INCOMPLETED LOVE [✓]

By redeuquinn

14.1K 1.2K 233

Meera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke ti... More

Tugas Ringan
Dimana Meera?
Saksi Kunci
Penyergapan Anak Kucing
Gara-gara Annu
Dimana Cerita itu Bermula
Tak Semudah Itu
Selamat Hari Holi, Annand!
Sekarang
Terlalu Lelah
Ammar. Hanya Ammar
Undangan
Dress Shopping
Obrolan Ringan
Pengakuan Intensi
Permohonan Kecil
Melodi Kerinduan
Yang Tak Terlupakan
Perjalanan Yang Ditakutkan
Selamat Pagi, London
His Home
Long Time No See
Perasaan Aneh
Sebuah Keputusan
Aku Bersedia
Dia Mendatangi
First Date
Yang Tak Tersampaikan
Yang Tak Terpenuhi
Penjelasan
Bantuan
Tak Terduga
Hingga Akhir
Epilog: Cinta Yang Terlengkapi

Yang Ditinggalkan

411 35 13
By redeuquinn


***


   =======================================


In Loving Memory of

ANNAND RAICHAND

 November 02, 1976 - September 21, 1999

A Gentle Soul, Beloved Son, And A Dearest Brother Who Will Forever in our hearts. Your Laughter, Love, and Light Live On.


=======================================



Meera yang kini berjongkok, memejamkan mata dan menghela napas perlahan. Terus mencoba menguatkan diri dan berusaha menenangkan hatinya. Setidaknya, air mata tak terus berderai saat ia sedang berhadapan dengan Annand seperti ini. Jemarinya terangkat, menyentuh tulisan pada batu nisan dengan lembut. Merasakan setiap ukiran yang terbentuk seolah wajah Annand lah yang ia gapai. Perlahan matanya terbuka, yang langsung mambaca tanggal kepergian kekasihnya itu. Tanggal yang merupakan seminggu setelah kelulusan kuliah mereka.

Dan tanggal kepergian Meera kembali ke India.


Gadis itu menahan isakkannya, menghapus kasar air mata yang sudah menggenang dengan cepat.

"Seandainya.... Seandainya saja saat itu aku mau menunggumu lebih lama, Annand. Menunggumu, hanya untuk sekedar mendapat kabar keberadaanmu. Atau mungkin menunggumu datang ke bandara untuk mengantar kepulanganku. Setidaknya, saat itu bisa menjadi kenanganku mengucapkan salam perpisahan padamu.." Ia menghela napas. Sedikit berpikir akan apa saja yang harus ia sampaikan. "Tapi tidak, aku terlalu egois. Aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri sampai tak bisa melihatmu yang sedang berjuang untuk hidup. Tak merasakan rasa sakit yang sedang kau pendam. Maafkan aku yang terlalu terhanyut akan kasih yang kau beri, Annand. Sampai lupa untuk memberimu cinta yang lebih banyak.."

Meera menutup matanya, ingin sekali rasanya ia berteriak. "Annand..." Ia terisak. Suaranya begitu parau. "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Lima tahun aku menunggumu tanpa kepastian, tapi ternyata kau sudah pergi diwaktu awal aku mulai menunggu." Ia menghapus kembali air mata yang tak sengaja meleleh. Ia menunduk, menahan segala emosi yang ingin dimuntahkan. Hingga napasnya mulai teratur kembali dan kini Meera mendongak. Menatap batu nisan Annand dengan senyum yang merekah.

Orang-orang di sekitarnya malah semakin sedih dengan ekspresi yang diberikan gadis itu. "Maaf... Aku malah mengomel diperjumpaan pertama kita ini. Harusnya aku senang kau sudah berada di tempat terbaik sekarang. Kau pasti sedang mentertawakanku yang kembali banyak bicara ini, kan?" ucapnya yang masih terus tersenyum tapi air mata begitu deras mengalir. Ternyata harapannya untuk tak menangis hari ini tidak bisa ia penuhi. Bagaimana ia tidak menangis jika dirinya kini tak dapat memeluk kekasihnya lagi.


"Meera.." Sayeedah menghampiri, ikut duduk tertekuk di sisi sang gadis dan mengusap lembut surainya. Melihat kondisi Meera saat ini, membuat hati Sayeedah terenyuh. Kenapa anak baik seperti Meera bisa mendapat cobaan yang begitu berat. "Lepaskanlah, Beta.. Lepaskan semua kerinduanmu sekarang. Setelah itu bebaskan dia... relakan Annand. Dia sudah bersama tuhan yang akan terus menjaganya."


Meera mendongak, menatap Sayeedah dengan begitu pilu tapi kembali memaksakan senyumnya. Meera kembali membasuh air matanya dan menghembuskan napas panjang. "Daijaan benar, ada yang lebih hebat menjagamu di atas sana. Aku tak akan khawatir." Meera kembali memandang batu nisan Annand. "Walaupun terlambat, tapi aku ingin kau tau," ia menghela napasnya yang terasa berat, "I Love you... I love you, Annand. So much.. Terima kasih telah datang ke hidupku walau hanya sebentar dan membuat seorang Meera Chopra menjadi orang yang paling bahagia dunia.."

Akhir dari kalimatnya itu malah membuat Meera tak mampu membendung semua emosinya lagi. Gadis itu langsung memeluk Sayeedah dan menangis sejadi-jadinya. Ia harus melepaskannya sekarang. Melepas Annand yang sudah berada di tempat terbaik.

Melepas dengan paksa segala ketidak iklasan yang terasa.


Pia yang sejak tadi ikut menangis di belakang Meera, mengelus lembut punggung sahabatnya tanpa bisa berkata apapun. Sementara Ibrahim yang akhirnya mengerti apa yang sedang terjadi, hatinya ikut merasakan kesedihan yang sama. Tak ada orang yang tak bersedih jika ditinggalkan seseorang terkasih. Ia menoleh pada sang Mayor yang kini berada di kejauhan. Laki-laki itu hanya terdiam, berdiri menyender pada panggar gerbang pemakaman seolah tak berani untuk menginjakan kakinya masuk dan bertemu sang adik.




***

        

           

      

Setelah Meera tak sengaja menemukan beberapa kuntum bunga liar berwarna kuning di rerumputan sekitar pemakaman, ia mencabutnya dan menaruh di atas batu nisan Annand sebagai tanda perpisahan mereka. Gadis itu tersenyum kecil melihat hasilnya, memberi kecupan singkat untuk Annand melalui tangannya pada batu nisan. Dan akhirnya Meera mencoba bangkit dari posisi jongkoknya, sambil berpikir untuk kembali menjalani hidup dengan keikhlasan akan semua yang telah terjadi.


Bisakah kau katakan pada tuhan, untuk tidak membuatku terlalu merindukanmu, Annand?


Biar saja kau yang rindu, dengan begitu mungkin tuhan akan cepat mempertemukan kita lagi.



Dengan pemikiran jahilnya itu, Meera memberikan senyuman terakhir pada Annand, menghapus semua air mata yang mulai mengering lalu melangkahkan kaki tanpa melihat ke belakang. Tiga orang lain mengikutinya, tak ingin gadis itu jauh dari pengawasan mereka. "Daijaan.. Aku mau langsung pulang." Ucap Meera pada sang asisten rumah tangga.


"Haan, Beta. Aku akan memberitahu kepulangan kita pada tuan Mukesh." jawab Sayeedah yang mulai sibuk dengan ponsel genggamnya. Meera tersenyum dan bernapas lega, sampai gadis itu menyerbu Pia yang masih terlihat sendu, untuk merangkul bahunya. Hampir saja mereka tersungkur karena serangan mendadak itu.


"Oh God, Meera! Aku kira kau akan pingsan!" pekik sang sahabat yang hanya dijawab dengan kekehan. Meera menghapus lelehan air mata di pipi Pia, lalu menggeleng dan tersenyum. "Ayo kita pulang, Pia. Tapi antarkan aku dulu untuk pamit pada ibunya Annand." ucapnya yang diberi anggukan setuju oleh Pia. "Dan juga... Terima kasih kau sudah menemani perjalananku bersama Annand, dari awal sampai kami berada di titik akhir ini.."


Pia memberikan senyum terbaiknya, menatap sang sahabat dengan lembut. "You're welcome.." jawabnya sambil melangkah keluar lahan pemakaman bersama-sama.


Merasa rasa sayang Meera pada Pia bertambah, ia menoleh pada laki-laki yang sedang mengekor paling belakang. "Ibrahim! Awas saja kalau kau menyakiti Piaku!" sahut Meera yang langsung memeluk Pia erat. Temannya hanya bisa tertawa mendengar hal itu.

Begitu mencapai gerbang masuk pemakaman, langkah dan senyum Meera terhenti tepat di depan Ammar. Dia menyuruh Pia, Sayeedah dan Ibrahim untuk duluan masuk mobil yang tadi membawa ketiganya sampai tempat itu.


"So... This is the ending of our journey, here?" tanya Meera, menyunggingkan senyum kecil pada laki-laki yang masih manatap reruputan di bawah kakinya. Mata gadis itu kembali berkaca-kaca melihat kondisi Ammar yang sama hancurnya seperti dirinya. "Sana.. Annand sudah menunggumu sejak tadi, Ammar. Dia sudah menunggu kedatangan kita selama lima tahun.." Meera menghela napas untuk menahan air matanya. Ia tak mau menangis lagi. "J-jangan membuat Annand menunggu lebih lama lagi.."


Ammar akhirnya menatap Meera. Ia mengangguk cepat dengan air mata sudah menggenang pada netra laki-laki itu. Menguatkan diri untuk bisa melangkah masuk lahan pemakaman yang tidak begitu luas, menuju tempat sang adik disemayamkan.


"Ammar!" panggil Meera lagi, saat langkahnya belum begitu jauh.


"Hm?" laki-laki itu menoleh, sedikit mengusap linangan di ujung matanya.


"Aku pulang duluan. Terima kasih... untuk semuanya." Meera tersenyum, yang begitu terlihat jelas kebahagiaan memenuhi wajahnya. "Terima kasih kau sudah mengajakku bertemu Annand.." ucapnya. "Am I going to see you again?"


Ammar ikut menyunggingkan senyum. Tapi dia malah menggeleng lalu mengangguk, seolah tak tau harus memilih yang mana untuk menjawab pertanyaan Meera. "Maybe.." terdengar suara parau Ammar yang membuat senyum Meera mengembang. Sebelum akhirnya gadis itupun memasuki mobil dan pergi meninggalkan Ammar untuk memiliki momen berdua dengan sang adik.




Tanpa mereka tau, seseorang di atas sana juga tersenyum.

Seolah merestui pertemuan yang akan terjadi kembali untuk keduanya.





***


         



.Satu tahun kemudian.



"Oh God, Meera! Pokoknya aku tak mau tahu, besok kau harus datang di malam sangeet ku, samjhee?" ocehan Pia langsung menusuk telinga Meera, sampai ia harus menjauhkan ponselnya dari telinga.


"Astaga Pia, tentu saja aku akan datang. Aku kan hanya mengatakan, kalau mungkin aku akan terlambat. Malam ini saja aku masih di Kalkota, Pia. Mengertilah.." jawab Meera yang menerangkan bahwa posisinya kini berada jauh beratus-ratus mil dari Pia.


Terdengar dengusan Pia di telepon, Meera yakin gadis itu kini sedang memandang tidak puas dirinya sendiri di cermin. "Kau pasti terlihat cantik untuk acara hari ini, percaya padaku.." ucap Meera menenangkan.

"I am! Aku menghela napas buka karena dandananku, tapi aku merindukan sahabatku.." jawab Pia. "Kehidupan menjadi direktur begitu sibuk, na?"


Meera terkekeh. "Bukan direktur Pia, aku harus mengatakannya berapa kali padamu. Aku hanya menjadi wakil ayahku dalam rapat-rapat luar kota. Dia sudah terlalu tua untuk semua ini." ucapnya. 


"Sama saja.. sebentar lagi kau juga yang akan menjadi direktur utama perusahaan ayahmu itu.."


Meera mendesah. "Don't remind me.." jawab gadis itu, yang membuat Pia tertawa. "So, see you tommorow?" tanya Pia lagi. "Of course! Aku tidak sabar melihat mu dan Ibrahim di pelaminan. Sampaikan salamku padanya!" ucap Meera.


"Dan sampaikan salamku juga pada Rehan Mehta, yang kini sedang menjadi your guardian, dalam rapat-rapat pentingmu itu.." ucapan Pia membuat keduanya tertawa. "Aku menunggu kedatangannya bersama mu besok! Love you!"


"Haan.. haanLove you too, soooo much!" jawab Meera lantang sebelum mengakhiri panggilan mereka.


"Mesra sekali dengan kekasihmu itu, Meera.." terdengar suara Rehan Mehta yang menghampiri entah dari mana. Tampaknya lak-laki itu mendengar ucapan Meera sebelum menutup telepon tadi. Meera tersenyum lebar. "Tentu saja.. sebentar lagi dia menikah. Ini detik-detik terakhirku untuk posesif padanya.." jawaban Meera membuat Rehan menaikan alisnya. "Kau akan ditinggal menikah oleh kekasihmu?"


Meera tertawa, kenapa laki-laki itu begitu percaya pada perkataan mengarangnya? "Tentu saja! Menyebalkan sekali Pia mencampakanku agar bisa menikah dengan Ibrahim!" jawabnya, yang kini disambut tawa oleh Rehan. "Aku kira siapa.." balasnya. "Siapa?" kali ini Meera yang menaikan alis, sedangkan Rehan mengangkat bahunya. "You tell me.."

Meera berdecak. Menarik napasnya sebelum menjawab, "There's nothing to tell." jawab Meera simpel. "Anyway.. Pia mengirimkan salam untukmu, Rehan." Ia mengalihkan pembicaraan. "Dan mengingatkanmu untuk hadir besok di acara malam sangeet nya." 


"Ah, iya.. tentu saja. Aku tak akan melewatkan acara tersebut. Akhirnya Pia dan sang Kapten menikah juga.."


"Haan.. Kalau tidak, aku pasti yang akan maju untuk mencincang Ibrahim!" canda Meera yang membuat laki-laki di sebelahnya tergelak.


"Meera.." Rehan menghadapkan tubuhnya pada gadis itu. Perhatiannya kini hanya pada Meera. "Aku tak menyangka kau bisa seceria ini. Awal bertemu denganmu, kau lebih pendiam dan mudah sekali canggung. Lalu kini... begitu leluasa bicara. Bahkan kau selalu memulai percakapan saat bersama klien-klien kita, seperti di rapat tadi. Dan tentu saja, sekarang kau mudah membuat lelucon kecil saat bersamaku."


Meera menghela napas, terlihat memikirkan sesuatu sampai akhirnya kembali bersuara. "Perjalanan hidupku sendiri yang membuatku ingin berubah, Rehan.." jawabnya. Senyum merekah dari bibir gadis itu, yang membuat Rehan tak bisa berpaling. "Dan tentunya, kau yang sudah banyak mengajariku akan semua ini! Dari cara bersosialisasi dengan para klien juga staf, sampai bagaimana menjalankan perusahaan. So, thank you!"


Rehan tersenyum sumeringah, dia membungkukan badan seolah memberi hormat. "Glad I could help, Madam.." jawab laki-laki itu yang membuat Meera tertawa. "Kapan rapat terakhir kita dimulai, Rehan?" Meera melirik jam tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam dan rapat perusahaannya di Kalkota belum juga selesai sejak siang tadi.


"Masih ada lima belas menit lagi untuk kita membuat kopi. Bagaimana?"


Meera menaikan bahu. "Not a bad idea.. chal!" jawaban itu membuat Rehan Mehta mengekor pada sang putri direktur utama dengan senyum yang terpatri di wajahnya.


Sedikitnya, ucapan dari Manager Operasional itu membuat Meera berpikir. Benarkah ada perubahan yang lebih baik darinya? 

         

Semoga saja.


Ya setidaknya hidup Meera kini lebih berguna bagi sang ayah.

Karena ia tau, Annand di atas sana tak akan suka jika melihatnya hanya menangis atau mengurung diri di kamar. Jadi semoga saja apa yang Rehan katakan benar. Usahanya untuk menjadi pribadi yang lebih baik kini membuahkan hasil. Karena ini semua juga ia lakukan demi ayahnya, kemajuan perusahaannya, dan juga penyembuhan lukanya.

Meera yang sedang mengaduk kopinya, mendesah.


Tentu saja tak semudah itu menghapus Annand dari memorinya. Terkadang, Meera tiba-tiba menangis jika rindu.

Is it wrong if I still miss you, yaar?


Ajakan mengobrol dari Rehan Mehta membuat pikiran Meera teralihkan kembali. Laki-laki tersebut memang sangat baik dalam bersosialisasi dengan siapapun, seperti Pia. Karena itu mereka mudah dekat.


Pia... sahabatnya itu akan menikah lusa, astaga! Rasanya Meera begitu bersemangat menyambut hari bahagia dan sakral gadis itu. Apalagi Pia menikah dengan laki-laki yang begitu dicintainya, Kapten Ibrahim Khan.



Ah- tunggu sebentar. Kenapa aku melupakan sesuatu? Meera tiba-tiba bicara dengan pikirannya sendiri. Pia menikah dengan Ibrahim, yang seorang tentara... Itu berarti, teman-teman kesatuannya akan hadir, kan?


Dan pastinya,


Mayor Ammar Raichand.

Ya ampun! kapan terakhir kali mereka bertemu? Sudah sangat lama. 


Meera dan Ammar sebenarnya tak pernah bertemu lagi setelah menemui Annand di peristirahatan terakhirnya. Ammar memang tak menjanjikan pertemuan mereka kembali. Bahkan mungkin, laki-laki itu seperti menghindarinya sekarang. Dia tak pernah ikut bersama Ibrahim, seperti dulu, jika Pia mengajak Meera untuk sekedar hang out.

Mungkin, itu yang terbaik untuk Meera dan Ammar. Mereka berdua perlu pemulihan hati sebelum siap bertegur sapa tanpa bayang-bayang Annand diantara keduanya.


Kira-kira apa yang harus dikatakan Meera saat bertemu Ammar nanti?


Hi, Major Raichand...

How's life?





***




< A/N >

           

Hiyaaaaaaa! I'm so sorry this story make you sad :( Mee too!

I hope they will find happiness soon! *finger crossed*


So.. don't forget to Vote and comment, all!

See you on the next chapter!


           


With Love,

 

 

 

- Reinn❤️



Continue Reading

You'll Also Like

854K 8.5K 68
𝐢𝐧𝐜𝐥𝐮𝐝𝐞𝐬 𝐚𝐥𝐥 𝐨𝐟 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐨𝐲𝐬 ✦ .  ⁺   . ✦ .  ⁺   . ✦ don't forget to vote, share and comment. 🤍
14.5K 1.1K 11
A collection of poems about him. The answer to the question: „Why did you guys even break up?" "It's time to let go and to start again. His tongu...
85.8K 4.3K 19
Jungkook's only a maid for the royals. Taehyung's a prince who fell in love with him immediately at the ball. What if Jungkook isn't really who he i...
143K 6K 21
Main pairing : SasuSaku Others pairing : NaruHina, ShikaTema, Saiino, etc. Saat kedua remaja akhirnya bertemu untuk menepati janji namun, salah satu...