SERENADE IN E MINOR [END]

By lnfn21

18.4K 3.3K 1.1K

memangnya, apa gunanya, sebagai manusia yang mengaku mencinta, ketika kekasihnya terluka, ia hanya sibuk meno... More

serenade in e minor
Em7b5 \\ she was the one who waited for his return
Em6 \\ she was the one who invited him to witness the explosion
Em6 \\ she was the one who asked him to look properly
Em7b5 \\ she was his lover who disappeared amidst the splendor
Em7b5 \\ she was the one who made him feel worried
Em6 \\ she was the one who made him accept romance
Em6 \\ she was the one who received his kiss
Em7 \\ she was the one who hug him before goodbye
Em7 \\ she was the one who saw him in her dream
Em7 \\ she was the one who gave all of her to him
Em7 \\ she was the one who told him to live a hundred years
Em7b5 \\ he was her lover who just watched and applauded
Em7b5 \\ he was the one who hugged her before goodbye
Em11 \\ he was the one who came to her in the worst place
Em9 \\ he was the one who returned to her house
Em9 \\ he was the one who made his lover drunk without drinking
Em11 \\ he was the one who made her smile
Em9 \\ he was the one who realized his lover was a mess
Em11 \\ he was the one who saw her so messed up
Em9 \\ he was the one who wanted to fall into the same hole as her
Em9 \\ they were the ones who have done many things in vain
Em 9 \\ they were the ones who love each other in sadness
Em11 \\ they were the ones who lose hope and languish
Em \\ he was the one who asked her to back to his side
Em \\ he was the one who watched her shined after the clouds
outro of serenade in e minor

Em9 \\ he was the one who ran with her amidst the chaos

795 125 71
By lnfn21

MENOLEH pada sosok perempuan kacau di sudut ruang. Mengendurkan lalu melepaskan cengkraman terhadap kerah kemeja seorang laki-laki di depannya. Melangkah gegas.

Merampas.

Jaehyun rampas alat suntik dari sebuah genggaman tangan gemetaran, melemparnya jauh ke sudut lain sebelum benda itu menyalurkan morfin ke dalam tubuh seorang perempuan.

"Jaehyun ...."

Sempat terdengar rintih, Jaehyun tatap sepasang mata gelisah sang perintih, ia genggam erat tangan yang mengupayakan bebas, menjegal kuat tubuh yang berontak meminta dilepas.

"Sadarlah, Rose! Di mana akal sehatmu?!"

Sialnya, perempuan itu tetap berhasil meloloskan diri setelah mendorong Jaehyun sekuat tenaga, melangkah cepat menuju benda yang baru saja dijauhkan darinya, 

tetapi langkahnya tak lebih cepat dari langkah satu manusia.

"Berikan itu padaku, Jaehyun!"

Menjulurkan tangannya yang tak lebih panjang dari tangan yang terulur ke atas sana, mendorong tubuh yang jelas lebih bertenaga darinya; semua usaha perempuan itu tak menuai apa-apa, selain percuma.

"Kumohon, Jaehyun!"

Maka, satu-satunya yang ia lakukan kini hanya merengek.

"Aku membutuhkannya. Tolong berikan itu. Kumohon!"

Jaehyun tahu. Jaehyun melihat.

Perempuannya nampak amat kesakitan, tetapi Jaehyun sangat paham: lebih baik menghentikan pemakaian sekarang sebab menyambungnya, memang akan meredakan sakit yang dirasa, tetapi itu juga akan membuat si pemakai lebih kesakitan, nantinya.

Maka, Jaehyun memilih untuk tidak mengindahkan rengekan yang mulai baur dengan tangis. Sekalipun sang pemilik tangis kala itu sampai rela berlutut,

"Junhoe! Bawa ini kembali!"

Jaehyun tetap tidak.

"Tidak! Tidak boleh! Bawa itu padaku!"

Sekalipun, usai benda di tangan ia kembalikan pada laki-laki yang membawanya kemari, tubuhnya menjadi sasaran empuk sebuah amuk,

"Aghhh! Mengapa kamu melakukan ini padaku?!"

dicengkram, dicakar, dipukul,

Jaehyun tetap tidak.

Tubuh Rose dibawanya masuk ke dalam ruang yang lebih tenang; ruang kamar. Ia kunci, ia nyalakan televisi, ia temani.

Ketika Rose masih berusaha mencari kebebasan dengan mendekati pintu maupun jendela, Jaehyun tidak letih untuk berulang kali menggendong perempuan itu dan meletakkannya di atas ranjang, lagi dan lagi.

"Aku sakit, Jaehyun! Tolong aku!"

Ketika Rose masih membunyikan tangisan, mencengkram erat perut dan rambut sendiri dengan raut kesakitan, Jaehyun yang duduk di sisi perempuan itu berupaya menjadikan setiap cengkraman pindah padanya: pada lengannya, rambutnya, atau

bagian manapun dari tubuhnya, asal itu bukan bagian tubuh perempuannya.

"Aku tahu. Lawan, ya."

Ketenangan dihadirkan Jaehyun melalui elusan pelan di kepala dan juga bisikan,

"Lihat ke sana. Kartun kesukaanmu sedang tayang. Itu Tinkerbell."

Berusaha pula ia mengalihkan rasa sakit yang perempuannya derita dengan mencarikan channel hiburan.

Begitu kiranya, yang Jaehyun pelajari menyoal penanganan orang sakau.

Dan, benar bahwa Rose kemudian menjadi tenang dalam pembaringan, tak lagi menangis, diam, memandang tayangan di layar televisi sana.

Benar pula bahwa Jaehyun adalah definisi tenang di muka ricuh di kepala; memandang kekasihnya dalam diam yang sebetulnya berisik, dan dengan bola mata yang sebetulnya teringin menyerah pada keringnya.

"Aku ambilkan air hangat untuk mengompres perutmu, ya."

Setelah anggukan diterima, Jaehyun usap kepala perempuannya dan sedikit sisa air di satu sudut mata, mengintip melalui cela pintu kamar yang hendak ia tutup, guna memastikan Rose masihlah tenang di dalam sana sehingga ia bisa sejenak meninggalkannya dengan tenang pula.

Memang, demikian adanya saat itu.

Namun, tidak demikian ketika Jaehyun kembali.

Ketenangan dalam diri Jaehyun lenyap. Botol kaca berisi air hangat yang tengah ia genggam, tergelincir.

Tak perduli pada luka di kaki yang ada karena tergores pecahan kaca atau terpapar air hangat, Jaehyun bergegas melangkah pada perempuan yang juga kehilangan ketenangan.

"Rose?! Astaga!"

Ah, bukan. 

Ketenangan masih ada, tetapi bukan lagi dalam pembaringan nyaman sembari menonton televisi.

Perempuan itu tenang sekali, di sudut ruangan; menghisap darah yang mengalir dari garis-garis luka di pergelengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya menggenggam sebuah cutter.

Hanya Jaehyun di sini yang berantakan.

Saking berantakannya, ia sampai berlari keluar kamar setelah sempat bingung harus apa, mencegat kepergian Junhoe yang hendak masuk ke dalam lift, mengambil lagi sebuah kotak yang hendak Junhoe bawa pergi, membawakan itu pada perempuan yang begitu membutuhkannya,

tapi dengan syarat,

"Buang cutter-nya!"

Patuh, perempuan itu melempar benda yang sedari tadi ia gunakan untuk melukai diri sendiri demi mendapatkan sisa-sisa morfin dari dalam aliran darahnya; tangannya terulur, siap menerima alat suntik dari tangan laki-laki yang berjongkok di depannya.

"Jaehyun ...."

Sempat ragu, Jaehyun pada akhirnya mengangsurkan benda itu setelah mendengar Rose merintihkan namanya berulang kali.

Pada akhirnya pula, Jaehyun saksikan Rose tersenyum, yang bukan karena ia, melainkan karena satu jenis narkotika.

Morfin membuat Rose tersenyum bahkan tertawa.

Sebab Jaehyun barangkali terlalu lama.

Terlalu lama membawakan bahagia ke pengkuan perempuan yang selalu mengupayakan bahagaianya.

Terlalu lama membuat perempuannya menunggu. Jaehyun tahu.

"Mengapa kamu berakhir begini?"

Lantas, mengapa masih merintih, menanyakan itu? 

Di saat, ia seharusnya menjadi manusia paling paham, mengapa ia malah gagal dalam memahami kekasihnya? 

"Ayo ikut aku ke tempat syuting. Kamu akan tahu mengapa aku berakhir begini."

Sebagai orang yang telah menempuh studi kedokteran selama tujuh tahun, Jaehyun seharusnya paham bahwa secara teori, morfin akan menyebabkan penggunanya merasakan euforia tanpa alasan, mengurangi kecemasan, merasa sejahtera, bersemangat, santai, dan tenang.

"Dia siapa?"

"Asisten pribadiku. Tolong beri dia kursi yang nyaman."

Secara praktik, biar Jaehyun saksikan bagaimana itu bekerja terhadap tubuh kekasihnya setelah ia diantarkan seorang staf untuk duduk di sebuah kursi empuk, di lokasi syuting.

Setidaknya, tidak jauh berbeda dari teori yang ada.

"Halo, semuanya, maaf aku sedikit terlambat."

"Oh, hai! Wajahmu terlihat cemerlang hari ini."

"Wah, kamu hamil? Woah! Kencanmu berjalan lancar rupanya. Selamat, ya! Aku turut bahagia mendengarnya."

"Ah, aku salah mengucapkan bagian ini. Haha! Maaf, ya, semuanya. Kita take ulang, aku akan lebih memperhatikan itu."

"Tampar aku lebih keras lagi saja tidak apa-apa! Mari kita lebih totalitas."

"Terima kasih atas kerja kerasnya. Hari ini mari makan pizza. Biar aku yang traktir."

Rose menggunakan morfin untuk menciptakan bahagia dalam dirinya lalu mencipratkan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya.

Rose tidak benar-benar bahagia menjalani profesinya.

Tahun-tahunnya hanyalah perjalanan yang dipaksa bertahan, hanya demi membahagiakan orang-orang tersayang; demi kepentingan, harapan, bahkan keketamakan mereka semua, 

termasuk di dalamnya adalah Jaehyun. 

"Apa yang kamu lakukan, Jaehyun?!"

Maka, sebagai orang yang telah berhasil memahami, Jaehyun rasa cukup.

Tidak akan ia biarkan Rose melakukannya lagi.

"Di sini sudah tidak aman untukmu, Rose. Narkotika masih barang ilegal di negara kita. Cepat atau lambat polisi akan segera mendatangimu."

Setelah menyelesaikan syuting, tanpa diberi waktu untuk menghabiskan potongan pizza-nya, Rose dibawa Jaehyun pulang.

Koper disiapkan, sejumlah pakaian dan barang dimasukkan, rumah ditinggalkan.

"Kita mau ke mana?"

"Ke Belanda."

[]

Em9
\\  he was the one who ran with her amidst the chaos  \\


[SERENADE IN E MINOR]
by
linasworld 

***

notes:
mereka ke belanda buat find hope in hopeless
kira-kira apa yang terjadi?
:')

mengurasi energi sekali nulis work ini wkwk
much love buat kalian yang bersedia
baca, vote, dan komen

:)

Continue Reading

You'll Also Like

68.1K 12.7K 25
Matahari telah kembali, masa redup telah lalu.
9.5K 2.2K 19
yang jelas, mulai ada kenyamanan-kenyamanan yang berdatangan mengunjungi Mera setelah datangnya Pandu Haidar Djuanda.
2K 122 14
Kisah Berlatar tahun 1942 masa peralihan kekuasaan Hindia Belanda dari Belanda ke Jepang. Cast NCT~AESPA
1M 86.2K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...