FAVORABLE

By tamarabiliskii

222K 23.9K 11.4K

Bagaimana rasanya punya tetangga yang super berisik dan tiap hari hobinya ngerepotin? More

Prolog
1. Tetangga Baru
2. Bertemu Lagi
3. Kepergian yang Abadi
4. Bersyukur
5. Sebuah Penerimaan
6. Hobi Merepotkan
7. Nasi Goreng Gosong
8. Cemburu?
9. Ayam Kesayangan
10. Gara-Gara Gumi
11. Terjebak
12. Tantangan
13. Something
14. Bocah Setan
15. Pelampiasan?
17. Kesepakatan

16. Ribut

8.2K 919 437
By tamarabiliskii

Haloo maaf ya karena lama nggak bisa update dan baru update sekarang

Doain aja semoga aku bisa rajin lagiii💗💗

***

16. Ribut

***

"Liat deh, dari tadi Jarrel lihatin lo mulu. Kalian masih berantem?"

Pertanyaan dari Kala membuat Caca ikut mengalihkan pandangan ke pojok kantin. Di sana ada Jarrel dan teman-temannya yang sejak tadi memusatkan perhatian ke meja mereka.

Caca menggeleng malas. "Nggak berantem, tapi putus."

"Oh."

Mendengar itu, Kala tidak lagi terkejut. Selama ini memang seperti itu hubungan Caca dengan Jarrel. Putus nyambung tidak jelas. Sehari putus besoknya bisa balikan lagi. Berputar-putar seperti itu terus sampai Kala hafal dan capek sendiri melihatnya. Tapi mau bagaimana lagi? Sebagai teman, Kala hanya bisa mengingatkan satu dua kali, selanjutnya Kala tidak bisa ikut campur terlalu jauh. Biar Caca sendiri yang merasakan akibatnya dan berhenti saat sudah merasa cukup. Seperti kata orang-orang, manusia yang sedang jatuh cinta itu keras kepala. Tidak bisa berhenti melakukan hal bodoh jika bukan keinginannya sendiri.

"Kok lo biasa aja sih, Kal?" Caca melemparkan tatapan heran pada Kala.

Kala tertawa pelan. Satu alisnya terangkat. "Terus gue harus gimana? Harus pura-pura kaget gitu? Besok juga balikan lagi. Gue udah hafal."

Caca merengut sebal. Kali ini dugaan Kala salah besar. Pasalnya ia sudah bertekad tidak akan balikan lagi dengan Jarrel. Tidak akan!

"Enggak, Kal! Kali ini serius gue sama Jarrel beneran putus dan gue nggak mau balikan lagi!"

"Halah, nanti kalau lo lihat Jarrel dideketin sama cewek lain, lo juga bakal kepanasan dan berujung mau kalau diajak balikan," timpal Kala. Ia sama sekali tidak percaya dengan pernyataan Caca barusan. Karena faktanya Caca memang selalu mengingkari janjinya sendiri jika perihal Jarrel.

"Enggak, Kal, gue—" Caca tidak bisa melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba Kala menyumpal mulutnya dengan dimsum.

"Udah, mending lo makan daripada ngomong mulu!" kekeh Kala melihat kedua pipi Caca mengembung karena ulahnya. "Lo cantik kalau diem, Ca. Lebih cantik lagi kalau mau tobat dan nggak usah berhubungan sama cowok kayak Jarrel."

"Ca, ada yang nyariin tuh di kelas."

Caca menelan dimsumnya perlahan saat melihat salah satu teman kelas menghampiri meja mereka untuk membawa kabar. Bertepatan dengan itu makanan yang Caca pesan juga datang.

"Siapa? Cewek atau cowok?" tanya Caca setelah mengucapkan terima kasih kepada Ibu kantin yang mengantar makanannya.

Cewek di hadapan Caca dan Kala terlihat sedikit kebingungan. "Cowok. Gue nggak sempet nanya atau baca nama di bajunya. Kayaknya sih adek kelas."

"Adek kelas? Kelas sebelas atau sepuluh?"

"Sebelas, Ca."

Caca menepuk jidat. Sekarang ia sudah bisa menebak siapa yang datang mencarinya kali ini. "Aduh! Tuh anak beneran nekad ternyata."

"Siapa sih yang nyariin lo?" tanya Kala pada Caca setelah kepergian teman kelas mereka.

"Aldey. Padahal gue udah bilang ke dia kalau kita backstreet dan jangan pernah nyari gue kalau di sekolah." Caca berdecak sebal. Cowok yang menembaknya satu bulan lalu dan ia terima karena iseng, ternyata mempunyai nyali yang cukup besar juga. "Ck! Tapi sekarang malah nyariin gue ke kelas!"

"Kalau mau masalah lo cepet kelar, saran gue lo jangan menghindar lagi. Lo temuin dan putusin baik-baik. Gue di sini bakal awasin Jarrel," saran Kala. "Kalau gue lihat Jarrel ngikutin lo, gue bakal langsung ngabarin lo lewat chat."

Caca buru-buru meninggalkan kantin setelah menyetujui saran yang Kala berikan. Lebih baik sekarang ia temui Aldey sebelum semuanya semakin runyam. Lagi pula Caca yakin, Aldey pasti tidak akan mau pergi sebelum bertemu dengannya. Selama satu bulan ini Aldey memang selalu memperlakukannya penuh kelembutan, namun di beberapa keadaan Caca merasa Aldey cukup keras kepala.

Begitu sampai di depan kelas, Caca tidak hanya dikagetkan dengan kedatangan Aldey saja. Namun, juga Jehan. Kakak kelasnya yang kini sudah menjadi mahasiswa itu juga ada di sana. Cowok yang menembaknya satu minggu lalu dan ia terima karena merasa sayang jika menolak cowok yang dulu populer di sekolahnya, berdiri di samping Aldey dengan wajah tenang.

Mati!

Caca terdiam seraya menelan ludahnya susah payah. Ia tidak berhenti mengumpati kebodohannya di dalam hati. Bisa-bisanya dua pacarnya datang mencari ke kelas dalam waktu yang bersamaan seperti ini! Belum lagi kalau sampai Jarrel juga datang.

"Siapa mereka?"

Suara itu semakin membuat Caca ingin menghilang dari bumi detik ini juga. Gawat! Itu adalah suara Jarrel!

Kenapa Kala tidak mengabarinya sih?!

"Lo siapa?" Aldey membalas tatapan tajam yang Jarrel lemparkan ke arahnya. Cowok berwajah imut dengan mata sipit itu mengarahkan dagunya ke Jarrel.

"Ca? Mereka siapa?" Kali ini Jehan ikut bersuara. Cowok dengan wajah teduh yang mengenakan kemeja berwarna biru serta kaos putih polos di dalamnya memegang tangan Caca seolah meminta penjelasan.

Melihat tangan Jehan dan Caca saling bersentuhan, mata Jarrel dan Aldey langsung melotot di detik yang sama.

"Lo ngapain megang tangan cewek gue!"

Dengan cepat Jarrel menghempaskan tangan Jehan hingga cekalan cowok itu di tangan Caca terlepas begitu saja. Dan kini Jarrel lah yang mengambil alih tangan kiri Caca.

"Ini juga cewek gue!" ucap Aldey tak mau kalah. Aldey langsung memegang tangan kanan Caca sebagai bentuk protes.

Jehan? Jangan ditanya lagi. Ia semakin dibuat bingung dengan tingkah dua cowok di hadapannya. Jehan menatap Jarrel dan Aldey bergantian. Lalu tatapannya berhenti di Caca. "Ini juga—"

"INI CEWEK GUE!" sela Jarrel dan Aldey serempak.

Tidak tahan lagi dengan keributan ketiga cowok yang semakin lama semakin mengundang atensi dari banyak murid yang melintas di koridor depan kelas, Caca menghempaskan cekalan keduanya.

"Lepas!"

"NGGAK!" jawab Jarrel dan Aldey lagi-lagi bersamaan.

Caca mengatur napasnya yang memburu naik turun menahan perasaan kesal. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi kalau sudah seperti ini. Sebut saja ia memang pengecut. Berani berbuat tapi jika sudah seperti ini rasanya ingin kabur begitu saja.

"Daripada ribut mending kalian bertiga—"

"NGGAK!" potong mereka bertiga kompak. Seakan sudah tahu apa yang akan Caca katakan bahkan sebelum Caca selesai mengucapkannya.

Ketiganya kini saling tatap tanpa suara seraya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Merasa aneh karena bisa sekompak itu. Lagi pula mereka memang tidak akan pergi begitu saja sebelum Caca memperjelas status hubungan di antara mereka semua.

"Rel, kemarin kan kita udah sepakat buat putus jadi jangan ganggu lagi!" Caca menatap Jarrel yang kini hanya diam membalas tatapannya dengan sorot mata tidak terima.

Caca mengalihkan padangan pada cowok yang napasnya memburu naik turun sejak tadi. "Aldey, kan semalem gue bilang kalau kita udah nggak bisa bareng lagi dan jangan pernah nyari gue kalau di sekolah."

Mata Caca terpejam sejenak sebelum berbicara pada Jehan. "Kak, lo udah tau kan kalau gue nggak sebaik itu. Jadi mending kita udahan. Kak Jehan bisa cari cewek lain yang lebih baik."

Melihat ketiganya hanya diam dan kompak tidak ada yang mau beranjak, Caca menatap mereka bergantian. "Sekarang kalian pergi dari kelas aku sebelum—"

"NGGAK!"

Lagi-lagi mereka bertiga menjawab kompak. Saking kerasnya suara mereka, beberapa murid yang melintas saling bisik-bisik dengan tatapan julid. Tentu saja hal itu cukup membuat Caca diam-diam merasa tidak nyaman.

"Lo berdua ngapain sih ngikutin jawaban gue?!" kesal Jarrel pada Aldey dan Jehan.

Aldey langsung memasang ekspresi tidak terima sambil berkacak pinggang. Tanpa sadar cowok itu melepas cekalan tangan Caca. "Lo yang niruin gue!"

"Lo!" tunjuk Jarrel

"Lo!"

"Lo!"

Kini dua cowok itu saling menunjuk dengan tatapan ingin menerkam satu sama lain. Bahkan mulai saling menarik kerah seragam masing-masing. Melihat itu, Jehan dan Caca saling tatap sebelum berusaha memisahkan keduanya.

"Jarrel! Aldey! Jangan ribut di sini! Nanti kalau ketahuan bisa—"

"HEI! KALIAN RIBUTIN APA DI SANA?!"

***

"Gue perhatiin akhir-akhir ini lo banyak diem. Kenapa, Ca?" tanya Kala membuat lamunan Caca di kursinya buyar begitu saja. "Biar gue tebak!"

Bibir Caca kembali terkatup rapat. Memberi kesempatan pada Kala untuk menebak apa yang sebenarnya membuat dirinya lebih banyak diam akhir-akhir ini. Bahkan saat jam istirahat juga malas pergi ke kantin dan hanya berdiam diri di dalam kelas sambil melamun seperti sekarang.

"Karena Kak Ilham, ya?" tebak Kala dengan mata berkedip jahil.

Caca melotot galak. Ia melempar decakan sebal pada cewek yang kini duduk di kursi sebelahnya. "Kok Kail sih? Ngaco banget! Nggak ada hubungannya sama dia!"

Kala tertawa sekilas lalu pura-pura mengangguk percaya sembari mengunyah dimsum yang baru saja ia beli di kantin. "Terus karena apa? Karena keributan cowok-cowok lo beberapa hari yang lalu? Kan kalian cuma dibawa ke ruang BK buat disidang habis itu dikasih hukuman lari di lapangan doang nggak sampai diskorsing atau panggilan orang tua. Kenapa lo jadi galau banget kayak jamet gini?"

Caca mendengus. Kali ini tebakan Kala memang ada benarnya juga. Tapi tidak sepenuhnya benar. "Tebakan lo bener sih. Gue emang lagi pusing mikirin soal itu. Tapi sebenernya bukan karena itu doang."

"Terus?"

Kedua tangan Caca bertopang dagu di atas meja. Tatapannya menerawang ke depan untuk memperjelas raut muram di wajahnya. "Gue tiba-tiba sedih, Kal. Kok orang tua gue nggak khawatir ya waktu tau kalau gue punya banyak pacar? Gue kira mereka bakal lebih peduli dan sadar gitu kalau gue ini kurang kasih sayang. Ternyata mereka biasa aja."

"Bahkan kemarin mereka cuma di rumah semalem doang. Habis itu pergi lagi. Ninggalin gue di rumah sama Bi Onah dan Pak Tedja doang."

Kunyahan di mulut Kala memelan. Jujur saja, ia bingung harus memberi respon seperti apa kalau Caca sudah memperlihatkan sisi lain dari dirinya yang biasanya terlihat berisik, banyak tingkah, dan selalu cuek dengan masalah, sekarang tiba-tiba menunjukkan perasaan sedih.

Hembusan napas kasar Caca membuat Kala kembali sadar dan menyimak baik-baik ucapan tak bersemangat cewek di sebelahnya.

"Iya sih, dulu emang gue yang minta tinggal di Jakarta dan nggak mau ikut mereka tinggal di Bali setelah nenek meninggal. Tapi, dulu gue kira dengan cara itu mereka bakal lebih peduli ke gue karena merasa kehilangan gue yang jauh dari mereka. Ternyata enggak juga. Mereka tetep aja sibuk sendiri."

Caca menoleh ke samping saat suasana mendadak hening. Ia memukul pundak Kala yang tetap asyik memakan dimsum sambil melamun. "Kok lo malah bengong sih, Kal?! Gue lagi curhat sedih kayak gini! Tanggepin kek!"

Kala nyengir. "Gue dengerin kok. Cuma gue bingung mau nanggepin gimana, Ca. Jadi lo pacarin banyak cowok cuma buat cari perhatian ke bokap nyokap lo?"

"Mungkin."

"Kok mungkin sih?"

"Gue juga bingung, Kal."

"Punya banyak pacar bukan buat bales dendam ke Jarrel atau buat cari perhatian ke Kak Ilham?"

"Buat apa gue caper ke Kail? Dia juga nggak beneran peduli ke gue! Dia cuma ngejalanin apa yang selama ini bokap gue suruh. Orang tua gue kan selalu nitipin gue ke Mail dan Kail."

Caca tersenyum simpul. Lantas sekarang siapa orang yang benar-benar peduli dengannya? Sepertinya tidak ada.

"Untuk bales dendam ke Jarrel doang kayaknya enggak juga sih. Awalnya emang iya gue pengin bales dendam karena dulu dia selalu bully gue. Tapi, lama-lama gue nggak tau tujuan gue yang sebenernya apa. Entah cuma buat caper ke bokap nyokap atau apa? Yang jelas mau sebanyak apa pun cowok yang gue punya, gue tetap aja merasa hidup gue hambar. Gue merasa nggak bisa nemuin apa yang sebenarnya gue cari."

"Emang apa yang lo cari?" tanya Kala membuat Caca langsung terdiam.

Sebenarnya apa yang selama ini ia cari? Pujian dari orang-orang karena bisa menaklukan banyak cowok ganteng dan populer? Rasa dipeduliin? Rasa kasih sayang? Diperhatiin? Cinta? Ah! Caca juga tidak tahu jawabannya!

Kala membuang napasnya perlahan. "Gimana mau nemuin kalau lo aja nggak tau apa yang sebenernya lo cari, Ca."

"Ck! Dinasehatin malah main HP," cibir Kala melihat Caca yang kini malah fokus menatap layar ponsel.

+62 876-7777-xxx : Halo Caca, ini gue Akbar temennya Ilham. Lo bisa bantu gue nggak? Ilham lagi tipsy.

***

LANJUT NGGAK???

Menurut kalian part ini gimana???

Cerita ini juga ada versi instagramnya yaa. Kalian bisa langsung ke instagram aku @tamarabiliskii karena di sana updatenya lebih sering

Spam emoticon 🐥🐥🐥 di sini kalau mau cerita ini lanjut dan aku rajin update!!

See u di part selanjutnya!!!

Continue Reading

You'll Also Like

595K 25.5K 40
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
2.7M 38K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
432K 27.1K 55
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
2.8M 28.2K 28
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...