti menangis, walaupun masih sesenggukan. Rasa bersalah menyelimutiku, aku memang tak suka dengan mantan istriku, tetapi tak sepantasnya Angkasa ikut terkena imbasnya. Aku mencium keningnya sekilas kemudian membawanya ke kamarku. Kurasa, Angkasa akan kesepian jika kutinggalkan sendiri di kamarnya.

Aku membaringkan Angkasa di atas kasur berukuran King milikku. Aku membaringkannya di tengah-tengah kasur dan membatasi kanan kirinya dengan guling agar gerakannya terbatas dan tidak jatuh. Aku melihat ke arahnya yang sibuk menghisapi jari-jari kecilnya. Akupun menjauhkan tangannya dari bibirnya namun dia kembali memasukkan tangannya.

"No, Angkasa. Kotor." Kataku kemudian menjauhkan tangannya lagi. Ia merengek kecil sebelum memasukkan tangannya lagi. Aku menyerah dan membiarkannya menghisap tangannya. Lebih baik begini daripada ia menangis.

Aku duduk di meja kerjaku, mengamati beberapa paper pasienku sebentar kemudian menyusul Angkasa ke alam mimpi.

.

.

.

Keesokan harinya, aku bangun terlambat. Entah karena kelelahan atau tidur terlalu nyenyak. Setelah selesai mandi dan berpakaian, kulihat Angkasa sudah bangun dan mengoceh hal-hal yang tidak kumengerti.

Aku menciumnya sekilas kemudian bergegas pergi ke Rumah Sakit. "Bi, Angkasa ada di kamar saya. Nanti mungkin saya pulang cepat, Bi. Mau ajak Angkasa belanja." Kataku pada Bi Sumi.

"Iya, Mas." Jawab Bi Sumi sopan.

Sesampainya di Rumah Sakit aku langsung ditodong oleh seorang dokter muda, mengatakan bahwa ada satu pasien yang baru sampai tadi malam dan kondisinya cukup memprihatinkan. Ia menjadi tanggung jawabku karena rekan dokterku sudah memegang pasien lain.

Aku berjalan cepat menuju ruang UGD sambil membaca laporannya. Kecelakaan rupanya, ada benturan di kepalanya dan menyebabkan amnesia. Dalam hati aku menggerutu, pasien amnesia adalah pasien yang paling susah diatasi.

Aku menyibakkan tirai bilik pasienku, ternyata ada suster yang sedang menanganinya.

"Ini dokter Angga, Mbak. Yang akan menangani Mbak."

"Saya Angga." Kataku memperkenalkan diri, pasienku hanya tersenyum kecil.

"Nona Andira, bukan?" tambahku lagi.

Ia menangguk. "Seberapa parah kondisinya?" Tanyaku pada suster.

"Dia tak ingat apa-apa. Data yang bisa diambil hanya dari kartu identitas." Jawab Suster sambil memberikan selembar kertas berisi data Andira. Aku melihatnya sekilas kemudian memfokuskan pandanganku pada Andira.

"Apakah kamu merasa pusing?" tanyaku perlahan.

Dokter memang harus banyak bertanya karena ada pasien yang malu untuk mengeluh.

"Sedikit." Katanya dengan suara serak. Aku memberikannya segelas air dan membantunya untuk minum.

"Kamu tenang saja, semakin kamu mencoba mengingat, semakin kamu sakit. Nanti ingatan itu akan datang dengan sendirinya suatu saat. Disini tertulis kalau kamu tidak punya orang tua maupun sanak saudara. Dan orang yang menabrakmu juga entah dimana, tetapi kamu jangan khawatir, saya pasti akan membantu kamu dari segi biaya. Tak ada yang perlu kamu pikirkan, kesembuhan kamu adalah hal terpenting saat ini." Jelasku panjang lebar.

Bukannya aku sok baik, aku memang memperlakukan semua pasienku dengan sama jika mereka sebatang kara. Aku akan membiayai mereka karena menurutku uang pasti masih bisa dicari.

Andira mengangguk lemah mendengarkan penjelasanku. Wajahnya terlihat penuh kekuatiran. Sebenarnya tak ada luka fisik yang berarti, kepalanya hanya terbentur dan sedikit memar. Kakinya hanya lecet-lecet kecil. Dan juga tidak ada pendarahan.

"Apakah ada bagian tubuh lain yang sakit, Andira?" tanyaku padanya lagi.

Ia menggeleng. "Saya rasa, saya bisa pulang hari ini, Dok."

Tepat sesuai dugaanku, sebenarnya ia sudah bisa pulang nanti sore. "Nanti sore atau mungkin malam setelah saya selesai bekerja, saya antar kamu pulang, alamat kamu berdasarkan KTP yang kamu miliki sudah ada di saya."

"Terimakasih, Dok." Katanya sambil tersenyum.

Terpaksa kubatalkan janjiku mengajak Angkasa berbelanja.

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

1.3M 64.9K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
187K 7.9K 28
Semuanya tanpa aku rencana..aku tak tau kenapa dan kapan mulai mencintaimu.yang aku tau semua perasaan bisa aku rasakan saat bersamamu..tapi sikap pe...
296K 9.6K 17
Sekretaris bagai sebuah kutukan bagi keluarga Elmans. Sang kakek, meninggalkan istrinya demi seorang sekretaris muda. Ayah terpikat pada sekretaris y...
106K 10.6K 28
"Aku lelah menjadi istri yang harus di simpan sementara di sini aku adalah yang pertama. Aku yang selama ini merelakanmu bersama dia sebagai bentuk w...