My Lethal Boy Friend

By jiaathe

335K 39.3K 21.2K

Teman tapi posesif? Arkanza Archeron itu galak, kejam, tidak berprikemanusiaan. Dia sering membunuh orang den... More

Prolog
1 - Prioritas
2 - Gadis Pengadu
3 - Friendshit!
4 - Penyebab Petaka
5 - Gengsi
7 - Marah?
8 - Peduli
9 - Sakit Hati
10 - Tuan Putri
11 - Awan
12 - Over Protectif

6 - Pelit

20.2K 2.6K 2.3K
By jiaathe

"Ciee di-skors, ciee," goda Gea sembari mencolek-colek pundak Arka dengan tawa menyebalkan. Sementara laki-laki itu hanya menghela nafas berat.

"Senangnya, nggak ada Arka di sekolah selama dua minggu!" kata Gea seraya mengangkat tinjunya ke udara.

Gadis itu kegirangan, sejak tadi tidak berhenti tertawa. Seakan penderitaan Arka adalah bahagia terindahnya.

Jelas sekali Arka menderita. Meskipun langganan berkelahi dan berbuat onar, tetapi dia adalah salah satu murid ambis dan berprestasi sejak awal. Prinsip hidup Arka adalah keseimbangan. Nakal boleh, tapi prestasi harus tetap jalan.

Kecerdasannya seperti sebuah anugerah. Arka pintar tanpa repot belajar seakan itu adalah bakat. Sisa waktunya ia gunakan untuk bermain dan bersenang-senang daripada belajar.

Arka mengabaikan Gea dan kembali fokus pada komputer di hadapannya. Sejak pagi ia berada di toko bunga karena diusir. Agatha tidak mau melihat wajahnya di rumah.

Sebenarnya, toko bunga ini hanyalah penyaluran hobi mamanya saja. Aslinya, sang mama adalah seorang Dokter. Tapi papanya tidak memperbolehkan Agatha bekerja, toko bunga serta kebun bunga berhektar-hektar adalah sogokan agar Agatha tetap di rumah mengurusnya.

Arka heran sekali, Raka sangat bucin pada mamanya. Tapi kenapa sikapnya terlihat sangat dingin? Arka tidak pernah melihat Raka bersikap manis di depannya. Papanya itu seperti papan es berwajah manusia.

"Ihh, itu game apa?" Gea tiba-tiba ada di sebelahnya, menatap tertarik pada layar komputer Arka.

"Jangan ganggu, minggir!" ketus Arka lalu mendorong wajahnya menjauh dengan telapak tangan besarnya.

"Ihh, mau liat!"

"Nggak."

Gea maju, Arka menahan wajahnya lagi. Seluruh wajah mungil gadis itu terangkum oleh satu tangannya saja. Alhasil, Gea hanya berjalan di tempatnya.

"Arka, mau liat!" rengek Gea sambil menurunkan tangan Arka susah payah.

Arka menutup mata sejenak lalu menatapnya. Gea memandangnya memelas dengan mata dikedip-kedipkan dan bibir bawah mengerucut. Berusaha menjual keimutannya.

"Nggak," kata Arka lebih tegas.

"Yaudah, aku pulang."

Gea mengambil tas selempang miliknya dengan kasar lalu melangkah keluar. Gea menarik gagang pintu kaca besar itu, lalu kembali menatap Arka emosi. "Kok aku nggak ditahan?!" marahnya.

Arka geleng-geleng kepala lalu akhirnya bersuara.

"Yaudah sini, tapi janji jangan ganggu." Arka menepuk-nepuk pahanya, meminta Gea duduk di sana.

"Janji," ucap Gea cepat dan melangkah mendekat. Ia duduk di pangkuan Arka seraya menatap berbinar game yang dimainkan pria itu.

Gea duduk di hadapannya tapi sama sekali tidak menghalau pandangan Arka. Saat duduk, kepala gadis itu bahkan tidak mencapai dagu Arka.

Arka membawa maju kursinya, membuat punggung Gea menempel di dadanya. Jarak mereka sangat dekat. Kedua tangan Arka yang terulur ke depan dan menari di keyboard membuatnya terlihat seperti memeluk Gea.

Arka tersenyum tipis, gadis itu sungguhan anteng dan menonton tanpa berisik.

"Arka, ajarin aku!"

Arka menaikan alisnya. Gea aneh hari ini, padahal sebelum-sebelumnya ia akan mengamuk saat melihat Arka memainkan game karena jadi membuatnya terabaikan. Tapi hari ini ia terlihat sangat tertarik.

"Buat apa?" tanya Arka.

"Kak Langit suka main game, aku pernah liat dia main game ini di story Instagramnya."

Seketika senyuman Arka menjadi garis lurus. Sialan! Langit lagi!

*****

Arka keluar untuk merokok. Dia tidak mungkin merokok di dalam sana karena ada beberapa pegawai lain. Arka berjongkok di belakang bangunan itu sambil menatap hiruk-pikuk kota saat malam.

"Arka, liat sini."

Cekrek!

Laki-laki itu tidak siap saat kamera ponsel dengan flash memotretnya. Gea berdiri di sana, menatap tersenyum gambar yang berhasil ia ambil.

Lalu gadis itu mendekat, Arka menaikan alis ketika melihat tangan mungil gadis itu terulur padanya seperti meminta sesuatu.

Arka menghembuskan asap rokoknya tenang tanpa berniat melakukan apapun. "Apa?"

"Minjem uang." Gea nyengir. "Kalau kamu pinjemin uang, fotonya nggak akan aku kirim ke orang tua kamu."

"Sebut nominalnya," ucap Arka lalu mengeluarkan dompetnya. "Lo butuh berapa?"

"Satu juta aja. Aku ganti kalau papa udah kasih uang jajan aku bulan depan," ucap Gea. "Aku mau beli jam tangan buat ulang tahun Kak Langit."

Arka mengantongi kembali dompetnya detik itu juga.

"Loh?" Gea menatapnya bingung. "Aku minjem tau, bukan minta. Nanti aku balikin!"

"Gue kasih kalau lo minta buat hal bener. Nggak perlu minjem."

"Ini hal bener, Arka," balas Gea. "Ulang tahun Kak Langit besok. Aku nggak punya waktu lagi. Nggak berani minta ke Papa."

"Nggak mau," ucap Arka dingin. "Nggak akan gue kasih mau lo nangis darah sekalipun."

Gea cemberut.

"Tua bangka pelit," cibirnya.

Gadis itu akhirnya ikut berjongkok dan diam menatap Arka. Pemuda itu memadamkan rokoknya yang sudah habis, kemudian mengeluarkan pemantik dan membakar yang baru.

Gea terus memperhatikannya.

"Rasanya rokok itu apa sih?" tanya Gea penasaran.

Arka menatapnya lurus sebelum berucap. "Manis, kaya ciuman."

Gea tersenyum, pipinya jadi memerah. "Nggak sabar mau ciuman sama Kak Langit."

TAK!

"ADUH!" Gea menjerit saat keningnya mendapatkan sentilan keras. Dari berjongkok, ia menjadi terduduk sambil memegangi keningnya.

"Apa? Mau marah?" tanya Arka galak.

Gea tersenyum dan merubah ekspresi menjadi ramah. "Nggak marah. Tapi pinjem uang."

"Ogah. Mending gue buang semua uang gue ke tempat sampah dari pada pinjemin lo!" kata Arka lalu berdiri dan melangkah pergi.

"Arka, satu juta doang!" bujuk Gea berusaha mengejar pemuda tinggi itu. "Uang jajan kamu sehari aja sepuluh kali lipat. Masa pelit banget?"

"Uang gue, suka-suka gue."

"Kalau pelit kuburannya sempit, loh!"

"Iya, sempit kalau dikuburnya barengan sama lo. Lo kan gendut."

Gea menganga. Padahal timbangannya tidak sampai menyentuh angka 45 kg. Tapi kenapa Arka selalu mengatainya gendut?!

Arka berbalik saat merasa tidak ada suara lagi. Ia lalu menghela nafas melihat Gea berdiri di sana dengan menatap tanah. Arka mendekatinya, berjalan tenang dengan tangan tenggelam di saku depan hoodie hitam yang ia kenakan.

"Nangis kenapa? Karena gue bilang gendut? Lo bukan bocah, anak bayi aja tau kalau badan lo kerempeng," kata Arka. "Yang gendut muka lo doang."

Gea menggeleng.

"Terus kenapa?"

"Arka pelit."

Arka menghela nafas. "Kalau pelit, gue nggak akan repot-repot beliin lo boneka nggak jelas sebanyak kemaren, Ge."

"Kalau alasan lo penting, gue kasih berapapun. Nggak perlu diganti segala. Uang gue banyak."

Gea diam.

"Lo masih suka langit setelah ngeliat sendiri dia gimana?"

Gea mengangguk.

Arka membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan gadis itu. Arka harus ekstra melakukannya karena perbedaan tinggi yang lumayan jauh. Ia menatap gadis itu lekat-lekat.

"Aku masih suka Kak Langit."

"Meskipun lo bakal jadi yang kesekian?" tanya Arka tidak percaya.

Gea tidak menjawab. Bibirnya terkatup rapat.

"Jangan goblok, Ge. Suka boleh, tapi otak lo juga harus jalan. Isi kepala lo apa sih? Kosong? Nggak bisa mikir?" cerca Arka, tatapannya pun menajam. "Gue nggak suka cewek tolol kaya gini."

Gea semakin menunduk.

"Muka gue di sini, bukan di bawah. Liat mata gue kalau gue lagi ngomong!" gertak Arka.

Gea mengangkat kepalanya, saat menatap Arka wajah gadis itu sudah basah karena air mata.

"Nangis aja bisa lo. Sekarang pikirin omongan gue barusan. Lo paham bahasa manusia kan?" tanya Arka geram. "Cowok di muka bumi ini banyak. Jangan jadi murahan cuma karena lo jatuh cinta."

"Arka? Lo sama siapa?" suara seseorang membuat Arka menoleh. Matanya membulat melihat Langit baru saja turun dari motornya dan melangkah mendekat. "Kok lo di sini? Rumah lo deket sini?"

Arka melepaskan hoodienya lalu menutup tubuh Gea seperti menutupi barang. Saat Gea akan protes, Arka berbisik padanya. "Gue pinjemin, asal lo diem."

"Itu siapa?" tanya Langit saat sudah di hadapkan Arka.

"Tetangga gue, anaknya pemalu. Biarin aja."

"Lo mau ke mana?" tanya Arka basa-basi tapi dengan wajah tidak bersahabat terkesan mengusir. "Gue udah mau pulang."

"Gue juga lagi jalan ke rumah, gue berhenti karena nggak sengaja liat lo."

Arka mengangguk singkat. Tanda mengerti.

"Thanks, ya," ucap Langit. "Lo nggak nyebut nama gue kemarin. Jadi gue nggak kena hukum."

"Santai," kata Arka.

Bukan tanpa alasan. Sebenarnya Arka ingin menyebut Langit, tapi kemarin ia melihat Gea ada di depan ruangan. Alhasil Arka batal melakukannya. Arka takut Langit mengenali Gea, meskipun malam itu Gea mengenakan masker wajah.

"Yaudah gue balik," ucap Langit lalu menepuk-nepuk pundak Arka sebelum kembali menaiki motornya.

"Aku tau itu Kak Langit," ucap Gea. Arka baru menyadari belum melepas hoodie yang menutup wajahnya. Arka gemas, ia menarik turun benda itu lalu kembali memasang wajah datar saat Gea menatapnya.

"Suaranya aku kenal banget, suara ganteng," kata Gea. Sepertinya ia melupakan kejadian tadi dengan mudah. Gea tersenyum. "Mana uangnya, kamu udah setuju tadi."

Laki-laki yang kini hanya mengenakan kaos putih lengan pendek itu menggeleng.

"Nggak gratis."

"Ihhh. Kamu oon, ya?" Gea mendelik. "Namanya minjem ya bayar. Ngutang aku ini, bukan minta."

"Gue pinjemin dengan satu syarat."

Gea menghela nafas. "Oke! Apa?"

Arka menggerakan tangannya mengisyaratkan Gea untuk mendekat. Gea menurutinya, lalu Arka membisikan sesuatu yang membuat Gea melotot.

Seketika, Gea menendang bokong Arka keras-keras. "DASAR GILA!"

TBC

Gemessss tau, gemesss. Gemess banget lu beduaa AAAAAA!

Spam 💐

Continue Reading

You'll Also Like

573K 27.5K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
HOLLOW By S,

Teen Fiction

70.9K 4.4K 13
"Ada Cia, Al. Perhatiin dia." "Abis merhatiin lo, gue perhatiin dia. Janji." ♠♠♠ Persoalan sederhana yang harusnya menjadi kisah manis khas remaja...
89.9K 7.7K 26
Teen-Romance Memang hanya manusia seperti Trio saja, yang bisa membuatnya menjadi gadis kalem nan manis. Gadis yang biasanya memegang teguh pendirian...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...