๐—ฆ๐—”๐——๐—ฅ๐—”๐—› : escape or die...

By kimuurume

23.7K 2.4K 1.4K

Bertahan hidup dengan dikelilingi para kanibal? Siapa yang kuat? Tentu saja mereka bertujuh. [ ๐—•๐—ข๐—•๐—ข๐—œ๐—•๏ฟฝ... More

a/n
โ€ข 00 || prolog
โ€ข 01 || andala
โ€ข 03 || aksa
โ€ข 04 || asrar
โ€ข 05 || arunika
โ€ข 06 || sirna
โ€ข 07 || lengkara
โ€ข 08 || karsa
โ€ข 09 || germang

โ€ข 02 || senandika

1.7K 199 172
By kimuurume

❝ Perasaan manusia selalu murni dan banyak bersinar di saat pertemuan dan perpisahan. ❞

─ 'Daun Thorn Aryasatya

─ 𝐒𝐀𝐃𝐑𝐀𝐇 : ᴇsᴄᴀᴘᴇ ᴏʀ ᴅɪᴇ ─
a story by :: kimuurume














Jumat,
Malam, Pulau Rintis.

TAK ada yang lebih menyeramkan dari berjalan di tengah tengah kanibal. Dan itulah yang akan mereka hadapi sekarang. Seperti persetujuan barusan, mereka akan dibagi dua tim. Taufan-Hali dan Thorn-Solar.

Halilintar sebenarnya masih ragu untuk meninggalkan kedua adik bungsu nya. Namun karena itu permintaan mereka, Halilintar terpaksa untuk menyetujui nya. Tiba lah mereka di tengah kota. Mereka berada di tengah lorong, sebuah kardus besar menjadi dinding antar mereka dengan kanibal kanibal diluar sana.

"Berjanjilah padaku, bahwa kalian akan kembali dengan selamat. Jangan saling meninggalkan. Jangan memancing keributan. Saling menyelamatkan." mereka mengangguk.

Thorn yang tadinya semangat untuk menjalani rencana mereka ini entah kenapa tiba tiba menjadi pundung dan khawatir, mungkin setelah melihat dengan mata kepala nya sendiri, bahwa orang orang diluar sana memakan organ tubuh satu sama lain.

Kanibal.

"Mereka bukan kanibal, Thorn─ kanibal sih, eh, bukan juga." solar menjelaskan dengan nada pelan, seakan mengerti dengan tatapan bingung Thorn. Thorn memasang wajah bingung, "Jelas mereka kanibal loh Solar,"

"Aduh, mereka itu bukan kanibal, mereka itu sudah mati. Aku rasa ada yang menggerakan mayat─ tubuh mereka,"

"Hah? Maksud mu, mereka semua sudah mati?" mata milik Thorn membesar. "Ya iyalah." Solar kembali memasang ekspresi sok tahu dan sok pintar itu lagi,"Ga mungkin mereka masih hidup dengan keadaan organ tubuh yang hilang entah kemana, darah yang terus bercucuran, mereka semua ini pasti sudah ma─"

Tatapan dari Halilintar berhasil membuat mereka menutup mulutnya rapat rapat. Tentu saja sedari tadi mereka sudah membuat keributan yang bisa saja memancing orang orang diluar sana menjadi tahu dimana posisi mereka bersembunyi.

"Ini alasan mengapa aku malas ngajak kalian."

Mereka semua tertawa garing dan kembali fokus ke depan. Memperhatikan setiap celah yang bisa mereka lalui tanpa membuat keributan di sekitaran mereka. Halilintar memimpin, Taufan mendampingi, dan dua diantara nya menuruti.

Setelah sampai di persimpangan jaln, mereka berhenti. Disinilah kedua tim akan berpisah. Sebelum. melepaskan mereka, Halilintar menitipkan beberapa pesan yang harus mereka laksanakan.

• Jangan sampai memancing perhatian mereka
• Jangan sampai terjadi argumen atau adu mulut diantara kalian berdua
• Jangan berbicara keras keras
• Pedulikan dirimu dan saudara mu dibanding kan orang lain
• Ambil barang yang penting saja
• Jika kalian bertemu dengan 'orang-orang' itu, cepat lawan lalu kabur sejauh mungkin
• Jangan percaya dengan orang lain
• Harus saling menjaga
• Kembali sebelum pukul tiga malam di sini
• Jangan kembali ke rumah sebelum Halilintar dan Taufan sampai. Kecuali hal mendadak─
• Jangan meninggalkan satu sama lain
• Jangan mati.

Dan begitulah kurang lebih point point yang sudah ditulis Solar dari ocehan Halilintar, memerlukan satu jam untuk mendengarkan setiap point dan penjelasan nya. Memerlukan satu jam untuk memahami dan mendengar setiap perkataan Halilintar.

"... Halilintar, kalau sampai kau tidak berhenti berbicara, kita bisa disini terus sampai pagi," tegur Taufan, Halilintar memang begitu, setiap mengoceh pasti bisa berjam jam.

Untung saja Taufan menegurnya, mengingat kan Halilintar. Walau begitu, itu semua masih jauh lebih mending dibandingkan Gempa.

Halilintar mendengus, "Baiklah. Aku harap kalian paham, Thorn, Solar," mereka mengangguk, bersiap pergi, menyiapkan seluruh keberanian dan senjata yang akan mereka bawa. Taufan dan Halilintar akan pergi terus kearah kiri, sedangkan Thorn dan Solar akan terus mengikuti jalan.

"Thorn."

"Ya, Hali?" tanya Thorn memutar badannya. Halilintar tak langsung bersuara, matanya terus fokus melihat Thorn yang masih bingung. Apa lagi yang ingin Halilintar bicarakan?

"Kamu.. yang paling tua disini, maka dari itu..." Halilintar menjeda perkataan nya. "Jagalah adikmu. Jangan lupakan point terakhir,"

Thorn tak langsung menjawab, dia hanya tersenyum sebelum tersenyum kecut.

"Aku akan menjalankan perintahmu Hali,"

Jumat,
Malam, Pulau Rintis.

─ "Solar, supermarket nya masih jauh?" rasanya mereka sudah melangkah kan kakinya secara terus terus an tapi sampai saat ini mereka belum sampai sampai, "Sebentar lagi,"

Suasana kembali hening. Tak ada yang membuka pembicaraan. Melihat orang orang yang dibunuh secara ganas itu cukup membuat mereka tertekan, membayangkan apa jadinya jika mereka yang berada disana.

Sambil terus berjalan, Solar memperhatikan setiap manusia disana. Anehnya, setelah beberapa jam mereka mati, mereka akan kembali bangkit dan menjadi seperti yang lain. Solar masih memikirkan apa yang terjadi disana, bagaimana mereka yang sudah mati bisa bangkit, virus apa yang menjangkiti tubuh mereka.

Solar..

Tidak tidak, tidak mungkin. Jika memang, ini sesuai dengan perkiraannya, berarti pembunuhan berencana, yang dilakukan oleh seseorang.

Solar?

Lalu jika memang perkiraannya benar, kenapa mereka bisa bergerak walau sudah mati? Apakah wabah ini seperti seorang zombie? Tapi kenapa mereka bisa hidup lagi? Virus macam apa ini?

"Solar!" Thorn memukul kepala Solar, kesal karena tak mendapat jawaban. Yang dipukul mengaduh, memegang kepalanya.

"Aduh, apa sih─"

"Kita sudah sampai di supermarket, daritadi. Ini kan tempatnya?" Solar tak jadi protes, betul, mereka sudah sampai di supermarket itu, tanpa melewatkan sedikitpun musibah.

"Eh iya, ayo masuk─"

"Jangan masuk dari pintu depan. Kamu masih ingat kata kata Hali barusan, kan?" Oh, betul. Mereka seharusnya masuk lewat pintu belakang agar lebih aman.

"Kenapa jadi ga fokus sih Solar?" tanya Thorn menyelidik. Solar mendengus. Bukan tak fokus, Solar hanya sedang memikirkan hal lain. Walau sama saja itu namanya tidak fokus─ "Udahlah, ayo masuk." Thorn memegangi tangan Solar, menuntun nya untuk masuk ke dalam supermarket itu.

Mereka sekarang mirip seperti seorang pencuri yang berusaha menerobos sebuah bank di tengah kumpulan para polisi yang siap memenjarakan mereka kapan saja. Satu dua langkah berhasil mereka lewati tanpa ada suara sedikitpun. Keringat mereka terus bercucuran, rasa khawatir terus menyelimuti perasaan mereka.

Hening.

Supermarket itu sepi, tak ada siapapun yang berada di sana. Hanya potongan organ tubuh manusia yang tergeletak dimana saja. Bercak darah yang membekas di dinding itu menjadi saksi bisu bahwa sempat ada pembunuhan di supermarket ini.

Mereka semakin dibuat terkejut saat melihat bayi yang kondisi badannya sudah tak utuh itu lagi. Separuh badannya hilang, entah kemana. Organ organ tubuh yang masih kecil itu pun keluar berserakan. Kedua bola mata indah milik bayi itu hilang begitu saja, tanpa jejak sekalipun. Solar membuang mukanya, berusaha fokus pada tujuannya : mencari bahan makanan.

Berbeda dengan Solar, Thorn justru terlihat sedih, matanya berkaca kaca, tak tega melihat keadaan bayi malang itu. Entah apa yang sudah kanibal kanibal itu lakukan sebelumnya. Menyeramkan sekali. Thorn mengulurkan tangannya, hendak mengelus kepala bayi itu. Setidaknya mengusapnya saja...

"Thorn!" tegur Solar, ditepis nya tangan kakaknya itu dari bayi yang sudah kehilangan separuh tubuhnya itu. "Ingat, bisa saja ini virus. Virus bisa terjangkit darimana saja, dan bisa saja virus ini bersembunyi di gumpalan darah mereka, kamu mau terinfeksi?"

"Memangnya terinfeksi nya lewat darah?"

Solar mengangkat bahunya, "Entahlah. Tapi bisa aja 'kan? Jaga jaga deh."Thorn hanya diam namun menuruti perkataan Solar. Dia pergi ke rak lain, mengambil apapun yang penting, seperti makanan pokok, dan obat obatan.

"Kamu beli─ Eh, ambil apa, Solar?" tanya Thorn. Sedari tadi ia sibuk mencari sesuatu.

"Apa saja yang penting. Kamu?"

"Aku.. beli pupuk, dan makanan yang lain sih! Intinya pupuk ini untuk menghidupkan greenhouse ku yang sudah terbengkalai! kebetulan ada pupuk disini, syukurlah.."

Solar hanya mengangguk. Entah apa yang Thorn inginkan.

Sekitar setengah jam mereka disana. Lagi lagi terdengar suara jeritan orang di luar, membuat mereka bergidik ngeri, memikirkan bagaimana cara mereka keluar. Setelah selesai mengumpulkan bahan makanan, mereka bergegas keluar dari supermarket itu melalui pintu masuk yang sudah di buka kuncinya oleh Solar. Harapan mereka adalah ; setelah membuka pintu ini, mereka akan pergi dengan tenang dan kembali ke tempat yang sudah dijanjikan oleh Halilintar dengan cepat, namun, takdir berkata lain.

Mereka semua terdiam saat melihat anak perempuan yang entah berasal dari mereka akan dihabisi secara mengenaskan. Beberapa orang menahan tubuh anak itu, membuatnya terus menangis dan terkunci di posisinya. Disaat yang lain sibuk menahan anak itu, salah satu dari mereka membawa korekan api, lengkap dengan bensin yang entah ia dapat darimana.

Bensin itu disiramkan ke arah anak perempuan tersebut. Anak perempuan itu terbatuk batuk, berusaha memberontak. Mulutnya yang sedari tadi berteriak bahkan sesekali terminum oleh bensin, membuatnya muntah berkali kali. Berbeda dengan ekspresi sang gadis yang tampak sangat tersiksa, mereka hanya tersenyum lebar. Senyuman mengerikan yang membuat anak itu kembali teriak, meminta pertolongan.

Menyadari kehadiran Thorn dan Solar, mereka semua lantas mengalihkan pandangan nya kearah dua insan itu sambil tersenyum lebar, yang membuat Thorn dan Solar kaget bukan main. Solar sudah memegang senjatanya, siap melawan kapan saja. Berbeda dengan Thorn yang sedari tadi menggigil, antara kasihan dengan si gadis, atau memang ketakutan

Namun sepertinya mereka tak tertarik pada kedua kakak beradik itu. Mereka lebih tertarik melihat anak perempuan ini tersiksa, terlebih lagi sedari tadi gadis ini sudah disirami oleh bensin yang membuat mereka dapat membunuhnya dengan api kapanpun yang mereka mau.

Anak itu semakin menjerit, terlebih saat melihat ada orang waras lainnya yang berada di dekatnya. Dia meminta pertolongan, berkali kali. Solar awalnya ingin mengabaikan, mengingat apa yang diperintahkan oleh sulung mereka.

Jangan percaya dengan siapapun.

Pedulikan dirimu dan saudara mu dibandingkan orang lain.

Namun sepertinya Thorn sudah melupakan apa yang dibicarakan Halilintar barusan.

Dia berlari sekencang mungkin ke arah anak perempuan itu, lengkap dengan pistol yang sudah di genggamnya sedari tadi. Bersiap menembak.

DOR!

DOR!

DOR!

3 peluru berhasil dilepaskan dari buah pistol itu. Meleset dengan cepat dan mengenai sasaran dengan tepat. Ketiga orang yang berada di sekeliling anak itu jatuh terkapar di lantai, menggelepar layaknya ikan di pinggir pantai.

Solar panik, berusaha menghentikan kakaknya ini juga terlambat. Thorn sudah melesat maju membunuh satu-persatu orang orang yang berkumpul mengelilingi anak itu.

"THORN! AH, SIALAN! CEPAT PERGI, BODOH!" Solar berteriak panik, nafasnya tercekat tak kala melihat orang orang itu menghunus kan senjata mereka ke arah Thorn secara bergantian. Beruntung nya, Thorn dapat menghindari setiap senjata.

Tapi tetap saja berbahaya.

Dan akhirnya Thorn berhasil menyelematkan anak perempuan itu dan membawanya di punggungnya dan kabur bersama Solar.

Mereka berlari sekuat tenaga. Menutup pintu belakang supermarket itu, membuat orang orang di dalam tak dapat keluar. Thorn sibuk menggendong anak perempuan yang sudah lelah itu. Tubuhnya penuh luka, sepertinya sedari tadi ia disiksa habis habisan sebelum dibunuh dengan cara yang menyeramkan.

Kondisi diluar sama saja seperti di dalam. Tetap menyeramkan, bahkan lebih menyeramkan karena semakin banyak orang orang yang berada di luar. Nafas Solar mulai tersenggal, tak sanggup untuk terus berlari. Sesekali dia hampir terjatuh, namun otaknya terus menyuruh nya untuk berlari. Lari jauh lebih baik daripada mati.

Thorn sebenarnya sudah tahu bahwa adiknya memeliki jantung yang lemah. Thorn berkali kali berfikir, berusaha mencari tempat persembunyian. Namun setiap kali menemukan tempat persembunyian pasti ada satu dua orang orang itu yang tinggal disana. Menunggu korban selanjutnya.

Thorn bergidik ngeri, tangannya memegangi tangan Solar sekarang. Berlari menjauh, mencari tempat yang lebih aman. Penglihatan Solar mengabur, ia semakin sulit untuk bernafas. Saat kakinya semakin sulit untuk melangkah, Thorn tiba tiba menghentikan gerakannya, meminta Solar untuk beristirahat, duduk disana. Solar yang pemandangannya saat itu kabur hanya menuruti perintah Thorn.

Entah dimana mereka sekarang, yang pasti sekarang mereka berada di sebuah lorong. Solar terduduk lemas, tak dapat menarik nafas seperti orang pada umumnya. Ya, dia panik, sangat amat panik. "Solar.. tarik nafasmu, jangan panik,"

"Kau yang membuatku panik, Thorn." tatapan sinis dari si bungsu membuat Thorn tersenyum garing. Suasana kembali hening, anak perempuan yang dibawa Thorn itu meringkuk di samping mereka, Thorn berusaha menghentikan pendarahannya yang tak kunjung berhenti. Anak ini terluka parah.

"Kamu melupakan apa yang sudah Hali sampaikan," ketus Solar, matanya memincing saat melihat anak perempuan di samping mereka. Thorn tak menjawab, dia hanya menyengir, dan kembali fokus menghentikan pendarahan anak tersebut.

Entahlah, menurut Solar, Thorn sedikit berbeda kali ini. Dia tampak lebih dewasa, mendominasi. Tak ada sikap manja nya lagi, seakan dia sudah menjadi orang dewasa seutuhnya. "Thorn, apa kamu takut?" tanya Solar. Seutas senyuman terukir di wajah Thorn.

"Sangat takut."

Solar tak melanjutkan pertanyaan nya lagi, lebih fokus ke luar, memerhatikan keadaan, mencari setiap celah agar mereka bisa kabur secepatnya.

"Thorn! jari jari anak itu berdarah!" tegur Solar, saat menyadari warna merah bak darah itu terus mengalir dari anak itu. Karena posisinya yang meringkuk, sulit untuk menyadarinya bagi Thorn.

Thorn yang mendengarnya segera membantu anak itu. Membalikkan badannya agar bisa mengobati secepat mungkin.

Tapi ternyata jarinya tak hanya sekedar mengeluarkan darah.

Tangan Thorn bergetar. Matanya mengecil. Tangan anak itu tak hanya berdarah, melainkan setengah jarinya telah hilang entah kemana. Bekas gigitan.

"Apa.. apaan.." nafas Solar sesak saat mengetahui kenyataannya. Sedari tadi, anak itu menggigit jarinya sendiri─ bahkan memakan jari nya layaknya memakan daging sapi. Dia tersenyum, tatapannya kosong, mulutnya penuh darah, tak ada lagi mimik wajah kesakitan nya. Dia tersenyum lebar, dan menyeringai ke arah Thorn, menampakan dalam mulutnya yang masih mengunyah jarinya sendiri.

Tangan Thorn penuh dengan darah sekarang, dia panik, dan berusaha mengambil keputusan dengan cepat.

"LARI, SOLAR!" Thorn berpekik kencang, menarik tangan Solar, membawanya kabur. Anak itu tak diam, dia berteriak sekencang kencang nya, lalu berlari mengejar Solar dan Thorn.

Nafas mereka tersenggal, tak ada yang bisa bernafas dengan benar sekarang, kaki mereka sudah tak kuat lagi untuk berlari. Setiap kali digerakkan pasti terasa nyeri dan sakit. Terlebih lagi Solar, yang jantungnya memang lemah. Semakin banyak yang mengejar mereka, membuat mereka terpaksa untuk berlari.

Hingga sampailah mereka di tempat persembunyian yang pas. Dan lagi lagi sebuah lorong dan kardus kardus yang menyembunyikan mereka semua. Orang orang diluar sana semakin menyeramkan.

Mustahil untuk keluar dari sini. Jumlah mereka semakin banyak karena anak perempuan tadi menarik perhatian mereka dengan teriakannya.

"Maaf Solar.. seharusnya aku mendengarkan perkataan mu," Thorn menundukkan kepalanya. Solar jengkel sebenarnya, namun dia mengurungkan niatnya melihat kakaknya yang tampak kelelahan itu. Solar tau kakanya ini tidak tega pada orang lain, dia memiliki hati yang terlalu lembut.

Jam menunjukkan pukul 2 malam lebih. Mereka kelelahan, stamina mereka habis. Dan mereka akan selalu terkurung disini. Hanya soal waktu mereka akan dibunuh habis habisan oleh orang orang diluar sana. "Kita tak akan bisa keluar dari sini," keluh Solar melihat sekitar, memperhatikan kondisi.

"Pasti ada jalan keluar, Sol─"

"Gaada. Kita mati disini, tinggal menunggu waktu." potong Solar cepat, ia frustasi. Solar menundukkan kepalanya, pasrah dengan keadaan. Thorn terdiam kebingungan, sama seperti Solar yang saat ini mengusap wajahnya berkali kali.

Tak ada pembicaraan setelah itu. Solar berusaha berfikir untuk keluar dari sini. Jelas dia tak mudah pasrah. Dia ingin keluar, dia ingin hidup.

"Kamu masih ingin hidup kan, Solar?"
Thorn. Thorn yang bertanya.

Jelas Solar mengangguk cepat, dia ingin keluar dari sini. Dia juga ingin cepat pulang, dan kembali merasa aman. Thorn tersenyum, "Kalau gitu..." Thorn memberikan bawannya yang berisi makanan yang mereka ambil di supermarket itu, meminta Solar untuk membawanya.

Solar yang saat itu sudah lelah dengan bawaannya langsung menolak. Tapi Thorn tak tampaknya tak peduli, dia langsung memberikan bawaannya ke Solar tanpa pengecualian.

"Thorn!"

"Solar, aku akan pergi sekarang."

Solar berhenti protes. Pergi? meninggalkan nya, maksudnya? "Maksud mu? aku dibiarkan sendiri disani?" ketus Solar, nadanya menjadi kecewa. "Bukan bukan, maksud ku.."

Thorn menyiapkan dirinya. Memperbaiki topinya, "Aku akan mengecoh perhatian mereka, dan setelah itu.. kamu bisa pergi."

Tunggu?

Apa maksudnya?

"Hah?"

Jika begitu caranya.. Solar akan kembali sendiri ke rumahnya, dan tentu saja Thorn tidak akan bisa menghadapi orang orang diluar sana. Itu artinya..

"Apa maksudmu, sialan? Kita harus pulang bersama! Pergi bersama, kembali pun bersama!" dia jelas tidak terima.

Berbeda dengan Solar yang sudah berapi api karena mendengar ide Thorn yang gila itu, Thorn justru sebaliknya. Dia tampak tenang, tak ada sedikitpun sirat mata bahwa dia sedang bercanda. Dia serius, dan jelas akan melakukan rencananya. Sifat kekanak-kanakan nya hilang begitu saja.

"Apa maksudmu?! Kita akan kembali bersama, bodoh! Ide gila! Ide ga wajar! Ide sinting dari orang sinting! Masih ada cara lain! Kita akan sel─"

Solar menghentikan pembicaraan nya saat jari telunjuk Thorn menyentuh bibirnya. Tanda untuk diam.

"Tidak ada cara lain, lar. Ya, kan? Salah satu dari kita harus mengorbankan dirinya. Dan aku yang akan mengorbankan nya," Thorn tersenyum, menghela nafasnya.

"Solar, tolong dengarkan ini, aku tak terpaksa untuk melakukan rencana gila ini, jika aku melakukan nya dengan nekat, artinya aku sudah mempertimbangkan nya dan memperkirakannya. Memang aku tidak akan selamat, tapi setidaknya adik ku selamat. Maka dari itu, tolong... tolong, saat aku pergi dan mengecoh perhatian mereka, pergi sejauh jauhnya. Selamatkan dirimu. Kembali lah kerumah secepat nya, tidak perlu menunggu Hali dan Taufan jika mereka tak kunjung datang di titik temu. Terus berlari. Kumohon, Solar. Aku ingin kau selamat..."

Solar terdiam. Air matanya mengalir tiba tiba, tak berkata kata lagi. Meninggalkan Thorn? jelas tidak mungkin. Dia merubah pola pikirnya. Ya, jauh lebih baik mati bersama dibandingkan melihat saudara mu sendiri mati didepan mu, mengorbankan dirinya demimu.

"Ga.. gabisa... Thorn─"

Dep!

"Maaf, Solar..."

Pelukan hangat menyapa seluruh indra Solar. Pelukan paling hangat juga pelukan terakhir yang ia dapatkan dari kembarannya. Topi Thorn jatuh setelah mengucapkan kalimat itu. Semua itu terasa berubah. Benar benar berubah. Thorn yang selalu menyemangati Solar kini harus hilang, untuk selamanya.

"Ini semua salahku, jika tak menyelamatkan anak itu... Ah, pokoknya biarin aku menembus kesalahanku," lirih Thorn.

Hening kembali.

"Aku duluan ya, Solar?" ucap Thorn, semakin membuat mata Solar panas dan tak bisa berkata apa apa lagi. Di cengkramnya kemeja Thorn dengan erat. Sakit rasanya, pelupuh matanya panas. "Sialan.. Thorn.. jangan, kumohon, masih ada cara lain.."

Thorn tersenyum, "Kata kamu tadi gaada cara lain, Lar?" Thorn melepaskan cengkraman tangan Solar di kemejanya, "Cepat lari saat aku mengalihkan perhatian mereka ya, Lar?"

Solar semakin menangis─ lebih tepatnya sedari tadi ia menangis. Wajahnya sembab. Ketakutan. Khawatir. Kehilangan. Gelisah. Panik. Pasrah.

Genggaman mereka terpisah. Thorn meninggalkan tempat persembunyian mereka, keluar dari lorong. Berlari sekencang mungkin agar menarik perhatian mereka.

Dan itu semua berhasil.

Mereka semua mengejar dan berkumpul mengerumuni Thorn. Sambil tersenyum, mereka memukul, menendang, bahkan juga mematahkan tulang yang menjadi penopang bagi tubuh Thorn.

Thorn ambruk di jalan, membuat mereka mengerumuni Thorn serempak. Mematahkan setiap tulang, dan terus menghajar Thorn, membuat Solar hampir berteriak. Ingin sekali rasanya dia menyelamatkan Thorn, tapi Solar yakin dia tak akan selamat, dan semua perjuangan Thorn, akan sia sia.

Thorn berteriak parau, meskipun begitu, dari sirat mata milik Thorn, tak terlihat sedikit pun bahwa dia menyesal dengan keputusan nya. Semua demi adiknya, Solar.

Mata Solar bergetar memerhatikan sebagaimana kakaknya di siksa dengan cara tak manusiawi, terlebih lagi dengan senyuman yang terukir jelas di wajah mereka. Situasi semakin menegangkan saat melihat salah satu dari mereka membawa pisau. Pisau itu menyentuh kulit putih Thorn.

Mata Solar mengecil melihatnya, menutup mulutnya rapat rapat, kakinya gemetar, ketakutan luar biasa menguasi tubuhnya, saat melihat sebagaimana orang yang membawa pisau itu memisahkan antara kulit dengan daging tubuh milik Thorn.

Itu semua dimulai dari Bagian kepalanya terlebih dahulu, lantas disusul ke bagian Bawah tubuhnya. Tiap kali kulitnya dipisahkan dari tubuhnya. Thorn terus berteriak pasrah, Thorn mencoba memberontak, ingin kabur. Namun yang berada disana justru menahan pergerakan Thorn. Darah bersimbahan dimana mana. Kulit milik Thorn yang sudah dikuliti itu dibiarkan tergeletak di jalanan.

Thorn dikuliti secara hidup hidup.

Solar terus menangis, tak bisa membendung air matanya lagi. Sakit. Sakit sekali. Sesak, panas, dan menyesal. Pikirannya penuh, dia ingin sekali menangis sekencang kencang nya. Dia lebih memilih untuk berada di posisi Thorn dibanding harus melihat kakaknya dikuliti secara hidup hidup.

Kakinya seakan mati rasa, lebih tepatnya seluruh tubuhnya. Tak sanggup rasanya dia melihat ini. Ditutupnya erat erat matanya dan telinganya, berusaha sekuat mungkin agar tak membuka natanya. Teriakan Thorn benar benar menyiksa Solar kali ini. Saat Solar membuka kedua matanya, dia terkejut melihat penampakan kakaknya itu.

Thorn yang selalu ceria, Thorn yang selalu tersenyum kini benar benar berubah. Dirinya sudah meringkuk, menyisakan daging merah yang terlihat jelas di mengelilingi tubuhnya. Kulit putihnya itu sudah hilang dan dibuang berserakan di jalan. Nafas Solar tercekat.

Semua terasa begitu cepat.

Semua terasa begitu menyakitkan.

Semua terasa bahwa semua ini adalah salahnya.

Semua terasa begitu hampa.

"Maaf.. maaf Thorn, maafkan aku... maaf.." dan Solar meneruskan perjuangan kakaknya. Melarikan diri. Berusaha untuk terus hidup, dan pulang ke rumahnya, secepat mungkin.

Selamat beristirahat, Daun Thorn Aryasatya.

Jumat,
Malam, Pulau Rintis.

─ "Ice, ngapain?"

Ice tak menjawab─ lebih tepatnya tak perlu karena seharusnya tanpa ia jawab Gempa sudah tau apa yang sedang adiknya ini lakukan. Kecuali, Gempa tidak memiliki mata. Jelas tadi hanya pertanyaan basa basi.

Ini adalah GreenHouse milik Thorn. Tak ada yang boleh merawat tanaman yang ada disini.

Hanya Thorn seorang yang boleh merawat tanamannya ini. Itulah yang membuat Gempa bingung, kenapa Ice ada disini dan merawat tanaman milik Thorn─

"Aku disuruh. Kata Thorn, kalau di supermarket itu ada pupuk, dia akan menghidupkan kembali GreenHouse yang terbengkalai ini," jelas Ice. Gempa tersenyum. "Baguslah jika GreenHouse ini akan dihidupkan kembali, semoga saat Thorn kembali, Thorn membawa pupuk tersebut."

Namun nyatanya, Thorn tak akan pernah kembali lagi.

─ CHAPTER 2 END ─
𝐒𝐀𝐃𝐑𝐀𝐇 : ᴇsᴄᴀᴘᴇ ᴏʀ ᴅɪᴇ

[ A/N ]

Halo !

Akhirnya aku berhasil nyiptain new chap dengan mayad kesayangan kita, DEDEK THORNIEEEE.

Aku minta maaf atas kematiannya, hehe.

Tapi yang pasti di chapter kali ini udah aku liatin banyak spoiler chap kedepannya. Dan tentu juga spoiler mayad selanjutnya ya, hehe semangat.

Buku ini bakal ku promosiin di akun tiktok ku @kimura.fuyume di tiktok ! selain akun wattpad ku, itu juga akun oc ku, #UME :D

Terimakasih, ditunggu kelanjutannya.

[ 3344 word ]

-Esya

Continue Reading

You'll Also Like

2.6K 284 8
๐˜Š๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ต๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ด๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ด๐˜ช๐˜ด๐˜ธ๐˜ข ๐˜ด๐˜ช๐˜ด๐˜ธ๐˜ช ๐˜ข๐˜ซ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฉ๐˜ถ๐˜ฏ 2023-2024. ๐˜Œ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ข...
1.3K 122 10
trund or dare adalah sebuah permainan lakukan atau jawab jujur namun bagaimana jika permainan itu berbuah menjadi permainan mematikan yang merebut se...
2.1K 114 7
awal dari sebuah kehancuran. . . ...
1.6K 241 16
ฮœแฅฒแฅฃแฅฒแƒ แƒซั–แƒแฅฒแฅ’แฅฒ ๐’–แฅฑแƒแฅ™แฅฒแฅ’๐˜บแฅฒ ๐’–แฅ™แƒซแฅฒh hแฅฒแฅ’แฅดแฅ™r, แƒซแฅฒrแฅฒh แƒซั–แƒแฅฒแฅ’แฅฒ-แƒซั–แƒแฅฒแฅ’แฅฒ, แ‘ฒแฅฒแฅ’๐˜บแฅฒk ๐’–แฅฑแฅ’jแฅฒ๐—แฅฒ ๐˜บแฅฒแฅ’ึ แ‘ฒแฅฑr๐’–แฅฑrแฅฒkแฅฒแฅ’, แƒซแฅฒแฅ’ jแฅ™ึแฅฒ แƒแฅฒ๐˜บแฅฒ๐— ๐˜บแฅฒแฅ’ึ แ‘ฒแฅฑrjแฅฒ๐—แฅ™hแฅฒแฅ’. "Aโดแฅฒ-แฅฒโดแฅฒแฅฒแฅ’ ั–แฅ’ั– ๏ฟฝ...