HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 264K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 42

52.5K 3.4K 321
By ay_ayinnn

"Adara kamu tahu dari mana kalo mereka semua pernah memperlakukan Vanya kayak Anjing gini?" Charles perlu jawaban dan penjelasan kalau apa yang dikatakan Adara itu benar adanya.

"Aku menyelidiki semua, Pa. Mulai dari Juna, Gavin, semua yang mereka lakukan aku selidiki."

Charles menggeleng tidak mengerti lagi, marah? Ya Charles marah atas ketidakjujuran Gavin ketika bercerita. Tapi untuk kelakuan Adara yang seperti ini, Charles juga kurang suka.

"Woi, apa-apaan?" Seseorang baru saja memasuki gerbang rumah Charles.

Beberapa saat lalu perempuan itu mendapat telfon kalau Farel dan yang lain sedang pergi ke rumah Vanya. Dia tahunya cuma pada nganterin Gavin kasih Elen ke Vanya. Tapi kenapa ini Acel malah ngelihat cowok-cowok dipakaikan rantai anjing? Dan merangkak seperti hewannya.

Bentar, sebodoh-bodohnya Acel dia tahu maksud dari semua ini. Memori Acel merekam jelas bagaimana mereka memperlakukan Vanya layaknya anjing. Ini, ini adalah sebuah pembalasan yang dilakukan Adara.

"PAK, LEPASIN RANTAI ITU DARI LEHER MEREKA!" Perintah Acel tidak suka.

Dia mengerti perasaan Adara sebagai sahabat Vanya. Hanya saja, pembalasan perempuan itu salah. Nggak seharusnya dia malah mengulang masa lalu.

"ACEL!" Teriak Adara.

"Apa?!" Sahutnya tak bersahabat.

Orang-orangan Adara melepas rantai yang berada di masing-masing leher dari lima laki-laki itu sesuai perintah Acel. Setelah terbebas, bukannya berdiri mereka malah terduduk layaknya tahanan.

"SHIT, LO TUH PENGHANCUR!"

"Nggak gini kalau lo mau balas dendam!"

"Mereka memperlakukan Vanya kayak gini berarti mereka juga pantas diperlakukan kayak gini. Katanya lo sahabat SMA-nya Vanya, tahu apa lo soal dia?!"

"Pertanyaan itu harusnya buat lo! Tahu apa lo tentang Vanya? Katanya sahabat dari SD, tapi kok nggak ngertiin perasaan sahabatnya sendiri," Ucap Acel yang tersulut emosi. Dia tak mau kalah telak.

Sebelumnya Acel kira Adara ini orang baik. Orang yang bisa membantu permasalahan Vanya. Tapi ternyata dugaannya salah. Kedatangannya kemari malah membuat onar. Itu menurut Acel.

Kelima laki-laki itu juga ngapain pada diem aja sih?! Padahal biasanya mereka langsung menentang kalau menyangkut image. Gak mungkin kan mereka takut sama Adara?

"Mereka semua udah ngehancurin hidup Vanya, Cel. Kenapa malah lo belain?!" Sentak Adara mengingatkan betapa buruknya lima orang itu dimasa lalu.

"Ra, mereka bukan lagi mereka yang dulu. Mereka udah dewasa, mereka ngerti apa yang harus dilakukan sekarang."

"Lo gini karena Farel kan?"

"Gak ada hubungannya sama Farel. Gue cuma mau kasih tahu kalau mereka tu bener-bener mau memperbaiki diri."

"Vanya bisa kecewa kalau tahu sahabat SMA-nya ini membela para pengecut kayak mereka," Sarkas Adara.

"Asal lo tahu aja ya, Ra. Delapan tahun gue kenal mereka. Tiga tahunnya memang menyakitkan, tapi setelah tahun ketiga, Gue tahu, gue ngerasa, gue paham kalau mereka gak sebrengsek ini. Ya oke, gue ngaku salah udah lebih belain mereka dari pada Vanya. Tapi coba buka pikiran lo. Lihat ke depan."

Acel menjeda kalimatnya sejenak. Ia terlihat sedang mengatur nafas, "Lo boleh hukum mereka, tapi gak disini. Bayangin gak kalau tiba-tiba Vanya sama Elen keluar terus ngelihat mereka semua kayak anjing di depan rumahnya gini? Lo gila?"

"Lo lebih gila, Cel! Lo terima lamaran Farel di saat Vanya hilang gak tahu kemana."

"Apa bedanya sama lo yang malah pacaran sama Juna?!" Sentak Acel tak habis pikir dengan Adara yang terus berusaha menyudutkannya.

"Gue gak tahu! Kalo gue tahu pun gue gak bakal terima laki-laki brengsek kayak dia."

"Artinya sekarang lo putus?"

"STOP! STOP! STOP!" Clara maju, memberhentikan mereka yang terus-terusan bicara. "Saya tekankan sekali lagi. Vanya sudah aman bersama kami dan kalian, stop ngurusin hidup Vanya."

"Ini bukan lagi masalah hidup, Ma. Ini masalah mental Vanya yang dirusak sama mereka semua!" Tunjuk Adara.

"Mama tahu, Mama juga sudah memutuskan kalau mereka gak akan bertemu dengan Vanya. Lagian kebetulan sekali Elen dibawa kesini sama Gavin. Setelah ini, kamu dan yang lain gak perlu datang kemari lagi."

Kening Gavin berkerut, katanya Charles bakal belain? Mana? Lelaki tua itu malah diam mendengarkan ocehan para perempuan.

"Ikut aku ke dalam," Bisik Charles tepat di telinga Clara.

Dua orang itu pergi masuk ke dalam rumah. Tersisa orang-orang yang sedang berdebat di sana. Adara dan Acel saling memandang dengan tatapan tak suka.

Tangan Adara mengepal erat, "Puas? Gue bakal terus balas dendam sampai mereka ngerasain gimana rasanya jadi Vanya!"

"Dara, kita semua sepakat bakal terima apapun hukuman dari lo," Gavin berdiri dan mengeluarkan suaranya.

"Apapun?" Tanya Adara memastikan. Gavin mengangguk.

"Kalau gue suruh kalian hidup susah selama 5 tahun kayak Vanya?" Celetuknya asal.

"Gue terima. Kita semua terima."

"Gue gak percaya."

"Dar, sebagai teman yang deket sama lo, gue terima apapun hukumannya," Juna maju, berdiri di sebelah Gavin. Lalu tak lama disusul tiga cowok lainnya.

"Emang lo sanggup kalau gue suruh jadi miskin? Gue gak percaya. Lo aja kalo lagi stress apa-apa dateng ke club."

"Gak usah bertele-tele bangsat. Kalo lo mau kasih mereka hukuman langsung kasih! Mereka juga punya kehidupan, gak cuma ngikutin apa mau lo."

"Bangsat ngatain bangsat," Acel memutar bola mata malas mendengar cibiran Adara.

"Jadi?" Tanya Acel setelahnya.

"Gue mau semua akses mereka ditutup."

"Maksudnya?"

"Mereka harus tinggal jauh dari kota dan semua kartu serta akses penting mereka harus ditinggal."

"Lo gila apa gak waras?"

"Gue maunya itu."

"Terus kerjaan mereka gimana? Mikir gak sih."

"Gak peduli. Mereka harus ngerasain gimana rasanya susah. Lo pernah susah kan? Harusnya lo tahu gimana rasanya!"

"Udah Cel, Dar. Gue bakal lakuin apa yang Adara mau. Kalau temen-temen gue gak bisa, gak masalah kan kalo gue doang?" Sahut Gavin menyerah dengan keadaan.

"Gue bakal ikut, lo, Vin," Juna menepuk salah satu pundak Gavin.

"Gue juga," Sambung Farel memasukkan kedua tangan ke dalam kantong celana.

"Ya jelas gue ikut," Lanjut Alex. "Gue rela ninggalin kerjaan demi nebus kesalahan gue ke Vanya."

"Oke, Gavin mau, gue juga mau," Ucap Marvel semacam sedang terpaksa.

"Lo ikhlas gak sih cok?" Bisik Alex karena yang dekat dengan Marvel cuma dia.

"Astagfirullah, gue ikhlas," Jawab Marvel kesal karena orang-orang sulit sekali mempercayainya.

"Ya udah gak usah pake marah."

"Lo ngeselin babi."

"Jadi, lo mau kita gimana?" Farel mengambil tempat di antara Alex dan Marvel. Dia tahu dua orang itu sedang mempermasalahkan sesuatu.

"Kalian yakin?" Tanya ulang Adara untuk memastikan.

"Yakin, biar kalian semua percaya kalau kita itu beneran udah berubah," Jawab Gavin.

Adara mengangguk saja, "Pak antar mereka ke desa yang udah kita survei kemarin."

"Dara, lo serius nyuruh mereka hidup tanpa akses?" Acel masih berusaha menghentikan ide gila Adara.

"Gue gak bakal main-main sama masalah ini. Gue mau keadilan."

"T-tapi--"

"Gak apa Cel. Lo tenang aja, kita semua bisa kok hidup tanpa bawa harta dan akses," Kata Marvel sok bisa.

"Vel lo kan apa-apa harus makan atau gak nyemil. Kalo misal gak ada uang buat beli gimana?" Panik Acel.

"Kamu juga," Pandangannya fokus menatap wajah pasrah Farel. "Kalau kamu sakit gimana?"

"Aku enggak selemah itu, Sayang. Bener kata Adara. Kita semua harus ngerasain apa yang Vanya rasain selama ini," Ucap Farel berusaha meyakinkan Acel.

"Ternyata malu juga dipakaikan rantai anjing terus merangkak kayak tadi--"

"Ssstt," Acel membekap mulut Farel. "Jangan bikin aku sedih, Rel."

"Aduh Acel... Acel, drama lo ini bikin lama tahu gak?! Pak, sita semua barang mereka kecuali hp. Aku masih menoleransi hp untuk komunikasi."

Lima penjaga yang Adara suruh langsung meraba seluruh badan kelima laki-laki itu. Mereka mengambil dompet, vape, dan lain-lain yang sekiranya tidak dibutuhkan.

"Jangan vape-nya, Pak," Marvel langsung mencegah tangan penjaga yang mengambil barang-barangnya. Dia tanpa vape? Ya mending tanpa cewek.

"Maaf den, semua barang aden harus saya bawa," Ucap sang penjaga takut kalau dimarahi majikannya.

"Pak, tolong, pak. Hp, ATM, dompet, kunci rumah, semua bapak ambil gak apa. Tapi tolonggg banget jangan vape."

"Udah lah, Vel. Sehari doang gak ngevape," Ujar Alex sudah pasrah dengan apa yang akan ia alami setelah ini.

"Satu bulan," Koreksi Adara.

"Dar???" Sahut Marvel cengo.

"Dari pada disuruh lima tahun?" Celetuk Alex lemah.

"Lo kayak gini mikir kerjaan mereka gak sih, Ra?" Tanya Acel menatap Adara jengah.

"Mikir. Gue bahkan udah kongkalikong sama keluarga mereka," Jawabnya tegas.

Ya, kemarin Adara menelfon satu persatu keluarga dari lima laki-laki itu. Bahkan orang tua Marvel dan Gavin sampai minta bertemu dengan Adara secara langsung.

"DAR, KEMARIN MAMA GUE??" Adara mengangguk menanggapi Marvel. Dia baru sadar kemarin Mamanya pergi untuk menemui Adara.

"Semua udah aman, Marvel. Pak, bawa mereka ke desa itu sekarang. Biarin mereka mencoba hidup susah tanpa membawa sepeser harta mereka dan akses untuk kemana-mana."

"Nggak, Adara!" Sambung seseorang yang barusan keluar dari rumah. Dia, Charles.

Setelah berbincang dengan Clara, Charles memutuskan kembali keluar. Adara sedang tenggelam dalam lautan emosi. Apapun bisa anak itu lakukan.

"Yang membuat Vanya hidup sengsara selama lima tahun itu Papa. Harusnya kamu hukum Papa bukan mereka," Lanjutnya mengatakan apa yang memang terjadi.

"Tapi mereka gak ada tanggung jawabnya sama sekali, Pa!"

"Mereka tanggung jawab! Lo aja yang gak tahu," Kata Acel tak suka dengan orang sok tahu seperti Adara saat ini. "Ada kok usaha mereka yang cari Vanya setelah tahu Vanya nggak tinggal di rumah."

"Baru belakangan ini kan? 4 tahun sebelumnya ngapain? Lo juga, Vin! Ngapain aja selama 4 tahun sebelum punya niatan cari Vanya?!"

"Sorry, Dar. Gue nggak tahu kalau ceritanya bakal kayak gini."

"See? Gavin tahu Vanya hamil anaknya aja dia tetep diem."

"PAK, CEPET. BAWA DIA KETEMPAT KEMARIN," Lanjutnya Greget sebab orang-orangannya malah diam ditempat.

Tanpa babibu lagi, lima orang-orangan Adara itu memasukkan mereka ke dalam mobil yang sudah Adara sediakan khusus.

"Dara, lo keterlaluan!" Sentak Acel.

"Kalau gak gini mereka gak bakal ngerti perasaan Vanya selama ini. Lo yang keterlaluan malah nyuruh gue berhenti."

"Kamu mau apakan mereka, Ra?" Tanya Charles.

"Buat mereka hidup susah selama sebulan gak masalah kan, Pa?"

"Itu hukuman dari kamu?" Adara mengangguk.

"Tadinya aku mau bawa mereka ke sana sambil merangkak kayak anjing. Tapi cewek ini gangguin rencana aku."

Hendak pergi menyusul para lelaki di dalam mobil, Adara mencekal lengan Acel. Sekuat apapun Acel berusaha lepas, maka genggaman tangan Adara akan semakin mengkuat.

"DARA LO SINTING BANGET!" Berpapasan mobil itu pergi dari depan rumah, Acel bergerak menarik rambut Adara.

Tentu saja Adara yang tidak terima membalas tarikan rambut Acel. Mereka saling menarik dan berteriak mengeluarkan suara tidak terima dan pembelaan. Sampai pada akhirnya Charles muak.

"CUKUP! LEPASIN DIA, DARA!" Charles memisahkan mereka secara paksa.

"Kalian ini sudah dewasa! Harusnya kalian paham sama keadaan saat ini. Kalau Vanya keluar ngelihat kalian lagi berantem, siapa yang susah?! Saya yang susah! Kamu kalau masih mau disini jangan buat rusuh, Dara. Saya terima hukuman yang kamu kasih ini buat mereka, tapi jangan ada kerusuhan lagi setelah ini!"

"Minta maaf ke Acel, Ra." Pinta Charles setelah meluapkan kekesalannya.

"Nggak."

"MINTA MAAF!"

"Gue minta maaf udah kasar sama lo. Tadi gue kasar karena gue yakin lo bakal halangi jalan mereka," Final Adara sebab kaget dibentak Charles.

Acel diam tak membalas ucapan maaf Adara. Dia sudah begitu kesal dengan kelakuan Adara barusan, "Om, saya boleh masuk ketemu sama Vanya?" Yang ada malah Acel meminta izin masuk ke dalam rumah menemui Vanya.

"Hm, masuklah. Vanya ada di taman belakang sama Elen."

"Terima kasih, Om!" Sebelum masuk, Acel sengaja menjulurkan lidah mengejek Adara.

Dia mendapat akses masuk setelah kalimat Charles yang terdengar seperti sedang mengusir Adara. Walaupun hanya emosi sesaat dan Charles tidak benar-benar mengusir Adara, vibes-nya itu loh yang bikin Acel mau meledek.

•••••

Setelah beberapa jam perjalanan, kini mereka berlima telah sampai di desa yang begitu asing. Desa ini jauh lebih adem dibanding desa yang Vanya tinggali dulu.

Banyak orang-orang tua yang masih memikul hasil panennya. Ada banyak anak-anak kecil berlarian ke sana kemari tanpa memakai sendal. Juga ada ibu-ibu yang ngerumpi di depan rumah.

Perbedaan yang paling berbeda dari desa ini dengan desa Vanya dulu adalah rumahnya. Disini jauh dari kata aman. Semua rumah berjarak cukup jauh sebab ada sawah diantara rumah. Lain dari itu, rumah-rumah disini masih menggunakan anyaman bambu.

Kalau di desa Vanya dulu ada rumah yang sudah menggunakan batu bata dan di cat. Disini benar-benar tak ada rumah dengan batu bata itu.

"Rumahnya kayak joglo," Celetuk Marvel menatap sekelilingnya.

"Joglo apaan, Vel?" Tanya Alex yang anak kota abis.

"Itu loh rumah adat yang di Jawa. Jadi dia kayak bentuk panggung tapi masih pake kayu. Nah disini rumah-rumahnya pada bentuk panggung tapi pake triplek."

"Bukan triplek bego, itu gedek," Ucap Farel membenarkan.

"Gedek apaan?" Tanya Marvel dan Alex berbarengan.

"Anyaman bambu gitu. Lo gak diajarin waktu SD?" Mereka berdua menggeleng.

"Gavin aja kagak tahu," Ucap Marvel asal.

Mendengar namanya terpanggil, Gavin hanya berdecak lalu menatap ke arah lain dengan pandangan malas. Teman-temannya berisik sekali, dia jadi malas meladeni.

"Den, sebentar lagi ada yang datang kesini. Pak dukuh, namanya bapak Seno," Ucap seseorang yang mengantar mereka hingga sampai disini.

Beberapa detik berdiri, dari kejauhan Gavin melihat adanya bapak-bapak di depan sana. Makin kesini, bapak itu semakin dekat dengan mereka. Apa dia yang dimaksud Pak Seno sama orang-orangan Adara barusan?

"Wes tekan to? Pripun iki Pak? Meh neng papan sek napa kepiye?" Tanya Pak Seno.

Gavin, Juna, Farel Marvel, dan Alex spontan saling menatap satu sama lain. Orang suruhan Adara masih ada di sana. Tapi mendengar Pak Seno berbicara mereka jadi diam mencerna kata-kata tersebut.

"Ngomong apa Vin?" Bisik Marvel kepada Gavin.

"Lo kira gue ngerti?" Jawab Gavin seadanya.

"Nggak, lo kan bodoh. Selalu dapat peringkat terakhir."

"Mulut! Gue peringkat 10 terus anjing."

"Ya peringkat sepuluh dari bawah."

"Sial--"

"Bawa ke rumah yang akan mereka tempati selama sebulan ini dulu aja Pak. Kalau begitu kami pamit, titip mereka njih. Nona Adara bilang jangan terlalu dijaga." Pak Seno mengangguk menanggapinya.

"Oh njih Pak, panjenengan sedaya baline alon-alon. Nek wes mbengi ngene dalane sepi tur sok do ngawur gowo motor e. Menowo wonten opo-opo kabari kula wae." Mereka mengangguk.

Beberapa saat kemudian mobil hitam itu melaju dari hadapan lima laki-laki yang masih terbengong. Jujur saja mereka tidak paham dengan apa yang pak Seno bilang.

"Mari mas, kulo anter neng papan," Ucap Pak Seno mengajak mereka ke rumah yang menjadi tempat mereka satu bulan ini.

"Ha?" Marvel membeo.

"Ck udah ikut aja," Gavin menarik lengan Marvel agar segera berjalan di belakang pak Seno.

Sampai di rumah yang terlihat kecil, pak Seno berhenti. Beliau bilang rumah ini akan menjadi tempat mereka berteduh namun menggunakan bahasa jawa. Sedangkan sejak kecil, lima orang itu tak pernah belajar bahasa selain bahasa indonesia, inggris, chinese, dan jepang.

"Nah iki, saiki tugas kulo sampun rampung. Koyo mau wae, nek sampean perlu opo-opo teko o neng omahe pak kades."

"Pak ini bener rumahnya?" Tanya Marvel memastikan. Dia bahkan keluar dari topiknya pak Seno.

"Nggih Mas, leres."

"Apapun itu listrik sama air ada kan?" Sahut Juna bertanya.

"Banyu wonten, ngalir seko sungaine langsung. Tur nek listrik kadang njeglek."

"Ya Pak, makasih banyak udah nganter kita kesini. Semoga bapak sehat selalu," Ucap Farel merasa Marvel tak akan berhenti ternyata kalau tidak disela.

"Yo, kula tak mulih ndisik, mari Mas e," Pak Seno pergi menaiki sepeda ontelnya. Gavin dan yang lain lagi-lagi terbengong menatap kepergian pak Seno dari tempat mereka masing-masing.

"Itu sepedanya mau rusak?" Celetuk Marvel dengan pandangan mata kosong menatap pak Seno jauh di depan sana.

"Emang gitu goblok. Udah lah gue mau istirahat," Juna pergi masuk ke rumah panggung yang terbuat dari anyaman bambu lebih dulu ketimbang yang lain.

"Ikut Jun!" Marvel berlari menyusul Juna.

Tersisa Gavin, Farel, dan Alex diluar. Gavin mengusap-usap wajah kasar. Hukuman macam apa yang sedang Adara persiapkan ini?

"Kita disini berlima, emang muat ya?" Tanya Farel polos.

"Muat kalau Marvel tidurnya gak nendang-nendang," Gavin pergi masuk ke dalam rumah tersebut.

"Rel, yakin--"

"Yakin, Lex. Kita bisa hidup tanpa uang," Potong Farel tak bisa mendengar keluhan dari Alex. Kalau Alex mengeluh, Farel harus mengeluh ke siapa?

"Hidup kok gak jelas cok!!" Seru Alex seakan-akan marah pada dunia.

•••••

"Vanya, selama 5 tahun ini kamu kangen gak sama aku?"

Sejak sore hingga langit menggelap, Acel asik berbincang dengan Vanya. Sejenak dia membiarkan Adara menjalankan hukuman untuk lima laki-laki yang Acel yakin sudah tobat.

Sebenarnya kalau dilihat dari masa lalu, Adara itu ada benarnya. Siapapun pasti ingin memberikan mereka hukuman berat seberat-beratnya.

Bertanya soal Elen, baru saja anak kecil itu tertidur dipangkuan Vanya. Karena takut Vanya keberatan memangku Elen, Acel memutuskan memanggil salah satu art disini untuk memindahkan Elen ke dalam kamar Vanya.

"Kangen, kamu sehat?" Tanya Vanya kaku.

Acel mengangguk, "Sehat!"

"Kapan kamu nikah?"

"Astaga Van, kita baru aja ketemu kamu nyuruh aku nikah? Yang bener aja, rugi dong."

Vanya tertawa kecil mendengar kecerewetan Acel. Ya, di hati Vanya yang paling dalam, dia merindukan sosok Acel yang selalu mengikuti apa maunya.

Adara juga, tapi kan masa remaja Vanya habis sama Acel. Jadi pastinya perempuan itu akan lebih merindukan Acel dari pada Adara.

Teman kecil memanglah teman dari segala-segalanya. Tapi teman yang menemani dia dimasa remaja adalah teman yang paling banyak mengerti soal dia.

"Oh ya Acel, aku punya temen, namanya Adara. Dia temenku dari kecil. Em dia dimana ya," Vanya mencari keberadaan Adara ke sana kemari namun nihil, gadis itu tidak ada disekitar mereka.

"Aku udah kenal kok. Tadi sebelum ketemu kamu, kita kenalan."

Vanya mengangguk-angguk, "Dia baik kayak kamu."

"Baik apanya?" Batin Acel sarkas.

"Vanya, masuk kamar ya sayang? Ini udah malam," Clara menegur dari ambang pintu antara taman dan dapur luar.

Mereka berdua spontan menengok ke arahnya. Vanya yang tadinya ketawa-ketawa mendadak memasang ekspresi biasa, tidak dengan Acel yang malah tersenyum kepada Clara.

"Cel, masuk yuk? Udara udah mulai dingin," Acel mengangguk lalu menuntun Vanya masuk ke dalam rumah.

Clara diam sesuai apa yang Charles minta. Dia tidak akan meminta apapun dari Vanya dan membiarkan Vanya memilih kehidupannya sendiri. Tugas Clara hanya memantau perkembangan kesehatan Vanya. Itu yang Charles katakan tadi siang.

"Acel, makan malam Vanya sama kamu ada di kamar Vanya. Suruh Vanya habisin makanannya ya?" Ucap Clara ketika mereka melewatinya.

"Siap Tante!" Clara tersenyum manis mendengar jawaban semangat dari Acel.








Bersambung.

RAMAIKAN YA BIAR AKU SEMANGAT NULISNYA.
(Part kemarin tembusin 2k+ vote jg😢)

Gini aku kasih tau, habis ini Gavin, Vanya, Elen bakal banyak dialognya jadi tolong jgn negatif thinking dulu yak sayang yak💋

Kalian capek? Ya sama, aku juga kok lama-lama capek sm mereka.

btw kmrn yang uda bisa nyoblos ga golput kan? ga ngerusak kertasnya kan? Di tiktuk ga bgt yg malah ngerusak, ngecoret-coret kertasnya. Semoga kalian tidakk.

16 02 24

Continue Reading

You'll Also Like

235K 8K 39
"darel kepala lo ada apa nya tuh." ledek Vina "Gak usah ngeledek deh lo!" kesal Darel start : 19 oktober 2019 end : 7 november 2019
410K 25.6K 47
Xevira. Gadis dengan segudang sifat petakilannya. Gadis yang tidak bisa diam. Gadis yang selalu mengikuti Kevin kemana pun ia pergi. Dan gadis terane...
23K 2.7K 8
WonShua Fanfiction Jeon Wonwoo x Hong Jisoo Seventeen Fic Jeon Wonwoo itu cuma murid biasa disalah satu SMA swasta. Walaupun ganteng dan pendiem, tap...
1.2M 126K 52
[LENGKAP!] "Ka-kamu bukannya cantik, kenapa suka sama saya?" "Isi dompet." "Ha?" "Iya, isi dompet abang tebel, kartunya no limit semua lagi hihi." "A...