HAPPY READING
Kondisi Canny masih belum bisa dikatakan baik. Meskipun demamnya sudah turun, tapi dia masih harus dirawat di rumah sakit atas saran dari dokter Jungwoo. Kalaupun Canny sudah diperbolehkan pulang, semua itu masih harus dalam pengawasan sang dokter.
"Jadi, apakah Canny bisa sembuh total, dokter?"
Dokter Jungwoo menatap pada map yang sedari tadi ia pegang, lalu beralih pada Jaehyun dan Jisoo yang duduk dihadapannya dengan meja kerja sebagai penghalang.
"Tuan dan nyonya Jung, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada kalian. Ini menyangkut Canny dan sakitnya,"
"Tentang apa?"
Dokter Jungwoo mengetukkan jemarinya pada meja, lalu menarik napas panjang sebelum kembali berucap.
"Terdapat kabar baik dan kabar buruk dari pneumonia. Kabar baiknya, pengidap pneumonia dapat sembuh total. Apalagi jenis pneumonia yang Canny alami termasuk dalam kategori yang mudah dijinakkan karena terinfeksi melalui virus. Meskipun begitu, kita tidak boleh lepas pengawasan begitu saja."
Jisoo yang mendengar itu tersenyum senang. Sedangkan Jaehyun menelan salivanya kasar memikirkan kabar buruknya.
"Tapi, kabar buruknya... Canny bisa saja kehilangan nyawanya jika tidak segera diobati. Pneumonia tetaplah sangat berbahaya jika dibiarkan begitu saja."
"Dokter akan mengobatinya, kami yakin Canny akan sembuh." ucap Jisoo cepat, dia tidak akan membiarkan salah satu putrinya kehilangan nyawanya.
Dokter Jungwoo tersenyum lalu mengangguk. Ia lantas menyerahkan map yang sedari tadi ia pegang pada Jaehyun.
"Ini adalah laporan hasil pemeriksaan Canny kemarin. Tuan Jung bisa membacanya sendiri... Canny terkena pneumonia karena infeksi virus. Untuk hal ini tidak bisa dikatakan 'parah', karena selama Canny mau melakukan fisioterapi, keadaannya akan kembali seperti semula." jelas dokter Jungwoo.
Jaehyun yang mendengar itu mengangguk setuju. Demi kebaikan Canny, terapi apapun harus putrinya lakukan agar sembuh dan kembali pada pelukannya dan sang istri.
"Tapi, tuan Jung. Boleh saya bertanya sesuatu?"
Jaehyun mengangguk, "bertanya tentang apa, dokter Kim?"
"Maaf jika ini lancang, tapi... apakah Canny bukan anak kandung kalian?"
Jisoo dan Jaehyun yang mendengar itu terkejut. Jaehyun bahkan sampai memukul meja mendengar pertanyaan yang amat sangat ia benci itu keluar dari mulut seseorang.
Brak!
"Apa maksud anda, dokter Kim?!"
Jisoo yang melihat suaminya marah lantas menariknya dan mulai menenangkan. Mengelus lembut pundak sang suami, Jisoo berucap agar Jaehyun kembali menyetabilkan emosinya.
Dokter Jungwoo yang melihat betapa marahnya Jaehyun, lantas berdiri dan membungkuk untuk meminta maaf.
"Saya minta maaf, tuan Jung. Saya tidak bermaksud." sesal dokter Jungwoo, ia bahkan tak berani bertemu tatap pada netra Jaehyun yang memancarkan kilat kemarahan.
"Sayang, tenangkan dirimu didepan dokter Jungwoo. Tidak seharusnya kamu marah sampai membentak dokter Jungwoo!" Jisoo memperingati Jaehyun yang kini mencoba menenangkan diri.
Jaehyun berkali-kali menarik napas panjang, efek dari pikirannya yang sedang runyam karena masalah yang akhir-akhir ini terjadi membuat emosinya tidak stabil.
"Maafkan saya, dokter Jungwoo. Bukan maksud saya untuk membentak, saya hanya... ck, emosi saya sedikit tidak stabil saja."
"Tidak apa-apa, tuan Jung. Seharusnya saya yang meminta maaf karena telah lancang bertanya hal yang tidak benar. Maafkan saya."
Jaehyun menghela napas panjang. Ia kembali menegakkan tubuhnya sebelum meraih map yang tadi sempat disodorkan oleh dokter Jungwoo.
"Kau tidak salah, dokter Jungwoo."
Dokter Jungwoo yang mendengar itu mengerjap, "maksudnya?"
"Canny dan Rora bukan putri kandung ku."
Dokter Jungwoo menggeleng, "tuan Jung, jangan bercanda. Saya yakin, tes darah yang sempat saya lakukan tadi ada kesalahan. Itu mengapa DNA Canny tidak sama dengan tuan maupun nyonya Jung."
"Tidak, semua itu benar. Canny dan Rora memang bukan putri kandung kami, dokter Jungwoo." sahut Jisoo. Ia tersenyum sopan pada dokter Jungwoo yang terlihat memandang mereka dengan tatapan tidak percaya.
"Ba-bagaimana bisa?"
Jisoo menatap pada Jaehyun untuk meminta izin, yang langsung mendapat anggukan dari si empu. Dengan begitu, Jisoo menceritakan bagaimana awal mula mereka menemukan Canny dan Rora. Menceritakan tentang apa yang mereka tahu mengenai seluk-beluk kedua anak bungsunya dan kisah mereka.
"Begitulah. Saya pikir, bukan masalah besar jika harus mengurus 2 batita malang yang sedari mereka lahir tak pernah merasakan kasih sayang dari orang tua mereka." Jisoo mengakhiri ceritanya dengan sedikit genangan air mata di pelupuk matanya.
"Astaga, aku tidak tahu jika perdagangan manusia ternyata masih marak." Dokter Jungwoo sedikit mengacak rambutnya, merasa frustasi dengan apa yang baru saja ia dengar.
Perdagangan manusia, terdengar sangat menyeramkan. Sekarang dugaannya semakin kuat jika pneumonia yang menyerang Canny, penyebabnya karena lingkungan masa kecil yang tak sehat.
Menjadi korban perdagangan, sudah pasti hidup dalam ruang lingkup yang sempit dan juga kotor. Tidak ada udara bebas untuk mereka hirup, kecuali bau asap rokok dan lainnya.
"Sekarang, kau tahu mengenai rahasia terbesar kami, dokter Jungwoo. Jangan sampai ada yang mengetahui hal ini, karena jika itu terjadi jelas pelakunya adalah kau." tekan Jaehyun.
Dokter Jungwoo mengangkat kedua tangannya layaknya tersangka, "saya bersumpah tidak akan menyebarkan hal ini, tuan Jung. Lagipula, tidak ada untungnya bagi saya jika publik mengetahui hal ini. Ditambah saya bekerja pada keluarga anda, bukankah saya juga akan mendapatkan imbas?"
"Terserah,"
Jisoo tertawa kecil, ia lantas menatap pada dokter Jungwoo yang kini masih sedikit melamun.
"Rora dan Canny sudah menjadi bagian dari diri kami yang amat sangat kami jaga, dokter Jungwoo. Saya sendiri tidak masalah dari mana asal-usul mereka, karena sekarang dan selamanya mereka adalah anak-anak kami."
"Saya mengerti, nyonya Jung. Kalian orang baik, Rora dan Canny pantas mendapatkan kasih sayang dari orang tua seperti kalian."
__________
"Canny, aku pamit, ya. Besok setelah pulang sekolah aku akan kembali ke sini untuk menjenguk mu."
Rora memeluk Canny lembut sebelum mencium kening sang adik. Ia tertawa kecil ketika mendapati wajah Canny yang sedikit tak rela.
"Aku sebenarnya ingin Dain ada di sini dan menemaniku, tapi Dain besok harus sekolah." Canny tersenyum, "jadi, tidak apa-apa. Besok Dain janji harus ke sini, ya. Untuk menemaniku."
"Iya, aku akan ke sini untuk menemani mu."
Setelah selesai berpamitan pada Canny, Rora lantas beralih memeluk Jisoo, Jaehyun dan Pharita. Ngomong-ngomong, kakak keduanya itu masih ingin menemani Canny. Pharita mengatakan jika selama Canny di rawat dan adik-adiknya yang lain masih memiliki kegiatan, mereka tidak diperbolehkan untuk menginap di ruang inap Canny. Dan sebagai gantinya, Pharita sendiri yang akan tidur di sana bersama Jisoo dan Jaehyun untuk menemani Canny.
Ahyeon dan Rami sudah di rumah beberapa waktu lalu. Kedua kakak kembar Rora itu harus belajar karena besok pagi ada ulangan harian. Apalagi mendengar kabar dari Jaehyun yang mengatakan mengenai kondisi Canny, mereka tak lagi terlalu memikirkan hal-hal yang sempat membebani pikiran mereka.
Kini, Rora sedang berada di dalam mobil bersama Asa. Mereka akan mampir ke restoran terdekat untuk makan malam sebelum pulang ke rumah. Sempat ingin Rora tolak, tapi ia tahu jika Asa mungkin saja baru akan makan kali ini.
"Kak Asa, kamu baik-baik saja?"
"Iya, kenapa?"
Rora menggeleng, "tidak. Mungkin perasaan ku saja wajahmu terlihat datar." Setelah itu Rora tertawa.
"Astaga, Rora. Bukankah sedari dulu wajahku sudah seperti ini? Dasar anak nakal!"
Asa tersenyum tipis saat Rora tak menghiraukan ucapannya dan masih terus tertawa. Untuk sekarang biarlah seperti ini, setidaknya Rora tak harus menutupi perasaannya.
Kabar jika Canny akan melakukan fisioterapi membuat Rora bahkan dirinya senang bukan main. Setidaknya, itu adalah satu-satunya cara agar Canny dapat sembuh total.
Dan dengan melihat Rora yang tertawa senang disampingnya sekarang, membuktikan bahwa mungkin salah satu beban pikiran sang adik telah terangkat. Rora tak harus menyimpannya terlalu lama dan berakhir dengan kesehatannya yang menjadi taruhannya.
"Tertawa saja sepuasnya. Malam ini, kamu tidur denganku." Tawa Rora berhenti setelah mendengar ucapan Asa. Gadis itu lantas menatap sang kakak dari samping dengan sedikit kesal.
"Aku ingin belajar, kak. Jika aku tidur denganmu, sudah pasti waktu belajar ku hanya sebentar."
Asa menggeleng, "aku tidak mau tahu."
"Ayolah," Rora mengerang.
"Kamu sudah berjanji akan membatasi waktu belajar mu, anak nakal."
Rora berdecak kesal, "itu keinginan kakak, bukan aku."
"Terserah," Asa mengangkat bahu tak peduli, "apapun yang aku katakan padamu adalah perintah. Dan kamu harus menurutinya."
Jika sudah seperti ini, Rora tidak bisa menolak. Asa dan Ruka itu sama saja bagi Rora, terlalu mengatur. Meskipun demi dirinya, tapi Rora sebenarnya tidak nyaman. Tapi, daripada harus berdebat dan berakhir bertengkar, Rora lebih baik menurut.
__________
Rora dan Asa telah sampai mansion, setelah sebelumnya mereka melakukan makan malam di restoran. Keduanya membersihkan diri di kamar masing-masing. Rora pun demikian, karena setelah ini dirinya harus mengungsi di kamar Asa atas paksaan kakaknya itu.
Selama di kamar mandi, Rora hanya baru menggosok giginya. Ia masih sibuk menghela napas sambil memandangi tubuhnya di kaca wastafel. Entah apa manfaatnya, kegiatan seperti ini rasanya sudah seperti sebuah kebiasaan bagi Rora.
"Besok aku harus pergi ke sekolah. Aku takut jika kabar buruk yang aku pikirkan benar-benar terjadi,"
Rora menghela napas kasar. Wajah pucat-nya sangat menjengkelkan dimatanya sendiri. Sedikit banyaknya, ia menyesali keputusan yang ia buat pagi tadi. Tapi, kalaupun ia tetap pergi ke sekolah, sudah pasti pikirannya tak akan bisa tenang karena terlalu memikirkan Canny.
"Haish, serba salah sekali pikiran ku."
Setelah berucap demikian, Rora berjalan menuju bathtub yang sebelumnya telah diisi dengan air hangat. Badannya terasa pegal, bahkan persendiannya terasa sangat sakit, dan akhirnya memutuskan untuk mandi menggunakan air hangat.
"Kenapa aku sering merasa mengantuk akhir-akhir ini? Ck, jika sampai aku selesai mandi dan masih merasa mengantuk, aku tidak bisa belajar."
Rora menggerutu setelah berhasil masuk kedalam bathtub. Niatnya malam ini akan mempelajari buku-buku yang ia beli bersama Ahyeon siang tadi. Materi baru yang harus ia pelajari untuk olimpiade nanti sebagian besar ada di sana, dan Rora sedikit takut dengan rasa kantuknya yang mendominasi.
Karena terlalu nyaman dengan air hangatnya, kedua netra Rora terpejam perlahan. Suara dengkuran halus mengalun lembut dari belah labium. Rora tertidur dengan masih berendam di dalam bathtub.
Sedangkan di kamar Asa, gadis itu sedang menggunakan rangkaian skincare malam sebelum bersiap untuk tidur. Ia telah selesai menata ranjang agar Rora nanti merasa lebih nyaman, bahkan menata meja belajarnya juga agar sang adik tak menggerutu ketika melihat betapa berantakannya tempat belajarnya itu.
Yang ia tahu, kamar Rora sangat rapih karena si empunya kamar sangat rajin. Adiknya itu adalah yang paling rapih setelah Pharita dan Rami, sedangkan dirinya dan saudaranya yang lain hanya biasa saja. Apalagi Ruka, kakak sulungnya itu hanya sekenanya saja dalam urusan membersihkan kamar.
Asa menatap jam digital di atas meja nakas, waktu telah menunjukkan pukul 8 lebih 15 menit. Itu artinya, sudah lebih dari satu jam mereka berada di rumah, tapi Rora belum juga ke kamarnya.
"Apa dia lupa?" Asa menggeleng, tidak mungkin Rora lupa.
"Tapi, mandi tidak membutuhkan waktu selama ini."
Asa akhirnya beranjak untuk keluar dan menuju kamar Rora. Memastikan jika adiknya sedang tidak lupa, atau lebih parahnya lagi 'pura-pura lupa'. Jangan salah sangka, pura-pura lupa adalah jalan pintas Rora ketika dia tidak menyetujui sesuatu.
Cklek
"Rora?"
Asa memanggil Rora setelah masuk ke dalam kamar. Tidak ada siapapun di dalam kamar yang bernuansa soft blue itu. Ia lantas berjalan menuju walk in closet, lalu membukanya untuk mengecek di dalam sana.
"Rora, kamu di dalam?"
Tidak ada, bahkan ruangan bernuansa soft purple yang penuh dengan berbagai macam outfit itupun tak memperlihatkan tanda-tanda keberadaan Rora.
"Kemana anak itu?" Asa bergumam dengan sedikit gusar. Ia segera keluar dari sana dan hendak membuka pintu di sebelahnya.
"Jika di kamar mandi tidak ada, aku akan mencarinya ke bawah. Tapi, aku harap dia ada di dalam."
Cklek
"Rora?!"
Betapa terkejutnya Asa saat melihat rambut panjang Rora berada di tepi bathtub. Ia hampir menangis saat hampir keseluruhan tubuh Rora masuk ke dalam air.
"Rora, bangun! Hey!"
Asa menarik Rora dari dalam bathtub, bahkan air di dalamnya hampir dingin. Sebenarnya, sudah berapa lama adiknya ada di sana.
"Rora! Kamu dengar kakak?! Hey! Rora!"
Asa menepuk-nepuk pipi Rora, berharap agar Rora segera kembali menjemput kesadarannya. Asa menangis saat Rora tak merespon, hingga saat dirinya hendak pergi untuk memanggil Rami dan Ahyeon, Rora sudah lebih dulu mengerang.
"Rora? Kamu bisa dengar kakak?" Asa terus-menerus menepuk pelan pipi Rora, sesekali akan menarik tubuh bongsor sang adik agar tetap menyender pada sisi bathtub.
"Kak Asa?"
Layaknya orang yang baru terbangun dari tidur, Rora menguap lalu duduk di tepi bathtub. Asa yang mendengar itu menghela napas lega. Ia lantas memeluk Rora, mengucapkan terimakasih kepada Tuhan berkali-kali.
"Syukurlah kamu baik-baik saja."
Rora masih bingung dengan perlakuan Asa, dan otaknya masih mencerna. Hingga setelah Asa melepaskan pelukannya, ia kembali tersadar. Tanpa banyak kata, Rora reflek menutup dadanya sedikit dramatis.
"K-kakak, kenapa masuk ke kamar mandi?! Aku sedang mandi, kak!"
Tak!
"Aw! What the-- ada apa denganmu?!" Rora berdesis tak terima ketika kepalanya dijitak oleh Asa. Kakaknya itu bahkan menatapnya kesal, melupakan jika beberapa waktu lalu habis menangis.
"Kamu yang ada apa! Apa maksudnya tidur di dalam air?! Ingin bunuh diri?!" Asa sedikit menyentak dalam ucapannya. Bagaimanapun keadaan Rora baru saja membuatnya khawatir.
"Aku minta maaf, aku tidak tahu jika aku tertidur." Rora menunduk, masih dengan menutupi dadanya. Sejujurnya ia sangat malu jika harus berada di kamar mandi yang sama bersama seseorang di dalamnya, Rora sedikit tidak nyaman.
Asa menarik napas panjang sebelum kembali berucap, "lain kali jika memang sudah sangat mengantuk cuci muka saja, jangan mandi. Kamu baru saja membuat kakakmu ini khawatir, Rora."
Rora mengangguk cepat, "iya, kak. Sekali lagi aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi."
"Bagus. Sekarang selesaikan mandi mu dan keluar. Kakak akan menyiapkan baju tidurmu."
__________
TO BE CONTINUED
Me:
Rora kamu kenapa sih? Heran banget:')
jangan lupa vote komennya ya sayang, see u