Rumah Untuk Bayu | JJK

By Purplelight01_

49K 2.6K 341

Daun tidak dihadirkan untuk membenci angin yang menjatuhkannya. Tak pula menaruh dendam pada alam yang membua... More

Prolog
CHAPTER 1 : Fortius
CHAPTER 2 : Persaingan
CAST
CHAPTER 3 : Melewati batas
CHAPTER 4 : Bukan hanya luka
CHAPTER 5 : Kontras kasih sayang
CHAPTER 6 : Ke mana harus pulang?
CHAPTER 7 : Ancaman
CHAPTER 8 : Pertengkaran
CHAPTER 9 : Ketakutan
CHAPTER 10 : Mencoba lebih dekat
CHAPTER 14 : Disalahkan
CHAPTER 17 : Dipaksa pulang
CHAPTER 18 : Kekanakan yang sebenarnya
CHAPTER 20 : Rindu
CHAPTER 30 : "Maaf, Bu."
CHAPTER 31 : Rencana
Vote Cover
CHAPTER 33 : Maaf dan terima kasih
OPEN PRE-ORDER
Info
Gratis Ongkir
Hari terakhir
Diskon 20-35%
Special Chapter
Diskon 40%

CHAPTER 32 : Berpikir

1.1K 105 5
By Purplelight01_

"Dari tadi tidur terus, Nin. Mungkin ngantuk karena semalam begadang."

Hanin mengernyit. "Perutnya sakit lagi, Tante? Kok begadang?"

Viona menggeleng sembari membetulkan letak selimut Bayu. "Tante enggak tahu. Semalam sempat minta dibawain alat tulis gitu sama papanya Aries. Tante ngintip dia lagi ngapain juga enggak boleh. Terus tante ketiduran. Eh, waktu bangun, Bayu masih belum tidur."

"Tapi, Bayu baik-baik aja, kan, Tante? Enggak kedengaran kesakitan apa gimana?" tanya Hanin takut-takut.

Perempuan itu menggeleng, kemudian menggiring Hanin duduk di sofa. "Enggak, Nin. Entah emang enggak sakit atau karena ditahan. Bayu semangat banget nyiapin semua buat acara ulang tahun bundanya. Dia pilih sendiri tas yang diincar bundanya. Sepatu, baju, tempat makan, bahkan rencana jalan-jalan. Dia ... sesemangat itu."

Dengan cepat Hanin menangkap kepedihan dalam sorot perempuan di hadapannya. Hanin tahu, bukan rasa iri yang membuat Viona berwajah muram, tetapi sedih karena semua yang Bayu lakukan tidak pernah ada harganya di mata sang bunda. "Semoga kali ini hati Tante Anggia luluh, ya, Tan. Sebenarnya Bayu enggak pernah minta apa-apa. Dia cuma mau disayang."

"Bun ...."

Mendengar suara itu, keduanya kompak bangkit, kemudian mendekat pada sisi ranjang Bayu.

"Nak," panggil Viona.

"Sakit ...." Dengan mata yang masih terpejam sempurna, Bayu merintih menyuarakan kesakitannya.

Dengan sigap, Viona menyentuh perut Bayu, mengusapnya perlahan, berharap anak itu bisa merasa lebih baik.

"Sakit ... Bun."

Gerakan Viona terhenti, membuat kedua netra Bayu yang semula terpejam, perlahan terbuka. Ia terkejut mendapati sang ibu juga sahabatnya berdiri di sisi ranjang. "Ibu." Anak itu memanggil dengan suara serak. "Maaf, ya, Bu."

"Abang kangen sama bunda?"

Kepala putranya memang menggeleng, tetapi Viona bisa langsung menerjemahkan kerinduan yang dalam dari sorot pemuda di hadapannya. Tanpa banyak bicara, Viona membungkuk, lalu memeluk tubuh kurus Bayu. "Ini mungkin bukan pelukan yang Abang mau, ibu juga bukan orang yang Bayu tunggu, tapi ... ibu harap ini bisa sedikit mengobati. Hangatnya tetap sama, 'kan?" ujar Viona sembari terkekeh, meskipun di saat bersamaan air matanya malah menetes.

"Ibu."

"Hm?"

"Bu, hilang adalah kado terbaik yang bunda mau dari aku. Jadi, setelah ulang tahun bunda nanti, aku benar-benar enggak bakal nemuin bunda. Aku juga pasti berusaha buat enggak kangen bunda lagi. Aku bisa fokus sayang sama Ibu setelah itu. Cuma sama Ibu. Maaf udah bikin Ibu nangis, ya."

Viona menegakkan tubuh, lantas menatap putranya lamat-lamat. "Nak, kenapa kamu sebegitunya sama bunda kamu? Padahal, dia sering bikin kamu sakit."

Hanin juga ingin mempertanyakan hal yang sama, tetapi itu lebih dulu disuarakan oleh perempuan yang berdiri berseberangan dengannya.

"Karena sebelum bunda bikin aku sakit, ada masa di mana bunda bikin aku bahagia, Bu. Bunda mempertahankan aku, bertaruh nyawa membawa aku lahir ke dunia, membesarkan aku biarpun sebentar. Rasanya enggak tahu diri kalau aku benci bunda cuma karena apa yang bunda lakukan saat ini. Bunda cuma takut kesepian lagi, Bu. Makanya dia berusaha keras mempertahankan apa yang dia punya."

"Tapi, dia enggak harus bikin kamu sesakit ini."

"Bunda memaklumi kenakalanku di masa kecil. Masa aku enggak bisa memaklumi usaha bunda untuk bahagia? Makanya, aku mau bantu bunda bahagia. Caranya dengan hilang seperti yang bunda mau. Aku mungkin kehilangan bunda. Tapi, aku punya Ibu. Ibu enggak keberatan, kan, sayang sama aku juga?"

"Enggak sama sekali. Tanpa diminta pun, ibu pasti sayang sama Bayu," sahut Viona.

"Yung, perutnya masih sakit enggak?" Bukan bermaksud momen manis ibu dan anak itu, tetapi sedari tadi Hanin menyadari tangan Bayu tertahan di area perut.

Bayu menggeleng, kemudian menyunggingkan senyum tipis.

"Nin, nanti gue pinjam semua buku catatan lo, ya. Gue ketinggalan banyak pelajaran kayaknya."

Gadis itu tersenyum manis. "Lo tenang aja. Kita tahu apa yang lo butuh," ujarnya sembari membuka tas, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. Sebuah buku catatan yang cukup tebal sampai Bayu terpana dibuatnya.

"Gue enggak tahu lo punya buku catatan setebal ini," ujar Bayu.

"Ini bukan punya gue. Buku ini khusus buat lo selama lo dalam perawatan. Buku itu kita bagi buat semua mata pelajaran. Tapi, lo enggak usah pusing karena setiap mata pelajaran kita kasih bookmark. Gue enggak mencatat itu sendiri kok, yang lain ikutan, Wil juga. Di antara semuanya, gue cuma berharap lo ngerti tulisan Arsen. Serius, Yung. Tulisan dia lebih mirip rumput laut rebahan daripada tulisan manusia."

Kontan saja Bayu terkekeh. Viona pun melakukan hal yang sama.

"Makasih, ya, Nin. Gue enggak heran, sih, kenapa tulisan Arsen memprihatinkan begini. Dia mungkin bakal jadi dokter kayak Om Rasya."

"Aamiin."

Tiba-tiba saja Viona merapatkan tubuhnya pada Bayu, kemudian berbisik. "Udah cocok itu jadi mantu ibu."

Bayu tak menanggapi, hanya tampak mengulum senyum. Hanin sendiri terlihat malu-malu dengan pipi merona. Apa yang dikatakan ibu tiri Bayu tidak terlalu keras memang, tetapi masih bisa terdengar. Bolehkah Hanin berharap? Semoga hari itu benar-benar ada.

***

Naren
Misi pertama selesai.
Kalau bukan karena lo, dan takut dikutuk jadi batu sama Mami, gue ogah ke sini, sumpah!

Bayu terkekeh membaca satu pesan masuk dari Naren, membuat Wil yang kini duduk di kursi kecil samping ranjangnya mengernyit heran.

"Kenapa?"

Pemuda itu menggeleng. Sebenarnya hari ini mereka mulai mengirimkan paket hadiah untuk bundanya. Jadi, selama satu bulan Anggia akan terus menerima kado-kado yang disiapkan Bayu juga temannya. Aries mengirimkan paket sepatu dan pakaian. Naren mengirimkan tas. Arsen masih menyiapkan segala sesuatu untuk makan malam, termasuk membuat undangan. Sedangkan Sabil juga masih berdiskusi soal dekorasi. Semua disiapkan dari jauh-jauh hari agar sempurna seperti yang Bayu mau.

"Kak, gue boleh nanya sesuatu?"

"Tanya aja. Selama gue bisa jawab, gue pasti jawab."

"Reaksi bunda kalau terima hadiah dari orang selalu sebahagia waktu lo yang kasih hadiah enggak?"

"Biasanya gitu. Tergantung isinya apa."

Senyum di bibir Bayu merekah sempurna. Sepertinya, rencananya berhasil. Kali ini sang bunda pasti bahagia menerima hadiah-hadiah yang diinginkannya.

"Gue mau tanya lagi, boleh?"

"Hm."

"Lo sayang enggak sama bunda?"

Butuh waktu lama untuk Wil menjawab. Bukan karena tidak sayang, tetapi kondisinya memang sudah jauh berbeda. Wil melihat sendiri bagaimana Bayu dilukai oleh perempuan yang dipanggilnya bunda itu. Mungkin tidak secara fisik, tetapi psikis yang dicederai bukankah lebih berbahaya?

"Kak?"

"Sayang."

"Bagus. Tetap begitu, ya, Kak? Lo lihat sendiri, kan, sesayang apa bunda sama lo? Jadi, jangan pernah bikin bunda kecewa. Lo itu sumber kebahagiaan bunda."

"Ini, tuh, udah enggak sehat, Dek."

Bayu terhenyak saat sang kakak memanggilnya adik, tetapi berusaha mengontrol keterkejutannya agar Wil tak merasa malu atau canggung.

"Toxic banget. Lo menyakiti diri sendiri demi kebahagiaan orang lain. Di mana-mana, lo dulu bahagia. Baru orang lain."

"Sejak kapan wujud rasa cinta seorang anak buat orang tuanya dipandang toxic, Kak? Gue bahagia kok melakukan ini. Karena gue yakin bunda juga pasti bahagia."

"Sejak apa yang mama mau dan apa yang lo lakukan mulai di luar nalar. Gue enggak bisa biarin lo terus kayak gini, Dek. Munafik kalau lo bilang lo bahagia, padahal semua orang tahu kalau di sini elo yang paling sakit. Lo yang nyuruh gue buat bersedia melihat luka orang lain, tapi kenapa di saat gue menemukan luka itu lo enggak membiarkan gue membantu menyembuhkannya?"

"Karena sampai kapan pun hubungan gue sama bunda mungkin akan terus kayak gini, Kak. Kami enggak bisa bahagia sama-sama. Harus ada yang berkorban kalau mau salah satunya bahagia. Sebagai seorang anak, gue enggak mau bunda berkorban terlalu banyak setelah pengorbanan melahirkan gue hari itu. Jadi, gue bersedia jadi gantinya."

"Kenapa lo enggak biarin gue aja yang berkorban?"

"Seperti yang gue bilang tadi. Lo sumber kebahagiaan bunda. Jadi, kalau lo terluka sama aja gue melukai bunda secara enggak langsung."

"Sekali ini aja, Dek. Pikirkan kebahagiaan lo sendiri."

"I can't," sahut Bayu sembari memutar tubuh membelakangi sang kakak.

Bayu kembali dibuat terkejut saat tiba-tiba Wil menyentuh punggung tangannya yang terbebas dari infus, lalu mengusapnya perlahan.

"Gue bilang begini bukan karena merasa bersalah atas semua yang pernah gue lakukan. Sebagian kecil mungkin iya, tetapi dorongan terkuat emang dari hati gue yang paling dalam. Gue benar-benar pengin lo bahagia. Sekarang pikir, gue aja mau lo bahagia, masa lo enggak mau membiarkan diri lo sendiri bahagia?"

Pertanyaan itu menampar Bayu kuat-kuat, membuatnya tersadar bahwa selama ini ia bersikap begitu buruk pada dirinya sendiri. Benar kata Wil. Jika orang lain saja ingin Bayu bahagia, mengapa Bayu tidak memberikan kesempatan itu untuk dirinya sendiri?

"Lo boleh berhenti kalau capek, Dek. Lo berhak bahagia. Jangan terlalu erat menggenggam sesuatu yang hanya akan melukai lo lebih banyak."

|Bersambung|

Udah siap vote cover? Tabungannya udah siap? Endingnya berbeda ~ mari kita liat nanti di versi novelnya. Bakal ada ekstra part juga yang enggak bisa aku publish di sini.

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 301 28
"jika kalian adalah lambang luka, maka aku adalah orang pertama yang selalu menyukainya" Nathan Surya Wardana. _______ Murni imajinasi sendiri!
8.4K 900 18
Setelah bertahun-tahun menunggu dan berharap, akhinya Angkasa pun dapat menerima kenyataan pahit bahwa dirinya di buang oleh keluarganya. Seperti nas...
3.1K 305 32
Setiap insan pernah berbuat kesalahan, pernah menyelem sampai ke dasar hanya untuk mengukir kenangan lama, lalu mengakhirinya dengan senyum bahagia...
29.1K 2.3K 13
[Sudah dibukukan] Prolog di dalem, penasaran? Baca aja dulu prolog-nya :) kali jatuh Cinta sama story-nya. ____________________ Story by: Vivi_Kim C...