HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 262K 16.8K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 37

68.9K 4.4K 375
By ay_ayinnn

Setelah membersihkan diri, Gavin kembali menemui orang-orangan tadi dibawah. Elen yang lagi-lagi ada di gendongannya juga sudah wangi karena beberapa menit yang lalu mereka mandi bareng. Tentunya Elen dimandikan terlebih dulu baru Gavin yang mandi.

Sampai dibawah, Gavin mulai menceritakan apa yang terjadi selama di desa. Ia ceritakan semua tentang Vanya, Elen, bahkan warga-warga di desa itu.

Kara dan Acel meneteskan air mata. Vanya hidup begitu susah sampai memulung sama sekali tidak ada di bayangan mereka. Apalagi ada anak kecil yang harus mereka hidupi seorang diri. Belum warganya yang sangat kurang ajar langsung membuat Kara dan Acel mendidih.

"Nah Elen, yang ini namanya Tante Acel. Kalo yang itu, Tante Kara. Terus yang ini..."

"Om do-dok-ter!" Seru Elen mengingat siapa Bevan.

Gavin sedikit cemberut, "Kok inget banget sama Om dokter?"

"Ka-karena a-aku da-dapat ba-nyak, ma-mainan," Jawab Elen semengertinya.

"Biasa aja kali, Vin. Aku gak bakal rebut anakmu, tapi kalo anakmu sendiri yang mau ya udah..." Canda Bevan disinisin oleh Gavin.

"Jadi, dia anaknya Vanya?" Gumam Acel bengong memandang Elen yang sedang meminum segelas susu dan duduk bersebelahan dengan Gavin di sofa panjang.

Gavin mengangguk, "Ya anak gue juga."

"Cih," Acel berdecih kecil. "Hai sayang, cantik banget sih kamu, gemesss!!" Ucapnya setelah itu. Dia beneran gemas dengan Elen.

Saking gemasnya, Acel nyaris mencubit-cubit pipi Elen. Hal itu langsung di tangkas Gavin karena bisa aja Elen iritasi kalau kulitnya dipegang sama orang. Gavin tak mau itu terjadi.

"Gavin," Panggil Kara juga terbengong sama seperti Acel tadi. "Gue gak nyangka lo jadi Papa. Ini gak lagi ngada-ngada kan?"

"Gak ada waktu buat gue ngada-ngada," Jawab laki-laki itu tegas tanpa berbohong.

"Elen, sini Aunty pangku. Mau gak?" Sahut Acel sambil menepuk-nepuk pahanya.

Elen menyerahkan gelas susu kepada Gavin. Minuman itu tidak habis sebab Elen tak biasa minum susu.

Setelah merasa kenyang, Elen menggeleng menolak tawaran Acel. Dia malah lebih mendekatkan diri pada Gavin. Gavin pun membawa anaknya ke dalam pangkuan dan merengkuhnya dari belakang.

Mereka sering kayak gitu.

"Nempel banget," Sahut Bevan lalu terkekeh kecil.

"Bagus lah, untung nempelnya ke gue, bukan ke orang lain," Balas Gavin ngawur.

"Hm... terus sekarang Vanya dimana?" Tanya Bevan mengingat saat Gavin cerita tadi katanya Vanya dibawa pergi oleh Clara dan meninggalkan Elen sendiri.

Drttt... Drttt...

Hendak menjawab, bunyi dering ponsel Kara membuat keseriusan mereka buyar. Kimberly kembali menelfon. Spontan perempuan itu menepuk jidat. Dia lupa kalau harus segera pergi ke puncak.

"Astaga, Gavin sorry, gue harus pergi. Elen, nanti kita main sama-sama ya! Bye semua!!" Ucap Kara berlari buru-buru menuju pintu utama.

"Kemana?" Tanya Gavin menatap heran kakak perempuannya yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya.

"Ada janjian ke puncak," Jawab Bevan dan diangguki Gavin.

"Terus, sekarang Vanya hilang lagi?" Raut Acel kembali sedih. Gavin juga tak kunjung menjelaskan bagaimana keadaan Vanya sekarang.

"Bukan hilang, Vanya di bawa pulang sama tante Clara," Balas Gavin seadanya.

"Berarti gue bisa ke rumahnya sekarang?"

"Kan... Kan... Lo gegabah mulu Cel. Diem dulu bisa?" Sahut Bevan.

"Salah lagi... Gue cuma mau ketemu Vanya, Kak. Salah ya gue ketemu sama sahabat gue?"

"Iya tahu, kita semua tahu lo pengen ketemu Vanya. Tapi-"

"SSTTT!!! Len, kita sarapan yuk?" Gavin menurunkan Elen lalu menggandengnya pergi menuju meja makan.

Hal itu dilihat oleh Bevan dan Acel. Elen itu lucu, saking lucunya Acel sampai gigit jari. Apalagi sekarang mereka saling bergandengan kayak gitu.

"Jorok," Celetuk Bevan lalu beranjak pergi dari sana. Ia masuk ke dalam lift, naik ke lantai tiga.

"Ya udah sih," Sewot Acel menatap kepergian Bevan.

"Bentar, anak kecil tadi beneran? Njir gue masih gak ngeh. Itu bener anaknya Vanya sama Gavin? Cakep banget? Gila temen gue," Gumam Acel antara bertanya-tanya dan tidak menyangka.

•••••

Di sebuah rumah mewah, seseorang tidur dengan sangat anggun. Kamar yang selama 6 tahun tidak ditempati itu akhirnya kembali ia tempati.

Kemarin Vanya sempat terbangun dan mencari Elen. Tapi dengan kejam Clara memberikannya obat tidur. Berakhirlah wanita itu tidur lelap semalaman.

Ceklek.

Pagi ini Clara masuk diikuti Charles dan seorang pelayan dibelakang. Ia berdiri di samping kasur Vanya. Pelayannya pula hanya menaruh sebuah nampan berisi sarapan untuk Vanya lalu keluar meninggalkan para majikannya di sana.

"Aku punya istri, tapi gak sejahat kamu," Ucap Charles di samping Clara. Pandangannya fokus menatap Vanya yang masih saja memejamkan mata.

"Aku juga punya suami, tapi gak sebrengsek kamu," Balas Clara santai.

"Kenapa harus bawa Vanya dengan cara kayak gini?" Tanyanya melihat sang istri duduk di tepi kasur putri mereka.

Clara mengusap dahi Vanya dengan penuh rasa sayang. Kalau kala itu Vanya tidak diusir mentah-mentah oleh suaminya, kejadian ini pasti tidak akan terjadi.

"Eungh..." Vanya melenguh kecil. Ia merasakan ada pergerakan tangan di dahinya.

Mata cantik wanita itu terbuka perlahan-lahan. Pertama kali yang ia lihat adalah atap kamar. Baru setelahnya ia lihat ada Charles dan Clara.

Eh? Mama papanya?

Spontan Vanya terduduk. Hal itu membuat Clara terkejut dan langsung mencemaskan putrinya. Persetan ada Papanya disini, yang jelas ia harus melihat Elen dengan mata kepala sendiri.

"Vanya? Kenapa? Mama ganggu ya?" Tanya Clara panik.

"K-kenapa aku bisa ada disini? Elen mana? Kok gak ada?" Vanya menoleh ke sana kemari berharap menangkap sosok anak kecil itu. Sayangnya, semua hanya harapan belaka.

"Mama?!" Bentak Vanya karena tak mendapat jawaban dari Clara.

"Elen..." Entah apa yang harus Clara katakan. Dia bahkan lupa kalau putrinya sudah memiliki anak.

"Elen aman. Dia ada sama Gavin," Sahut Charles ditatap horor oleh Clara. Suaminya ini sok tahu sekali. Memang dia chatan sama Gavin? Hpnya saja dibawa Clara terus sejak kemarin.

Nafas Vanya bergerak tak beraturan. Ia bingung, pikirannya berkata, kalau Elen terus-terusan bersama Gavin itu tidak baik tapi pikiran lainnya berkata, Gavin tidak akan berani menyakitinya atau Elen lagi.

"Aku mau ketemu Elen. Tolong antar aku ke sana," Pinta Vanya terdengar memaksa. Ia juga menggoyang-goyangkan lengan Clara agar mau mengantarnya ke tempat Elen.

"Ssttt, Vanya... Sembuhin dulu ya? Mama bisa jamin Elen aman sama Gavin." Ucap Clara menenangkan.

"Ma? Anak aku ada diluar sana, gak tahu dia udah makan atau belum, dan dengan santainya mama bilang kayak gitu? Tolong lah!!" Kesal Vanya memberantakan kasur yang ia duduki.

"Iyaa Mama ngerti. Dokter bilang kamu terlalu kebawa suasana. Kamu harus tenang sayang, biar cepet sembuh."

"Aku gak sakit! Mama aja yang selalu hiperbola. Pa, Papa juga gak mau aku disini kan? Kenapa Papa cuma diem? Kenapa gak usir aku lagi? Ayolah usir lagi!!"

"VANYA DIEM!" Sentak Clara memerah. Ia tidak suka dengan Vanya yang seperti itu.

"Ma?" Lirih Vanya lalu tertawa aneh.

"Kamu butuh pengobatan, Vanya. Mama janji bakal balikin kamu tapi tolong, sembuh dulu ya? Mama juga kangen... Banget sama kamu, Sayang," Dia membawa Vanya ke dalam pelukan.

Sebisa mungkin Clara harus menjaga perasaan Vanya. Meera bilang, kondisi Vanya sebenarnya tidak begitu parah kalau tak ada orang yang memancing masa kelamnya.

Dia mengalami trauma berat. Awalnya wanita itu tidak sadar dan hanya memendam rasa sakitnya seorang diri. Berakhirlah sekarang, dimana perasaan sakit yang Vanya pendam telah menyebar menjadi lebih kuat serta susah dihilangkan.

Ralat, Meera bilang menghilangkan rasa trauma itu amatlah mudah kalau orang tersebut mau berusaha menghilangkan penyakitnya. Beda cerita kalau Vanya terus menutup diri dan menutup akses untuk bertemu biang traumanya. Semua akan terus terpendam dalam kabut.

"Mama tega pisahin aku sama anak aku sendiri?" Air mata Vanya mulai mengalir.

"Mama tahu gimana rasanya dipisahin sama anak sendiri. Kamu juga tahu Mama gak kuat akan hal itu."

"Terus kenapa Mama pisahin aku sama Elen?" Ucap Vanya berat. Tangisannya terdengar lebih pedih.

Tidak menjawab pertanyaan Vanya, Clara memilih pergi keluar dari kamar. Tersisa Charles yang masih berdiri di samping kasur Vanya lalu Vanya duduk di atas kasur.

"Papa minta maaf, Vanya," Suara berat Charles terdengar jelas di telinga Vanya.

Perempuan itu mendongak, menghapus air mata walau masih terisak-isak. Dia tidak marah kepada Charles akan kejadian dimasa lalu. Bagaimanapun itu adalah kesalahannya, jadi Vanya rasa sudah sepantasnya ia dihukum seperti enam tahun ini.

"Bukannya reputasi Papa bakal rusak kalau media tahu anaknya hamil diluar nikah?" Celetuk Vanya pedih.

Charles menempatkan diri di tepi kasur Vanya seperti Clara tadi. Ia elus kepala Vanya seakan dia bangga dengan perjuangan putrinya selama ini.

Hebat loh Vanya bisa mengurus seorang anak tanpa bantuannya. Memang cara Charles salah, tapi coba ambil sisi positifnya, Vanya jadi lebih mandiri dan dewasa.

"Papa bangga sama kamu," Charles kecup pucuk kepala Vanya penuh kasih sayang.

Rasa sayangnya kepada sang putri tidak akan pernah luntur sampai kapanpun. Sebagaimana orang mengatakan, cinta pertama anak perempuan adalah Ayahnya. Itu yang membuat Vanya membuka hati baru karena hati lamanya selama enam tahun ini telah rusak.

Tanpa sadar, Vanya memeluk tubuh Charles. Ia menangis di bahu cinta pertamanya.

"Hiks... Papa, sekali lagi maafin Vanya. Maaf udah ngerusak rencana Papa buat masa depanku," Isaknya dengan punggung dielus pelan oleh Charles.

"Papa sempat kecewa banget sama Vanya, tapi itu dulu. Sekarang, Papa mau memperbaiki semuanya. Kamu mau kan hidup sama Mama, Papa lagi?"

Vanya menggeleng, "Aku punya keluarga yang udah nemenin selama 6 tahun ini. Aku cuma mau hidup bahagia sama Elen."

"Ajak keluargamu tinggal disini, Nak. Papa siap berterima kasih kepada mereka. Juga dengan cucu Papa."

Menyinggung soal Elen lagi, Vanya jadi melepaskan pelukannya secara paksa. Ia tatap dalam mata Charles. Bantuan Papanya sangat dibutuhkan sekarang.

"Bantu aku ketemu sama Elen, Pa. Dia masih kecil, dia butuh aku," Lirihnya penuh harap.

"Papa janji bakal bawa Elen kesini."

"Mama gak bakal ngizinin. Di mata Mama, Elen itu cacat. Mama pasti malu punya cucu kayak Elen."

"Mamamu gak mungkin kayak gitu, Van. Dia hanya belum terima kalau kamu diperlakukan hal yang tidak senonoh oleh laki-laki itu."









Bersambung.

AJSJANSJWNSJWK, SPAM EMOT YANG MENURUT KALIAN LUCU PLSS?

Btw aku hari ini buat QnA di ig, kalian yang mau tanya soal cerita ini atau tanya ttg apa aja deh boleh banget ya ditanyakan segera.

Ig: @ay_ayinnn

Rameinn beib!!!🔥✨

Continue Reading

You'll Also Like

12.3K 1.8K 34
Al adalah laki-laki yang setiap harinya dilanda kebingungan, antara sahabat dan pacar Siapakah yang akan Al pilih??
1M 55.4K 56
Yang satu Cuek, dingin, irit bicara, acuh tak acuh. Yang satu lagi Pendiam, pemalu, lugu nan polos. Apa jadinya jika mereka berdua terikat suatu hubu...
173K 15K 60
'Kisah ini menceritakan dua remaja yang yg terpisah selama dua tahun yaitu, Muhammad Farhan Abdullah dan Shofiatus Saidah Al-Hasan. Farhan memiliki s...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4M 234K 29
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...