AGASKAR 2 [[ AFTER MARRIED ]]

By nazieranff

3.9M 304K 314K

AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungk... More

ASKARAZEY ~ PROLOG
(1.) Agaskar Junior
(2.) Cuddle, Babe!
(3.) U're Mine!
(4.) Vakenzo's Family
(5.) Zeya Ngidam?!
(6.) Happy Wedding, Javas!
(7.) Obsessed or Love?!
(8.) Broken Home and Harmonious
(9.) Agaskar with Kuceh?!
(10.) Zeya Cemburu?
(11.) Salting?!
(12.) Wapresma VS Maba
(13.) Viral Bareng?!
(14.) Let's Deep Talk
(15.) Moment di Lautan Buku
(16.) Status yang Terancam?!
(17.) Idaman
(18.) Special Day
(19.) Sebuah Kesalahan
(20.) Salju yang Hangat
(21.) Private Talk
(22.) Menuju Reuni
(23.) Bermain-Main
(24.) Kondisi Baby
(25.) Terjebak Birthday Party
(26.) Siapa yang Kecewa?
(27.) Ada yang Ngambek!
(28.) Godaan Maut
(29.) Bujukan Non-Stop!
(31.) Rival Misterius
(32.) Insiden Sirkuit Balapan
(33.) Car at Midnight
(34.) Malam yang Gila
(35.) Dark Family Dinner
(36.) Berusaha yang Terbaik
(37.) Pesona Suami Royal
(38.) Permintaan Berubah
(39.) Kamar Penantian
(40.) Dies Natalies
(41.) Nisan tanpa Nama
(42.) Mendadak Asing
(43.) Rindu dibalik Maaf
(44.) Cinta dibalik Gengsi
(45.) Hukuman atas Kesalahan
(46.) Membaik atau Memburuk?
(47.) Agaskar, Arazey, dan Althea
(48.) Kenangan 1 Minggu Kita
(49.) Ditinggal Sementara

(30.) Aman atau Ancaman?!

68.8K 5.7K 7K
By nazieranff

Harga penulis melalui feedback berupa vote serta comment. Jika ingin ceritanya lekas terus di updated, jangan lupa tembuskan targetnya, xixixi. WARN! ADA SEKITAR 1000+ KATA, SEMOGA TIDAK BOSAN.


Diharapkan jangan siders. Karena satu bintangmu itu sangat berharga untuk menghargai waktu, energi, dan tenaga penulis🖤🖤🖤

TARGET--4 RIBU VOTE DAN 6 RIBU COMMENT UNTUK NEXT?!

ABSENN DULUU, GENREEE FILM FAVORITE KELEAN APA NIH?! AKU SI HORROR😁😎☝️

HEYYOWWW PASREMOYY😻MAAFFF YAAAA HAMPIR SEMINGGU TELAT UPDATE, AKU LAGII NASKAHANN🥹🩷 JANGAN LUPA NABUNG LOHH
••••••••••••••••

"Disaat kita sudah bisa saling menerima, mengapa semesta selalu mendatangkan masalah yang tak biasa?!"
-Arazey Henessy Elthea-
••••••••••••••

"Zey, gue minta maaf ya. Gue nyesel banget," lirih Irish.

"Gue sadar, kalau gue nggak akan pernah bisa dapetin hati Agaskar," tutur Irish masih membuat Zeya bingung karena ini tanpa ia duga.

Irish kemudian melirik pada Agaskar yang ada di belakang Zeya, pelukannya pun terlepas. "Gas, gue minta maaf banget ya, atas sikap gue yang kurang ajar sama lo dan istri lo sejauh ini. Termasuk kejadian kemarin."

"Kalian berdua mau kan, maafin gue?" Irish dengan matanya yang berkaca-kaca menggenggam kedua tangan Zeya, meliriknya bersama Agaskar secara bergantian.

Zeya masih diam, ia masih mencoba mencerna keadaan dimana memperhatikan jelas kedua mata Irish yang berderai cairan bening. Gadis di depannya itu terlihat sesenggukan seolah benar-benar merasa bersalah atas perbuatannya, Zeya semulanya berpikir ini hanyalah sandiwara sebelum Irish ingin bertunduk dan mencium kaki Zeya.

"Ng-nggak! Nggak usah!!" Zeya langsung menahannya begitu Irish menunduk bersiap akan bersimpuh. "Kak Irish...."

Agaskar lantas menautkan kening mendengar Zeya menyebut Irish dengan sebutan 'kak', meski sebenarnya itu adalah hal yang sangat wajar dimana Irish satu angkatan dengannya. Namun tetap saja, Agaskar merasa ia tak bisa respect, ingin sekali rasanya Agaskar mencegah pada sang istri.

"Zey, lo mau kan maafin gue? Kita sesama cewek, gue baru sadar kalau emang gue cinta sama seseorang berarti gue harus merelakan orang itu demi kebahagiaannya," tutur Irish. "Gue bakal ngelakuinnya, Zey, maafin gue."

Zeya pun perlahan-lahan menganggukinya. "Iya, Kak. Gue maafin lo, kok."

"Zeyy...." Agaskar mencoba meraih tangan Zeya, namun langsung ditepis oleh sang empu, lelaki itu hanya bisa mendecak kasar.

"Gas, g-gue juga bawa mobil lo, kok. Gue nggak apa-apain mobil lo," ucap Irish, ia memperlihatkan mobil Agaskar yang sempat tertinggal di hotel saat pesta ulang tahun Irish itu berlangsung.

Agaskar pun hanya melirik singkat pada mobil miliknya yang sudah terparkir di depan. Tetap saja, dirinya belum mau bersuara sedikit pun menyadari kedatangan Irish yang secara tiba-tiba disini.

"Mending lo pulang," cetus Agaskar. "Udah malam, kita mau istirahat."

"Hikkkkkssss....." Irish pun kembali memeluk Zeya dengan erat, ia mengusap punggung istri Agaskar itu dengan sangat tulus. "Maafin gue ya, Zey sekali lagi. Kalau lo mau nerima permintaan maaf gue ini."

"Gue sadar kok, gue bukan cewek yang baik. Dan lo emang pantes dapetin hatinya Agaskar, maaf untuk kelancangan gue ikut campur ke dalam rumah tangga kalian. Gue cuman nggak mau dapet karma kedepannya untuk diri gue sendiri maupun anak gue kelak," ujar Irish, siapa yang tidak tersentuh mendengarnya?

Zeya sendiri yang mendengar hal tersebut merasa haru, apalagi di dalam perutnya sekarang ada calon cabang bayinya, pembahasan semacam ini sangat sensitif menurutnya. "Iya Kak Irish, gue maafin lo," sahut Zeya.

"Tapi gue kayaknya belum dapet maaf dari Agaskar, Zey," lirih Irish dengan sayu. "Nggak papa banget kok, gue emang nggak pantes dimaafin, Gas."

Ia kemudian mendongakkan kepala, melirik ke arah Agaskar. "Kak, lo maafin dia, kan?"

Agaskar hanya mendengus kasar sembari memutarkan bola matanya malas, begitu Zeya meraih tangannya pun Agaskar spontan langsung menepisnya, seolah sudah memberikan jawaban dari gerak-gerik tubuhnya. "Kak...." panggil Zeya lagi. "Gue juga tau kok, kalau Kak Irish salah, seenggaknya lo maafin dia aja dulu."

"Kok lo ngatur?" balas Agaskar. "Ya kalau dia minta maaf yaudah, urusan udah dimaafin atau nggak kan bakal jadi urusan gue juga."

"Kak... Inget, Tuhan aja Maha Pemaaf loh, gue nggak mau lo jadi pendendam kayak gini," ujar Zeya menasihati sang suami dengan nada yang lembut. "Sesalah-salahnya manusia, pasti ada pintu maaf yang Tuhan kasih, gimana kalau kita sesama manusia sama-sama berbuat dosa ya, kan?"

"Lo mau maafin Kak Irish, kan?" tanya Zeya sekali lagi.

Irish dengan tatapan sayu dan penuh haru pun menghela napasnya singkat, nampak pasrah dan tak ingin memaksa.

"Setelah gue denger penerimaan maaf dari lo, gue bakal pulang dengan tenang, Gas. Seenggaknya gue nggak jadi pikiran lagi soal ini."

"Tuhh, Kak, lo denger, kan?"

"Nggak ada yang tuli," balas Agaskar pada Zeya, tatapannya benar-benar dingin dan sinis, bukan karena ada perubahan. Memang beginilah sifat lelaki itu, hingga Zeya dapat memakluminya.

Dengan berat hati dan penuh pertimbangan yang menyerang pikiran, Agaskar memejamkan kedua matanya dalam-dalam, sejujurnya ia sendiri malas untuk mengucapkannya.

"Gue udah maafin lo." Jawaban Agaskar itu membuat senyum kecil Irish tercetak di wajahnya. "Tapi ini karena Zeya, kalau bukan Zeya yang minta, gue juga nggak akan maafin lo."

"Nggak papa kok, Gas, gue ngerti lo pasti marah dan kecewa banget sama gue karena sikap lancang gue pada waktu itu." Irish tersenyum, pandangannya lalu teralihkan kembali pada Zeya.

"Kalau gitu makasih ya, Zey, Gas, makasih banget untuk maaf gue yang udah kalian terima. Ini kunci mobilnya Agaskar." Irish langsung memberi kunci tersebut ke atas telapak tangan Zeya.

"Makasih ya, Kak," sahut Zeya yang kemudian mendapat anggukan.

Zeya sendiri sejujurnya adalah perempuan yang sopan dan memiliki adab baik, Agaskar tahu itu. Bahkan ia telah tahu apa yang Irish lakukan padanya, bisa saja istrinya itu memaafkan dengan mudah.

Berbeda dengan Agaskar sendiri yang terbilang cukup sulit memaafkan kesalahan orang lain, bukan karena rasa dendam, namun ia butuh waktu untuk meredakan kekecewaan pada orang tersebut.

"Sama-sama, Zey," timpal Irish, ia lalu mengusap seluruh air mata yang berjatuhan membasahi pipinya. "Semoga kalian langgeng dan bahagia selalu, ya, gue harap kalian jadi keluarga yang samawa."

"Makasih Kak Irish, kamu juga ya, Kak, semoga kamu bisa mendapatkan laki-laki yang sangat baik di kedepannya," imbuh Zeya.

"Aaaamiinnn, kalau gitu gue pamit pulang dulu, ya. Makasih dan maaf sekali lagi udah ganggu waktu kalian." Detik berikutnya, Irish pun langsung mundur beranjak dari hadapan mereka.

Meninggalkan Agaskar dan Zeya yang masih terpaku di ambang pintu rumah, sampai akhirnya Irish hilang dari pandangan mereka menggunakan mobilnya.

"Nih, Kak, kunci mobil kesayangan lo."

Tidak meyakini sepenuhnya akan apa yang terjadi, begitu Zeya memberikan kunci mobil, Agaskar langsung beranjak pergi dari sana menghampiri mobilnya. Lelaki itu menghidupkan dan membuka salah satu pintu.

Zeya pun tanpa pikir lama langsung mengekor di belakang sang suami untuk menyusul dan melihat apa yang tengah lelaki itu lakukan terhadap mobilnya.

Agaskar terlihat sedang merogoh sesuatu di dalam mobil tersebut, yang seperti tidak menemukannya. Raut heran di wajahnya tercetak jelas membuat Zeya mengernyit bingung.

"Kenapa, Kak? Ada yang lo cari?" tanya Zeya.

BRUKKKKKKKKK!!!!

Detik berikutnya, Agaskar langsung membanting pintu mobilnya itu dengan kasar. Zeya yang terkejut pun hanya bisa memejamkan kedua mata. "Sial," umpat Agaskar.

"Kenapa lagi, sih? Lo jangan marah-marah terus, sayangg...." Zeya pun mencoba menenangkan suaminya dengan mengusap pundak Agaskar.

"Kayak gitu lo yakin permintaan maaf dari Irish itu tulus?" tanya Agaskar menatap intens.

Salah satu alis Zeya pun terangkat. "Yakin, kok. Apalagi dia tadi sampe peluk gue dan nangis, Kak. Orang kalau bener-bener tulus pasti nangis."

"Ya kan bisa aja dia pura-pura?" celetuk Agaskar.

Zeya pun tersenyum tipis, telapak tangannya bersinggah di dada Agaskar dan mengelusnya, lalu kepalanya ia sandarkan di dada bidang sang suami yang membuatnya tak bisa berkutik.

"Apapun itu, seeggaknya gue bisa sedikit tenang, Kak. Kata dokter juga kan gue jangan terlalu banyak pikiran, terus ini mobil lo juga udah balik. Yang udah berlalu, biarin berlalu. Tugas kita sekarang adalah jadi pribadi lebih baik kedepannya."

Entah terbuat dari apa hati Zeya, ketika perempuan itu menurutkan kalimat penenang untuk Agaskar, bahkan ketika tubuhnya dipeluk oleh Zeya, Agaskar yang tadinya sedang emosional mendadak luluh hanya dalam sekejap.

"Gue juga percaya lo nggak akan macem-macem kok, Kak," ungkap Zeya lagi.

"Udahl ah, kita masuk lagi buat lanjut makan." Langkah Agaskar terhenti, saat tangannya ditahan oleh tarikan Zeya yang enggan beranjak.

"Gendongggg, kaki aku capeee tauuu. Lihatt nihhh merahh digigit nyamuk sakit jadi nggak bisa jalann," tutur Zeya memanyunkan bibirnya, nada bicaranya pun terdengar sangat manja sekali.

Agaskar yang sudah paham maksudnya itu pun sempat mendecak pelan, namun tubuhnya tetap bergerak dan langsung menggendong Zeya ala bridal style, mereka kembali masuk ke dalam ruma

•••••••••••••

Esok harinya, baik Agaskar maupun Zeya tetap masuk ke kampus masing-masing seperti biasa. Dan hari ini, kebetulan lelaki itu ada kuliah pagi, tak sempat mengerjakan tugasnya tadi malam, Agaskar memilih mengerjakannya di kampus.

Di sela-sela pengerjaan tugasnya di kelas, beberapa teman sekelasnya pun juga mulai berdatangan karena sebentar lagi dosen pengajar dikabarkan akan masuk.

Tak terkecuali Irish, gadis itu baru saja datang yang kemudian membuat fokus Agaskar terbagi. Bukan tanpa alasan, melainkan ada hal mencolok yang membuat Agaskar beda memandang Irish hari ini.

Kenapa si Irish jadi tiba-tiba dark vibes gini? Sejak kapan dia suka serba gelap? Batin Agaskar heran.

Bukan tanpa alasan juga Agaskar berpikir demikian, ia sudah sangat terbiasa melihat perempuan dengan tampilan gelap layaknya badgirl itu ada pada diri Zeya.

Dan Irish yang dikenalnya selama ini sebagai teman satu kelas dari semester 1 berlangsung, gadis itu bersifat feminism dan outfit yang dikenakan selalu pastel dan berwarna terang semacam vintage.

"Pagi, Gas," sapa Irish dengan senyum kecil lalu mengambil kursi bersebelahan dengannya.

Biasanya Irish akan merecoh pekerjaan Agaskar pagi-pagi seperti ini, namun kali ini tidak. Begitu memasuki kelas, gadis itu hanya duduk yang kemudian memainkan ponselnya.

Agaskar senang, karena pada akhirnya ia bisa tenang mengerjakan tugas. Meskipun benaknya sempat bertanya-tanya tentang penampilan Irish barusan.

Bukan menjawab sapaan, Agaskar pun kembali melanjutkan pekerjaannya di laptop dengan serius. Saat Irish meletakkan totebag nya di atas meja, bayangan di ujung mata Agaskar pun menariknya untuk melirik ke samping.

Itu kan kayak tas yang gue beli beberapa hari lalu dan seharusnya dikasih buat Zeya? Batin Agaskar.

Ia tak ingin langsung pesimis terhadap orang, dan berusaha mengabaikannya kembali meskipun hati Agaskar sudah bisa dikatakan ada feeling lain.

Dan lagi-lagi, saat Agaskar fokus akan pekerjaannya, ia dikejutkan dengan tampilan Irish yang sedang ingin menguncir rambut. Pandangannya langsung tertuju pada gelang yang Irish kenakan.

Fuck! Gelang itu.... Kenapa mirip juga sama yang gue beli buat Zeya?

"Lo lagi ngerjain apa sih, Gas? Serius banget perasaan nggak ada ngomong," tegur Irish yang menyampingkan posisi menghadap Agaskar.

Dan begitu Irish mengangkat satu kakinya untuk ia timpal ke kaki yang lain, lagi-lagi pandangan Agaskar teralihkan pada sepatu yang Irish pakai.

Sepatu? Ukuran Irish sama kayak kakinya Zeya, tapi sepatu yang Irish pakai sekarang beneran mirip sama model sepatu yang gue beli buat gue hadiahin ke Zeya.

BRAKKKKKKKK!!!

Tanpa sadar karena tersulut oleh emosi, Agaskar mendobrak mejanya keras dan bangkit dari kursi. Posisinya langsung mendekat pada Irish, kedua tangannya menumpu ke meja gadis itu.

Irish sendiri terkejut ketika dobrakan meja terdengar cukup keras, ia hanya bisa mengerjapkan kedua matanya beberapa kali sembari keheranan mendapati sikap Agaskar.

"Lo kenapa sih, Gas? Gue kan udah minta maaf tadi malam," papar Irish.

Agaskar kemudian mengangkat totebag milik Irish yang ada di atas meja, lalu menyapa kaki Irish dengan kakinya, serta mencengkeram tangan Irish dengan kasar.

"Gass! Lo apa-apaan sih, sakittt!!!" rintih Irish saat cengkeraman Agaskar di lengannya semakin kuat.

"Tiga barang yang pernah gue beli buat Zeya dan gue simpen di mobil pas hari lo nyulik gue, ada di tubuh lo, Rish!" ungkap Agaskar tanpa bas abasi.

Seberusaha mungkin Irish agar lengannya dapat terlepas dari cengkeraman Agaskar, sampai akhirnya ia bisa melakukannya. Gadis itu pun ikut berdiri berhadapan dengan sang empu yang seketika menjadi sorotan teman satu kelasnya.

Bukan hanya sekali dua kali Agaskar dan Irish terdengar berdebat satu sama lain, jadi sebagian dari mereka menganggap keributan keduanya sudah hal yang biasa terjadi di kelas.

"Terus lo pikir barang yang gue pakai cuman diproduksi satu dua barang, Gas?" Irish menyunggingkan sudut bibirnya. "BANYAKKKKK!!!"

"Tapi nggak mungkin secara kebetulan lebih dari satu yang lo pake," sahut Agaskar dengan nada yang terdengar datar.

"Lo nggak usah pura-pura, tadi malam gue cek nggak ada satupun barang Zeya yang waktu itu gue simpen di mobil."

"Ya mana gue tau, kok lo malah nuduh gue, sih?" Irish menyilangkan kedua tangannya di dada. "Bisa aja lah dirampok atau dicuri, apalagi tuh mobil nggak kekunci waktu ketinggalan di parkiran hotel."

Agaskar menyunggingkan senyum sinis. "Nggak mungkin, keamanan di acara lo nggak akan seceroboh itu. Lo sendiri secara sadar punya privillage, kan?"

Irish yang tak terima dan membantah itu pun mendecak pelan. "Coba sebutin, barang apa aja yang lo maksud? Lo pikir gue dengan rendahannya ngambil barang lo, gitu?"

"Tas, gelang, sepatu, tiga hal yang pernah Zeya minta ke gue dan gue beliin di hari saat pesta ulang tahun lo berlangsung. Tepatnya waktu gue sebelum ke bandara," urai Agaskar.

Agaskar menjeda perkataannya sejenak. "Gue baru beli, nggak mungkin gue lupa secepat itu. Dan semua model yang gue beli untuk Zeya, ada di badan lo sekarang."

Irish memutarkan bola matanya malas, seolah ia benar-benar tidak terima dengan tudingan yang Agaskar lemparkan padanya.

"Gas, udah gue bilang semua barang yang gue pakai ini gue beli sendiri, gue nggak tau sama sekali kemana barang lo!"

"Kalau gitu tunjukkin gelang lo, karena itu gelang pesenan khusus. Ada nama lengkap Zeya di balik gelangnya," pinta Agaskar sontak membuat Irish bungkam.

"Tunjukkin sekarang, kenapa lo diem?"

"A-Apaan sih lo, Gas. Bisa nggak sih jangan maksa orang!" papar Irish.

"Gue nggak maksa, gue cuman butuh bukti kalau emang lo nggak ngambil barang yang seharusnya Zeya punya," sahut Agaskar.

"Males, ah. Apaan sih, yang penting kan gue beneran nggak ngambil apapun dan gue nggak tahu-menahu soal barang yang ada di mobil, lo!" tegas Irish.

"Tapi lo—"

"Pagi semuaaaa! Ini kelas Reg B5 Teknik, kan?" Ucapan Agaskar terpotong dan tak bisa terselesaikan ketika dosen pengajar telah tiba di kelas, dimana seluruh mahasiswa kembali ke tempat masing-masing.

Termasuk Agaskar sendiri, nada bicaranya yang sudah menggebu-gebu terhadap Irish harus terhenti. Padahal ia nyaris mendapatkan bukti karena yakin sepenuhnya, itu seharusnya ia berikan pada Zeya.

Irish menghela napas lega, karena perdebatan dirinya dengan Agaskar mau tidak mau harus usai. Ia kemudian melirik pada gelang putih yang pakai itu.

Dan benar, ada ukiran nama Arazey Henessy Elthea dengan jelas dibalik gelangnya. Irish langsung bersikap bodo amat dan seolah tak tahu apapun sebelum Agaskar meliriknya.

••••••••••••

"Arazey tunggu sebentar!" Suara itu menghentikan pergerakan langkah Zeya yang ingin keluar dari kelas ketika mata kuliah dinyatakan sudah selesai.

Jam sudah menunjukkan pukul 12:23 siang, matahari tepat berada di atas kepala. Dan karena mata kuliah telah selesai hari ini, Zeya sendiri ingin bergegas untuk pulang.

"Iya, Pak? Kenapa?" Disaat semua mahasiswa sudah keluar pulang sepenuhnya, kini hanya tersisa Zeya dan Vanoris yang berada di dalam kelas.

Terlihat Vanoris tengah membereskan barang-barangnya, memasukkan laptopnya ke dalam tas sebelum kemudian menghampiri Zeya yang sudah berada di ambang pintu. Pria itu baru saja mengajar di kelas Zeya.

"Tunggu saya, maksudnya," ucap Vanoris seketika membuat satu kening Zeya mengernyit heran.

Apakah maksud sang dosen hanya ingin diiringi langkahnya secara bersamaan? Atau ada maksud lain? Karena Vanoris menggiring langkah mereka meninggalkan kelas.

"Kamu pulang sekarang? Dijemput atau bagaimana?" tanya Vanoris pada Zeya.

"Bareng suami saya, Pak," jawab Zeya sempat membuat Vanoris terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya pria tersebut tersenyum hambar.

Vanoris menarik napasnya panjang sebelum memulai. "Begini, saya mau memberikan sesuatu untuk kamu. Saya harap kamu menerimanya, sebagai permintaan maaf saya pada hari itu."

"Hah?" Zeya masih tidak mengerti apa maksud Vanoris, karena sang dosen mengatakan maaf namun sekaligus memberikannya sesuatu?

Tanpa merincikan lebih jelas, Vanoris lalu merogoh sesuatu dari dalam tasnya, mengeluarkan sekotak hadiah yang berisikan kalung liontin mewah dari brand ternama.

"Untuk kamu, Arazey. Saya memberikannya sebagai permintaan maaf saya soal kemarin, apalagi sudah membuat suamimu salah paham," ujar Vanoris.

Mendapati itu, Zeya melirik hadiah yang tengah dipegang Vanoris bersama yang memberikannya secara bergantian. Sesekali ia mengedarkan pandangan sekitar, takut mahasiswa lain melihat dan berpikir macam-macam.

"Tenang saja, tidak akan ada mahasiswa lain yang berani berpikir macam-macam, Arazey," timpal Vanoris menenangkan.

Zeya tersenyum kecil, lalu mendorong kotak tersebut kembali pada Vanoris sebelum menyambutnya.

"Nggak usah, Pak, saya udah maafin kok. Saya juga nggak butuh perhiasan kayak gitu, makasih."

"Saya menganggap kamu tidak memaafkan saya kalau kamu menolaknya, Arazey," lanjut Vanoris lagi, perkataan dosennya itu membuat langkah Zeya sontak terhenti.

Vanoris pun kembali berjalan menghampiri Zeya yang sudah ingin pergi. "Ini sekadar permintaan maaf saya, tidak berniat apapun. Saya hanya ingin memberikanmu ini."

"Tapi saya nggak perlu, Pak, saya sudah—"

Belum sempat Zeya menyelesaikan ucapannya, tanpa diduga Vanoris bertindak yang membuatnya sedikit terkejut. Dimana Vanoris langsung memasangkan kalung itu ke leher Zeya tanpa canggung.

"Pakkk!!!" Zeya terkejut, karena tiba-tiba kalung tersebut sudah menghiasi lehernya dengan indah.

Vanoris tersenyum singkat. "Kalau suami kamu tanya, bilang saja kamu membelinya sendiri. Saya tahu suami kamu lebih mampu membelikan kamu barang semacam ini, tapi dengan kamu memakai pemberian saya, kamu telah menerima maaf saya."

"Tapi Pak—"

"Lepas saja esok hari, yang penting saya sudah melihat kamu memakainya hari ini, Arazey. Terima kasih, dan maaf sekali lagi untuk tigkah saya di tempo hari."

Itu adalah kalimat terakhir Vanoris sebelum pergi beranjak meninggalkan Zeya di lorong kampus, yang membuat perempuan itu bungkam seribu bahasa atas tindakan sang dosen.

Sangat diluar dugaan, Zeya sendiri bingung harus bertindak apa. Ia pun melirik ke bawah dan memegangi kalung liontin berbentuk bunga tersebut, indah namun ia rasa ini sangatlah mematikan.

"Nanti deh gue lepas di rumah." Langkah Zeya lagi-lagi terhenti saat menyadari seseorang sudah berada di hadapannya ketika ia ingin melanjutkan jalan.

Sontak pandangan Zeya perlahan-lahan mendongak ke atas, menatap lelaki yang lebih tinggi darinya. "Kak Agaskar?!"

"Lepas sekarang, nggak perlu nunggu besok!" Agaskar mengatakan itu dengan raut wajah datar tanpa ekspresi, masih sama seperti hari sebelumnya.

Sekali lagi, Agaskar tidaklah berubah. Itu memang sifatnya, apalagi sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Lelaki itu emosional, namun bukan berarti tempramen.

Hal yang paling dibencinya adalah melihat orang-orang yang disayanginya diganggu oleh sang rival, hingga Agaskar sanggup melakukan hal buruk secara membabi buta demi melindungi orang yang disayangnya.

Meskipun terkadang, lelaki itu sadar bahwa apa yang ia lakukan dan apapun langkah ia ambil bisa saja salah. Yang terpenting bagi Agaskar adalah, orang yang ia cintai dan ia sayangi dapat terlindungi dengan baik.

"Kak, tapi—"

Tanpa menunggu persetujuan Zeya, Agaskar langsung memotong kalung tersebut. Bukan dengan alat apapun, melainkan ia tarik dengan kedua tangannya membuat Zeya sempat cemas.

Zeya sama sekali tak dapat melawan saat Agaskar melakukannya, sampai kalung itu pun akhirnya putus dari lehernya dan sudah berada di genggaman sang suami.

Terlihat mata Agaskar berkeliling mengamati disekitarnya, diiringi ekspresi wajah yang mengeras. Zeya sudah dapat menebak mungkin setelahnya apa yang terjadi.

"Kak, ayo kita pulang," ajak Zeya, ia tak ingin terjadi sesuatu hal buruk menimpa Agaskar.

Agaskar spontan menepis cengkeraman Zeya dari tangannya, lelaki itu pergi meninggalkan Zeya dengan urat leher yang sudah menegang. Kedua tangannya mengepal dimana salah satu tangannya terdapat kalung yang ia genggam.

Langkah Agaskar semakin ia percepat saat sudah menemukan sang target yang tengah berjalan dan sedang menyambungkan telepon. Sampai akhirnya dengan satu tendangan kaki yang kuat, Vanoris pun tumbang cukup jauh.

BRUKKKKKKKKK!!!!

"BERANI LO GANGGUIN ISTRI GUE LAGI, HAHH?!" Agaskar kemudian melemparkan kalung itu tepat di wajah Vanoris.

"Ambil, nggak usah caper sama istri orang. Banyak mahasiswi yang bisa lo kasih atau bahkan ngarepin pemberian dari lo, brengsek!"

Vanoris awalnya terkejut, namun setelah melihat siapa pelaku yang menyerangnya, raut wajahnya seakan mengatakan bisa memaklumi hal tersebut.

Sementara Zeya dari kejauhan membuka mulutnya lebar, kedua matanya membelalak sempurna. Inilah hal yang ia takutkan, saat Agaskar bukan lagi dalam mode wapresma kampus, melainkan ketua geng motor.

"KAKKKK!!!" panggil Zeya sembari berlari kecil untuk segera menyusul Agaskar yang tengah ingin menyerah Vanoris disana.

Beberapa pasang mata seketika menyorot pada interaksi Agaskar dan Vanoris, dimana mereka mengetahui betul itu adalah wakil presiden mahasiswa mereka dengan seorang dosen kampus.

"SINIIII LOOOO!!!" Agaskar yang sudah hilang kesabaran itu pun langsung mencengkeram kerah baju Vanoris dan menariknya untuk bangkit berdiri.

"Saya sudah minta maaf, kalung itu hanyalah sekadar pemberian saya saja," tutur Vanoris seolah ketakutan.

"SEKADAR LO BILANGG?! DASARRR ANJINGGGGG!!!"

BUGGHHHHHHHH!!!

Tanpa ragu, Agaskar pun melayangkan sebuah bogeman pada wajah Vanoris yang membuat sang empu seketika tersungkur, sudut bibirnya langsung mengeluarkan bercak cairan berwarna merah pekat.

Tak sampai disana, Agaskar kembali mendekat dan berjongkok menatap intens sosok yang dianggap dosen oleh mahasiswa lainnya. "Lo pikir gue goblok, hah?!"

"KALUNG YANG LO KASIH KE ISTRI GUE ITU ADA KAMERANYA, BANGSATTTT!!!"

BUGGGHHHHHHHHH!!!!

Sisi lain wajah Vanoris pun kembali dihantam oleh Agaskar dengan kepalan tangannya, tangan Agaskar langsung beralih pada leher Vanoris seolah ingin mencekiknya.

Bersamaan dengan Zeya yang datang, ia berusaha melerai pertengkaran keduanya. "Kak, udah Kak! Cukup gue mohonnn udahannnn!!!" pinta Zeya yang tentunya tak digubris.

"S-saya m-minta maaf...."

"MAAF LO NGGAK CUKUP, ANJINGGG!!! BIARIN SEMUA MAHASISWA TAU KALAU LO NGGAK NIAT JADI DOSENNN!!" Agaskar menghempaskan kasar cekikannya.

Akibat jemari Agaskar yang sangat kuat mencekik lehernya membuat Vanoris terbatuk-batuk, ia nyaris kehabisan napas karena kader oksigen yang sudah sangat menipis.

"DAN LO JUGA NGGAK PANTESSS JADI DOSEN, BAJINGANN!!!" Terakhir, Agaskar menendang kasar kaki Vanoris.

Zeya masih setia berada di samping suaminya dan masih berusaha memisahkan pertengkaran, meskipun tidak berhasil karena Agaskar disaat yang seperti ini sulit dihentikan.

Lelaki itu telah hilang kendali, Agaskar benar-benar tak menjaga image nya sebagai wapresma demi keselamatan dan perlindungan Zeya. Bisa saja setelah ini ia dipandang oleh mahasiswa lain sebagai contoh yang buruk.

Atau tidak layak untuk dicontoh, padahal ia sendiri adalah bagian penting dalam organisasi pertama di kampus bergengsi ini. Namun, Agaskar seolah sama sekali tak mempedulikannya.

"Kita pulang, sekarangg!!" Detik berikutnya, barulah Agaskar merangkul Zeya dan menuntunnya untuk segera pergi dari sana.

"Jangan pernah lo gangguin Zeya lagi, atau lo bakal berurusan sama gue seterusnya!" tekan Agaskar, jari telunjuknya bermain ke arah Vanoris.

Orang-orang sudah banyak berkerumun untuk menyaksikan aksi penyerangan yang dilakukan oleh Agaskar, karena Vanoris sebagai dosen sama sekali tak bertindak melawan pada mahasiswanya.

Itu jelas menggiring opini beberapa orang yang menonton dan tak mengerti apa masalahnya, merasa Vanoris sangat berbaik hati karena tak melawan padahal sudah dilukai.

"Van? Vanoris? Lo masih disana, kan?!" Setelah dibantu oleh beberapa mahasiswa untuk bangkit berdiri, Vanoris segera mengambil ponselnya yang sempat terbanting tadi.

Sambungan telepon rupanya masih berlangsung, antara dirinya dengan seseorang. "Halo? Gue pikir lo udah matiin teleponnya," sahut Vanoris.

"Anjing belum, lah. Lo abis diapain sat?" tanya seorang lelaki dari balik telepon Vanoris. "Gue kayak kenal suaranya, nggak asing pas gue denger. Dia nyerang lo?"

Vanoris meneguk salivanya kasar, ia mengusap darah yang terus bertetesan di sudut bibirnya. "Ya apalagi? Tapi lumayan sih di perhatiin banyak mahasiswa, gue bisa putar balikan semuanya."

Lelaki dibalik sambungan telepon itu pun kemudian tertawa, bukan tawa lucu, melainkan tawa penuh kelicikan.

"Ide bagus, Van. Emang siapa mahasiswa yang udah berani nyerang lo?"

"Agaskar, ketua Wolviper," jawab Vanoris, ia mulai menjauh dari kerumunan dan berjalan ke tempat yang sedikit lebih sepi.

"Woww... Itu artinya, tujuan lo udah semakin dekat, kan? Hahahahaha!!!"

••••••••••••

GIMANA MENURUT MU TENTANG BAB KALI INI???

MENURUTT KALIANN GIMANA NIHH?! IRISHHHH BENERAN TOBAT? SIAPA YG NGEDUKUNG IRISH TOBAT?!😁

VANORISSS JUGA MAKIN KESINI MAKINN GENCARR YAA, KIRA KIRA APAA TUJUANNYAA?!

TEBAK SIAPA YANG LAGI BICARA DI TELEPON SAMAA VANORISSS DAN APA HUBUNGAN MEREKA BERDUA?!

SPOILER BAB SELANJUTNYA? HANYA ADA DI agaskarstory.ofc dan @ofc.wolviper . Jangan lupa join broadcast channel nya juga di instagram biar dapat info selalu.

Apa yang mau disampaikan sama Agaskar?

Apa yang mau disampaikan sama Zeya?

Apa yang mau disampaikan sama Irish?

SIAP MELIHAT PERJUANGAN ZEYA MEMBUJUK AGASKAR?! SPAM "❄️" SEBANYAK-BANYAKNYA YAA. UPDATED BERGANTUNG DI TARGET...

TIDAK ADA AKUN INSTAGRAM LAIN SELAIN DI BAWAH INI:
@nazieranff
@agaskarstory.ofc
@ofc.wolviper
@pasmoy.ofc

ROLEPLAYER ACCOUNT ACTIVE:
•@agaskarvakenzo
••@arazeyhelthea
•@pangeranjavas
••@surganyaallah17
•@galenfaldevion
••@vandahavrielles
•@savionragasvara
••@ansleyarcellin
•@arhezalkanders
••@soniafabiannexy

•••@waveravedson
••@aessyrazelina
•••@vanoriswilder
••@irishzeverly

[[ JANGAN LUPA REKOMENDASIKAN JUGA CERITA INI KE TEMAN, KELUARGA, KERABAT DAN SAHABAT MU. VOTE, COMMENT AND SHARE CERITA INI SEBANYAK-BANYAKNYA❤️‍🔥]]

~~Jum'at, 2 Februari 2024 (3984 kata)

Continue Reading

You'll Also Like

10.7K 756 13
---- Sistem Akhir Anjing Tunggal ---- Qin Lang adalah presiden yang menyendiri, berpenampilan serius dengan kaki panjang dan bernilai tinggi. Ada nak...
6.8K 313 14
𝚐𝚎𝚖𝚒𝚗𝚒 :𝙻𝙾 𝙱𝙸𝚂𝙰 𝙳𝙸𝙴𝙼 𝙶𝙺 𝚂𝙸𝙷 𝚂𝙴𝙷𝙰𝚁𝙸 𝙸𝙽𝙸 𝙰𝙹𝙰?! 𝚏𝚘𝚞𝚛𝚝𝚑: 𝚎-𝚎𝚑 𝚖𝚊𝚊𝚏 𝚐𝚎𝚖 𝚐𝚎𝚖𝚒𝚗𝚒: 𝚌𝚔, 𝚐𝚠 𝚑𝚊𝚛�...
457K 48.6K 39
"Hidup itu tentang perjalanan yang suatu saat nanti akan menjadi sebuah kenangan. Dan, hidup juga membutuhkan suatu pengalaman agar bisa dijadikan se...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

882K 47.9K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...