PANGERAN ATLANTIK (Segera Ter...

By Rcha_01

1.1M 50.3K 4.2K

(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Su... More

00;PROLOGβœ“
Part 01;Dua garis?
Part 02;Aborsi adalah solusinya
Part 03;Bibirmu adalah korbannya
Part 04;Pil penggugur kehamilan
Part 05;Simpan atau hilangkan?
Part 06;Hujan dan luka
Part 07;Elara dan kesedihannya
Part 08;Kekecewaan
Part 09;Gadis yang rusak
Part 10;Dilecehkan
Part 11;Pemenangnya adalah perpisahan
Part 12;Berbelanja di pasar
Part 13;Masalah mie instan
Part 14;Inviting him to run away
Part 15;Found out
Part 16;Escape
BAB 17βœ“
Part 18;Application?
Part 19;Need each other
Part 20;Lamar secara resmi
Part 21;Wedding day
Part 22;Bayi besar?
Part 23;Malam kita bersama
Part 24;Miscarriage?
Part 25;Unlimited solidarity
Part 26;Don't fall in love
Part 27;I'm not a psychopath
Part 28;Benci pada manusia
Part 29;Confess and sweet
Part 30;Dalam bahaya
Part 31;Complicated
Part 32;Sorry for the hurt later
Part 33;Sumber luka
Part 34;Faithfully waiting for him
Part 35;Sudut pandang Atlantik
Part 37;Penyesalan
?!
Part 38;Hancur
Terkait update?
VOTE COVER!
Terkait PO!!
OPEN PO!
Spoiler!
Spoiler lagi?!
Last day!

Part 36;Selamat tinggal semesta

26K 1.4K 330
By Rcha_01

Siapa aja nih yang nunggu PANGERAN ATLANTIK update? Absen dulu yuk☝️

Jangan baca judul part nya, ntar overthinking, gak ada yang sad kok. Aku, penulis yang anti sad, soalnya hati mungielku mudah tersakiti.

Oh iya, itu reader yang pada nabung episode PANGERAN ATLANTIK, diharap baca dari sekarang, ntar kalo sebagian chapternya udah di unpublish, pada ngamokk🙂

Udah segitu saja, sebelum baca vote dulu lah, jangan pelit!

Happy reading!

-

"Kita punya harapan, tapi semesta punya kenyataan. Semoga, semesta berbaik hati, kembali mempertemukan kita, di titik terbaik menurut takdir."

-Pangeran Atlantik-

"Saat kita mati-matian untuk tetap bertahan hidup, tapi mulut serta tindakan orang-orang di sekitarmu malah membuatmu ingin mengakhiri hidup."

-Elara Ayesha-

-

36.Selamat tinggal, semesta

"Tanda tangan surat ini sebelum pergi."

Diliriknya sebuah kertas putih diatas meja, sejak kapan Atlantik menyiapkan segalanya? Bahkan surat cerai telah tersedia. Seolah ia telah siap untuk memutuskan ikatan pernikahan mereka sedari lama. Tapi ya sudahlah, ini memang jalan yang terbaik untuk mereka.

Seperti perintah Atlantik, Elara yang telah siap bersama dengan tas ranselnya yang ia sandang, meluangkan diri untuk menanda tangan surat cerai yang telah diatas meja.

Awalnya, ia yang ragu-ragu, sedikit mengangkat kepala mengintip reaksi Atlantik. Ekspresinya terlihat datar dan dingin. Jari telunjuk Atlantik lantas mengetuk-ngetuk permukaan kertas tersebut. "Suratnya yang ditanda tangan, bukan malah ngeliatin muka gue!"

"I-iya." Menarik napasnya, ia perlu mengumpulkan tekad sebelum ujung pulpen itu menyentuh permukaan kertas. Ia harus siap menerima kenyataan, itu berarti pernikahan mereka benar-benar telah usai. Mereka berdua tidak lebih hanyalah sekedar dua orang asing.

Saat tangan Elara bergerak hendak membentuk goresan tinta disana, detik itu juga Atlantik kembali menarik kertas tersebut.

"Lho Atla? Itu kenapa surat cerainya Atla ambil? Ara belum tanda tangan."

Entah mengapa lelaki ini nampak gelagapan, sebenarnya ia tengah mencari-cari alasan yang klise dalam benaknya. Bualan yang dapat mengelabui Elara.

Mendadak gagu dirinya. "I-itu-- surat ini udah lusuh, nanti gue kirim yang baru ke alamat lo."

"Emang kenapa kalo lusuh? Perasaan tadi Ara lihat kertasnya baik-baik saja kok."

"Mana ada?! Orang kertasnya udah usang banget, jatuh di selokan tadi."

"Terus? Masalahnya dimana? Yang penting Ara tanda tangan kan?"

"Ntar perceraian kita gak sah."

Elara mengerjap lugu. "Bisa ya, begitu?"

Mengangguki, Atlantik berdehem kaku. Untung saja Elara yang pada dasarnya polos tingkat maksimal, hanya manggut-manggut percaya. Lalu perhatian Elara terfokus pada amplop yang tebal, diletakkan oleh Atlantik di atas meja. "Buat Ara?"

"He'em. Untuk ongkos lo pulang."

Elara melemparkan senyum hampa. Ia menggelengkan kepala menolak. "Gak perlu, Ara punya kok." Bohongnya.

"Yasudah. Sana pergi sana, enyah dari hadapan gue, ganggu pemandangan aja."

Tak langsung beranjak, sesaat Elara hanya tak bergeming, menatap Atlantik ragu. Tak lama kemudian, ia memberanikan diri bertanya. "Atla..? Atla gak mau pegang perut Ara sebelum kami benar-benar pergi..?"

Melihat tanggapan Atlantik hanya membuang muka yang menyiratkan bahwa dirinya tidak sudi menyentuh perutnya untuk yang terakhir kalinya, di sini Elara ditampar telak oleh kenyataan bahwa Atlantik benar-benar tidak menginginkan dirinya dan juga bayi mereka.

"Ara boleh peluk Atla untuk yang terakhir kalinya..?"

Wajah Atlantik masih terpaling ke samping, ini pertanda bahwa permintaannya yang kedua ini juga Atlantik tak menyetujuinya. Hanya sebuah pelukan perpisahan, emang sesulit itu?

Elara mengangguk samar, bibirnya bergetar sedih. Matanya memanas siap akan tumpah. Tetapi ia tidak boleh menangis di sini.

"Ara gak tahu penyebab Atla ngelakuin ini semua. Tapi Ara masih ingin percaya, bahwa perilaku buruk Atla ada sebuah alasan yang tersembunyi. Kalo Atla ingin tahu kenapa Ara tetap ingin bertahan meski udah disakiti tanpa ampun, karena Ara juga punya perasaan yang sam--"

Mulut Elara mendadak terhenti berbicara dalam sekejap, ia meralat. "Ah iya, Ara baru inget, kalo Atla gak pernah serius sama Ara. Bahkan pernikahan itu juga hanya dianggap Atla sebagai lelucon. Lucu ya Tla, mainin perasaan Ara? Makasih yah untuk luka hebatnya. Ara bahagia kok diatas kebohongan Atla." Selanjutnya kekehan hambar terdengar dari mulut seorang Elara.

"Ternyata Ara jatuh cinta sendirian."

Menegang kaku, spontan saja Atlantik yang tadinya menghindari mata Elara, langsung meluruskan pandangan. Apa tadi? Apakah ia salah dengar?

"Atla tahu tidak? Fase yang paling menyakitkan itu, ketika kita berada di titik yang mana merindukan seseorang, tapi kita gak bisa menemukan sosoknya dimana-mana sudut dunia."

"Maafin pelayan rendahan ini yang udah berani menaruh rasa pada Tuan Pangeran Atlantik..."

"Dan terimakasih sudah menciptakan kenangan indah dan luka hebatnya, Ara pamit ya? Selamat tinggal..." Badan Elara membungkuk sebagai bentuk pamitan.

Ia angkat kaki yang terasa berat, figur Elara perlahan menjauh membawa tubuh ringkih dan segala kenangan mereka. Sengaja melambatkan langkah berharap ada keajaiban bahwa Atlantik akan mengejarnya. Memeluknya dan berbisik pelan 'Jangan pergi, tetaplah di sini. Aku menyayangi kalian.'

Namun, sekali lagi Elara menelan pil pahit saat dirinya sudah semakin jauh dan jauh membawa langkah dari tempat tinggal mereka, tidak ada tanda-tanda Atlantik akan mencegahnya pergi.

Elara menumpahkan tangis di tepi jalan. Ia hancur sehancur-hancurnya, dihancurkan oleh harapannya sendiri. Berkali-kali ia menyadarkan dirinya sendiri bahwa realita tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi.

"Sadar Ara sadar.. kau hanyalah pembantu kumal.. Kau gak layak berekspektasi tinggi di jadikan ratu oleh Atla.. Dia, seorang Tuan muda, dunia kalian berbeda.. Selamanya kau hanya akan berperan sebagai figuran yang sama sekali tidak pernah dianggap ada.."

Tergesa keluar dari rumah, Atlantik mengejar Elara, tapi sudah terlambat. Ia tak menemukan wanita itu dimana-mana. Elara telah menghilang di sekitar sana.

Atlantik menendang udara menyalurkan emosinya, surat cerai yang ada ditangannya ia remas membentuk bongkahan dan saat selembar kertas tersebut ia banting ke tanah, Atlantik menginjak-injak penuh amarah hingga kini telah bercampur dengan debu.

"Persetan dengan perceraian! Gue gak bakal pernah mau pisah sama Ara sampai kapanpun!"

•••

Sedari tadi, Atlantik melamun di meja luar minimarket, sepulang dari kampus petang hari, Atlantik singgah sebentar di sini bersama dengan Sagara, Yesa dan Rajendra.

Mereka berada di dalam membeli sesuatu. Sedangkan dirinya, hanya berdiam diri di luar, menerawang ke depan, seperti orang yang tak ada semangat hidup.

Bahkan, sampai Sagara sudah mengambil tempat duduk di meja yang sama dengannya, perhatian Atlantik tak tercuri.

"Gar, pukul gue." Atlantik berujar tanpa melihat Sagara.

"Why?" Mengurungkan niatnya yang hendak meneguk minuman kaleng, wajah minim ekspresi milik Sagara, dibuat menoleh reflek mendengar titah Atlantik.

"Gue cowok sampah, I have hurt her. Gue menyia-nyiakannya. Sekarang kami, udah berpisah. Dia, pulang ke kampungnya. Entah, mungkin sekarang dia sudah sampai di mana. Gue harap, perjalanannya lancar, tanpa kendala."

Pada saat menaruh minuman kaleng di meja, Sagara masih terlihat netral. Akan tetapi, siapa sangka setelah itu ia gesit menendang kursi yang ditempati oleh Atlantik hingga lelaki itu jatuh bersama kursi.

Ia kembali berdiri ketika Sagara menarik kerah bajunya dan melayangkan bogeman berkali-kali diwajah rupawan tersebut, seperti permintaan Atlantik, ia melaksanakan.

Atlantik, lelaki itu hanya bisa pasrah, menerima setiap pukulannya, wajahnya terpaling kesana-kemari, sampai mulut lelaki itu mengeluarkan cairan merah kental.

Anggap saja, ini sebagai pelajaran telak untuknya, yang telah melukai dan menyia-nyiakan Istri sebaik Elara. Ini pun, masih belum bisa menebusnya.

"I hate jerks!" Geramnya.

Bugh!

"Woy! Anjirrr, Gara! Lu ada masalah apa sama Atla?!"

Kedua sohib mereka langsung keluar melihat Sagara menyerang Atlantik melalui kaca transparan, mereka berdua melerai.

"Kenapa lo nyerang Atla, man?!" Tubuh Sagara otomatis mundur beberapa langkah menciptakan jarak dari Atlantik saat Yesa mendorong dada Sagara, dan cengkeraman Sagara saat ini telah terlepas dari posisinya.

"Dia yang nyuruh." Dengan santai dirinya mengantongi kedua tangannya, Sagara menjauh dari sana ditemani aura dinginnya.

Diraihnya tangan Rajendra yang terjulur, berniat membantunya, Atlantik berdiri. "Jarang-jarang kalian berselisih kayak gini. Ah bukan cuma jarang, lebih tepatnya, gak pernah. Apa masalahnya sampe Gara yang gagu bin si kulkas sepuluh pintu itu pukul lo?"

Atlantik menyeka cairan merah yang mengalir dari hidung beserta bercak darah di sudut bibirnya. Darahnya cukup kencang, tapi mengapa Atlantik tak merasakan sakit sama sekali?

"Ini gak seberapa dibanding lukanya."

"Luka siapa?"

"Udah-udah, gak usah bertanya, Dra. Mending, lo beliin es." Yesa mendorong punggung Rajendra.

"Es apa? Es cream? Waras lu hah?! Orang luka lebam gitu masa di beliin es cream?!" Seru Rajendra.

"Otak itu di pake, dodol! Mana ada orang yang mau ngompres luka pake es cream? Goblok! Yang gue maksud itu es batu! Esmosi gue lama-lama!"

Seketika Rajendra menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Makanya, berbicara!"

Yesa menghela napas kasar lalu tersenyum paksa. "Dari tadi lu kira gua ngapain?! Main monopoly?! Perasaan dari tadi gue ngomong sampe mulut gua serasa kaku." Semprotnya.

"Oke-oke! Gak usah ngegas!" Rajendra kembali masuk ke dalam minimarket.

"Bukan temen gue, sumpah!" Yesa menggumam kesal.

•••

Ditempat lain, desiran angin menerpa paras manis itu. Rambut hitam legamnya diterbangkan oleh hembusan angin. Nampak, sosok wanita, berdiri tegak diatas sebuah jembatan, ditemani oleh kepedihan terpendam yang membungkus batinnya.

Tanpa peduli tindakan ini merupakan sebuah dosa besar, ia benar-benar tidak kuat lagi menjalani ujian berat yang menghantamnya dengan membabi buta. Ia juga manusia biasa, yang bisa lelah jika sudah berada di titik paling terendah.

"Baby..." Telapak tangannya singgah di perutnya yang telah membuncit. Binar matanya penuh kehampaan, kesedihan dan kekecewaan yang bercampur aduk.

"Maaf, kamu harus tumbuh di rahim Wanita berantakan dan gak ada kelebihan ini. Bunda rusak, sayang.. Bunda sendirian, Bunda gak punya siapa-siapa.. Bunda juga gak bisa beri baby seorang Ayah.. Ayah milih buang kita, karena Bunda yang banyak kurangnya.. Bunda gak bisa memenangkan hatinya, katanya Bunda Istri yang gak berguna.. Ini semua karena Bunda.."

Melirik kebawah, di sana hamparan air sungai mengalir deras, seolah memanggil-manggil dirinya untuk segera terjun, terbawa arus menemui maut, tidur damai, meninggalkan kehidupan yang melelahkan ini dan istirahat dalam keabadian.

"Maafkan Bunda yang gak bisa memberimu kehidupan hingga melihat semesta. Setidaknya, Bunda bisa memberimu kehidupan singkat dalam ruang hangat Bunda... Ada baiknya kau jangan melihat dunia.. Kehidupan ini gak adil pada orang rendahan seperti kita.."

"Kita pergi bareng-bareng ya..? Lagi pula Ayahmu tidak menginginkan kita, dia akan bahagia dengan kepergian kita.."

"Ucapkan selamat tinggal pada Ayah dan semesta.."

Rintik-rintik air mata menetes membasahi pipi mulus itu, biarkan alam yang menjadi saksi bisu bagaimana cara Wanita hebat ini menyerah untuk hidup. Kedua netranya ia pejamkan, ia telah mempersiapkan jiwanya terbang menghilang dari bumi ini membawa sejuta lukanya.

'Sekali lagi, maafku untuk semesta dan dia yang pernah berpesan, untuk diriku tetap bertahan hidup, tapi pada akhirnya aku memilih untuk menyerah.'

TBC..


Kira-kira gimana yah reaksi Atlantik kalo Ara bener-bener metong?

Jawabannya di next part yah.

Oh iya, berbicara persoalan next part, jangan tungguin aku update dulu, pasalnya akhir-akhir ini, gerd anxiety ku kambuh parah, jadi gak bisa berpikir jernih. Takutnya, feel-nya gak dapet dan berakhir cerita ini malah hancur kalo maksain untuk tetap nulis, mohon pengertiannya😌🖤

Maaf, part ini gaje dan kependekan, pikiran aku kurang fokus soalnya. Nanti di perbaiki lagi dan aku tebus di bab selanjutnya🙏

See you next part:>

Continue Reading

You'll Also Like

86.7K 2.9K 11
Kakak Tingkat > my first love Start : 01 Okt 22 Pub : 09 Des 22 End : ?
3.8M 264K 69
Warning! R17+𝒁𝒐𝒏𝒂 𝒃𝒂𝒑𝒆𝒓, π’†π’Žπ’π’”π’Š & π’Œπ’†π’”π’†π’”π’‚π’•π’‚π’. ══━━━━βœ₯β—ˆβœ₯━━━━═ ALZHEIGARA α΅€α΅’Λ£β±αΆœ ᴿᡉˑᡃᡗⁱᡒⁿ˒ʰⁱᡖ, α΅α΅ƒΚ³Κ³β±α΅‰α΅ˆ ᡇʸ α΅ƒαΆœαΆœβ±α΅ˆα΅‰βΏα΅—! ══━━━━βœ₯β—ˆβœ₯━━━━═...
135K 5.9K 15
[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] GENRE : HUMOR & BUCIN Tentang Nazendra Geraldin, biasa dipanggil Zendra, laki-laki yang paling dikagumi dan didambaka...
4.9M 368K 51
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...