VIA Bagian Pertama

By dirgita

171 1 0

Terlahir dengan kemampuan telekinesis, membuat Via tak leluasa dalam bergaul. Bahkan akibat kemampuan itu, ia... More

01 - panas
02 - galau
03 - jengkel
04 - ragu
05 - pahit
06 - gundah
07 - cemas
08 - takut
09 - cukup
10 - usil
11 - bodoh
12 - konyol
13 - gemas
14 - aneh
15 - risih
17 - palsu
18 - licik
VIA Bagian Kedua

16 - curiga

8 0 0
By dirgita

Pukul 20.08 WIB.

Alwi sepertinya akan terlambat. Atau paling parah, ia berubah pikiran dan kembali pulang. Berharap pemuda itu masih berniat untuk menemuinya malam ini, Mita menaikkan batas toleransi. Ia kembali sibuk mengetik materi kuliah di tablet. Sepasang telinganya ia sempal earbud berperedam bising.

Mirna Resto 'n Cafe malam ini cukup ramai. Tempat nongkrong itu direkomendasikan oleh Putri dan mendapat approval dari Wiwid. Lokasinya bisa dibilang strategis, karena berada hampir di tengah-tengah antara tempat tinggal Wiwid dan kediaman Putri. Sangat cocok untuk temu janji dua sejoli, ketimbang bertemu di kampus yang nantinya malah membuat situasi kian heboh.

Hanya saja, Mirna Resto 'n Cafe adalah tempat yang biasanya diisi muda-mudi. Mayoritas pengunjungnya berusia SMA sampai mahasiswa. Oleh karena itu, Mita wajib membaur. Penampilannya harus menyesuaikan dengan orang yang akan ia temui. Putri mengingatkannya untuk tidak berdandan dewasa seperti akan berangkat kerja, serta tidak pula memakai outfit seperti hendak menghadiri pesta. Berdandanlah sekasual mungkin. Kalau perlu, ber-cosplay seperti mahasiswa fakir kuota yang nebeng Wi-Fi kafe untuk mengerjakan tugas.

Alhasil, Mita didandani oleh Putri. Wajahnya dirias natural ala-ala tutorial di YouTube. Kostumnya pun disediakan oleh sang tetangga. Mulai dari celana jin, sepatu kets putih, hingga sweter berwarna krem. Sebagai pelengkap kamuflase, ia juga dipinjami kacamata bening berbingkai kotak.

Puas dengan mahakaryanya, Putri menjepret Mita yang sudah di-makeover dari berbagai sudut. Foto-foto itu ia kirim ke Wiwid. Selain untuk pamer, Putri ingin Wiwid mengabari Alwi bahwa orang yang akan ia jumpai sedang dalam mode "menyamar".

Sayangnya, Wiwid lupa.

***

Asyik mengetik, ponsel di saku Mita bergetar halus. Ada sebuah pesan dari nomor baru. Begitu ia baca isinya, alisnya sontak meninggi. Segera ia tutup pesan tersebut lalu meletakkan ponsel tengkurap di atas meja. Dengan ragu-ragu dan sedikit berpoles cemas, ia melirik kiri dan kanan.

"Tidak ada yang patut dicurigai di sini. Apa mungkin di luar?" Mita bergumam.

Saat itulah, matanya menangkap sosok pemuda berkaus biru muncul di pintu masuk. Orang yang sudah lama ia tunggu akhirnya menampakkan diri. Seketika gurat gusar di wajahnya menghilang berganti senyum.

Namun, ada yang aneh. Alwi tidak langsung menghampiri dirinya. Pemuda itu justru masih berdiri di depan pintu masuk. Terlihat bingung.

Mita pun sadar. Ia tak memberi tahu lokasi persis di mana ia menunggu. Ia juga menyesal telah duduk di meja yang agak di dalam. Tapi, mau bagaimana lagi? Sewaktu ia tiba hingga sekarang, meja-meja di dekat pintu selalu penuh.

Alwi kemudian menyapu pandang seisi kafe. Mita tak buang kesempatan. Cepat-cepat ia mengangkat tangan supaya lebih mudah terlihat. Namun, sebelum arah pandang mereka bertemu, Alwi tiba-tiba menutup wajah dan berbalik. Mita seketika heran. Ditambah lagi, Alwi kemudian buru-buru keluar dari kafe.

Dari balik dinding kaca, Mita menyaksikan Alwi melarikan dirinya ke sebalik tanaman hias tak jauh dari pintu masuk. Pemuda itu lalu curi-curi pandang ke dalam kafe, menghela, merenung, lalu menjongkok.

Mita geregetan. Ia berencana hendak menyusul. Namun, barang-barangnya masih berserak di atas meja. Ada tablet, ada ponsel, ada tas. Rawan jika ditinggal. Hendak dikemasi dulu, bisa-bisa Alwi keburu minggat. Saat situasi makin genting, seorang pramusaji melintas. Segera ia tahan.

"Kak, di luar itu ada cowok pakai baju biru. Dia kayaknya bingung cari saya. Bisa minta bantu kasih tahu dia kalau saya ada di sini?"

Pramusaji itu, Farah, segera melirik ke arah yang ditunjuk. Dari jauh, ia melihat sosok Alwi muncul melewati pintu. Tak berapa lama, kembali ke luar.

Farah manggut-manggut. "Oooh, abang itu. Siap, Kak!"

"Kakak kenal abangnya?" sambut Mita penasaran.

"Saya ndak tahu namanya, tapi abangnya itu sering ke sini ketemu Kak Via. Eh? Ups!" Farah buru-buru tutup mulut.

"Oooh...." Raut wajah Mita melesu. "Sudah punya pacar, ya, Kak?"

Lekas Farah menggeleng. "Bukan! Bukan, bukan! Cuma teman, kok. Cuma teman!"

"Oh!" Wajah Mita kembali segar.

"Aman, Kak. Aman! Hehe!" Farah senyum tak enak. "Jadi, abangnya saya panggil ke sini, ya? Ketemu siapa?"

"Mita. Bilang saja ditunggu Mita."

"Siap, Kak Mita!"

"Oh iya, sekalian pesan minum untuk abangnya."

"Mau jus jeruk atau jus apel?"

"Hm?" Mita bingung. Tiba-tiba disodori dua menu yang ia sendiri belum terpikir.

"Abang itu kalau ke sini, kalau tak pesan jus jeruk, dia pesan jus apel," jelas Farah.

Giliran Mita terlihat takjub. "Sampai hafal, ya?" Farah cengengesan. "Pesan dua-duanya saja, deh. Atau, langsung tanya abangnya saja."

"Siap!" Farah menghormat. Ia kemudian pamit langsung menuju pintu.

Dari tempat duduknya, Mita melihat Farah menyolek pundak Alwi yang ancang-ancang masuk ke kafe. Alwi menoleh. Farah kemudian berbisik lalu menunjuk ke arah Mita. Mita segera mengangkat tangan dan melambai-lambai. Meski agak jauh, Mita bisa melihat Alwi memicingkan mata, keningnya berkerut. Setelahnya, ia berbicara pada Farah. Kemungkinan ragu. Farah balas mengangguk-angguk.

Lalu, keduanya berpisah. Farah ke meja kasir. Alwi mendekat. Mita tersenyum lebar.

***

"Permisi.... Ibu Mita, ya...?" Alwi menyapa ragu.

Mita melepas kacamata, menatap Alwi untuk beberapa saat, sebelum akhirnya membalas, "Kau tidak ingat pacarmu sendiri?"

Alwi gelagapan. Ia hendak menyahut, tetapi tak tahu harus bilang apa. Pada akhirnya, ia hanya bisa berucap, "Ibu bisa saja."

Mita tergelak. Dipersilakannya Alwi untuk duduk. Dengan sungkan, pemuda itu mengambil tempat yang membuat mereka duduk saling berhadapan.

Baru saja Alwi berlabuh, seorang pelayan kafe datang mengantar dua gelas minuman dingin. Satunya jus jeruk dan satu lagi jus apel. Mita memuji pesanannya tiba dengan cepat, sedangkan Alwi malah menunduk menyembunyikan wajah. Kedua tangannya menempel di kening.

"Kau kenapa, Alwi? Sakit kepala?" tegur Mita. "Kebanyakan mikir, sih."

Alwi lekas menurunkan tangan dan menggeleng. "Tidak, Bu. Sehat saya. Sehat." Malu juga kalau mengaku sakit.

"Alwi? Wah, tumben sekali. Ada kuliah tambahan, ya, Bu?" Pramusaji yang mengantar pesanan adalah Via. Ia membuat Alwi serba salah.

"Eh, saya ketahuan?" Mita kaget.

"Saya dapat bocoran dari Danti," jelas Via sembari tersenyum.

Foto-foto yang diambil Putri dibagikan kepada Mita. Salah satunya Mita kirim kepada Danti dengan caption, "Halo, Dek." Danti tak mau jengkel sendirian. Foto itu ia bagikan ulang kepada Via dengan keterangan, "Lihat kelakuan bibi baruku!"

Mendengar nama Danti disebut, Alwi tiba-tiba berdiri. Ia permisi pada Mita untuk membawa Via menjauh. Setelah dirasa cukup berjarak dari dosen tersebut, ia pun berbisik, "Danti tahu kami janjian di sini?"

Via menggeleng. "Dia tidak tahu. Tapi, yang dia tahu kalian itu pacaran. Kalian sungguh-sungguh pacaran?"

"Mana mungkin, Kak! Aku ini cuma mahasiswa, Bu Mita itu dosen. Mustahil!"

"Di sinetron tidak begitu."

"Kakak tetap tidak percaya?"

Via mendesah. Ia melirik pada Mita di belakang. Wanita itu tampak mencobai jus jeruk yang tadi ia bawa. Matanya langsung merem melek.

Via kemudian berucap, "Begini, Alwi. Bu Mita mengajakmu kemari, beliau rela berdandan seperti itu, menunggumu sejam lebih awal. Kau pikir cuma untuk main-main?"

Alwi bungkam.

"Nikmati saja minumanmu. Mumpung masih dingin. Aku pokoknya tak mau ikut campur." Via siap beranjak. Masih ada pesanan yang harus diantar.

"Kak," cegah Alwi. Via menoleh. "Apa aku masih ada kesempatan?"

Via untuk kesekian kali menggeleng. "Susah!"

Alwi tertunduk lesu. "Terima kasih, Kakak Senior. Kepalaku makin pusing."

Via justru mengikik. "Yang cari pusing sendiri, kan, kamu!" Disenggolnya sedikit lengan Alwi, lalu cepat-cepat menjauh. Pada saat itulah dirinya sadar sudah jadi tontonan Farah di meja kasir.

Entah apa maksudnya, Farah menggeleng-geleng.

Continue Reading

You'll Also Like

400K 35K 55
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
6.9K 812 42
Ada yang salah dengan hubungan kami Ada sesuatu yang tidak beres padanya Ada sesuatu yang sama sekali tidak kumengerti Salah siapa? Bukankah ia yang...
JAKA EL WILSON By RIPKI

Historical Fiction

1K 130 30
Jaka El Wilson adalah seorang kesatria yang memiliki darah campuran Jawa × Inggris. Banyak sekali masa-masa sulit yang dialaminya dari ia kecil hingg...
462K 4.5K 6
"Aku menyukai bintang... Kemerlap cahayanya yang indah membuatku jatuh cinta padanya. Namun aku tidak akan bisa untuk memilikinya meski aku berusaha...