My Untouchable CEO [Sedang RE...

By Curerasa

11.1K 371 27

Calvin laki-laki blasteran Inggris-Indonesia yang merupakan pewaris utama keluarga Dimitry, merasa kehilangan... More

BAB 1 [Awal]
BAB 2 [Pertemuan]
BAB 3 [Perkenalan]
BAB 4 (Kesal)
BAB 5 (Amit-amit)
BAB 6 [Benci]
Bab 7 [Marah]
BAB 8 [Wanita Peniru]
BAB 9 [Dugaan]
BAB 10 (Jatuh Cinta)
Bab 11 [Peduli]
Bab 12 [Sayang]
Bab 13 [Dari Calvin]
Bab 14 [Perpisahan]
Bab 15 [Menunaikan Mimpi]
Bab 16 (Tak Terduga)
Bab 17 (Bertemu Lagi)
Bab 18 (Dalam Bahaya)
Bab 19 (Datang)
Bab 20 (Pelindung)
Bab 21 (Kagum)
Bab 22 (Janji)
Bab 23 (Waktu Bersama)
Bab 24 (Menarik)
Bab 25 (Waktu Bersama 2)
Bab 26 [Takut]
Bab 27 [Senyum Favorit Alika]
Bab 28 [Rencana Manis]
Bab 29 [CEO Kutub]
Bab 30 [Lancaster]
Bab 31 [Kehadiran Lancaster]
Bab 32 [Rasa Sakit Mencintai]
Bab 33 (Kehilangan)
Bab 34 (Wajah Yang Mirip)
Bab 35 (Apa Itu Benar?)
Bab 36 (Hari Besar Alika)
Bab 37 (Terluka)
Bab 38 (Masa Lalu)
Bab 39 (Ini Hanya Kecewaku)
Bab 40 (Pengecut)
Bab 41 (Menerima)
Bab 42 (Pergi)
Bab 43 (Cinta)
Bab 44 (Salah Paham)
Bab 45 (Calon Mertua)
Bab 46 (Backstreet)
Bab 47 (Restu)
Bab 48 (Awal Jumpa)
Bab 49 (Alika Waymond Dimitry)
Bab 50 (Terjebak)
Bab 51 (Menikah)
Bab 52 (The Beginning)
Bab 53 (Calon Istri)
Bab 54 (Orang Tua Calvin)
Bab 55 (Mertua)
Bab 56 (Datang Lagi?)
Bab 57 (Berkorban)
Bab 58 (Memutuskan)
Bab 59 (Ujung Jumpa)
CUAP-CUAP AUTHOR
Bab 60 (Perpisahan)
Bab 61 (Perpisahan 2)
Bab 62 (Awal Jumpa Baru)
Bab 63 (Rahasia Calvin)
Bab 65 (Terbongkar)
Bab 66 (Dilema)
Bab 67 (Celaka)
Bab 68 (Musim Gugur)
Bab 69 (Kejutan Tak terduga)
Bab 70 (Menikah)
Bab 71 (Suamiku)
Bab 72 (Merelakan)
Bab 73 (Yakuhimo 2)
Bab 75 (Kembali)
Bab 76 (Jatuh)
Bab 77 (Pergi Lagi)
Bab 78 (Beda)
Bab 79 (Kecewa)
Bab 80 (End)
Bab 81 (Extra Part 1)
GANTI COVER

Bab 74 (Pantai dan Kamu)

98 2 0
By Curerasa

Usai tidur dengan nyenyak semalaman, Alika beranjak bangun dan pergi keluar rumah untuk sekedar berolahraga kecil, sembari menunggu matahari terbit.

Alika meregangkan tubuhnya, meliukkan badannya ke kanan lalu kekiri, dan menghirup udara dalam-dalam.

Udara di Yakuhimo benar-benar bersih dan menyegarkan. Apalagi saat fajar.

"Mulai sekarang aku ngga boleh malas olahraga. Biar aku sama anak aku sehat!" tekad Alika menyemangati dirinya sendiri.

Kini, ia harus menjaga dirinya baik-baik. Karena di dalam perutnya ada anaknya. Alika tidak mau anaknya kenapa-kenapa, hanya karena ibunya malas berolahraga.

Alika berlari di tempat sembari menekuk tangannya ke kanan dan ke kiri.

Calvin muncul dari belakang membawa sebuah nampan.

"Ayo sini sarapan dulu" ujar Calvin meminta Alika berhenti sejenak.

"Ngga mau, aku mau olahraga dulu. Nanti, kalo aku makan dulu malah ngga jadi olahraga" tolak Alika.

"Nanti saya temani olahraga biar tidak malas" bujuk Calvin kembali.

"Ngga mau, sama aja. Nanti malah jadinya aku yang ngeliatin kamu lagi olahraga kaya kemarin-kemarin" tolak Alika kembali.

Ia ingat sebelumnya, ia pernah mengajak suaminya itu berolahraga bersama, namun semua itu gagal, Alika tidak jadi berolahraga.

Karena, Alika-lah yang sudah gagal fokus melihat ketampanan suaminya yang bertambah berkali-kali lipat saat berolahraga. Jelas hal itu membuatnya terganggu.

"Tetap, tidak mau makan?" tanya Calvin memastikan kembali.

"Nggak" tolak Alika songong melanjutkan kegiatannya tanpa menoleh kearah Calvin sedikitpun.

"Sebenarnya ini pertama kali saya masak seumur hidup. Nasi goreng ini saya buat khusus untuk anak saya. Tapi, sayang ibunya tidak mau makan. Jadi, lebih baik saya berikan ke Pak Afu saja" ujar Calvin mengoceh sendiri berhasil membuat Alika melirik.

"Kamu yakin tidak mau?" tawar Calvin kedua kalinya.

"Iya aku nggak mau" tegas Alika kembali dengan sedikit berat hati.

Nasi goreng. Susu cokelat. Semuanya benar-benar menu kesukaan Alika.

Alika menelan ludahnya dengan susah payah.

Ia tak mungkin memutuskan tekadnya begitu saja. Mau ditaruh mana wajah Alika, jika ia makan sekarang.

Tak lama, perut Alika berbunyi. Alika memegang perutnya terkejut.

"Itu kamu lapar. Sudah ayo sini makan dulu" ujar Calvin menarik Alika tak menerima penolakan.

Alika kemudian duduk di kursi rotan. Calvin mulai menyuapi Alika dengan tangannya sendiri.

"Aaa... buka mulutnya lebar-lenar" ujar Calvin seperti menyuapi anak kecil.

Alika tersenyum melihat suaminya ini. Setelah mendengar kabar bahwa dia akan segera menjadi seorang ayah tadialam, benar-benar merubah dirinya menjadi lebih hangat dan penyayang.

"Kamu lucu kalau begitu" ujar Alika dengan mulut yang masih penuh dengan nasi.

"Sssstttt..." Calvin menutup mulut Alika dengan telunjuknya.

"Jangan banyak bicara nanti tersedak" kata Calvin memberi peringatan.

"Aku ngga bakalan keselek. Kan, kamu yang nyuapin aku" jawab Alika membuat Calvin tersenyum tipis.

"Makan yang banyak kalau begitu. Biar kamu dan anak kita sehat" ujar Calvin yang langsung diangguki Alika patuh.

"Aku suka kamu nyuapin aku begini" kata Alika di sela-sela mengunyah makanan.

"Oke. Kalau begitu mulai besok saya akan terus suapin kamu" ujar Calvin sigap.

"Deal, ya?" tantang Alika.

"Iya, apa saja untuk istri saya akan saya lakukan" jawab Calvin berhasil membuat Alika meleleh.

"Oh iya, Pak Afu kemana? Sudah pergi?" tanya Alika.

"Iya, seperti biasa. Pak Afu tidur di balai desa. Dia pergi tadi malam saat kamu tertidur" ujar Calvin.

"Oooohhh... pantes aja tadi aku ga liat orangnya pagi-pagi. Ternyata udah ke balai" timpal Alika.

"Kenapa kamu mencari Pak Afu?" tanya Calvin.

"Ngga ada apa-apa, sih. Cuman mau ngobrol aja, soalnya aku baru pertama kali ketemu sama Pak Afu kemarin. Aku cuman ingin lebih akrab aja sama beliau" ujar Alika.

Calvin mengangguk mengerti maksud istrinya.

"Nanti kita bisa berkunjung ke balai desa, kalau kamu ingin bicara dengan Pak Afu. Akhir-akhir ini pekerjaan Pak Afu banyak sekali katanya" jelas Calvin.

Tak terasa, sepiring nasi goreng yang ada di tangan Calvin pun habis tak tersisa sedikitpun.

Calvin tersenyum bangga, pada istrinya.

"Anak pintar" ujar Calvin menepuk kepala Alika perlahan seperti anak kecil.

"Iya, Papa" jawab Alika menirukan suara anak kecil.

Calvin seketika merasa speechless mendengar istrinya, memanggilnya papa.

Panggilan yang berat, namun juga bermakna.

Alika menggenggam tangan Calvin, seakan mengerti segalanya.

"Anak-anak kita nanti akan sering memangil kamu dengan sebutan itu. Jangan kaget gitu dong mukanya" ujar Alika menyentuh dahi Calvin yang berkerut.

"Iya, maaf. Saya tadi terkejut" elak Calvin berlagak seakan tak terjadi apapun.

"A...ayo kita berolahraga, katanya kamu mau olahraga setelah makan tadi" ujar Calvin mengalihkan pembicaraan.

Alika mengerti, pasti suaminya itu tidak ingin dirinya mengetahui kalau Calvin memang tengah terkejut dengan sebutan itu.

"Oke, kita olahraga sekarang Yuk!" semangat Alika.

"Kita berjalan dulu ke kebun, mencerna makanan. Setelah matahari terbit, baru kita akan berolahraga" ujar Calvin langsung menggandeng Alika.

"Kita olahraga apa?" tanya Alika.

"Jalan kaki pemanasan, lalu nanti kita berkuda" ujar Calvin mulai meregangkan badannya yang atletis.

Alika kembali menelan ludahnya. Padahal, tadinya ia hanya ingin olahraga kecil lalu berjalan mengelilingi kampung. Kenapa sekarang dia harus berkuda pula, batinnya.

"Apa itu tidak terlalu banyak?" tanya Alika.

"Tidak, kata dokter berkuda bagus untuk memperkuat tulang punggung kamu supaya lancar saat melahirkan nanti" jawab Calvin.

Alika menggeleng-gelengkan kepalanya. Suaminya ini benar-benar sudah mempersiapkan segala 'cara bagaimana menjadi ayah yang baik' dalam satu malam.

"O... oke deh, aku ikut kamu aja" jawab Alika pasrah.

"Setiap hari saya akan temani kamu berolahraga. Saya sudah siapkan jadwal olahraga dan kegiatan apa saja yang bisa kamu lakukan selama 9 bulan mengandung. Agar kamu tidak bosan" ujar Calvin berhasil membuat Alika semakin membelalak.

"Sampai 9 bulan?! kamu serius?!" kejut Alika.

"Iya, tenang saja. Saya sudah berkonsultasi tentang segala hal dengan ahli kandungan" ujar Calvin.

Tak lama, ponsel Calvin berdering menunjukkan sebuah pesan masuk.

"Lihat, dia juga sudah membuatkan jadwal makanan kamu setiap hari mulai trimester pertama sampai terakhir" ujar Calvin menyodorkan handphonenya.

Alika meraih ponsel suaminya itu. Lagi-lagi ia menganga.

"Ini baru hari pertama, Vin. Dan kamu menyiapkan semua ini sejak tadi malam?! Apa kamu ngga tidur?!" marah Alika mulai berkacak pinggang.

"Tidak" jawab Calvin santai.

"Ihhh!!! kan kita bisa nyicil semua persiapan dan perlengkapannya pelan-pelan. Mata kamu tuh! sampe jadi item kaya panda gara-gara gapernah tidur!" marah Alika kehilangan kendali.

Alika tiba-tiba menangis. Hatinya merasa sedih dan gelisah tak karuan. Ia tidak ingin Calvin sakit karena kurang tidur dan mempersiapkan semuanya sendirian.

"Nanti kalo kamu capek, terus kamu sakit, yang ngurusin aku siapa?!" marah Alika masih sesenggukan.

"Aku gamau ya, diurus orang lain selain kamu. Pokoknya aku cuman mau kamu, titik!" marah Alika mengusap ingusnya dengan tangannya.

"Hiksss... hiksss... kamu jahat!" marah Alika memukul dada Calvin.

Melihat Alika menangis seperti itu, membuat Calvin merasa serba salah.

Hormon kehamilannya benar-benar membuat Alika gampang emosi. Calvin harus benar-benar bersabar menghadapi Alika.

"Alika... cup... cup... cup. Sudah jangan menangis, saya tidak akan sakit. Saya akan selalu menjaga kamu selamanya" ujar Calvin mencoba menghibur Alika.

"K... kamu bohong! kamu jahat! kamu sering bohongin aku!" jawab Alika menangis semakin keras.

"Sshhh... sssshh... iya saya minta maaf. Saya bersumpah tidak akan pernah membohongi kamu lagi seumur hidup saya" jawab Calvin mengalah.

Pikirannya saat ini hanya satu, menghentikan tangisan istrinya. Pasti tenggorokan Alika akan sakit, jika terlalu lama menangis.

"Saya mencintai kamu Alika. Saya tidak akan pernah meninggalkan kamu" ujar Calvin kembali.

"Beneran ya? janji?" sanggah Alika mengajukan jari kelingkingnya.

Calvin mengangguk dan tersenyum lebar, sembari menautkan jari kelingking mereka berdua.

"Saya berjanji, Tuan Putri" jawab Calvin mantap.

Alika mulai berhenti menangis. Ini mungkin sudah kelima kalinya ia melihat Calvin tersenyum selebar ini. Hatinya menghangat saat menatap senyuman tulus dari wajah suaminya itu.

Calvin mengambil sebuah tissue dan mengelap air mata dan ingus yang ada di hidung Alika.

"Sudah ya, jangan menangis lagi. Saya sedih kalau melihat kamu menangis" ujar Calvin tulus.

Alika mengangguk dan memeluk Calvin tiba-tiba.

"Aku sayang sama kamu" ujar Alika memeluk Calvin erat.

Calvin tertawa, menanggapi kelakuan random istrinya itu. Ia mengacak-acak rambut Alika gemas.

"Saya juga sayang sama kamu" jawab Calvin pada Alika.

Mereka berdua pun langsung berjalan beriringan menuju kebun, sembari menyapa beberapa warga yang lewat untuk mencari teh dan kayu di hutan.

Ingin rasanya Alika menghentikan waktu dan bersama dengan Calvin saja saat ini. Hidup tenang, nyaman, aman, tentram, bersama dengan anak-anak dan suami yang menyayanginya.

"Kamu kenapa melihat saya seperti itu?" tanya Calvin sembari mengeratkan jaket bulu yang dikenakan istrinya sampai ke leher.

Calvin benar-benar memastikan istrinya tidak kedinginan.

"Aku suka tinggal disini, nyaman, aman, tenang, ngga ada polusi" ujar Alika.

"Ini adalah rumah kedua kita. Kita bisa kembali kesini kapanpun kamu mau" jawab Calvin mengusap rambut Alika.

"Kamu pernah berpikir ngga untuk tinggal disini suatu saat nanti?" tanya Alika.

"Pernah, mungkin setelah kita sudah menua dan anak-anak kita sudah mandiri. Saya ingin menghabiskan waktu disini" jawab Calvin.

Alika manggut-manggut mendengar jawaban suaminya.

"Kamu bagaimana?" tanya Calvin kemudian.

"Emmm... aku gampang aja. Aku bakalan ikut kemanapun kamu pergi. Bahkan, keujung dunia aku akan tetep ikut" jawab Alika memegang lengan Calvin posesif.

"Manja sekali istri saya ya?" tempat Calvin mencubit pipi Alika gemas.

"Biarin wleee...yang penting sama suami sendiri" jawab Alika.

"Memang kamu mau melakukan hal seperti itu kesiapa lagi kalau bukan saya?" skak Calvin membuat Alika meringis.

"Hehehehe ngga sama siapa-siapa kok Sama kamu aja" jawab Alika memamerkan deretan giginya.

Alika lalu berlari meninggalkan Calvin, karena takut Calvin akan menangkapnya setelah mengatainya.

"Jangan lari, Alika. Nanti kamu jatuh!!!" panggil Calvin panik tergopoh-gopoh menjaga Alika.

"Ayo lari!!! katanya olahraga masa ngga lari" jawab Alika berteriak pada Calvin yang berada jauh di belakangnya.

"Iya, pelan-pelan saja!!!" sahut Calvin mulai khawatir.

Calvin mulai menambah kecepatannya dan menyusul istrinya. Alika memang tidak bisa dinasehati.

Setelah beberapa menit berlari mengelilingi kebun, Alika dan Calvin akhirnya tiba di kandang kuda. Ada begitu banyak kuda berambut panjang di Yakuhimo.

Terakhir, Alika hanya pernah sekali berkuda saat menuju ke sekolah Bu Cit yang ada di puncak.

Namun, tak lama Calvin memberinya sebuah mobil Jeep beserta supir pribadi untuk Dio dan dirinya. Jadi, Alika tidak pernah berkuda lagi di Yakuhimo sejak saat itu.

"Kamu pilih yang mana?" tanya Calvin.

"Aku mau yang putih itu" jawab Alika menunjuk seekor kuda putih berambut hitam yang cantik.

"Oke, saya ambilkan. Disini saja ya jangan ke mana-mana, nanti hilang" ujar Calvin mengecup dahi Alika singkat.

"Oke, Bos!" jawab Alika siap.

Calvin lalu kembali, membawa dua ekor kuda. Salah satunya adalah kuda putih yang dipilih Alika, lalu satunya kuda cokelat pilihan Calvin.

"Wahhhh!!! cantikkk banget kudanya" ujar Alika dengan mata berbinar.

Kuda itu pun mendekat ke arah Alika dan menciumi setiap inchi wajah Alika, hingga membuat Alika tertawa geli. Sepertinya, kuda itu sangat menyukai Alika.  

Melihat itu, Calvin langsung menarik tali kekang kuda putih itu, agar berhenti menciumi wajah Alika. 

"Loh, kenapa ditarik?!" marah Alika tak terima. 

"Saya ngga mau istri saya dicium siapapun selain saya" ujar Calvin membuang wajahnya. 

"BHAHAHHAHAHAHAHHAHAHA" tawa Alika tergelak mendengar apa yang dikatakan Calvin.

"Kamu cemburu sama kuda hahahhahha" ujar Alika makin meledek Calvin. 

Bayangkan saja, seorang Calvin yang sangat dingin dan berkarisma di mata semua orang ternyata adalah seorang yang pencemburu. Bahkan, seekor kuda saja bisa membuatnya merasa cemburu. Alika benar-benar tidak habis pikir dengan suaminya itu.

"Teruskan saja tertawanya sampai puas" timpal Calvin sedikit merajuk hingga membuat Alika semakin tertawa.

"Kamu sih, masa sama kuda aja cemburu, yang bener aje?" sanggah Alika sembari mengelus kudanya yang meringkuk ke lehernya, seakan mengadu usai ditarik Calvin paksa. 

"Kata siapa saya cemburu?" elak Calvin kembali menormalkan ekspresi wajahnya. 

"Kebiasaan, ngeles mulu kamu" timpal Alika mencubit perut suaminya. 

"Awwhsss, iya iya saya cemburu" ralat Calvin kemudian. 

"Kamu adalah milik saya. Saya tidak akan terima kamu dicium siapapun selain saya titik" ujar Calvin. 

"Iya iya yaudah, ngga aku cium lagi nih kudanya. Sekarang ayo jalan" ujar Alika langsung menaiki kudanya.

Calvin tersenyum lalu  menaiki kudanya menyusul Alika dari belakang. 

"Jangan cepat-cepat, pelan-pelan saja" ujar Calvin kembali memberi peringatan. 

"Kamu pinjam kudanya berapa lama?" tanya Alika mengelus rambut hitam kuda putihnya.

"Saya tidak pinjam. Saya beli semua kudanya sekaligus peternakannya" jawab Calvin enteng.

"Hah?! Beli?! Buat apa kamu sampe beli kuda disini?!" kejut Alika.

Alika tahu jika Calvin memang menyukai kuda. Alika juga tau jika Calvin memiliki banyak kuda sekaligus peternakannya di kota. Tapi, membeli peternakan kuda di sini, sudah beda urusan.

"Bukan masalah besar. Nantinya, kita juga akan sering kesini kan" jawab Calvin enteng tanpa beban.

Memang benar rekening Calvin bukan saingan rekening Alika.

Alika langsung saja naik kudanya dengan dibantu Calvin, tanpa memberi komentar apapun. Biarlah urusan uang Calvin, dia urus sendiri.

"Kapanpun kamu ingin main kuda saat berada disini. Kamu bisa tinggal pilih kuda yang mana saja. Kamu juga bisa berkuda selama yang kamu mau" ujar Calvin kemudian.

"Tapi, selama kamu mengandung anak saya. Berkudanya wajib harus sama saya" ujar Calvin memperingatkan Alika kembali.

Entah sudah keberapa kalinya ia memberikan Alika peringatan hari ini. Calvin benar-benar menjelma menjadi suami yang protektif. 

"Iyaaaaa Calvinnnn" jawab Alika sedikit berteriak dari depan. 

Namun, bukan namanya Alika kalau semakin dilarang semakin menurut. Alika malah melajukan kudanya dengan cepat. Mengabaikan perintah Calvin sedetik yang lalu.

"Alikaaa... sudah saya bilang jangan cepat-cepat!!!"  panggil Calvin dari belakang berusaha menyamakan kecepatan kudanya dengan kuda Alika. 

"Ehehehhe, iya iya maap. Barusan cuman ngetes"  jawab Alika cengengesan membuat Calvin menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia harus ekstra sabar menghadapi Alika.

"Hati-hati berkudanya, saya ada di samping kamu" ujar Calvin sembari mengawasi Alika dari samping. 

Mereka berdua melajukan kuda mereka sampai di pinggir pantai Biru. Pantai terlihat begitu indah, mentari bersinar terang benderang, awan begitu cerah, dan burung-burung berkicauan seakan menyambut kedatangan Alika dan Calvin.

Sepertinya mereka berdua datang di waktu yang tepat, saat matahari terbit.

Alika sebelumnya belum pernah melihat pemandangan seindah ini di Yahukimo. Alika pikir waktu itu, pantai ini hanyalah sebuah pantai biasa, karena Alika melihatnya saat di siang hari. Benar-benar menakjubkan.

Alika lantas menghentikan kudanya di pinggir pantai. Matanya berbinar, melihat air pantai yang berkilauan saat terkena cahaya matahari. 

"Bagaimana, bagus?" tanya Calvin. 

"Iya, bagus banget. Kenapa aku bisa ngga tau kalo ada tempat seindah ini disini sebelumnya?" timpal Alika membuat Calvin tersenyum.

"Pantai ini memang tertutup, bahkan untuk penduduk lokal di sekitar sini. Tidak ada yang kemari, kalau bukan nelayan yang sedang menyebar jaring. Jadi, pantas kalau kamu tidak tahu" jelas Calvin. 

Alika manggut-manggut mendengar perkataan Calvin. 

"Kamu sering kesini?" tanya Alika lebih lanjut.

"Iya" jawab Calvin. 

Insting seorang wartawan Alika muncul kembali di benaknya. Ia tiba-tiba merasa ingin tahu apa saja yang dilakukan suaminya itu sendirian disini. 

"Oh, ya? Kapan? sama siapa? ngapain aja?" ketus Alika melipat tangannya di dada.

"Sendirian" jawab Calvin lirih. 

Alika tetap diam, menunggu Calvin melanjutkan perkataannya. 

"Suasana disini begitu tenang. Jadi, saya sering kesini untuk menenangkan diri sekaligus merileks kan pikiran saya" 

"Ini tempat rahasia saya" ujar Calvin menatap Alika dalam. 

Alika tiba-tiba merasa begitu bahagia, bagaikan ada jutaan kupu-kupu terbang di perutnya saat Calvin mengatakan hal itu. 

"Kamu tunjukin tempat ini ke aku. Apa kamu ngga terganggu kalo ada aku disini?" tanya Alika sedikit ragu. 

"Kamu adalah istri saya, bagian dari diri saya. Kamu berhak mengetahui ini semua, Alika" jawab Calvin. 

Mata Alika seketika berkaca, ia tidak pernah menyangka ia bisa masuk sedalam ini kedalam hati Calvin. Akhirnya,  Calvin  mampu membuka sisi terpuruknya pada Alika setelah sekian lama. 

"Apa benar yang aku dengar ini, Vin? Apa aku mimpi? coba cubit tangan aku bentar" tanya Alika hampir menangis. 

"Yang kamu dengar semuanya benar, Alika" ujar Calvin begitu manis membuat Alika semakin tak bisa membendung air matanya. 

"Maaf, karena saya baru memberi tahu kamu tentang ini. Terimakasih juga karena sudah bersedia menunggu saya untuk membuka diri saya sepenuhnya ke kamu" ujar Calvin menggenggam tangan Alika.

"Terimakasih udah percaya sama aku, Vin" jawab Alika balas menggenggam tangan Calvin.

Kuda Alika seketika meringkik dan melompat tinggi mendengar interaksi Calvin dan Alika.

"Kayanya dia cemburu sama kamu" ujar Alika tertawa.

"Biar saja dia cemburu" ujar Calvin mengabaikan kuda Alika dan malah lanjut berjalan.

"maaf ya kuda, tapi dia suamiku. Nanti kamu bisa dimarahin sama dia, jangan rewel ya?" ujar Alika berbisik di telinga kudanya bermaksud menenangkannya.

Seakan mengerti maksud Alika, kuda itu pun berhenti meringkik, dan mengikuti arahan Alika.

"Anak pinter" puji Alika mengelus rambut hitam kuda putih itu.

"Ayo... Alika! Jangan diam saja dibelakang" panggil Calvin dari depan.

"Iyaaa... sebentar!!!" jawab Alika sedikit berteriak.

Alika akhirnya berhasil menyusul Calvin. Namun, tak lama Calvin menghentikan kudanya, saat mendengar ponselnya berdering.

"Kenapa berhenti?" tanya Alika mengerem kudanya mendadak.

"Saya angkat telefon sebentar, ya?" jawab Calvin meminta persetujuan Alika.

Alika pun mengangguk, mengizinkan Calvin mengangkat telefonnya. Mungkin Yasha, batin Alika.

"Halo? Ada apa?" tanya Calvin.

Genggaman tangan Calvin pada ponselnya makin mengeras, kala mendengar jawaban dari seorang pria di seberang telefon.

Calvin lalu mematikannya cepat dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Siapa, Vin?" tanya Alika.

"Dari Yasha" jawab Calvin singkat.

"Memangnya ada apa? ada masalah?" tanya Alika penasaran.

"Dia memberi kabar kalau Waymond sedang di rawat di rumah sakit" jawab Calvin lirih.

"Apa?! Kenapa ayah kamu bisa masuk rumah sakit?!" panik Alika.

"Dia terkena serangan jantung" jawab Calvin menunduk.

"Kalau begitu ayo kita pulang sekarang. Kita jenguk ayah kamu?!" ajak Alika memacu kudanya cepat.

Tapi, Calvin hanya terdiam di tempatnya tanpa ingin mengikuti Alika.

"Calvin!!! Kamu ngapain malah diem aja, ayo!" bentak Alika meneriaki Calvin dari depan.

Calvin tetap diam saja, entah apa yang sedang dipikirkannya. Mau tidak mau, Alika harus kembali menyusul Calvin kebelakang.

"Calvin! Ayo cepetan kita pulang! ayah kamu sakit" ujar Alika kembali.

"Saya tidak yakin bisa menemuinya, Alika" jawab Calvin lirih.

Hati Alika terenyuh mendengar perkataan Calvin. Mungkinkah, trauma yang hampir membunuhnya itu kembali lagi.

Alika menjalankan kudanya untuk mendekat ke kuda Calvin, agar Alika bisa meraih suaminya dan memeluknya.

"Bagaimanapun dia ayah kamu, Vin. Sekarang dia membutuhkan kamu" ujar Alika berusaha membujuk suaminya.

"Apa kamu mau menemani saya?" tanya Calvin.

"Pasti. Aku akan selalu ada disamping kamu, Vin"

***












Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 253 17
Sebuah keberuntungan gue dijodohin sama elo yang ga gue kenal untuk pertama kalinya ea Lanjut.....
76.5K 2.9K 28
Some of part aku private ya.. Thanks for following, reading and voting my story.. "Aku mencintaimu segenap hatiku. Segalanya sudah kukorbankan unt...
12.1K 750 19
Gadis itu punya sebutan paling aneh untuknya ; Kyucumber. Tapi Kyu Hyun tidak mampu untuk murka, sebaliknya, hidupnya terasa lebih indah sejak wanita...
87.3K 3.3K 20
Sanji's neighbor has just moved in not too long ago. But he can't work up the nerve to talk to him. You see, because he's seven years older then him.