VIA Bagian Pertama

By dirgita

171 1 0

Terlahir dengan kemampuan telekinesis, membuat Via tak leluasa dalam bergaul. Bahkan akibat kemampuan itu, ia... More

01 - panas
02 - galau
03 - jengkel
04 - ragu
05 - pahit
06 - gundah
07 - cemas
08 - takut
09 - cukup
10 - usil
11 - bodoh
12 - konyol
13 - gemas
14 - aneh
15 - risih
16 - curiga
18 - licik
VIA Bagian Kedua

17 - palsu

10 0 0
By dirgita

Usai merem-melek dikerjai jus jeruk, Mita masih ingin bereksperimen. Sedotan jus jeruk ia pindah ke gelas jus apel. Lalu, ia mulai menyicip isinya beberapa isapan.

Saat isapan ketiga, arah matanya naik untuk melihat di mana Alwi sekarang. Apakah masih dua-duaan bersama teman Danti, atau malah kabur dari tanggung jawab? Tak disangka, Alwi sudah ada di depannya. Duduk di tempat semula.

"O-oh?" Mita kaget. Segera ia menjauhkan bibir dari sedotan. "Maaf," ucapnya lalu berdehem.

"Tidak apa-apa, Bu. Tidak apa-apa. Kan, itu Ibu yang pesan," balas Alwi dengan sesekali agak menunduk. Bagaimana pun rupa dan tingkah wanita di depannya itu, beliau adalah dosen.

Mita malah terkikik. "Iya juga, ya?"

Akan tetapi, Mita tidak lanjut mencicipi minuman yang ia pesan untuk Alwi tersebut. Ia membetulkan duduknya, menghela napas beberapa kali, kemudian menatap Alwi sembari tersenyum.

"Jadi, Alwi...," ucapnya kemudian membuat pemuda di hadapannya menegakkan punggung.

"Iya, Bu!" jawabnya mantap.

"Kau pasti sudah tahu alasan kita bertemu malam ini."

Alwi mengangguk. "Ibu memanggil saya kemari karena soal kemarin, kan?"

"Iya, ini soal kemarin. Tidak keberatan?"

"Tidak, Bu. Sama sekali tidak," sambut Alwi. "Justru, saya juga ingin membicarakan hal yang sama dengan Ibu."

"Baguslah," komentar Mita. "Nah, sebagai orang yang menyebabkan kejadian itu, pasti ada yang ingin kau sampaikan."

Walau Mita hanya tersenyum, Alwi merasa akan diomeli. Cepat-cepat ia menunduk. Tak berani adu pandang. "Maaf, Bu. Itu salah saya. Bunga itu seharusnya untuk...."

"Danti, kan?" potong Mita.

"Eh?" Alwi lekas mengangkat wajah.

"Aku sudah tahu. Bunga itu sebenarnya untuk Danti," jelas Mita. "Tapi, karena satu dan lain hal, kau malah menyodorkannya padaku."

Alwi tercekat. "Dari mana Ibu tahu? Aku tak pernah cerita bunga itu untuk siapa, kecuali...."

Mita tertawa kecil.

"Bedebah...!" umpat Alwi di dalam hati. Di benaknya, berkelebat wajah Wiwid.

***

"Hatchieh!"

Suara bersin seorang perempuan terdengar di dalam kamar yang gelap. Setelah bersin itu hilang, sayup-sayup menggema isakan tangis.

***

"Meskipun aku tahu cerita yang sesungguhnya, tetapi tidak dengan orang-orang. Yang orang-orang tahu, kau itu bertindak nekat menyatakan cinta padaku. Dan, aku menerimanya."

"Di situlah letak permasalahannya, Bu. Orang-orang jadi menganggap kita punya hubungan istimewa. Saya ingin, persoalan ini segera diluruskan, sehingga tidak ada lagi yang salah paham."

"Bagaimana kalau aku tidak mau?"

Alwi mengerutkan dahi. "Maksud Ibu?"

"Aku ingin orang-orang tetap menganggap kita seperti itu."

"Ibu mau orang-orang tetap menganggap kita pacaran?" Alwi harap kesimpulannya tidak benar. Akan tetapi, fakta di lapangan berkata lain.

Mita menjawab, "Iya."

"Ibu tidak serius, kan?"

"Aku serius."

"Ibu bercanda, kan?"

"Jika aku serius, berarti tidak bercanda."

Alwi tergagap. Urat bicaranya seolah putus. Melihat pemuda di depannya mati kutu, Mita malah kembali melontar senyumnya yang lembut. Namun bagi Alwi, senyum itu terasa menyayat.

"Begini, Alwi. Aku sebenarnya perlu bantuan. Jika kau mau membantuku, aku juga akan membantumu."

Alwi berpikir sejenak. Ia sudah pusing, ditambah lagi sekarang tiba-tiba dimintai bantuan. Jadi, ia pun bertanya, "Bantuan apa, Bu?"

Pada mulanya, Mita hanya ingin berbuat sedikit usil. Meja kerjanya jadi taman kota gara-gara ulah para oknum dosen dan mahasiswa yang iseng. Sedikit dikerjai sepertinya tidak masalah.

Di saat yang sama, sudah beberapa bulan terakhir Mita merasa kenyamanan dan keamanan hidupnya terganggu. Pesan-pesan dari pengirim yang tidak dikenal sering kali masuk ke ponsel hampir tiap jam. Walau bergonta-ganti nomor, Mita yakin pengirimnya sama. Isi pesan yang dikirim seperti ditulis oleh seorang maniak. Bahkan, orang tak dikenal itu baru saja mengirim "pesan cintanya" sesaat sebelum Alwi muncul di kafe.

"Kau bukan orangnya, kan?" Wajah Mita tiba-tiba pucat.

"Bu, saya tak punya handphone. Lagi pula, untuk apa saya kirim pesan aneh-aneh? Ibu, kan, sudah terima cinta saya kemarin."

Mita berpikir sejenak. "Iya juga. Kalau begitu, coba kau lihat sendiri."

Mita menyodorkan ponsel. Alwi menerimanya dan mulai mengecek pesan-pesan yang masuk. Hampir semua dikirim oleh "Siapa?", begitulah Mita menamai sang nomor-nomor misterius. Isi yang ditulis bergaya puisi cinta. Namun pada beberapa pesan, Alwi merasa janggal.

"Aku melihatmu duduk seorang diri di sana. Ingin kumenemanimu barang sejenak. Menikmati senyummu yang indah dari dekat."

"Bagaimana menurutmu? Itu pesan yang tadi aku terima. Seakan-akan ia melihatku duduk sendiri di sini. Padahal, aku sudah dandan seperti ini. Yang tahu hanya beberapa orang dekat."

Alwi jadi ingat ketika ia dilambai oleh Mita. "Saya sampai pangling, loh, Bu. Saya pikir anak gadis mana yang melambai-lambai."

Tiba-tiba, seperti ada yang menyepak sepatunya di bawah meja. Alwi kaget lalu coba mengintip. Tak ada siapa-siapa, selain sepasang sepatu miliknya dan Mita.

"Kamu lihat apa?" tegur Mita. "Orangnya mana ada di bawah."

Meski terheran-heran dengan senggolan tadi, Alwi kemudian berujar, "Ngeri, ya, Bu?"

"Makanya. Itu baru pesan yang tadi. Sebelum-sebelumnya, seperti ia tahu bahwa aku tengah membaca buku sendirian di kamar, bersantai di teras, hingga ketika aku tengah mandi."

"Yang ini, ya, Bu? Lekuk...."

"Jangan dibaca!" Ponsel segera ditarik. "Yang ini tidak boleh dibaca."

Pada intinya, sang pengirim seperti memata-matai aktivitas Mita. Bagai tahu hingga yang paling pribadi. Mita jadi merasa takut, namun bingung apa yang harus ia perbuat. Hingga akhirnya tadi malam, ia mendapat ide yang cukup cemerlang.

"Kita lanjutkan sandiwara ini. Bagaimana?"

"Sandiwara?"

"Seolah-olah kita saling suka. Bagai sepasang kekasih. Aku ingin pria-pria itu mundur teratur."

Alwi terlihat bimbang. "Bukankah jadi kelihatan tidak masuk akal, Bu? Perbedaan kita cukup jauh."

"Jauh bagaimana?" Mita mengecek catatan di ponsel. "Aku sudah lihat datamu. Soal umur, kita cuma beda sekitar... enam tahun."

Alwi tetap protes. Itu masih terbilang jauh. Kalau dibuat perbandingannya seperti anak sekolahan, Mita sudah kelas tujuh SMP, Alwi baru kelas satu SD.

Akan tetapi, Mita juga sama-sama ngeyel. "Aku kenal banyak orang yang menikah dengan laki-laki yang lebih tua. Temanku di SMA, menikah dengan gurunya ketika sudah lulus, padahal usia mereka berbeda tujuh tahun. Teman seangkatanku kuliah, menikah dengan dosen yang berbeda sepuluh tahun. Bahkan, kakakku sendiri, menikah dengan pria yang usianya lebih tua lima belas tahun."

Alwi memijit kening. "Ibu sadar tidak semua contoh Ibu itu kebalikan dari kita? Alih-alih dengan pria yang lebih dewasa, Ibu malah pacaran dengan anak ingusan seperti saya. Ibu hanya akan merusak reputasi sendiri. Dianggap penyuka berondong."

Mita tercenung. Jemarinya menggulir-gulir layar ponsel, tetapi otaknya memikirkan hal lain.

"Begini saja, Bu. Saya sarankan Ibu cari pria yang lebih dewasa, mapan, ganteng, biar terlihat lebih meyakinkan."

Untuk pertama kalinya, Alwi melihat Mita cemberut. "Kamu pikir gampang?"

"Ibu, kan, cantik."

Kembali, Alwi merasakan kakinya disepak. Kali ini, ia yakin siapa si pelaku. Karena pada waktu yang bersamaan, ia melihat pinggang Mita bergerak.

"Aku juga inginnya seperti itu," ujar Mita pula. Jemarinya berhenti menggulir layar ponsel. "Tapi, setelah dipikir-pikir, aku terpaksa memilihmu."

Alwi tersedak. "Terpaksa?"

Mita tersenyum geli. "Ya, begitulah. Untuk saat ini, aku tak mau terlibat dalam masalah asmara. Aku masih ingin fokus di karir. Kau juga sudah punya gadis pujaan. Hubungan palsu kita pasti aman. Peluang kita cinlok bisa dibilang mustahil."

"Maaf, ya, Bu," sela Alwi. "Ibu tahu tidak konsep cinlok? Cinta lokasi itu salah satu bentuk cinta yang paling tak kenal batasan. Banyak yang selingkuh gara-gara cinlok."

Mita tercenung beberapa detik. "Tapi, kita sama-sama single. Siapa yang mau kita selingkuhi?"

Alwi memijit kening. "Fokusnya bukan di selingkuh, Bu. Tapi..., ah, susah."

Mita tertawa geli. "Iya, aku tahu. Toh, kita cuma pura-pura. Kita mau apa dari hubungan pura-pura? Tiap malam Minggu jalan-jalan? Tiap hari ketemuan? Tiap jam nanya 'kamu udah makan'? Nggak, kan?"

Alwi mengangguk-angguk.

"See? Hubungan kita aman."

Alwi masih berpikir. "Tapi, itu aman di Ibu. Bagaimana dengan saya? Sebagai dosen, Ibu seharusnya memperhatikan masa depan mahasiswanya juga. Saya yakin Ibu sudah tahu soal kejadian yang menimpa saya hari ini dari Wiwid. Dan juga, bagaimana saya bisa mendekati Danti kalau saya statusnya pacar orang? Mana dosen pula, kan?"

Mita segera membalas, "Makanya, sejak awal sudah aku katakan. Kau membantuku, maka aku juga membantumu. Kau membantuku menyingkirkan pria-pria itu. Aku akan melindungimu dari tindakan diskriminatif mereka. Serta, meski tak bisa kujamin seratus persen, aku akan membantu hubunganmu dengan Danti."

Alwi mendelik, "Yang benar?"

"Rekanan tidak boleh bohong. Deal?"

"Aku pegang kata-kata Ibu. Setuju!" Mereka bersalaman.

"Nah, karena kita sudah resmi jadi pacar, jangan panggil aku 'Ibu' kalau di luar."

Senyum di wajah Alwi memudar. "Ibu mau dipanggil apa?"

Mita seolah berpikir. "Mita sayang, gitu?"

"Ibu jangan minta yang aneh-aneh!"

Mita tergelak. Alwi yang mengernyitkan dahi pun akhirnya ikut tersenyum. Setelah tersenyum, tiba-tiba perutnya bermain keroncong. Alwi pun tersadar bahwa seharian ini belum makan. Dan tanpa malu-malu lagi, ia minta ditraktir nasi goreng oleh Mita.

Continue Reading

You'll Also Like

DICE By 𝓲𝓭𝓷

Teen Fiction

844 209 8
Nusaraja telah memilih. Permainan akan dimulai. Siap melempar dadu? °°°°° start: 05/07/23 finish: ©Wafellocream, 2023.
346K 2.3K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
3.7M 81.5K 51
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
5.6M 273K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...