BITTER AND SALTY [HIATUS]

Από Dae_Tanjung

45K 5.9K 710

Nera adalah anak yang tumbuh di lingkungan kriminal pinggiran kota. Keputusannya menyelamatkan seorang pria t... Περισσότερα

01 - Pak Tua
02 - Pangeran Sekolah katanya...
03 - Bully
04 - Si Pelayan
05 - Belut Geprek Dengan Saus
06 - Bekantan Pembully
07 - Tersangka
08 - Bocah Nakal [17+ <Kissing>]
09 - Bedebah
10 - Sekawanan Monyet
11 - Singa dan Kelinci
12 - Kota Berwajah Indah
13 - Pria Berbulu Domba
14 - Hidup Penuh Musibah
15 - Tiga Monyet Gila
16 - The Son of A Whore
18 - The Scenario Writer
19 - Sumpah
20 - Remah Tambang
21 - Permainan Catur
22 - Satu Bidak Mati
23 - Bukan Tanah Surga
24 - Kerangka Reyot
25 - Jurang Yang Disebut 'Rumah'
26 - Kewajiban Pribadi
27 - Kaum Marjinal
End [?]
28 - Papa Bear
29 - Malam Penyerangan
30 - Nasi Sambal Tongkol
31 - The Elder Brother
32 - Dua Orang Yang Sama

17 - Rencana Kabur

1.6K 205 29
Από Dae_Tanjung

Malam ini, adalah waktu yang dituliskan Issac dalam secarik kertas itu. Pierre melihat arloji untuk memastikan waktu, sekarang pukul 07.54 PM enam menit sebelum pertemuan.

Ruangan yang dimaksudkan tidak benar-benar privat, tapi memiliki ruang lebih nyaman, kursi terbatas, dan pelayanan yang lebih baik dari restoran reguler. Pierre memesan sebuah kursi paling pojok, merubah penampilan selayaknya orang lain.

Tepat pukul delapan, seorang datang, dia pria bersetelan jas abu-abu dengan coat hitam yang menggenggam tongkat jalan, kaki kanannya menapak dengan janggal, kedua tangannya berbalut sarung tangan kulit berwarna hitam. Pierre menurunkan pandangan, kembali menatap buku catatan sebagai penyamaran. Pria itu adalah Cedric Christopher Yonandes, musuh Dernatte dalam pengadilan, orang yang juga sedang dilawan oleh adiknya, Pierre sangat tidak terkejut dengan ini.

Tapi, seorang yang datang beberapa menit berikutnya benar-benar diluar dugaannya. Deric datang menggunakan coat coklat berkerah lebar dan topi. Mereka berbincang, Deric duduk membelakangi Pierre, sedangkan Cedric duduk menghadap pria itu.

"Saya sangat menghargai waktu, Tuan Deric, saya tidak mengharapkan keterlambatan dari seorang bergelar dokter bedah seperti anda" Ucap Cedric dengan lambat, telunjuk kirinya mengetuk-ngetuk meja. Pierre membaca gerak bibirnya, tapi dia tidak bisa melihat jawaban Deric.

"Sangat disayangkan, rencana sempurna anda kalah oleh seorang anak kecil" Cedric berbicara pelan sambil menatap kasihan yang dibuat-buat. Tapi Pierre terpaku begitu tatapan Cedric mengarah padanya, pria itu kemudian tersenyum miring.

"Dan hari ini anda kecolongan lagi Tuan Deric" Seketika Deric menengok ke belakang, tapi Pierre sudah tidak ada di tempatnya, hanya tersisa minuman yang masih utuh.

Gigi Deric bergemeletuk menahan amarah. Sementara Cedric bertopang dagu dengan tatapan malas.

***

Rencana kabur Nera dimulai hari ini. Untuk memuluskan aksinya ia akan ijin dulu pada putra-putra Agraham. Meja makan sudah penuh, hanya ada satu kursi yang masih kosong, itu kursi Elliot, entah apa yang dikerjakan pemuda itu semalaman hingga datang sarapan dengan wajah kusut. Tapi sekusut-kusutnya Elliot, tampangnya masih kayak orang bener.

Sarapan dimulai oleh Agraham, Nera makan dalam diam, dia sedang memikirkan kata-kata yang tepat.

Begitu sarapan selesai, Nera membuka suara.

"Hari ini gue mau ketemu sama Bang Rajesh, nanti pulang sekolah, jadi gue mau berangkat pake motor"

"Bertemu dimana?" Tanya Dante.

"Deket kosan gue"

"Memangnya kenapa kalau berangkat bersama supirmu?" Tanya Eros. Agraham menikmati interaksi ini.

"Takut digebukin preman"

"Diego bisa bela diri, dia tidak gampang mati" Jawab Eros, huh... Diego itu salah satu muridnya, tidak mungkan dia lemah.

"Ya kalo dikeroyok ma sama aja"

"Kalau begitu, pergi dengan saya" Ucap Alejandro.

"Nggak!"

Nera segera berlari membawa kunci motor menuju garasi. Tapi begitu pintu garasi dibuka, sudah ada dua orang pemuda berbadan kekar bersandar di motornya, mereka memandang Nera dengan tangan terlipat di depan dada. Dari belakang, Alejandro datang merangkul bahu Nera, menggiring anak itu menuju mobilnya.

"Berangkat bersama saya"

Nera mengerucutkan bibir, tapi tetap menurut masuk.

Selama perjalanan mereka hanya diam, lebih tepatnya Nera yang diam, tidak menggubris saat saudara angkatnya ini mengajak bicara, bahkan,

BLAM!

Pintu mobil ditutup keras-keras, Nera berjalan memasuki sekolah dengan langkah cepat. Begitu masuk kelas, Nera segera duduk di tempat duduknya menelungkupkan kepala. Di depan mejanya, duduk Taksa, Candra dan Gabriel.

"Udah aman, nggak ada di sana lagi" Ucap Gabriel. Arah duduk dan tatapannya seolah berbicara dengan Candra, tapi aslinya dia berbicara dengan Nera.

"Radius satu kilo meter, ada orang-orang mencurigakan nggak?" Tanya Nera masih dengan kepala terlungkup.

Candra membuka ponsel, scroll-scroll seolah bermain sosial media, sebenarnya dia sendang mengamati rekaman CCTV di area sekitar sekolah yang dia dapatkan dari seorang kakak kelas yang paham IT.

"Di depan gerbang selatan ada tukang siomay, kata anak-anak siomaynya murah banget, kek nggak niat jualan"

"Halah, ngincer anak kartel narkoboy dia" Kata Taksa.

"Berani banget buset, anak baru pasti, idealisme-nya masih tinggi" Timpal Gabriel.

"Fokus cok! Waktu gue nggak lama" Maki Nera.

Hari ini Nera sengaja membuat dirinya tidak diantar supirnya itu, karena Nera tahu, Diego selalu menunggunya di sekitar sekolah dan datang di depan gerbang saat jam pulang sekolah. Kalau yang mengantarkannya adalah salah satu anak atau cucu Agraham, mereka pasti tidak cukup waktu luang untuk menunggunya hingga pulang.

"Aman nih" Kata Candra.

Bel masuk berbunyi, seorang guru memasuki kelas, belum juga guru itu membuka kelas, Nera lebih dulu ijin keluar, untuk ke toilet. Nera tidak mungkin menggunakan cara yang sama ketika pertama kali keluar dulu, yang pasti CCTV di sana sudah diganti baru.

Meski begitu, seperti mata, CCTV memiliki titik buta, ada beberapa titik yang bisa dipakai untuk 'menghilang' salah satunya di dekat kamar mandi lantai 1 yang juga dekat dengan gudang. Nera beberapa kali berpapasan dengan siswa atau guru, anak itu memakai masker dan hoodie yang terlihat seperti orang sakit. Jadilah mereka tidak melanjutkan pertanyaan saat Nera bilang mau ke UKS.

Nera memasuki gudang dengan sedikit mungkin membuka pintu, sebatas satu garis merah samar di lantai, melalui alur buta CCTV, dan menempel di sudut kiri ruangan dekat pintu, tepat dibawah CCTV. CCTV di gudang ini tipe yang hanya menyorot ke depan, jadi tempat Nera berdiri adalah titik buta.

Nera membuka karpet usang, dibawahnya ada sebuat pintu kayu yang akan membawa menuju lorong bawah tanah sekolah. Nera turun melalui tangga, menyalakan flash ponsel, dan berjalan menyusuri lorong.

Sekolah ini milik salah satu keluarga yang merupakan bagian dari 'para bangsawan', penjagaannya sangat ketat dengan sistem pendidikan yang sangat bagus, jadilah banyak orang kaya dan ternama yang memasukkan putra-putra mereka disini. Tapi perlu juga diingat, orang-orang licik akan melahirkan keturunan licik. Anak-anak ini di 'rantai' dengan banyaknya peraturan dan pengawasan ketat, jadilah ide-ide brilian justru berkembang untuk meruntuhkan 'rantai' itu, seperti yang Nera lakukan sekarang.

Informasi titik buta dan lorong ini dirinya dapat dari Gabriel, yang kata Nera sebagai langkah awal untuk berteman, padahal sih... nggak gitu.

Gabriel sudah pro masalah kabur-kaburan, makannya bapaknya punya trust issue dengan anaknya yang satu ini.

Di ujung lorong, Nera melihat sebuah cahaya, itu adalah lubang gorong-gorong yang besar, cukup untuk keluar meski harus menunduk. Lubang ini berujung di kawasan hutan belakang sekolah, di dekat sungai yang airnya sedang surut dan berwarna hijau jernih. Burung berkicau terbang di atas Nera, dirinya sempat terpaku, hingga suara truk yang lewat di jalan sebrang sungai menyadarkan dirinya kembali.

Nera berjalan menyusuri jalan setapak, begitu keluar dari hutan yang tidak luas ini, dirinya dihadapkan pada gedung-gedung tinggi perkotaan, jalanan ramai dipenuhi pekerja yang takut terlambat masuk kantor. Dengan memakai tudung hodie dan melepaskan masker, dirinya berbaur di antara para pejalan kaki, memasang earphone yang tidak menyambung ke manapun.

Dalam perjalanan, Nera melihat seorang petugas pos yang lewat menggunakan sepeda. Hal yang sudah jarang ada di perokotaan, kebanyakan pasti akan menggunakan mobil atau motor. Seketika Nera teringat masa kecilnya.

Dia tidak pernah melihat seperti apa sang ayah, bahkan tidak ada satu pun foto dari orang itu, yang Nera ingat hanyalah ciri-ciri dari cerita-cerita yang selalu ibunya kisahkan dengan wajah bahagia. Meskipun bagi Nera sekarang semua cerita itu hanya ingatan buram.

Terlebih sepeninggal ibunya, Nera tidak punya siapapun, duduk di makam dua hari tanpa makan, hingga seorang pemuda membawanya pulang dari pemakaman. Kehidupan Shira tidak lebih baik, dia tidak punya tempat tinggal, hanya tidur di gudang kosong dan pabrik-pabrik terbengkalai, saat itu, dia hanyalah pengedar narkoba rendahan, dengan tubuh tinggi kurus, dan wajah lebam-lebam.

Ia membuat kesepakatan dengan Nera kecil, untuk membiarkan dirinya tinggal di kamar sewa anak itu, sementara dirinya yang anak menanggung makan mereka berdua. Tentu Nera setuju, makanan pertama yang diberikan pemuda itu adalah nasi sambal tongkol.

Lidah Nera belum bisa menahan pedas, wajahnya sudah merah hampir menangis, tapi, alih-alih memberinya minum, Shira justru menyemangatinya untuk bertahan dan menahan pedas di mulutnya, anjing memang. Tapi dia adalah anjing kesayangan Nera, yang setelah hari itu, selalu pulang dengan membawakannya nasi sambal tongkol.

Jika Shira memberinya figur seorang kakak, maka Nera mendapat figur seorang ayah dari petugas pos yang bekerja di distriknya. Dia pria berdarah Eropa dengan mata hijau gelap, sangat terlihat sisa kejayaan masa mudanya. Sayang sekali dunia terlalu kejam untuknya, rambut gondrong dan tubuh kurus membuat matanya terlihat cekung. Paman Pos selalu datang membawakan Nera roti, macam-macam rasanya, tapi yang paling Nera suka adalah rasa selai coklat kacang.

Pria itu juga mengajarinya banyak hal, membaca dan berhitung adalah dua diantara banyak yang lain. Sayangnya, saat usia Nera 13 tahun, akibat perkembangan teknologi E-mail dan Faximile. Membuat minat masyarakat untuk berkirim surat menggunakan pos semakin menurun, pos memerlukan 2-7 hari untuk sampai, sedangkan E-mail dan Faximile hanya perlu beberapa detik.

Karena jumlah kiriman surat yang terus menurun, jadilah banyak kurir pos yang di-mutasi. Paman pos adalah salah satunya, alasannya karena dia bekerja masih menggunakan sepeda. Pemerintahan korup membuat dana kendaraan dinas bermotor untuk petugas pos sulit didapat, regulasinya berbelit-belit, sedangkan paman pos tidak cukup kaya untuk bisa membeli sendiri seperti kurir yang lain, jadilah yang merepotkan yang disingkirkan.

Jika Nera bisa bertemu lagi dengan Paman Pos, entah berapa kali terimakasih yang harus dia katakan, berapa bungkus roti selai coklat kacang yang harus dia berikan untuk melunasi kebaikan orang itu padanya, atau haruskah Nera mengajari pria itu membaca?

Karena melamun, Nera tidak sadar sudah sampai di tempat tujuannya. Ada sebuah ungkapan.

Setiap tempat paling bersih, memiliki tempat sampah paling kotor.

Begitu juga kota ini yang begitu besar dan gemerlap. Di balik gedung-gedung tinggi dan infrastruktur modern itu ada sebuah lingkungan kumuh sebagai 'tempat buangan', memang tempat sampah, bedanya, yang ini berisi orang-orang terbuang alih-alih limbah dapur.

Tempat ini berada di bawah jembatan susun, seperti sebuah kota bawah tanah yang dipenuhi dengan prostitusi, sindikat narkoba, pasar gelap, atau, jika kau cukup jeli, kau akan menemukan seorang yang siap menawarkan jasa untuk menghilangkan nyawa. Wilayah ini dikuasai oleh keluarga Xie, mereka tidak hanya menawarkan prostitusi bagi orang-orang kaya di hotel berbintang, tapi juga bagi orang-orang miskin dan terbuang dengan harga murah.

Karena ini adalah tempat hiburan, selama kau tidak memiliki lambang kekuarga musuh, maka kau bebas keluar masuk. Tempat ini seperti versi mini dari kota tempat Nera tumbuh, dan di sini juga ada beberapa orangnya Rajesh.

Nera berjalan diantara tenda-tenda penuh suara desah tertahan. Beberapa kali menolak tawaran untuk bersanggama dari gadis-gadis yang memamerkan tubuhnya didepan denda kosong mereka, dan terus berjalan. Dia berhenti di sebuah lapak milik pria tua kurus yang bertelanjang dada, di atas lembaran kulit imitasi usang, dijajar berbagai senjata tajam. Nera berjongkok, matanya terpaku pada sebuah machete, warnanya hitam dengan wadah terbuat dari kulit.

"Yang ini dijual berapa?" Tanya Nera.

"Barang bagus nih bos" Pria itu menarik keluar bilahnya, seperti wadahnya, bilahnya juga hitam, ada banyak goresan-goresan, entah pemiliknya yang dulu menggunakannya untuk apa. Tanpa pikir lama, Nera membayar sesuai nominal yang disebutkan, lantas beranjak untuk bertemu orang yang dia tuju.

Nera berhenti di depan seorang musisi jalanan, pria itu berambut gondrong dengan baju lusuh. Tangannya memetik gitar pelan, mulutnya menggumamkam nada-nada yang tak kalah merdu dari bintang ternama. Pria itu juga menjajakan rokok, Nera berjongkok memilih-milih rokok filter.

"Kalo dalam dua minggu gue nggak ke sini, kabarin bang Rajesh" Ucap Nera pelan.

Krincing!

Seorang gadis prostitusi yang lewat memasukkan koin kedalam topi pria itu yang dibalas tatapan menggoda dari si musisi jalanan.

"Sebelum itu, tutup mulut" Lanjut anak itu.

Nera mengambil sebungkus rokok warna biru.

"Yang ini berapa bang?" Tanya Nera.

"Gocap"

"Mahal amat cok!"

"Sekate-kate, ini tempat hiburan, ya wajar mahal, dikira kita ga bayar pajak apa?" Ucap pria itu dengan tampang sinis.

"Beginian beli di warung 23 ribu juga dapet, elah"

"Yaudah kalo kagak mau, pergi sana"

Nera berdiri, merogoh kantong, mengeluarkan segepok uang 2 ribuan dan seribuan. Memberikan dengan cara menepuknya di telapak tangan pria itu keras-keras.

Plak!

"Nih!"

Di antara lembaran yang pas sejumlah 23 ribu itu, terselip black card milik Agraham yang dicetak khusus untuk Nera.

"Jancok! Kurang ini!" Tangan pria itu masih menengadah.

Plak!

"Noh! Bonus nomer togel" Nera menambahkan secarik kertas kecil, bertuliskan rangkaian angka.

Bocah itu lantas pergi ke arah timur dan mengabaikan sumpah serapah pria tadi.

***

Wajah Alejandro sudah hijau-biru menahan kesal. Tadi saat dirinya sedang istirahat setelah melatih murid-muridnya, dia berencana memantau kondisi Nera di sekolah, sebab, beberapa menit setelah masuk kelas, anak itu terlihat lemas dan menaruh kepala di meja. Tapi begitu selang 1 jam Nera-nya sudah kabur!

Anak itu tidak terlihat di CCTV begitu melewati gudang. Semua keamanan sekolah tidak menemukannya dimanapun.

Saat ini Alejandro sedang memarkirkan mobil di depan salah satu gang di dekat tempat yang diduga sebagai markas Apophis. Selain dirinya, belum ada yang tahu menghilangnya Nera, dia tidak ingin membuat keributan kalau sampai ayah dan paman-pamannya tahu. Apalagi kalau ternyata hanya karena anak itu ingin pergi main seperti kemarin, bisa-bisa pembahasan semalam membuat segalanya runyam.

Di depan mobilnya, banyak orang-orang yang berdiri melihat ke arahnya dengan tatapan penuh selidik. Alejandro turun, dia datang sendirian, niatnya memang hanya untuk berdiskusi.

"Saya ingin bertemu dengan Rajesh" Alejandro berucap pada pemuda berambut hijau neon yang membawa parang.

Pemuda itu berkomunikasi menggunakan isyarat mata dengan lima temannya, kemudian mengangguk ke arah Alejandro.
Cucu pertama Agraham itu dipandu menuju warung makan. Melihat kedatangan orang asing, seketika semua yang ada di sana senyap. Pemuda berambut neon mempersilahkan Alejandro duduk, sementara pria yang sedang bermain kartu, beranjak masuk.

Beberapa menit kemudian, Rajesh keluar, lalu duduk di hadapan Alejandro.

"Saya Alejandro, Cucu Tuan Agraham, mungkin anda lebih kenal dengan paman saya Dante" Alejandro berbicara dengan menatap mata Rajesh, begitu juga sebaliknya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Rajesh.

Pemuda yang menjadi pelayan warung makan membawa baki dan menyajikan kopi pahit pada dua pemuda di depannya.

"Saya kesini untuk mencari Nera" Alejandro berucap begitu kopi selesai disajikan dan pemuda tadi meninggalkan meja.

Rajesh meminum kopi setelah sebelumnya mempersilahkan Alejandro menggunakan isyarat tangan "Nera kabur?"

"Tadi pagi Nera ijin bertemu dengan anda setelah pulang sekolah, tapi, pukul 8 tadi, Nera sudah tidak ada di sekolah" Alejandro menyesap kopi yang disajikan.

Sepersekian detik pemuda itu terkejut dengan rasanya, tajam, tapi juga kental dan sedikit creamy, tidak kalah dengan kopi racikan barista ternama yang pernah dia cicipi.

"Robusta?" Tanya Alejandro.

"Kualitas terbaik" Jawab Rajesh.

Alejandro mengangguk setuju dengan itu.

"Nera tidak akan kabur hanya karena hal kecil, dia memang bandel tapi bukan pengecut, selama dia masih merasa bisa menang, dia tidak akan mundur walau harus cacat" Ucap Rajesh.

"Saya tahu itu"

Alejandro setiap hari selalu berinteraksi dengan para petarung, para tukang pukul Dernatte yang dia latih, musuh dan kawan, dia sudah bertemu berbagai karakter orang. Saat dirinya bertarung dengan Nera malam itu, walau pertarungan singkat, Alejandro bisa mengetahui kalau Nera adalah anak yang paham situasi, dan satu hal menarik, gerakan anak itu sulit dibaca.

"Apa ini ada kaitannya dengan pertemuan janggal antara Nera dan Tuan Agraham?" Tanya Rajesh, Alejandro menatap dalam pemuda di depannya.

"Orang-orang saya selalu berjaga di setiap sisi gang, termasuk gang menuju kamar sewa Nera, tapi di hari itu, tidak ada dari orang-orang saya yang melihat seorang pria dewasa berjalan dengan luka tembak"

Alis Alejandro mengerut.

"Apa ada jalan lain? Jalan tikus?" Alejandro bertanya, pasalnya sang kakek hari itu setengah sadar karena bius, tidak ingat kejadian sebelum dirinya tergeletak dan dibantu oleh Nera.

Rajesh menggeleng "seperti yang anda lihat, gedung-gedung disini dibangun saling dempet, jika pun ada, tidak bisa dilewati orang dewasa"

Alejandro tersenyum miring, keluarganya sedang dipermainkan.

"Siapapun dalangnya, saya jamin Nera hanya korban, Tuan Dante menjanjikan pada saya untuk melindungi Nera, saya harap keluarga anda melakukan seperti yang telah dijanjikan"

"Kami akan melindungi nyawa Nera bagaimanapun keadaannya, seperti sumpah yang kakek saya miliki, tapi jika Nera terlibat dalam sekenario yang membahayakan keluarga saya, saya harus bertindak tegas"

Rajesh mengangguk, dia sangat percaya dengan anak itu.

"Kalau kaburnya Nera karena kenakalan anak itu, saya akan membantu anda" Ucap Rajesh.

Alejandro merogoh saku jaket, mengambil dompet, dan menyerahkan sebuah kartu nama kepada Rajesh.

"Anda bisa menghubungi saya disini"

***

Nera berjalan keluar area lingkungan kumuh, berjalan menyusuri gang-gang kecil, tangannya mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, ia menghisap dalam-dalam gulungan tembakau cacah itu.

Hingga di belokan selanjutnya, dirinya dihadang oleh seorang pemuda jangkung bermata hazel yang membawa sebilah machete. Nera memandang was-was, di belakang Nera datang dua orang lagi, masing-masing menggenggam tongkat besi dan knuckle. Nera memperhatikan wajah-wajah mereka.

"Orang-orang Dernatte?" Batinnya.

Tapi spekulasi itu segera terbantah saat melihat tatto di leher masing-masing dari mereka. Nera tidak tahu lambang keluarga mana, yang jelas, bukan Dernatte.



TBC...

Kalian udah pernah makan nasi sambel tongkol?

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

ADEN Από Iyaininova_

Εφηβική Φαντασία

1.3K 149 3
Raden--atau biasa dipanggil Aden oleh orang terdekatnya adalah pemuda yang menyimpan sejuta luka di hatinya. Ia terlahir dari rahim seorang wanita pe...
The Billionaire Prison Από Penna

Μυστήριο / Τρόμου/ Θρίλερ

175K 5K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...
BINTANG Από ayyy

Εφηβική Φαντασία

4.5K 550 26
JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA ! . . . Kelvanzo fernald. Siswa yang amat sangat terkenal disekolahnya, mengalami kecelakaan hingga membuat dirinya t...
ZAGA: Mafia Shadows Behind the Veil Από Nona Komet

Μυστήριο / Τρόμου/ Θρίλερ

14.6K 1.2K 18
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...