INCOMPLETED LOVE [✓]

By redeuquinn

14.1K 1.2K 233

Meera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke ti... More

Tugas Ringan
Dimana Meera?
Saksi Kunci
Penyergapan Anak Kucing
Gara-gara Annu
Dimana Cerita itu Bermula
Tak Semudah Itu
Selamat Hari Holi, Annand!
Sekarang
Terlalu Lelah
Ammar. Hanya Ammar
Undangan
Dress Shopping
Obrolan Ringan
Pengakuan Intensi
Permohonan Kecil
Melodi Kerinduan
Yang Tak Terlupakan
Perjalanan Yang Ditakutkan
His Home
Yang Ditinggalkan
Long Time No See
Perasaan Aneh
Sebuah Keputusan
Aku Bersedia
Dia Mendatangi
First Date
Yang Tak Tersampaikan
Yang Tak Terpenuhi
Penjelasan
Bantuan
Tak Terduga
Hingga Akhir
Epilog: Cinta Yang Terlengkapi

Selamat Pagi, London

404 36 10
By redeuquinn


***


Kaca jendela yang berembun dan juga basah terkena cipratan hujan, menghalangi pandangan Ammar untuk memandang ke luar. Sudah sangat lama ia tak melihat dari dekat menara jam di sebelah gedung parlemen yang menjadi ciri khas kota London. Tapi cuaca malam ini, seolah tak mendukungnya untuk melirik sebentar.

Akhirnya Ammar mengelap kecil kaca jendela taksi di sisi, dengan ujung lengan baju. Sedikitnya ia kini dapat melihat arah jarum jam yang menunjukan waktu tengah malam. Dan benar saja, tak lama lonceng Big Ben berdentang seiring kendaraan yang membawanya dan Meera berjalan melewati menara.


Ngomong-ngomong tentang Meera...

Ammar menoleh, merasakan sesuatu menyundul lengannya. Di sudut lain kursi penumpang, Meera ternyata sudah tertidur dan kepala gadis itu melorot sampai ke lengannya.

Dengan tatapan sendu, Ammar mengangkat hati-hati kepala Meera dan menaruh di bahunya. Ia pun menyibak rambut sang gadis ke belakang telinga, memperlihatkan wajahnya yang begitu damai, juga cantik apa adanya. Setelah setengah jam perjalanan dari Bandara Heathrow, ternyata membuat Meera tertidur. Padahal penerbangan sepuluh jam dari Delhi sebelumnya malah membuat gadis itu terus terjaga. Ammar tahu, informasinya tentang Annand membuat Meera shock. Ia bisa merasakan sekuat apa genggaman gadis itu tadi, sampai tangannya terasa perih jika disentuh kini. Padahal belum ada setengahnya kisah mereka yang terceritakan. Itu hanya awal agar Meera tahu apa yang sebenarnya diperjuangkan Annand selama ini.


Ammar sedikit terkejut saat Meera tiba-tiba bergerak dan dengan tubuh yang gemetar, ia merapatkan diri pada Ammar. Tapi mata gadis itu masih terpejam. Syukurlah, Meera masih terlelap. Hanya saja, tampaknya Meera kedinginan, karena tubuh gadis itu terus bergetar dan kini memeluk lengan Ammar.

Perlahan, Ammar meraih jaket kulitnya yang ia buka sejak tadi dan ditaruh di sisi. Laki-laki itu menyampirkan jaket tersebut ke bahu Meera. Sedikitnya membuat gadis itu kini menjadi hangat.

  

"Annand..."

Kecil tapi jelas, nama itu tersebut di bibir Meera. Entah apa yang sedang Meera mimpikan sekarang, karena di sudut netranya, air mata meleleh.

"Sshh.." Ammar membelai pelan surai Meera, agar membuatnya tetap terlelap. "Sebentar lagi, Meera. Sebentar lagi.." Bisik Ammar.

Ini salahnya, kenapa Ammar harus menjanjikan sesuatu pada Meera yang ia sendiri tak tau gadis itu akan kuat menerimanya atau tidak. Tapi, seperti yang Meera pernah katakan, dia tak mau terus berada di dalam kegelapan. Meera berhak untuk mengetahui semuanya. Semoga saja pertemuannya dengan Annand nanti, tak memperburuk keadaan Meera yang sudah begitu kacau.


Sesuatu yang menyilaukan mata, menyala di pangkuan Meera. Ponselnya yang dalam kondisi sunyi itu memperlihatkan masuknya sebuah panggilan. Ammar bisa membaca nama siapa yang muncul di layar, tentu Pia Kapoor.

Tak mau membuat orang lain berpikir bahwa dia penculik seorang putri konglomerat India, Ammar mengangkat telepon tersebut. "Kami sudah sampai," sapanya pelan. "Tak bisa bicara banyak, dia sudah tidur. Telepon lagi besok pagi saja, bye." ucap Ammar lalu mengakhiri panggilan. Tanpa menunggu Pia mengoceh panjang lebar apalagi menjelaskan kondisi mereka.


Biarlah Meera istirahat untuk saat ini.

     

        

***

     

          

        

Meera mengerjapkan mata perlahan, silau dari mentari yang masuk dari jendela kini menyorot wajahnya. Dengan menguap kecil ia mendudukan diri, matanya terbuka sempurna ketika indra penciumannya menangkap aroma yang membuat perut keroncongan.

Helaan napas panjang Meera membuat ia tersadar dimana keberadaannya sekarang. Dengan masih memakai baju semalam, dia memandang berkeliling sebuah kamar luas bernuansa abu-abu dengan furniture dan benda elektronik seadanya. Bahkan barang-barang itu terlihat sudah lama tak digunakan. Bukan hanya itu, sisi lain tempat tidur yang sedang ia duduki pun tampak rapi dan tak tersentuh. Tampaknya ia tidur sendirian di kasur tersebut. Lalu kemana Ammar-?


Meera bangkit, melangkahkan kaki mengikuti wangi telur goreng yang sejak tadi menarik dirinya.


"Morning.." sapa Ammar, melirik Meera yang berdiri di depan dapur terbukanya. Laki-laki itu terlihat sibuk membalik telur di atas penggorengan


"Ammar.. dimana kita?" tanya Meera yang menghampiri wastafel untuk mencuci wajahnya. "Aku tidak ingat masuk ke sini.."


"My flat.." jawab Ammar yang akhirnya selesai membuat dua piring sarapan. Lalu menghidangkannya diatas kitchen island berbahan granit marmer. Diatas situ ternyata sudah tersedia buah-buahan dan juga dua gelas jus jeruk yang dibuat laki-laki itu sejak pagi. "Biasanya aku tinggal di sini jika ke London. Sudah hampir delapan tahun aku tidak kesini, jadi abaikan saja jika ada yang berdebu atau berkarat. Aku sudah menghubungi layanan housekeeping untuk membersihkan tempat ini, tapi ternyata tak sebersih yang aku inginkan." ucap Ammar sambil mengunyah sebuah pisang.

Merasa lebih segar, Meera pun mematikan keran wastafel dan mengeringkan wajahnya dengan tissue yang tersedia. "Lalu..." gadis itu kembali bicara, ia berjalan menuju sebuah jendela bergorden tinggi, dan menyingkap lebar gorden tersebut, "...bagaimana aku bisa ke atas sini?" Meera memandang ke luar jendela. Matahari kota London sudah cukup tinggi untuk bisa masuk dan menyinari ditempat ia berpijak sekarang. Ternyata dia berada di sebuah gedung apartement yang cukup tinggi dari lantai dasar.  


"Aku menyeretmu, tentu saja.." ucap Ammar, membuat Meera menoleh padanya. "Bercanda.." Ia menyunggingkan senyum kecil. "Aku menggendongmu di punggungku.."

Melihat ekspresi rasa bersalah Meera, Ammar melanjutkan, " Untung saja lift bisa cepat membawa kita ke lantai delapan ini. Jadi itu pekerjaan mudah." jelas Ammar. "Eat your breakfast, Meera. Kita akan berangkat satu jam lagi.."

Meera mendudukan diri di hadapan Ammar. Wajahnya berbinar menatap makanan yang tersedia. "Bahan makanan sebanyak ini masih tersedia di kulkasmu setelah delapan tahun?"


Ammar memutar bola matanya, "Jangan bodoh, pagi-pagi sekali tadi aku ke groceries yang ada di seberang gedung apartement dan menyiapkan ini semua.."


Meera terkekeh, ia mulai menyuap telur sunny side up nya dan memberi gigitan besar pada roti gorengnya. "Wow.. this breakfast is really a five star, Ammar! Darimana kau belajar memasak?"


"Setiap tentara harus bisa melakukan semua hal.." Ia tersenyum bangga dan ikut melahap menu English breakfast di piringnya.


"Ammar.." Meera mendongak dari atas piringnya. "Thank you.."


"For the breakfast?"


"For bring me here and treat me well like this..."


Ammar terdiam. Ia sempat berpikir, merasa bersalah telah membawa Meera ikut bersamanya, tapi gadis itu malah berterima kasih. Ammar menaruh garpunya, ia menatap gadis di depannya dengan intens. "Meera, apa kau benar-benar ingin melakukan ini? Benar-benar ingin bertemu..."  Ia terdiam sebentar, mengigit bibirnya yang merasa sedikit ragu untuk menyebut nama, "...A-Annand?"


Meera menatap Ammar bingung, tapi tatapan yang diberikan laki-laki itu begitu menakutinya. "Kenapa sekarang bertanya seperti itu? Apa setelah aku melakukan perjalanan lebih dari sepuluh jam bersamamu masih tetap membuatmu tak yakin padaku, Ammar?"


Ammar mendesah, "Not that.. Hanya saja, aku sudah mengatakan padamu kalau perjalanan ini tak akan seindah yang kau bayangkan, Meera. Kau tau kondisinya..."


Gadis di depannya menyunggingkan senyum pahit. "Hal yang aku lalui selama lima tahun inipun tidak manis, Ammar. Walaupun aku kemarin kesal, kesal pada diriku sendiri, tentunya. Yang tak menyadari apa yang sedang dihadapi Annand selama ini. Tapi... Aku ingin dengar sendiri dari mulut Annand kenapa dia melakukan ini semua padaku dan menghilang begitu saja."


Ammar yang baru menyuapkan kembali makanannya, seketika tersedak saat mendengar ucapan Meera. "Ammar! Are you alright? Minumlah.." Meera yang terkejut langsung menyodorkan segelas jus jeruk yang tersedia di meja.


Ammar mengangguk, lalu meneguk cepat minumannya. "F-fine.." jawab laki-laki itu.


"Kau membuatku kaget," desah Meera. "Lagipula, kenapa kau tidak langsung saja mengatakan semuanya apa yang terjadi? Malah sekarang menanyakan keyakinanku."


Ammar menunduk, pura-pura sibuk dengan isi piringnya lagi. Tapi ia melirik kecil Meera dengan sudut matanya. "Seperti yang kau katakan tadi.. Biar Annand yang mengatakan semua padamu," bisik pelan Ammar yang seperti hembusan napas.


"Kya??" tanya Meera yang tak menangkap kalimat yang dikeluarkan Ammar.


"Nothing!" Ekspresi Ammar tiba-tiba pura-pura semangat. "Just eat Meera, atau aku akan meninggalkanmu." Ammar langsung menghabiskan sarapannya dengan beberapa suap dan menaruh piring kotor itu di wastafel dan bermaksud mencucinya. "S-shit!" tiba-tiba ia memekik dan menjauhkan tangannya dari aliran air.


Meera melompat dan segera menghampiri Ammar yang memegangi tangannya. "Ada apa dengan tanganmu, Ammar? Sini aku lihat."


"Tidak a-" Belum sempat menjawab, Meera sudah menarik tangan Ammar, membuat keduanya berdiri begitu dekat. Gadis itu langsung mengamati tangannya yang ternyata ada beberapa luka goresan. Entah kenapa melihat Meera sedekat ini membuat perut Ammar bergejolak aneh, padahal dia baru saja makan.


"A-amar.." suara Meera terdengar bergetar. "Apa ini ulahku semalam? Kuku-kuku jariku benar-benar melukaimu? Maafkan aku.." Ia mengelus perlahan bagian yang terluka.


Ammar menarik lepas tangannya. "Ah.. Tak usah dipikirkan, lagipula aku yang menawarkanmu tanganku semalam. Lukanya besok juga hilang, percayalah. Sana lanjutkan makanmu, Meera." Ammar tersenyum kecil sebelum melangkah pergi.


"Ammar, apa kau melihat ponselku?" tanya Meera saat melihat laki-laki itu kini menuju kamar mandi.


"Aku menaruhnya di atas kulkas!" jawab Ammar yang membuat Meera menoleh ke samping kompor dimana kulkas itu berada. Ia pun meraihnya dan melihat isi ponsel tersebut. Matanya membulat terkejut begitu membaca beberapa pesan masuk. "Ammar! Kita akan kemana? Pia datang menyusulku dan dia ingin ikut!" teriak Meera.


Ammar yang sudah berada di kamar mandi, kembali membuka pintu dan memunculkan kepalanya. "Apa?? Katakan saja kita bertemu di Somerset Hill!" ucapnya. "Nanti akan kuberi lokasi tepatnya!"

        


Somerset Hill? Bukit?

     

Bagaimana kita bertemu Annand di sebuah bukit?


             

        

***

             

            

< A/N >


Hollaaaaaa! Hai!

New chapter finally done!


Maaf tak banyak yang terceritakan di bagian ini. Aku hanya sedang ingin membuat momen untuk Ammar dan Meera dulu.


Terima kasih sudah membaca! Aku harap kalian menyukainya!


AAANNNDDDDD DON'T FORGET TO VOTE AND COMMENT, GUYS!

Until next chapter, SEE YA!

          

       

-Reinn❤️

Continue Reading

You'll Also Like

4.3M 236K 49
"Stop trying to act like my fiancée because I don't give a damn about you!" His words echoed through the room breaking my remaining hopes - Alizeh (...
7.3K 318 6
SEBAGIAN PART SUDAH DI UNPUBLISH KAN UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN. JADI UNTUK CERITA SELENGKAPNYA SILAHKAN KUNJUNGI WEBSITE GUEPEDIA_PENERBIT DAN DAP...
3M 118K 75
"ဘေးခြံကလာပြောတယ် ငလျှင်လှုပ်သွားလို့တဲ့.... မဟုတ်ရပါဘူးဗျာ...... ကျွန်တော် နှလုံးသားက သူ့နာမည်လေးကြွေကျတာပါ.... ကျွန်တော်ရင်ခုန်သံတွေက...
5.4M 478K 98
✫ 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐎𝐧𝐞 𝐈𝐧 𝐑𝐚𝐭𝐡𝐨𝐫𝐞 𝐆𝐞𝐧'𝐬 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐚𝐠𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 ⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎ She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful...