Punca Anomali | ZEROBASEONE...

By xieshila

1.7K 952 381

Terbangun dengan sebuah fakta bahwa dirinya telah terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit selama 9 bulan la... More

Prologue | Ilusi Kuasi
1 | Realitas Ganjil
2 | Satu Tahun Silam
3 | Reminisensi Lengkara
4 | Disonansi Paradoksal
5 | Ragawi Tak Kasatmata
6 | Marvella
7 | Ekspedisi Tak Bernyawa
8 | Enigma
9 | Asrar & Warita
10 | Potret Persona Juwita
11 | Elusif
12 | Dejavu
13 | Kompleksitas Satu Waktu
14 | Praduga Tak Berakar
15 | Aksioma
17 | Momentum Garib
18 | Tabir Ilusi Gael
19 | Tabir Ilusi Gustav
20 | Tabir Ilusi Rojiv
21 | Tabir Ilusi Tristan
22 | Mahendra, Zavier, dan Harris
23 | Tabir Ilusi Jehan
Epilogue | Delapan

16 | Tinggal dan Menetap

39 31 0
By xieshila

"Mas, saya turun sini saja."

Fokus pemuda yang merupakan driver ojek online lantas beralih dari yang tadinya fokus ke jalanan, kini mengamati peta jalan yang terpampang jelas di layar ponselnya. "Yakin mau turun sini, Mas? Ini kalau dilihat dari Google Maps tinggal beberapa meter lagi sampainya."

"Iya, Mas. Nggak apa. Saya turun sini saja," jawabku, berusaha meyakinkan pemuda yang mulai melambatkan laju motor automatiknya. Keraguan driver yang terekam jelas pada spion cermin datar motor, membuatku spontan beralasan. "Saya lagi pengin jalan-jalan pagi aja biar sehat, udah lama nggak olahraga. Jadinya badan kayak pegel-pegel linu gitu, Mas. Jadi turunin saya di seberang, ya!"

Sebagai driver, sudah menjadi sebuah kewajiban untuk menuruti kemauan penumpang. Tanpa bertanya lebih lanjut, motor yang dikendarai pemuda tersebut berhenti sesuai dengan instruksiku lalu berlalu begitu saja setelah aku melompat turun dari jok belakang dan mengucapkan terima kasih.

Layaknya hari-hari biasa, perumahan elit Kaanan Mandar terasa begitu tenang. Bukan tenang lagi, kesunyian sepertinya jauh lebih tepat untuk menggambarkan atmosfer sekitar. Tidak ada aktivitas manusia ataupun lalu-lalang kendaraan roda dua dan roda empat. Hanya terdengar sepoi-sepoi angin lembut yang membuat anak dedaunan pada pohon bergerak kecil ke sana kemari, kicauan para kukila yang bergerak seirama meninggalkan timur, dan sinar mentari yang baru saja beranjak dari singgasana beberapa menit lalu.

Kehangatan yang harusnya menyelimuti tubuhku, sama sekali tidak bisa kurasakan ketika atensi ini jatuh pada bangunan indekos yang terlihat berbeda dari apa yang aku lihat pertama kali ketika kembali dari Jakarta beberapa waktu lalu. Bangunan megah di hadapanku tidak lagi terbengkalai, terlihat terawat dengan baik seolah-olah baru saja mendapatkan renovasi penuh. Cat-cat dinding yang terkelupas dan memudar, tampak bersinar ketika sinar mentari menyapanya. Pagar besi kusam nan karatan sudah bersembunyi di balik kilau polesan warna hitam dan warna emas yang bersinar. Tumbuhan layu dan pepohonan yang meranggas beberapa waktu lalu, mulai menghijau dengan corak warna-warni yang segar dan berseri. Tanaman rambat pun juga tidak terlihat karena sudah dibabat habis tak bersisa. Semua terlihat baru, tapi terasa asing bagiku.

Di kejauhan, bisa kulihat sosok Gael yang mematung. Berdiri tidak jauh dari salah satu jendela yang dibiarkan terbuka dengan kepala tertunduk. Hal itu refleks membuat kedua tungkaiku bergerak untuk menyebrang dan menghampirinya. Makin dekat jarak yang terkikis, aku bisa mengetahui bahwasanya Gael tidak melakukan apa-apa. Hanya melamun dengan tatapan kosong, menatap lurus ke arah batu yang berukuran cukup besar di antara hijaunya rerumputan.

"Apa yang sedang Gael pikirkan di depan jendela kamarku?" tanyaku lirih.

Keheranan yang kurasakan, tanpa sengaja membuat ingatanku merasa tidak asing dengan pemandangan ini. Ada Gael, jendela, dan batu.

"Apa aku melewatkan sesuatu?" tanyaku, lagi-lagi tidak ada jawaban.

Getar ponsel yang berada dalam genggamanku, berhasil menyadarkan diri ini dari lamunan singkat. Langsung saja kutekan angka-angka yang tertera jelas di layar ponsel untuk membuka kunci sandi. Begitu terbuka, rasa penasaran yang bersemayam dalam benakku untuk mengetahui isi pesan masuk dari Hakim, malah dibuat tertegun dengan sebuah gambar dari media berita daring yang aku abadikan beberapa waktu lalu saat menginap di tempat Hakim. Layar ponsel yang kelewat gelap, membuat ibu jari kananku spontan menaikkan tingkat pencerahan agar informasi bisa terbaca dengan jelas.

Headline pada media berita tersebut lantas membuatku merinding. Pasalnya, ada sebuah potret gambar vertikal yang sama persis dengan apa yang kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Ada jendela, batu dengan noda merah yang sudah mengering, tapi tidak ada Gael di dalam potret tersebut. Aku pun memberanikan diri untuk membaca isi berita sekali lagi.

●●●

Seorang Pemuda Gagal Gantung Diri Ditemukan Tewas Terjatuh Dari Lantai 2

Malang, 3 September 2023-Seorang pemuda, ditemukan tewas terjatuh dari lantai dua indekosnya. Pemuda berinisial G, berusia 22 tahun, ditemukan oleh penghuni indekos lainnya, yaitu M, berusia 22 tahun, pukul 01.23 dini hari.

Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Adriano Raharja, mengungkapkan bahwa pemuda ini diduga sebelumnya berusaha melakukan aksi gantung diri di kamar indekosnya. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya bekas tali pemakaian yang terputus. Bukti lain juga ditemukan adanya bekas jerat tali pada leher korban yang samar-samar. Naasnya, yang menjadi alasan pemuda berinisial G ditemukan meregang nyawa di lokasi dengan tragis adalah kehilangan banyak darah akibat kepala bagian belakang yang sobek karena benturan keras pada batu di bawahnya ketika terjatuh.

Jenazah pemuda berinisial G langsung dilarikan ke RSUD Saiful Anwar untuk dilakukan autopsi lebih lanjut. Sementara itu, pihak kepolisian masih berusaha mendalami motif yang menjadi latar belakang terjadinya peristiwa tragis ini.

Meskipun kejelasan ini masih abu-abu, kematian pemuda berinisial G, menambah daftar panjang kasus bunuh diri di Malang Raya. Berdasarkan data kepolisian, tercatat 31 kasus bunuh diri yang terjadi selama hampir satu tahun ini.

●●●

Aku pun bertanya dalam hati, Inisial M?

Refleks saja aku menyebutkan nama-nama penghuni dari indekos Kaanan Mandar yang berjumlah sembilan. Mengurutkan nama mereka masing-masing berdasarkan dari usia yang paling tua hingga termuda begitu lirih. "Jehan, Harris, Zavier, Mahendra, Tristan, Rojiv, Gaurav, Gael, dan aku, Marveliano. Jadi hanya ada dua nama orang yang berinisial M, aku dan Mahendra. Namun, Mahendra lebih tua setahun dari aku."

Aku termenung beberapa saat, Berarti aku adalah orang yang menemukan jasad Gael saat itu? Kenapa aku sama sekali nggak bisa mengingatnya?

Ragam pertanyaan dalam kepala membuatku tidak sadar bahwa eksistensiku yang mematung di tempat, tengah diperhatikan secara diam-diam oleh pemuda berambut pirang dari lantai dua. Suara siulan berhasil memecah keheningan, sekaligus menyadarkan diri ini dari lamunan yang rupanya tidak akan ada habisnya jika tidak ditegur oleh pemuda pecinta seni lukis tersebut.

"Aku kira kabur, taunya malah balik," sapanya tidak senang. Sekon ke depan, Rojiv cengar-cengir dan kembali sibuk menggoreskan cat pada kanvas berukuran besar di balik jendela yang terbuka lebar di lantai dua.

"Vel!" Kali ini giliran Gael yang menyapaku, bisa kulihat kedua tungkainya bergerak ke arahku dan membukakan pintu gerbang. "Kenapa nggak masuk? Oh, ya, kamu ke mana aja beberapa hari ini? Kenapa sulit sekali untuk dihubungi? Apa aku melakukan kesalahan yang membuatmu marah dan mengabaikanku, Vel?"

Dari sekian banyaknya pertanyaan, aku hanya bisa menjawabnya dengan helaan napas panjang. Di sisi lain, aku mendapati sosok tertua dari penghuni indekos ini, bersikap acuh tak acuh dan fokus menyirami tumbuhan lewat selang air. Sesekali bisa kurasakan tatapan tajam Jehan yang seolah-olah mengulitiku.

"Marvel itu penghuni indekos, bukannya artis yang harus menanggapi pertanyaan dari reporter karbitan!" ledek Mahendra yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu indekos. Seulas senyum indah yang merekah itu diam-diam menularkan semangat. "Makasih udah memilih buat balik lagi ke indekos, ya, Vel! Lega pol!"

"Ya, gimana nggak mau banyak tanya? Marvel aja gak balik-balik ke indekos, pesan atau panggilan telepon dariku juga gak dijawab. Wajar buat khawatir, kan?" sahut Gael.

Gaurav yang tadinya sibuk berkebun dengan memindahkan tanaman mawar ke dalam media tanam yang baru, ikut dalam perbincangan ini sambil terkekeh-kekeh. "Marvel bukan bayi lagi njir! Udah gede! Masa iya harus laporan ke situ?"

Gael berdecak kesal. "Yang bilang Marvel masih bayi juga siapa? Lagian gimana nggak khawatir kalau Marvel tiba-tiba cabut gitu aja dengan langkah tergesa-gesa tanpa berpamitan?"

"Bener juga," jawab Gaurav sambil manggut-manggut lalu menatapku. "Kalau boleh tau, waktu itu pergi ke mana, Vel? Kok, keliatannya panik gitu?"

Semuanya menatap ke arahku. Bahkan Jehan yang sibuk menyirami tanaman dan Zavier yang rupanya sedang asyik membaca buku ensiklopedia di teras dekat pintu samping pun seolah-olah terlihat tertarik untuk mendengarkan jawaban atas pertanyaan Gaurav yang ditujukan padaku. Ekor mataku pun juga menangkap gerakan luwes tangan Rojiv pada kanvas itu terhenti seketika, atensinya tertuju padaku.

"Ke jalan raya depan pintu gerbang utama perumahan," jawabku.

"Ngapain?" tanya Mahendra, wajahnya terlihat bingung, diikuti dengan salah satu sudut alis kirinya yang bergerak naik.

"Ada kecelakaan," jawabku singkat.

"Kalau itu mah kita semua tau, Vel. Bukan kabar baru kalau semisal ada yang kecelakaan di depan jalan raya perumahan Kaanan Mandar, udah langganan. Kalau sampai dihubungi dan lari ke lokasi, berarti nggak jauh-jauh dari rekan atau kerabat," kata Gaurav dengan santainya sambil menyerok tanah dengan sekop untuk mengisi pot. Sekon ke depan, aktivitasnya terhenti karena ucapannya sendiri barusan. Gaurav melayangkan tatapan penuh selidik ke arahku. "Siapa yang kecelakaan, Vel?"

Aku melirik ke arah Gael, raut wajahnya terlihat bertanya-tanya. Dengan sekali tarikan napas aku menyebut nama dua orang yang menjadi korban kecelakaan beberapa waktu lalu. "Hakim ..., sama Suteja. Mereka berdua kecelakaan motor di jalan raya depan gerbang utama perumahan ini."

"Su-Suteja? Suteja sohibku, kan?" tanya Gael terbata-bata, aku pun mengangguk. Sepasang matanya membola tidak percaya dan panik secara bersamaan. "Bagaimana keadaannya? Apa Suteja dan Hakim baik-baik saja?!"

Gaurav yang tadinya sibuk dengan berkebun, kini mendekat ke arah Gael sambil mengusap punggung kaos putih pemuda tersebut dengan tangan yang masih berlumuran tanah. Dalam keadaan normal, pasti Gael akan uring-uringan dan mungkin akan menjorokkan kepala Gaurav ke dalam kubangan tanah. Namun, alih-alih melakukan aksi balas dendam pada Gaurav, Gael malah terus mengajukan pertanyaan yang sama padaku berulang-ulang kali.

"Gimana kondisi Suteja, Vel? Nggak parah, kan? Semua baik-baik aja, kan?!"

Gaurav senantiasa mengusap punggung Gael, berusaha menenangkan rekan gelutnya sehari-hari. "Kalem, Gael. Kalem. Marvel nggak bisa jawab kalau kamu tanya-tanya terus tanpa jeda. Kasih kesempatan buat Marvel ngomong."

Setelah dirasa tenang, aku pun menjawab pertanyaan Gael. "Suteja atau Hakim, kondisi mereka udah baik-baik aja karena segera mendapatkan penanganan setelah kecelakaan terjadi. Hakim boleh lebih dulu meninggalkan rumah sakit setelah tinggal beberapa hari di kamar inap. Namun, Suteja harus lebih lama tinggal untuk mendapatkan perawatan intensif. Akibat benturan keras pada dada, Suteja mengalami patah tulang rusuk dan cedera dada karena adanya peradangan."

"Shit!" umpat Gael pelan lalu uring-uringan setelahnya. "Kok, bisa, sih? Ngapain juga dia motoran sampai ke daerah sekitar sini yang notabene jauh pol dari rumahnya?"

"Bukannya kamu udah ngabarin Suteja buat nggak cari kamu ke mana-mana termasuk ke sini?" tanya Mahendra.

Gael mengangguk. "Udah. Aku juga bilang ada urusan di luar kota jadi nggak usah nyari-nyari aku untuk sementara waktu."

Percakapan yang terdengar oleh runguku terasa ganjil. Mengapa seolah-olah mereka sedang berkomplotan untuk menutupi suatu hal? Anehnya, mengapa juga Gael harus repot-repot berbohong pergi ke luar kota pada Suteja jika sebenarnya dia sama sekali tidak pergi ke mana-mana?

Aku pun juga menyadari bahwasanya tidak hanya Gael yang tidak pergi ke mana-mana. Akan tetapi, semua orang yang ada di indekos ini. Semuanya, senantiasa berada di indekos. Mengenakan pakaian yang sama setiap saat dan tidak pergi ke mana-mana.

Continue Reading

You'll Also Like

29.1K 624 9
Budayakan membaca sebelum lanjut! Cerita ini G!P (Girl x Girl Futa) Kalau tidak tahu, cari tahu dulu apa itu futanari sebelum baca cerita ini. Kalau...
1.5K 244 2
Kumpulan cerita-cerita fantasi hasil imajinasi yang dibuat sesuai suasana hati.
36.6K 2.7K 30
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...