Moonlight And Roses

By Nilakandiez

291 87 116

Lori yang disebut-sebut sebagai tuan putri Newman Scott Private School karena kecantikannya, kini terjerat ka... More

1. Tuan Putri dan Morfin
2. Bunga dan Iblis
3. Duri dan Tembok
4. Darah dan Dosa
5. Miasma dan Tawa
6. Marah dan Madu
7. Repetisi dan Refleksi
8. Arang dan Sekam
9. Hilang dan Hancur
10. Tanduk dan Duri
11. Prom dan Kriminal
12. Bara dan Garam
13. Euforia dan Eunoia
14. Kejujuran dan Kecurigaan
16. Hasrat dan Pembalasan
17. Rekonsiliasi dan Penebusan
18. Gabriele dan Asano
19. Rusuk dan Tusuk
20. Loyal dan Royal
21. Emosi dan Ilusi
22. Gosip dan Pembalasan
23. Keluarga dan Teman
24. Iri dan Keki
25. Mawar dan Cahaya Bulan

15. Rekognisi dan Rekonstruksi

5 1 2
By Nilakandiez

LORI

Pemilihan wali kota baru untuk Los Angeles sudah selesai, dan seperti perkiraan, Benjamin Sebastian Moreno menang tipis dari lawannya. Mom pulang untuk melengkapi rangkaian kampanye Ben aku melihat Kirk bersama seluruh keluarganya berlalu lalang di televisi dalam tayangan berita serta koran. Setelah ini hidupnya mungkin bakal lebih ruwet seperti pagi ini di kafetaria.

Orang-orang entah bagaimana tiba-tiba mudah sekali mendekati Kirk dan mengucapkan selamat seakan makian dan tatapan sinis tak pernah mereka lontarkan padanya. Tetapi sepertinya Kirk lebih menikmati pemujaan palsu mereka ketimbang mendapati tatapan dariku, ia memalingkan muka setiap kali tak sengaja melihat ke arahku di meja paling pojok. Aku rasa dia masih merasa tidak nyaman dengan percakapan terakhir kami. Sesungguhnya aku tak ingin mengingat itu, tetapi rasanya sulit. Semua yang dikatakan Kirk entah mengapa sangat menyakitkan. Seandainya situasinya tak seburuk itu, mungkin tidak akan kedengaran begini.

"Kau tak bergabung dengan mereka?" Doria menunjuk kerumunan yang menyembah Kirk. Lalu dia mendaratkan gelasnya di mejaku dan mulai duduk di sebelah, aku tak berniat mengijinkannya duduk begitu saja.

"Mau apa kau?"

Doria satu-satunya orang di antara geng cewek kami yang masih sering makan bersama denganku sejak skandal morfin itu. Ilesse, Jane, dan Polina lebih sering beralasan tak bisa pergi denganku karena sudah ada janji dengan pacar mereka. Tetapi kemudian aku melihat mereka pergi bertiga di instagram. Mereka mungkin tak menyadarinya dan mengira akunku tidak aktif karena sudah tak kugunakan dalam beberapa bulan terakhir.

Doria menyedot kopi dari gelasnya dan melambaikan tangannya. "Aku mau bertanya padamu soal kejelasan proyek filmu. Apa aku diterima?"

Ah, iya juga. Mengenai naskah, aku belum mengutak-atiknya lagi. Aku tak bisa melakukan apa pun tanpa berdiskusi dengan Kirk. Sepertinya sudah seminggu kami tak saling bicara dan aku cukup malu untuk mulai duluan.

"Kami memutuskan untuk menerimamu," jawabku akhirnya.

Doria tersenyum lebar, dia kelihatan bersemangat. "Kapan kita akan mulai syuting?"

Aku mengangkat bahu. "Belum ditentukan. Masih ada beberapa penyesuaian dengan naskahnya." Aku tidak bohong soal ini. Setelah naskah itu kembali dengan sangat misterius, kami belum memutuskan naskah mana yang akan dipakai. Neil memarahiku habis-habisan karena terlalu menaruh curiga pada Kirk. Padahal kami sudah berteman sejak kecil dan aku mengenal dia dengan baik, seharusnya aku tahu dia tak mungkin melakukan itu. Apa lagi setelah pengakuan cintanya.

Sial, pipiku jadi panas setiap kali aku mengingatnya.

"Baiklah kalau begitu." Doria menghela napas lelah. Dia melirik ke arah Kirk. "Aku penasaran dengan sesuatu, kenapa akhir-akhir ini kalian berdua seperti saling berjauhan?"

Dia ternyata juga menyadarinya. Kukira aku sudah cukup pandai berpura-pura sibuk dan bersembunyi di perpustakaan agar tak ada yang ingat kami sebelumnya hampir selalu saling menempel seperti orang pacaran. "Kami punya kesibukan masing-masing. Aku juga harus memperbaiki nilaiku," kataku menunjuk beberapa lembar tugas tambahan dalam map bening di meja.

Doria mengangguk paham, aku hanya berharap ia segera pergi. Tetapi dia terus saja mengajakku bicara. Kalau kuusir juga aku tak enak padanya, sebab dia satu-satunya yang masih menyapaku akhir-akhir ini. "Oh, apakah kau sudah mengecek voting pemilihan raja dan ratu untuk prom lusa?"

Setelah melihatku dengan berkas-berkas tugas sebanyak itu semestinya dia tahu aku tak ada waktu dengan hal semacam itu. Aku menggeleng dan bertanya, "Tidak, aku terlalu sibuk akhir-akhir ini. Memangnya ada apa?"

Gadis berambut pendek dengan sedikit cat keunguan di ruas bagian dalamnya itu mendecak dan menyerahkan ponselnya padaku. Voting untuk raja dimenangi oleh Kirk sebagai pemegang suara tertinggi, aku rasa mulai banyak yang menyukainya sejak ayahnya resmi bakal dilantik jadi wali kota. Dasar penjilat. Sementara itu di sisi voting perempuan ada pertarungan sengit antara namaku dan Ilesse. "Phew, pantas saja dia terus menghindariku," gumamku pelan.

Doria terkekeh mendengar ucapanku. Sepertinya dia tahu ada badai persaingan yang tak terlihat di antara kami berdua. Sejak tahun pertama aku tak pernah masuk dalam nominasi, dan aku cukup menikmatinya sebab aku memang tak mengejar posisi itu. Sementara Ilesse selalu masuk nominasi dan tak pernah sebab lawannya adalah kakak kelas yang empat kali berturut-turut memenangi kontes ini. Untungnya dia sudah lulus tahun lalu, ini seharusnya kesempatan bagi Ilesse tetapi aku muncul sebagai kuda hitam yang akan menusuk temanku sendiri. Kedengaran mengerikan, tetapi aku tak pernah bermaksud seperti itu. Raja dan Ratu prom dipilih dan diajukan siswa, orang yang bersangkutan tak boleh mengajukan diri sendiri. Entah orang gila mana yang menominasikanku dan Kirk, seakan dia betulan ingin melihat 'kriminal' berdansa.

"Sampaikan pada Ilesse aku tak akan datang dan dia bebas memakan mahkota itu sampai puas."

Menikmati hidup dengan menonton telenovela di malam hari ketika tak ada siapa-siapa di rumah dan menyeduh matcha sepertinya terdengar menyenangkan. Rencanaku begitu. Tetapi mendengar suara Santiago Díaz Herrera yang berbahasa spanyol jadi mengingatkanku pada Kirk. Aku jadi kepikiran lagi. Rumah di seberang jalan hari ini cukup sepi, hanya ada penjaga baru dari barisan pengawal resmi wali kota yang bertugas di luar sana. Orang-orang sedang sedang berkumpul di Sheraton untuk merayakan kemenangan Benjamin. Aku yakin hotel itu bakal sangat ramai dengan wartawan.

"Kau tak ganti baju?" Neil menuruni tangga saat aku menoleh. Dia merapikan lengan kemejanya sebelum menempelkan jas untuk melapisi tuxedo hitamnya.

"Aku tak akan pergi kemana-mana."

Dengan gerakan secepat kilat, Neil sudah berdiri di depanku. "Yang benar saja, hasil votingmu cukup tinggi tahu."

"Aku tidak peduli."

Neil menganga bingung. "Kau serius? Bukannya kau bilang akan bergandengan dengan Kirk?" Aku mendengkus. Dan mengabaikan tatapannya. "Jadi setelah hari itu kalian masih belum bicara juga?" Lanjutnya dengan nada mulai meninggi. Aku menggigit ujung jariku dan berusaha mengusir Neil agar cepat pergi.

"Kau sebaiknya cepat ke rumah Katarina dengan asisten Mom, mobilnya sudah datang." Suara mesin mobil yang dimatikan membuat atensinya sempat teralihkan meski akhirnya kembali menginterogasiku. "Aku tak habis pikir, Lori. Aku kan sudah bilang padamu, masalah tak akan selesai kalau kau diam saja."

"Dia sepertinya belum mau bicara lagi denganku."

"Kenapa tidak kau duluan saja yang menyapanya? Kau bersalah dan kau seharusnya meminta maaf."

Setelah hari itu Neil menceramahiku habis-habisan dan membuatku sadar kalau tuduhanku pada Kirk adalah sesuatu yang fatal. Aku tahu itu dan sekarang aku jadi bingung apa yang harus kulakukan karena cowok itu hanya bilang akan bicara denganku lain kali. Tapi lain kalinya itu kapan? Apakah maksudnya tahun depan?

Aku menghela napas. "Aku ... malu. Aku juga tak bisa memaksanya kalau dia memang tak mau bicara denganku."

Neil menepuk jidatnya sendiri dan mulai berjalan mondar-mandir di depanku, menghalangi adegan Laura dan Santiago sedang berciuman. "Astaga Lori, bagaimana kalau-"

"Mohon maaf mengganggu percakapan kalian." Asisten Mom lemari dan membuat kami kompak menatapnya terkejut. "Ada teman Nona Lori menunggu di depan pintu sejak tadi, saya mengajaknya masuk karena sepertinya kalian tidak menyadarinya."

Langkah kaki penuh percaya diri yang snagat kukenal menginjakkan pantofelnya memasuki ruang keluarga. Aku terperangah melihatnya datang dengan jas hitam dan dan kemeja putih ketat yang terbuka satu kancingnya, menampilkan otot yang sudah lama dia pelihara. Rambut bergelombangnya berkibar bersama dagu yang selalu terangkat dengan angkuh, helaiannya kali ini lebih klimis dari biasanya. Kirk hari ini tampak berantakan daripada penampilannya di hari kemenangan Benjamin, dan aku benci mengakui dia jadi kelihatan seksi.

"Ini sudah jam 7, Lori. Jangan bilang kau belum mandi."

Entah apa yang merasukiku sampai benar-benar pergi ke prom malam ini. Aku tak yakin Ilesse tak akan mengutukku kalau melihatku datang hari ini, atau semoga Doria hari itu lupa menyampailannya. Aku dan Kirk sama sekali tidak saling berbicara sejak berangkat dari rumah. Aku merasa sesak dan ingin menangis sepanjang jalan. Entah kenapa sakit sekali rasanya saat dia tak mau bicara denganku, lebih sakit daripada saat dia mengusirku dari hidupnya beberapa tahun yang lalu. Hugo tampaknya menyadari situasi kami dan beberapa kali berusaha melontarkan lelucon yang membuatku mengantuk. Bahkan saat kami sudah tiba di sekolah, Kirk langsung pergi begitu saja meninggalkanku di mobil bersama Hugo yang masih kebingungan tetapi cukup sopan untuk tak berusaha ingin tahu.

"Akhir-akhir ini suasana hati tuan muda sepertinya agak buruk. Dia jadi lebih sering merenung dan tak banyak bicara. Saya yakin itu bukan karena Tuan Besar menang pemilihan," katanya tiba-tiba ketika aku hendak membuka pintu. "Mungkin Anda bisa mengajaknya bicara, dia lebih terbuka pada Anda daripada keluarganya sendiri kadang-kadang."

Aku mengangguk dan mengingat ucapan Hugo sepanjang berjalan sendirian menuju aula. Pesta prom malam ini lebih ramai daripada tahun-tahun sebelumnya, dekorasinya  bahkan lebih meriah daripada saat Natal. Anak-anak yang bertemu denganku menatap bingung dan mulai mencibir saat melihatku masuk sendiri ke dalam aula. Aku yakin mereka sudah mulai membuat topik bahasan baru tentangku, 'calon ratu yang tak punya pasangan'. Terdengar agak miris. Wait, hell. Sejak kapan aku jadi peduli punya pasangan atau tidak saat prom? Aku sudah bertahun-tahun datang sendiri dan berdansa sendiri karena menurutku tak ada lelaki yang cukup menarik untuk yang mengajakku. Semuanya aneh dan terlihat mesum. Aku selalu menolak ajakan mereka, dan untuk pertama kalinya aku mengizinkan seseorang untuk memegang tanganku di lantai dansa dalam alunan waltz.

Sayangnya, berkat kebodohanku sendiri sekarang dia sudah pergi dan memegang tangan gadis lain di tengah-tengah lautan manusia yang menikmati pestanya. Aku tersenyum getir dan minggir ke stan lemonade yang tampak sepi. Entah kenapa aku merasakan rasa sesak itu lagi, kali ini disertai mulas di perut dan harapan tiba-tiba ada helikopter yang menjemputku pulang.

"Wah, calon ratu kriminal," sapa Elijah saat aku menunjukkan gestur minta segelas limun. Dia menungkan limun dari wadah besar ke dalam gelas sniffer sebelum memberikannya padaku. "Kau baik-baik saja?" Tanya Kellan yang berdiri di sebelahnya.

Aku mengangguk tak yakin saat meneguk limun du tanganku. Mereka berdua teman dekat Kirk yang sudah lama bergabung dalam proyek kami dan meninggalkan Kirk dalam situasi apa pun meski aku jarang melihat mereka bertiga berkumpul, mungkin jam bermain anak laki-laki sedikir berbeda.

Kellan dan Elijah kompak menatap ke arah Kirk yang masih menari dengan seorang gadis yang tak kukenal. Entah dari mana dia mengenal gadis itu dan sejak kapan mereka bisa dengan bebas menari sedekat itu. Aku tak suka melihatnya berpegangan tangan dengan Kirk—maksudku bersentuhan dengan Kirk.

"Kau cemburu ya?" Tanya Kellan.

Aku menggeleng dan memalingkan muka meski sebenarnya aku tak paham bagaimana perasaanku saat ini. Rasanya ada sesuatu yang membuat tenggorokanku seperti terbakar dan ingin berteriak agar mereka berhenti berdansa. Aku sudah belajar waltz bersama Kirk saat di rumah neneknya, rasanya aku tak rela dia malah menampilkannya di prom dengan orang lain. Dia menjemputku tadi pasti hanya untuk menghormatiku dan Neil.

"Kami akan mewakilimu memukulnya nanti. Sebutkan saja kau butuh berapa pukulan untuk meluruskan otaknya," kata Elijah yang membuatku menggeleng sambil terkekeh. Entah kenapa gaya pertemanan mereka bertiga membuatku merasa lebih cemburu sekarang. Tak ada dari gengku yang menyadari kedatangaku atau mungkin pura-pura tak tahu. Kecuali Doria yang sekarang tiba-tiba mendekat dan menggandeng tangaku.

"Astaga, pantas saja Ilesse uring-uringan sejak tadi. Ternyata gara-gara ada kau di sini."

Kami bergabung dengan lantai dansa yang mulai berhenti melantunkan waltz dan berganti suasana dengan musik DJ yang semakin keras dan lampu-lampu yang berkedip cepat selaras dengan iramanya.

"Apa kau benar-benar bilang padanya kalau aku tak akan datang?!" Aku setengah berteriak pada Doria sebab musiknya sudah sekeras di pub.

Doria mengangguk beberapa kali. "Iya! Dia kelihatan senang tahu!"

Aku tertawa mendengarnya, tak kusangka Ilesse ternyata benar-benar berharap aku tak akan datang. Sekarang semuanya jadi jelas, hubungan pertemanan kami sepertinya tak dapat dilanjutkan lagi. "Apa dia melihatku masuk tadi?"

Doria menggoyangkan badannya dengan lebih keras. "Yeah! Harusnya tadi aku mengambil video wajah terkejutnya!"

Tawaku yang cukup kencang membaur dengan musik DJ dan teriakan orang-orang. Aku tak tahu mengapa, tetapi entah bagaimana rasanya agak terhibur mendengar Ilesse kesal padaku. Seperti mencoreng muka mean girl. Dan aku agak menikmatinya.

Pesta berjalan cukup menyenangkan, aku melihat Neil di kejauhan bersama Katarina sedang duduk di pojok sambil membicarakan sesuatu. Sepertinya sangat serius, tetapi tak ada raut kesal di wajah mereka. Bahkan posisi mereka itu cukup bagus untuk berciuman tetapi sepertinya mereka tak pernah tertarik dengan itu bahkan malah main game bersama. Aku jadi lega, sepertinya Katarina cukup cocok dengan Neil.

Pesta masih berlanjut sampai di puncak acara, pengumuman raja dan ratu prom. Semua orang mulai berkumpul di depan panggung seperti lebah yang menggerogoti bunga matahari. Aku bisa mendengar deru napas mereka yang ikut berdebar-debar. Aku juga juga mulai gugup dan agak takut Ilesse akan melakukan sesuatu padaku kalau aku memenangkan gelarnya malam ini.

"... Raja kita malam ini adalah, KIRK ALEJANDRO BENJAMIN SEBASTIAN MORENO DUNCAN!"

Aku agak terkejut presenternya cukup niat menyebutkan nama Kirk dengan lengkap. Orang-orang mulai bersorak saat dia maju ke depan dengan dengungan bahwa raja kriminal telah datang. Penampilannya lebih berantakan daripada saat pertama kali datang tadi dengan keringat yang mulai membasahi kemejanya, mencetak ototnya di sana yang semakin jelas tersorot lampu untuk sang juara.

"... dan Ratu kita malam ini, seperti harapan kalian," presenter wanita yang bertugas menjeda kalimatnya, seolah menggoda penonton. "Adalah LAURIE AUSTIN-ASANO!"

Doria menepuk pundakku untuk segera maju memenuhi panggilan, orang-orang mulai membelah kerumunan saat lampu sorot mulai bergerak mengikutiku maju ke atas panggung. Proses penyerahan mahkota ratu prom diwarnai dengan kekesalan Ilesse di bari belakang yang langsung meninggalkan aula. Aku melirik Kirk di sebelahku yang ternyata juga melirik ke arahku.

"Inilah dia pasangan raja dan ratu kriminal kita!"

Sudah menjadi tradisi di Newman Scott Private School bagi raja dan ratu prom untuk berdansa setelah menerima mahkota.

Suara presenter makin terdengar jelas di pendengaranku saat kami turun ke lantai dansa. "Mari kita berdasa!"

Lihat saja pembalasanku, Kirk.

Continue Reading

You'll Also Like

861K 12.2K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
801K 95.8K 12
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
3.1M 157K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...