HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 263K 16.8K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 33

67.9K 4K 452
By ay_ayinnn

"Teman saya tuh, bu. Ibu-ibu disini lagi ghibah?" Seseorang datang membuat mereka terkejut.

"Mas, siapa?" Tanya Luna setelah detak jantungnya kembali normal. Sedangkan yang lain berkerut kening menatap orang dihadapannya saat ini.

Tiba-tiba seorang lelaki muda berada di samping mereka dan membuka topik. Siapa yang nggak kaget? Apalagi mereka sama sekali tidak pernah bertemu atau kenal dengan laki-laki itu.

"Nama saya Marvel, teman Gavin sama Vanya," Dia mengulurkan tangan.

"Loh, kenal Vanya?" Luna menatap Marvel dari atas sampai bawah. "Mas nya yakin temennya Vanya?"

"Kali aja temennya Mas bukan Vanya yang ini," Ucap ibu-ibu yang lain. Dia tidak mengira saja kalau Vanya punya teman kayak dia.

"Ngomong sama emak-emak mah kagak ada abisnya anying," Batin Marvel sengit. Terus juga sialan, uluran tangannya terabaikan. Lihat saja mereka.

"Terserah kalau kalian gak percaya. Terus, ini kenapa masih disini? Mulutnya gatel ya pengen ngata-ngatain temen saya?"

Luna tidak suka dengan penyampaian Marvel. Di kampung ini, kalau ada anak muda yang ngomongnya suka ceplas-ceplos kayak Marvel pasti langsung di cap anak kurang ajar atau anak nggak punya adab.

Ya memang, dimana-mana juga gitu. Tapi disini Marvel baik kan, menegur mulut ibu-ibu kayak mereka?

"Kamu itu pemuda kok bicaranya gak sopan. Lain kali kalau bicara sama orang yang lebih tua pakai bahasa yang baik. Udah yuk ibu-ibu, kita pergi aja," Ujar Luna sambil berjalan pergi meninggalkan Marvel di sana.

Marvel menggelengkan kepala, ternyata masih ada ibu-ibu yang suka ngomongin tetangga. Dia pikir seiring perkembangan zaman hal semacam itu sudah lenyap. Karena makin kesini orang semakin individualisme.

Masalah Marvel yang berbicara tanpa sopan santun, ya maklum aja sih, Marvel dan yang lain kan kurang belajar adab. Mungkin karena mereka terlalu sering dimanja sama keluarga, jadi belajar adabnya agak kurang.

Itu ngaruh banget sih. Kita kalau apa-apa dibolehin pasti akan ngerasa dirinya paling berkuasa. Disitulah bakal muncul sifat kita yang kurang ajar kepada orang.

Marvel memandang Gavin dan Vanya dari kejauhan. Shock? Pastinya. Dia mana mengira selama ini Vanya tinggal di rumah kayak gitu.

"Menurut aku, kamu kurang peka sama keadaan Elen," Ucap Gavin memberi masukan. Ia tahu setelah ini Vanya akan marah. Tapi setidaknya masukan ini sampai ke Vanya.

"Tahu apa kamu soal Elen? Baru seminggu udah paham sama Elen?"

"Elen punya banyak permintaan. Dia gak berani minta ke kamu karena takut kamu marah."

"Gak usah ngada-ngada! Selama ini aku selalu berusaha kasih apa yang Elen mau kok."

"Elen minta sekolah lagi, kamu bakal kasih?" Kali ini Vanya skakmat oleh pertanyaan Gavin.

Dia masih takut untuk menyekolahkan Elen yang kedua kalinya, Gavin tahu itu. Selain dari rasa takut, Vanya pasti juga memikirkan biaya. Walaupun ada sekolah gratis, tapi menyekolahkan anak nggak semudah kelihatannya.

Sejenak tak ada suara diantara mereka. Vanya sibuk bergulat dengan pikirannya mengenai Elen yang ingin sekolah lagi. Sedangkan Gavin sudah kebingungan, entah harus mengatakan apa.

Tiba-tiba, "Van, ikut aku pulang yuk?" Ajak Gavin memelankan suara.

"...."

"Ajak Ibu Ayumi juga," Lanjutnya.

"Pulang kemana? Rumahku disini," Celetuk Vanya dalam.

"Rumahmu yang di Jakarta maksud Gavin," Ucap Marvel berdiri di samping Gavin.

Kaget dengan suara Marvel, Gavin spontan menoleh, "Lo?!"

Marvel nyengir kuda menatap Gavin, ia mendadahkan tangannya dengan percaya diri. Gavin pula masih melotot melihat siapa yang berada di sampingnya sekarang.

"Long time no see, gak sih?" Ujar Marvel.

"K-kalian, mau apa?" Kalimat was-was dari Vanya membuat Gavin dan Marvel kembali fokus menatap wanita itu.

Kan, dibilang juga apa. Marvel anjing emang. Lagi-lagi Vanya ketakutan, Gavin harus gimana?

"Lo bisa pergi dari sini gak?" Bisik Gavin.

"Gue disuruh tante Clara kesini," Sahut Marvel juga berbisik.

"Ngapain jing?"

"Ketemu ibu angkatnya Vanya. Mau buat surat perjanjian."

"Bodoh. Gak gini caranya."

"Nggak. Tolong berhenti, a-aku minta maaf. Aku takut," Vanya menggeleng-gelengkan kepala seperti orang kebingungan.

Melihat Vanya begitu, Gavin mendesah sambil memejamkan mata kesal. Kalau Marvel gak bloon, pasti Vanya bakal baik-baik aja.

"Pergi, Vel," Usir Gavin dengan nada tak bersahabat.

"Tugas gue belum selesai. Kalo Tante Clara marah gimana??"

"Lo gak mikir perasaan Vanya? Dia takut."

"Nggak, nggak, aku nggak mau, sakit," Samar-samar mereka masih mendengar kalimat tidak jelas dari Vanya.

"Nih, kunci kontrakan gue. Yang temboknya warna krem luntur depan sana," Tunjuk Gavin sembari memberikan kunci kontrakannya.

"Vin, lo—"

"Nanti. Gue ngurus Vanya dulu, kalo udah beres baru kita bicara."

Marvel menghela nafas dalam, "Tante Clara beneran mau paksa Vanya pulang," Lirihnya tegas.

Setelah mengatakan hal itu, Marvel pergi membawa kunci yang Gavin berikan. Jujur dia tidak menyangka akan kondisi Vanya. Bajingan emang, dia mengatai dirinya sendiri.

"Van," Gavin memegang pundak Vanya dimana badan wanita itu terus bergerak ke sana kemari, gelisah.

Masih tetap tak mendapat respon, Gavin membawa Vanya ke dalam dekapan. Gavin rasa Vanya butuh tempat penenang. Benar saja, dia langsung lemas di dalam dekapannya.

"Ssttt, jangan takut," Ucap laki-laki itu mengelus punggung Vanya yang bergetar hebat.

"Dia datang bukan buat ngulang masa itu. Maaf, Vanya, maaf," Bisik Gavin lagi.

"Pa? Ma-ma ke-kenapa?" Tanya Elen yang tiba-tiba keluar.

"Ssttt," Kata Gavin. "Boleh Papa bawa mama masuk ke dalam?"

Dengan senang hati, Elen pun membiarkan Papanya masuk. Toh Ayumi sedang tidak berada di rumah. Kabarnya sih Ayumi lembur di ladang. Jadi Gavin rasa ia harus membantu Vanya sampai tertidur karena kalau tidak kasihan Elen.

"Kamarnya... Dimana?" Gavin takut salah bertanya.

Melihat tangan Gavin tidak ada yang menganggur, Elen berinisiatif menarik ujung baju Papanya pelan. Dibukalah tirai usang itu.

"Di-si-sini, Pa," Ucap Elen.

Entah sampai kapan Gavin akan dibuat culture shock oleh kehidupan Vanya. Bahkan di kamar itu hanya ada tikar dan satu selimut tebal? Astaga, yang benar saja.

Merasa tubuh Vanya semakin lemas, pelan-pelan Gavin baringkan Vanya di atas selimut yang memang biasa untuk alas mereka tidur. Elen mendudukkan diri di samping Mamanya yang meringkuk membelakangi mereka. Gavin pula juga ikutan duduk di samping kaki Vanya.

Pandangan mata Gavin terus bergerak ke sana kemari. Ia melihat kesamping kanan, kiri, atas, bawah, semua disekitarnya Gavin lihat. Pantaskah ini disebut sebuah kamar? Hanya itu yang Gavin pikirkan.

"Papa ti-tidur di-sini?" Tanya Elen semangat.

"Hah? Nggak, Papa harus pulang Sayang," Jawabnya sedikit gelagapan.

"Ka-kapan Papa s-selesai ke-kerja-nya?"

"Emm, bentar lagi mungkin? Doain cepet selesai ya? Biar kita bisa main berdua terus-terusan," Kata Gavin.

"Ja-janji ya? K-kita ha-harus ma-in ber-du-dua. Sa-ma Mama j-juga!"

"Siap princess. Sekarang, Papa mau lihat princess tidur."

Elen menggeleng, "Ma-masih j-jam tu-tujuh."

"Kan tetep aja udah malem. Mumpung Papa temenin nih," Gavin mendekat ke Elen.

Posisinya sekarang Elen berada di tengah antara Gavin dengan posisi duduk dan Vanya. Sayangnya Vanya terus memunggungi mereka. Padahal kalau enggak kayaknya Elen bakal seneng banget.

"Papa, di-si-ni a-ja," Ucap Elen rebahan di samping Gavin.

Laki-laki yang masih duduk itu menundukkan sedikit kepala, memandangi wajah manis sang putri. Sedari tadi Elen menyuruhnya tetap di sini. Padahal harusnya Gavin tak boleh selancang ini.

"Tidur ya? Papa temenin," Gavin mengusap-usap pelan dahi Elen kebelakang.

Lama kelamaan, mata Elen mulai meredup, ia menguap. Kantuk mendatangi Elen hingga membuatnya tertidur.

"Maafin Papa, Elen," Lirih Gavin. Bibirnya bergetar saking tak sanggupnya dengan kehidupan yang Vanya dan putrinya jalani selama 6 tahun ini.

•••••

Tadinya Gavin ingin menunggu Ayumi pulang. Namun ia teringat Marvel ada di kontrakannya. Ck, anak siapa sih itu nyusahin banget?

Gavin membuka knop pintu kontrakan. Sepi, dimana Marvel? Ada kemajuan sih buat Marvel. Pertama, mau menyalakan lampu tanpa dinyalakan art. Kedua, kembali menutup pintu setelah dia masuk. Ketiga, snack yang sengaja Gavin stok untuk seminggu habis.

"BANGUN ANJING!" Gavin memukul pantat Marvel.

Ternyata oh ternyata bocah itu tidur di kamar dengan posisi tengkurap. Ah tidak lupa ada 3 bungkus chiki yang berserakan di lantai.

"Emmh..." Erang Marvel.

"Pulang aja lo!" Sentak Gavin.

Perlahan Marvel bangun dan bersila di atas kasur. Ia mengucek mata ala orang bangun tidur seperti pada umumnya.

"Ngantuk cok," Ucap Marvel parau.

"Minimal snack gue gak lo habisin, satt!"

"Laper. Gak ada makanan sama yang jual makanan disini."

"Ck, ceritain," Tanpa basa-basi busuk lagi, Gavin langsung menuju inti. Dia sangat kepo dengan alasan kedatangan Marvel yang tiba-tiba.

"Lo di kasih tahu kak Kara kan kalo Tante Clara mau kesini besok?"

"Iya, tadi pagi."

"Nahh, abis itu tuh dari POV gue, Tante Clara telfon. Gue angkat, halo, gitu kan. Terus beliau ngomong panjang lebar intinya gue disuruh buat surat perjanjian antara Tante Clara sama Bu Ayumi atau siapa sih yang ngerawat Vanya beberapa tahun ini?"

"Bener, Ibu Ayumi. Perjanjian apa?"

"Besok Vanya bakal bener-bener dipaksa balik. Terus Ibu Ayumi harus menyetujui itu dengan balas budi rumah beliau tadi dibangun ulang, ada uang sebagai ucapan terima kasih, sama nggak boleh temui Vanya, Elen lagi."

"Itu Tante Clara?" Tanya Gavin duduk di tepi kasur, Marvel mengangguk.

"Kok gitu?" Marvel mengangkat kedua bahu tak tahu.

"Nadanya pas ngomong gak lagi bercanda tau, Vin. Gue kan takut!“

"Tapi caranya salah."

"Sorry, gue gak tahu kalau Vanya separah itu."

Gavin mengusap-usap wajah kasar. Dah, sekarang tinggal jalanin aja mau gimana. Gavin juga gak bisa berhentiin Clara.

"Tante Clara kesini naik mobil?"

Marvel mengangguk lagi, "Awalnya mau naik pesawat, mendarat di bandara deket sini. Tapi gak efektif kayaknya karena masih ditambah perjalanan juga kan, nah jadilah beliau naik mobil."

"Besok bantu gue," Ucap Gavin.

"Bantu apa?"

"Gue tahu modelan Tante Clara tu kayak Acel. Nggak bisa sabaran. Gue takut Vanya malah... Lo tadi lihat sendiri."

Gavin menunduk, diikuti Marvel. Ntah apa yang mereka lakukan, meratapi nasib kah atau apa. Setidaknya mereka, ah Gavin sudah berusaha memperbaiki hubungannya dengan Vanya.

•••••

Pagi hari pukul 08.00 WIB.

Kling.

Kling.

Kling.

Kling.

Banyak sekali bunyi dering pesan masuk dari ponsel mereka berdua. Bahkan sempat ada beberapa kali dering telfon namun mereka masih asik dengan dunia fantasi masing-masing.

Drrttt... Drrttt...

Disaat yang bersamaan, ponsel dua anak itu bergetar. Marvel mendapat telfon dari Bevan dan Gavin mendapat telfon dari Charles.

"Eungh," Gavin melenguh, tangannya meraba sekitaran guna mencari letak getaran itu.

"Halo," Ucapnya benar-benar bangun tidur. Mata saja masih terpejam.

"GEMBLUNG! ISTRIKU OTW DARI TADI DINI HARI! KEMUNGKINAN BENTAR LAGI SAMPAI DI SANA."

Spontan Gavin bangun. Langsung melotot lah mata yang sebenarnya masih mengantuk itu. Tangannya memukul-mukul badan Marvel agar dia segera bangun.

Tanpa disadari, telfonnya terabaikan dan mati sendiri. Tentu Gavin yang tidak sengaja menekan tombol end call.

"SAT, BANGUN COK!"

"Apa sih anjinggg, ngantuk!!!"

"MANDI! KITA HARUS KE RUMAH VANYA SEKARANG."

"Tante Clara belum—"

"DIA UDAH OTW DARI TADI DINI HARI. PERJALANAN TUJUH JAM KAN?! BISA JADI SEKARANG DIA UDAH SAMPAI!"

"HA?!" Marvel terperanjat. Gila, masih pagi padahal.

Terlihat Gavin buru-buru keluar kamar menuju kamar mandi. Marvel mengambil hp di atas meja. Ia buka layar hp itu, banyak sekali telfon tak terjawab dari Bevan dan Kara.

"Shit, sebenernya Tante Clara kesurupan apa cok sampai kayak gini?" Marvel membanting hp asal namun masih tepat di atas kasur. Jujur, kali ini Clara terlalu gegabah.

Ia lari menyusul Gavin. Diketuk lah pintu kamar mandi tersebut secara brutal.

"SABAR! NTAR PINTUNYA JEBOL NJIR," Teriak Gavin dari dalam.

"BUKAIN-BUKAIN!" Ucap Marvel tidak sabaran.

"BELOM SELESAI KOCAK."

"CK, VIN, GUE KEBELET PIPIS..." Di depan kamar mandi persis Marvel beneran memegangi terus celananya saking tak tahan menahan pipis.

"YA GUE LAGI MANDI! INI BUKAN KAMAR MANDI RUMAH YANG LO BISA MASUK BUAT BERAK PAS GUE LAGI MANDI!"

"VIN PIPIS DOANG..."

"KLOSET SAMA BAK MANDI KAGAK ADA SEKATNYA BLOK."

"GAVIN... PLEASE VIN, LO MAU GUE DIOPERASI KARENA NAHAN PIPIS?"

"LO TEGA?"

"NANTI KALO GUE GAK BISA BANTU LO NGURUS TANTE CLARA, SIAPA YANG BAKAL BAN—"

"Berisik! Buruan masuk. Lo jangan ngintip gue. Kalo udah selesai langsung keluar!"










Bersambung.

Kalo pada tanya end eps berapa, aturan diantara eps 50-55. Cuma gatau kalo kebablasan atau kurang dari angka itu.

Fyi jgn pada benci Anya yoo😅 sekesel-keselnya kalian sm dia, dia yang paling harus disayang.

Vanya bro☝🏻

Yg puasa cung!!! semangat yh puasanya.

mau dong coba spam emot 🦋🤍

RAMEIN GA SIH?! HARUS LEBIH RAME DARI PADA YANG KEMARIN.

13 1 24

Continue Reading

You'll Also Like

139K 9.2K 38
Adit, cowok pintar, kesayangan guru, si kutu buku, dan terkenal karena kepintarannya. Akan tetapi, menurut Sheila. Adit baginya seperti boneka nya ya...
410K 25.6K 47
Xevira. Gadis dengan segudang sifat petakilannya. Gadis yang tidak bisa diam. Gadis yang selalu mengikuti Kevin kemana pun ia pergi. Dan gadis terane...
4K 543 55
Nata. Siapa yang tak mengenal Natania Amira? Model cantik yang terkenal di seluruh penjuru negeri. Seperti model-model lainnya, ia dibanjiri job untu...
1M 55.4K 56
Yang satu Cuek, dingin, irit bicara, acuh tak acuh. Yang satu lagi Pendiam, pemalu, lugu nan polos. Apa jadinya jika mereka berdua terikat suatu hubu...