Ponakan Crush (END+ TERBIT)

By IlanYulanda

1.9M 88.6K 1.1K

Di satukan oleh keponakan crush Kisah seorang gadis sederhana, yang telah lama menyukai salah satu cowo seang... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26.
27
28
29
30
31
32
33
35
36
37
38
39
40. End
Just Info!
Segera Terbit!
Cerita Baru!!
Bantu Vote Cover Guys.
Open PO!
Info CO

34

41.4K 1.9K 26
By IlanYulanda

Mohon bantuan vote+komen+kritik dan sarannya ya.

Happy reading.

Setelah dari tempat peristirahatan terakhir Julia dan Fano, Juan kembali ke rumah sakit. Dirinya sudah di perbolehkan istirahat di rumah oleh dokter. Tapi, ibu dan kekasih hatinya masih tinggal di rumah sakit.

Untuk sementara Azka di urus oleh Rina dan Andro. Sedangkan Laras sampai saat ini masih belum sadarkan diri.

Via benar-benar melupakannya, setiap Via menatap Juan dengan lama maka Via selalu mengeluh sakit kepala. Hati Juan menjadi sakit melihat itu. Baru kemarin dirinya bahagia dengan Via. Tapi takdir berkata lain, takdir belum merestui mereka untuk bersama.

"Jadi gue sebenarnya udah lulus kuliah?" Via bertanya dengan pelan menatap sahabatnya, Rianti. Sedangkan orang yang ditanyai menganggukkan kepalanya.

Saat ini Rianti sedang menemani Via di rumah sakit, sedangkan Hamid masih ada urusan di sekolahnya.

"Bukanya kemarin tu kita, habis bahas tentang MPLS ya?" Ujarnya.

"Gak, itu udah 6 tahun yang lalu Pia, awal-awal kita masuk SMA, dan sekarang lo udah kerja di perusahaan sepupu gue," jelas Rianti dengan lembut.

Via memegang kepalanya yang mulai sakit saat mencoba mengingat kenangan itu, "Tapi kenapa gue gak ingat?"

"Jangan terlalu di pikirin, mending sekarang lo istirahat ya" ujar Rianti lembut. Via merebahkan dirinya di atas brankar.

Rianti melihat sahabatnya sendu, ia memikirkan nasib Azka, apa Via juga melupakan anak kecil itu?

Suara pintu terbuka mengalihkan fokus Rianti, ia melihat Juan disana. Juan berjalan mendekati brankar, Via menatap Juan sebentar, kemudian matanya menatap langit-langit kamar rumah sakit. Ia, masih tidak mengingat siapa cowok itu. Setiap kali ia mencoba mengingat, kepalanya terasa sakit. Tapi ada rasa nyaman di hatinya saat melihat cowok itu.

Juan menghela napas lemah, melihat Via yang tidak memperdulikannya seperti orang asing.

"Juan, lo jaga Via sebentar ya, gue laper belum makan siang," Rianti melangkah keluar setelah mendapat anggukan dari Juan.

"Kenapa lo selalu datang jenguk gue?" Tanya Via tanpa menatap Juan.

"Rianti gak cerita ya? Kalau gue tuh sepupunya dia," Juan mencoba menjawab seperti orang yang terkejut.

"Loh, Rianti punya sepupu seganteng lo kok gak bilang-bilang sih," kening Via berkerut karena Rianti tidak pernah cerita tentang sepupunya.

"Tau tuh, omong-omong gue ganteng banget ya?" Tanya Juan menaik turunkan kedua alisnya menatap Via menggoda.

"Ganteng sih, tapi sayang," Jawab Via.

"Sayang?" Kening Juan berkerut mendengar kalimat Via.

"Iya sayang, kenapa?" Setelah menjawab itu, Via kemudian tertawa karena geli sendiri melihat kelakuannya.

Juan terdiam melihat Via yang tertawa dengan bahagia, Juan harus bersyukur kah atau bersedih karena melihat kondisi Via yang saat ini.

"Lo beneran gak inget gue?" Via menghentikan ketawanya mendengar pertanyaan itu, kemudian bibirnya tersenyum sumringah.

"Inget," secarik harapan timbul di hati Juan, jantungnya berdetak dengan cepat mendengar jawaban Via.

"Lo sepupunya Rianti kan?" Kalimat selanjutnya membuat harapan Juan hancur begitu saja. Tidak mungkin begitu cepat mengembalikan ingatan Via, butuh waktu yang cukup lama untuk itu.

"Oh iya ya, gue sepupu Rianti," Juan menyauti  dengan tertawa hambar.

Kemudian hening sampai Via bersorak dengan heboh. Matanya menatap Juan dengan tatapan yang memuja.

"Lo sepupunya Rianti? Berarti lo bos gue dong,"

"Lo inget?" Tanya Juan terkejut.

"Ga inget sih, tapi Rianti tadi cerita kalau gue tuh kerja di perusahaan lo," jelas Via menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu dengan tangannya yang di infus.

"Tapi emang iya ya?" Tanya Via sekali lagi. Juan menganggukkan kepalanya.

"Aduh, maaf ya pak kalau selama ini saya kurang sopan," Via menyatukan kedua telapak tangannya menghadap Juan yang duduk di dekat brankar.

"Pak pak, emang gue bapak lo?" Kata Juan.

"Kemarin saya tawarin, bapak nyuekin saya"

"Apa sih bapak-bapak, gue bukan bapak lo" ujar Juan risih sendiri di panggil bapak oleh Via.

"Kan bapak sendiri yang nyuruh saya menggunakan bahasa formal"

"Cukup, lo panggil gue bos aja, gausah pake embel-embel bapak!" 

Kepala Via berdenyut mendengar suara-suara yang masuk kedalam kepalanya. Via tidak mengetahui suara siapa itu, Via melihat bayangan seseorang di benaknya, Via mendesis merasakan kepalanya yang semakin sakit.

Juan yang melihat Via kesakitan segera memanggil dokter.

"Pasien mencoba mengingat secara perlahan tentang ingatannya, jadi jangan biarkan dia terlalu berpikir dengan keras, karena itu akan berdampak dengan kesehatannya," jelas dokter setelah memeriksa kondisi Via. Juan mengangguk mengerti.

Juan menatap Via yang sudah tertidur dengan tenang. Ia akan mengembalikan ingatan Via secara perlahan, dengan cara mengulangi kembali kenangan yang pernah mereka lakukan.

***

1 bulan berlalu, Juan selalu rutin mendatangi rumah Via setelah gadis itu di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Via tetap menyambut Juan dengan baik, untuk menghargai sepupu dari sahabatnya sekaligus bosnya itu. Selama satu bulan ini juga Via belum di perbolehkan masuk kerja oleh Juan.

Biasanya Juan selalu datang sendiri ke rumah Via, tapi hari ini ia tidak datang sendirian. Ia membawa Azka. Anak itu baru sembuh kembali setelah demam tinggi cukup lama.

Saat sampai di pintu rumah Via, Juan menurunkan Azka dari gendongannya, lalu tangannya menggenggam tangan mungil Azka, setelah itu ia mengetuk pintu di depannya ini.

Pintu terbuka memperlihatkan Hamid dengan setelan rumahannya. Kaki mereka melangkah masuk ke dalam rumah setelah Hamid mempersilahkan.

"Kakak lo mana?" Tanya Juan, karena tidak melihat keberadaan Via.

"Di dapur, lagi bikin kue," Jawab Hamid menunjuk dapur. Juan mengangguk kakinya melangkah menuju dapur, tangannya masih menggenggam tangan Azka, dan anak itu mengikuti langkah kaki Juan.

Genggaman tangan mereka terlepas saat Azka melihat sebuah benda yang menarik perhatiannya, kemudian anak itu jongkok dan mengambil posisi merangkak untuk mendekati sebuah mainan kunci yang berbentuk bola.

"Azka, ayo sini," Juan memanggil Azka karena merasa tidak menggenggam tangan mungil itu lagi.

Via yang mendengar suara itu, segera berjalan keluar dari dapur, kemudian ia melihat pria jangkung yang berdiri membelakanginya, ia bisa menebak, itu adalah Juan, sepupu temannya. Kemudian matanya beralih menatap anak kecil yang sedang merangkak ke arahnya. Hati Via merasa bahagia melihat anak itu.

"Ti Pia, Ti Pia" Azka memanggil Via dengan semangat saat matanya melihat keberadaan Via. Azka sangat merindukan Ti Pia nya.

Via mengabaikan sakit di kepalanya saat sebuah ingatan rusak masuk kedalam otaknya.

Via segera menggendong Azka, saat anak itu sudah sampai di hadapannya. Entah kenapa ia merasa sudah dekat dengan anak ini, padahal dirinya baru pertama kali ketemu dengan anak ini.

"Halo sayang, nama kamu siapa?" Tanya Via lembut menatap Azka yang tersenyum bahagia.

"Ata," jawab Azka dengan cadel.

"Ata?" Ulang Via, Azka menggeleng.

"Utan Ata Ti Pia, tapi Ata," Azka meralat perkataan Via. Via dibuat bingung mendengarnya, kemudian matanya menatap ke arah cowok yang sedari tadi diam membisu menyaksikan Via dan Azka.

"Azka," Jawaban yang di beri Juan membuat Via memegang kepalanya yang semakin sakit, Juan yang melihat itu segera menurunkan Azka dari gendongan Via.

"Azka,"

"Azka,

"Azka," Via terus menggumamkan nama yang terasa tidak asing di kepalanya, tapi kenapa kepalanya tidak bisa mengingat, semakin keras Via mengingat semakin sakit kepala Via.

"Via lo tenang, jangan terlalu di pikirin," kata Juan mendekati Via yang masih memegang kepalanya.

"Ti Pia, anan atit," kata Azka.

"Ti Pia, Ti Pia"

"Aaanann atit aaanann"

Suara anak kecil terdengar di ingatan Via, tapi suara itu terputar bagaikan kaset rusak. Tidak sanggup menahan rasa sakit di kepalanya, Via terjatuh pingsan dalam pelukan Juan. Juan melotot kaget melihat Via yang tak sadarkan diri. Jantungnya berpacu.

"HAMID!"

Hamid yang mendengar suara gaduh dari dapur segera berlari menuju dapur.

"Tolong gendong Azka, Via pingsan!" setelah mengatakan itu Juan berlari menuju mobil sambil menggendong Via yang tak sadarkan diri. Diikuti Hamid yang menggendong Azka yang sudah menangis.

***

Sudah satu bulan ini Nancy di rawat di ruangan kesehatan di kantor polisi, dirinya semakin kurus, mukanya kusam. Tubuhnya yang modis dulu sudah hilang, mukanya yang cantik dulu sudah hilang. Sekarang tinggal lah tubuh tak berdayanya di atas brankar. Tidak ada orang yang peduli dengan kondisinya. Managernya dulu, Felis sudah mengundurkan diri saat dirinya di tangkap polisi. Felis sama sekali tidak peduli dengan kondisi mantan atasannya itu. Malahan Felis menjadi senang.

Kali ini Felis datang menjenguk Nancy.

"Halo apa kabar nona?" Tanya Felis tersenyum menatap tubuh Nancy yang menjijikan.

Tubuh yang kurus kering, dan selangkangan nya yang membengkak mengeluarkan cairan busuk. Serta ada sisa-sisa muntahan di baju yang di kenakan perempuan itu.

Untung saja Felis datang kesini menggunakan masker.

"T-tolong, bawa gue ke rumah sakit yang lebih b-baik," Nancy mengeluarkan suaranya dengan pelan dan terbata-bata meminta pertolongan pada Felis. Selama di ruangan kesehatan ini, ia tidak terlalu mendapatkan pengobatan yang layak.

"Ups, seorang Nancy memohon ya? Wau suatu kejadian langka," jawab Felis menutup mulutnya yang memakai masker, ia seolah-olah seperti orang kaget.

Nancy terbatuk-batuk, kemudian memuntahkan cairan putih. Tidak ada rasa iba di hati Felis melihat itu. Kepalanya tidak akan pernah melupakan kenangan memilukan dalam hidupnya saat ia kehilangan salah satu adiknya gara-gara wanita busuk di hadapannya ini.

"Lo inget? Dulu gue juga memohon untuk di izinkan libur bekerja karena adek gue sakit di rumah!" Felis meninggikan suaranya. Nancy bergerak gelisah di atas brankar nya karena merasakan sakit di seluruh tubuhnya, apalagi di bagian selangkangannya.

"GARA-GARA GUE TELAT BAWA ADEK GUE KE RUMAH SAKIT, ADEK GUE MENINGGAL DI RUMAH DALAM PELUKAN KEMBARANNYA!!" Felis melanjutkan kalimatnya dengan suara yang lebih kencang. Felis hilang kendali, ia hendak mencekik leher Nancy. Tapi seorang polisi dengan cepat datang mencegah tindakan itu. Polisi tersebut menjauhkan Felis dari Nancy.

Tinggal Nancy sendirian dalam rasa penyesalannya, sekarang ia baru bisa merasakan menyesal. Dirinya mendapatkan penyakit ini karena sering bergonta-ganti pasangan sex nya, dan ini semua karma atas kejahatannya selama ini. Nancy meneteskan air matanya. Ia mengingat semua kejahatannya, menyakiti anak kecil, merusak rumah tangga orang, berkarir dengan cara kotor, membunuh dan melenyapkan bukti-bukti kejahatannya.

Saat ini yang ia harapkan, kalau tidak bisa sembuh dari penyakit ini, dirinya berharap akan mati secepatnya. Ia tidak tahan lagi dengan penderitaan ini. Dirinya tidak sanggup menahan sakit di tubuhnya setiap saat. Tapi sebelum itu ia ingin mendapatkan maaf dari Juan dan Via.

***

"Ti Pia atit ya om?" Tanya Azka menatap Juan dengan matanya yang berkaca-kaca. Padahal dirinya ingin bermain dengan Via, tapi Aunty nya itu malah masuk rumah sakit.

"Iya, Azka jangan nangis ya, biar Ti Pia nya cepat sembuh," jawab Juan.

Setelah di tinggalkan oleh Julia dan Fano, Juan benar-benar belajar menjadi orang tua yang baik untuk Azka. Azka mengangguk lemah, kemudian ia menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Juan.

"Mid," suara Juan memecahkan keheningan.

Hamid menoleh, menunggu kalimat yang akan di keluarkan Juan.

"Izinin Via buat tinggal di apartemen gue," pinta Juan menatap serius pada Hamid.

"Maksud lo bang?" Tanya Hamid tak habis pikir dengan permintaan konyol Juan. Via masih punya rumah, buat apa kakaknya itu tinggal di apartemen Juan.

"Gue pengen ingatan Via kembali," jawab Juan.

"Dan bikin kak Pia masuk rumah sakit lagi?" Juan terdiam mendengar perkataan sarkas Hamid.

"Gue bakal berusaha dengan pelan-pelan dan gak bikin Via kesakitan!" Jawab Juan, setelah terdiam sesaat.

"Apa jaminan lo bang?" Tanya Hamid.

"Gue bakal menjauh dari Via,"

Suara lenguhan memberhentikan percakapan mereka, Via sudah sadar kembali. Air matanya keluar begitu saja saat melihat anak kecil di dalam gendongan Juan.

Yang puas liat Nancy menderita, coba angkat kaki🦶

Semoga Nancy umur panjang ya, tentu juga dengan penyakitnya, biar dia menderita dengan penyakitnya itu.

Dan semoga ingatan Via cepat-cepat kembali, kasihan Azka pengen main sama Ti Pia nya.

Aku mau kasih penjelasan tentang ingatan Via, kan Via kenal Juan dari pengenalan eskul waktu kelas 1 SMA dulu, pengenalannya tuh udah di pertengahan mereka kelas 1 SMA, nah ingatan Via yang hilang mulai dari situ, sedangkan yang Via ingat, dia baru mau MPLS waktu itu.

Maafin ya kalau kalian kebingungan pas bacanya, soalnya aku juga keliru pas ngetik part 33 kemarin.

Yok bisa yok, 200 vote lagi🥰

Terima kasih buat yang udah baca dan vote cerita ini💚

Continue Reading

You'll Also Like

33.1K 4K 45
Tentang seorang gadis dengan segala kekurangannya. Juga tentang masalah yang terjadi sebelumnya. Dan juga tentang penghianatan yang terungkap diakh...
9.1M 551K 60
(FOLLOW MAKCE DULU YAHHπŸ–€) Apa jadinya seorang pelanyan harus menikah dengan Tuannya sendiri, bahkan keduanya tidak pernah saling menegur ataupun bi...
2.1K 545 32
[NCT Dream, TXT, Treasure Fake Chat special Ramadhan] Gimana jadinya kalau 22 orang ini satu grup chat? Mulai dari kehebohan, kerusuhan, kesombongan...
3.8M 298K 87
Pernikahan kontrak dengan CEO sudah biasa, tapi bagaimana kalau pernikahan kontrak di lakukan oleh Tentara dan Dokter? Hazel Pratiscia telah ditipu o...