Prolog Tanpa Epilog

By Taratataaa__

468 41 4

"Aku menunggumu hingga hari esok. Jika esok kamu belum juga kembali, maka setiap hari adalah esok." -Dineshca... More

Prolog
[1] Amerta
[2] Song Playlist
[3] Izin
[4] Kesempatan Berharga
[5] HTS
[6] Nomor Tak Dikenal
[7] Alasan
[8] Menaruh Rasa
[10] Hari Kelulusan Ishara
[11] Sakit
[12] Permintaan Dineshcara
[13] Berbagi Cerita

[9] Bandung dan Yogyakarta

24 2 1
By Taratataaa__

Tuhan, boleh tidak? Untuk sekali ini saja aku memenangi seseorang yang benar-benar aku cintai?

***

Setelah beberapa minggu dijalani dengan penuh pengayaan atau jam belajar tambahan di sekolah untuk mempersiapkan ujian, akhirnya hari yang dituju tiba. Besok hari Senin, hari di mana Ishara dan teman-teman lainnya memulai hari pertama ujian sekolah.

Malam ini seperti biasanya Ishara membuka buku untuk mempersiapkan lebih matang lagi menghadapi ujian esok hari. Ditemani dengan suara seorang gadis yang selalu menyemangatinya.

Iya, gadis itu memang lah Dineshcara. Dineshcara diam saja memperhatikan Ishara yang fokus belajar. Sesekali ia tersenyum tipis lantaran bisa memandangi wajah Ishara dari layar ponselnya, menemani kegiatan laki-laki itu juga merupakan wishlist Dineshcara yang tidak pernah ia sampaikan kepada siapapun termasuk Ishara sendiri.

Embusan napas pelan Dineshcara sudah cukup menandakan betapa senangnya ia malam ini. Bahkan, ia sendiri sudah tidak bisa berkata-kata lagi untuk mengungkapkan seberapa senang dan bahagianya ia sekarang.

Terlihat dari layar ponselnya bahwa Ishara menutup buku yang dipelajarinya. Laki-laki itu juga mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap. Menampilkan senyuman tipis kepada Dineshcara, lalu membereskan semua buku dan peralatan lainnya. Ia sudah cukup lelah membaca tulisan-tulisan dan mencoba memahami rumus. Untuk malam ini, ia cukupkan saja belajarnya.

"Belum ngantuk?" tanya Ishara setelah selesai memasukkan buku yang harus ia bawa ke dalam tas.

Dineshcara menggelengkan kepalanya. Ia tidak mungkin bisa mengantuk jika pemandangan yang dilihatnya seindah ini. Pernah tidak kamu membayangkan bisa memandangi wajah sosok yang kamu kagumi sejak lama di layar ponsel? Bukan melalui sesuatu yang dipostingnya, tapi untuk menemani kegiatannya. Bukankah itu sangat indah?

"Lo besok libur, 'kan?" tanya Ishara lagi. Memastikan benar atau tidak pengumuman yang disampaikan guru pada hari Jumat.

"Belajar di rumah, Kak," koreksi Dineshcara.

Ishara mengerutkan keningnya. "Emangnya kalau di rumah bakalan belajar?"

Dineshcara tertawa pelan. Benar juga. "Selagi gak ada tugas yang dikasih, aku sendiri sih malas buka buku, Kak. Jujur aja, aku mau menikmati hari yang katanya belajar di rumah ini."

"Belajar di rumah bahasa halusnya aja."

Dineshcara mengangguk lagi tanda setuju. Entah hanya perasaannya saja atau bagaimana, yang dikatakan Ishara selalu dirasa benar menurutnya. Bukan hanya malam ini, tapi hari-hari sebelumnya pun ia merasakannya.

"Oh ya, aku mau basa-basi dikit sama Kak Ishara," ujar gadis itu membuat Ishara menaikkan satu alisnya.

"Basa-basi apa?"

Dineshcara mencoba menyusun kalimat di kepalanya sebelum ia ucapkan kepada Ishara yang sudah menunggunya akan mengatakan apa. Berulang kali ia merevisi susunan kalimat yang menurutnya cukup aneh sampai akhirnya ia menemukan kalimat yang tepat.

"Kak Ishara," panggil Dineshcara dengan suara pelan.

"Iya?"

"Buat ujian hari pertamanya, semangat ya. Semoga lancar dan dimudahkan. Aku yakin Kak Ishara pasti bisa kerjain semuanya dengan baik," ungkap Dineshcara.

Ishara terkekeh pelan. Ternyata ini basa-basi yang dimaksud oleh Dineshcara. Menyemangatinya? Sungguh?

"Semoga hasilnya juga memuaskan. Kalaupun gak sesuai sama ekspektasi Kak Ishara, setidaknya Kak Ishara udah coba lakuin yang terbaik."

Sekarang kekehan laki-laki itu lebih terdengar jelas. Mungkin kekehannya ini hanya untuk menutupi dirinya yang sedang menahan debaran jantungnya yang tak karuan karena Dineshcara sendiri melihat wajah Ishara yang sedikit memerah.

Aneh. Bukankah itu hanya hal kecil?

"Kalau beberapa hari setelah hari ini aku gak ada hubungi Kak Ishara, itu berarti aku lagi gak mau ganggu waktu belajarnya Kak Ishara. Aku gak mau kalau semisal nanti hasilnya gak sesuai sama ekspektasi Kak Ishara dan itu penyebabnya adalah aku," lanjut Dineshcara membuat Ishara terdiam. "Semangat juga buat hari-hari ujian selanjutnya."

"Dinesh, lo kenapa?" tanya Ishara memastikan. Ia tidak suka dengan perkataan Dineshcara yang terakhir.

Itu bukan berarti bahwa Dineshcara benar-benar tidak akan menghubunginya lagi, 'kan?

Dineshcara hanya memberikan senyuman tipis seraya menggeleng pelan. Ia jelas tidak kenapa-kenapa, Ishara tidak perlu menanyakan itu.

"Ada sesuatu yang lagi ganggu perasaan lo sekarang?"

"Gak ada, Kak. Aku baik-baik aja. Aku justru lagi senang karena bisa temani kamu belajar tadi," jawab Dineshcara.

"Kalau lo seneng, kenapa lo berniatan buat gak hubungi gue lagi selama ujian? Takut ganggu waktu belajar gue 'kan kata lo tadi? Lo sama sekali gak ganggu gue, Dinesh. Lo temani gue dengan baik kok dari tadi."

"Kak—"

"Sssttt, gue gak menerima apapun lagi. Gue maunya lo tetep hubungi gue kayak biasa. Lo gak pernah ganggu gue, Dineshcara Elakshi. Gue suka sama keberadaan lo sekarang. Jadi tolong, tetap temani gue dan semangati gue setiap hari. Selain doa dan semangat dari ibu, gue juga mau disemangati sama lo."

***

Ujian sekolah dijalani oleh Ishara dengan baik. Tentunya dengan kata-kata semangat dari Dineshcara setiap harinya juga.

Sampai pada hari terakhir ujian, dari sekolah Ishara langsung melajukan motornya menuju ke rumah Dineshcara untuk mengungkapkan seberapa senang dan leganya ia setelah berhasil melewati beragam rangkaian ujian yang cukup memuakkan ini.

Beberapa hari yang lalu juga ia sempat berjanji kepada Dineshcara akan mengajak gadis itu pergi main dan menghabiskan waktu bersama. Untuk menepati janjinya juga menjadi alasan lain kenapa ia datang ke rumah Dineshcara hari ini sepulang dari sekolah.

Jam baru saja menunjukkan pukul sepuluh pagi. Hari terakhir ujian memang hanya diisi oleh dua mata pelajaran, maka dari itulah ia berniat mengajak Dineshcara main hari ini juga. Sekalian untuk melepas penat.

Begitu sampai di halaman rumah gadis itu, matanya langsung menatap keberadaan Dineshcara yang tengah duduk di kursi kayu yang ada di teras rumahnya sembari membaca novel. Gadis itu juga masih mengenakkan piyama yang digunakannya untuk tidur semalam. Dapat Ishara tebak, Dineshcara bahkan belum mandi. Eh ... tolong jangan ada yang mengadukan ini kepada Dineshcara. Ini rahasia.

Saat mendengar deru motor yang berhenti di halaman rumahnya, Dineshcara mendongak. Kedua matanya membola sempurna. Kenapa kakak kelasnya itu datang sekarang?

Dineshcara melihat lagi penampilannya saat ini. Benar-benar berantakan. Selain ia masih mengenakkan piyama tidurnya, rambut panjangnya juga tergerai dan sedikit kusut lantaran ia malas menyisir jika belum mandi. Jika ia tiba-tiba masuk ke dalam rumah pun akan terkesan aneh nantinya bagi Ishara.

Ah sudahlah. Lagipula, sejak awal ia sudah terlanjur memalukan di mata laki-laki itu. Sekalian saja ia menunjukkan sisi yang lainnya dari dirinya. Supaya ia juga bisa tahu, Ishara bisa menerimanya dengan apa adanya atau tidak.

Ishara sudah melangkahkan kakinya untuk mendekat membuat Dineshcara membenarkan posisi duduknya yang setengah rebahan itu.

"Kak Ishara ngapain ke sini?" tanya Dineshcara dengan sedikit berteriak dan nada kesal yang sangat kentara.

"Mau ajak lo main lah. 'Kan gue udah janji sama lo selesai ujian mau main," jawab Ishara.

Tanpa dipersilakan duduk, laki-laki itu sudah lebih dulu duduk tepat di samping Dineshcara.

"Kak Ishara gak liat? Aku belum mandi, Kakkk!"

"Ya lo mandi dulu aja silakan. Gue tungguin di sini. Aman kok gak bakalan masuk ke rumah." Ishara mempersilakan Dineshcara untuk mandi dan bersiap-siap.

Dineshcara berdecak sebal. Memangnya mandi dan bersiap-siap segampang itu? Ia harus mengumpulkan niat terlebih dahulu sebelum tubuhnya harus terkena air. Ia juga tidak suka bersiap-siap dengan ditunggui oleh orang lain seperti ini. Terkesan diburu-buru dan Dineshcara tidak suka hal itu.

"Aku pikir kita mainnya beberapa hari setelah selesai ujian, Kak," ucap Dineshcara mengerucutkan bibirnya. Jujur saja ia kesal. Apalagi tadi ia sedang me time dengan cara yang paling bisa Dineshcara lakukan, yakni membaca novel. Tapi itu harus terhenti karena kedatangan Ishara.

"Kalau bisa hari ini kenapa harus besok atau hari-hari selanjutnya?"

Gadis itu berdecak sekali lagi. "Tapi 'kan kalau ternyata aku yang gak bisa gimana, Kak?"

"Alasannya?"

"Me time."

"Kalau gitu ya mending quality time sama gue. Mumpung kita masih satu kota."

Dineshcara menghela napas kasar. Ia paling malas jika Ishara sudah membawa hal-hal tentang mereka yang nantinya akan beda kota. Ia tidak suka hal itu.

"Gue bener loh, Din. Besok gue harus ke Jakarta," sambung Ishara sembari membela diri.

Dineshcara menatap manik mata Ishara mencoba mencari celah kebohongan laki-laki itu. Sayangnya, ia tidak menemukannya di sana. Sepertinya benar apa yang dikatakan Ishara.

"Berapa lama?" tanya Dineshcara.

"Lo gak mau tanyain gue kenapa gue harus ke Jakarta besok?"

Dineshcara menggeleng pelan. "Itu urusan Kak Ishara, aku gak berhak tau."

Ishara mengangguk mengerti. Selama ia mengenal Dineshcara, gadis itu memang yang paling menjaga batasan tentang hal-hal yang berurusan tentang pribadinya.

"Pertanyaan lo, tentang waktu gue gak tau sampai kapan gue di sana. Bisa sebentar atau mungkin lebih lama dari yang lo bayangin. Gue bakalan berusaha biar semuanya bisa cepat selesai dan gue bisa kembali ke Bandung. Ya, sebelum gue bener-bener menetap di Jakarta," jawab Ishara menjelaskan.

"Kak Ishara beneran gak mau tetap ada di Bandung?"

"Mau kok. Bandung istimewa buat gue, apalagi ada lo. Rasanya gue mau kembali ke Bandung ribuan kali buat nemuin hal spesial lainnya yang belum pernah gue temui di sini. Soalnya gue ketemu lo juga baru 'kan. Gue yakin ada banyak hal spesial lainnya yang bakalan gue temuin di sini ... bareng lo, Dinesh."

"Kak, bisa gak kita quality time-nya di sini aja? Aku mau di salah satu sudut rumahku juga ada kenangan tentang kamu. Kalau suatu saat aku kangen sama kenangannya, aku bisa langsung datangi tempat itu," pinta Dineshcara.

"Cuma kangen sama kenangannya aja? Sama gue enggak?"

"Emangnya harus banget ya aku bilang?"

Ishara tertawa dibuatnya. Ia tahu, Dineshcara adalah tipikal orang yang memiliki gengsi yang cukup tinggi untuk sekadar mengungkapkan perasaannya.

Pada akhirnya, kedua remaja itu memilih untuk menghabiskan waktu di salah satu sudut halaman rumah si gadis.

Yang dapat Ishara simpulkan dari hadirnya Dineshcara ialah gadis itu hanya menginginkan cerita dan kenangan yang dapat dikenang sampai kapanpun. Seseorang bisa hilang, tapi tidak dengan kenangannya.

Begitupun tentang bagaimana Ishara terhadap Geya, mantan pacarnya. Ia kini bisa menarik kesimpulan bahwa ia bukan tidak bisa melepaskan atau melupakan, Ishara hanya terus terbayang-bayang akan kenangannya bersama Geya.

Ishara dan Geya memang tidak lama, tapi bukan berarti tidak memiliki kenangan sedikitpun, 'kan?

***

"IHHH ITU KAMU NGAPAIN DI YOGYAKARTA, KAK?!"

"Liburan dong. Biar gak stres."

Jawaban Ishara dari sana membuat Dineshcara sedikit kesal pasalnya laki-laki itu hanya bilang hendak ke Jakarta dan ia pikir hendak menemui sang ayah di sana.

"Kamu gak ajak aku?" tanya Dineshcara.

"Emangnya kalau gue ajak, dibolehin sama mama?  Nanti aja ya, kapan-kapan kalau kita udah dewasa. Kita ke sini sama-sama," jawab Ishara.

"Janji manis doang 'kan ini?" tebak Dineshcara membuat Ishara tertawa.

"Nggak, Dinesh. Ya udah, kalau gitu gue gak janji deh sama lo. Tapi, bakalan gue usahain di masa yang akan datang."

"Sama pasangan masing-masing?"

Tawa Ishara semakin terdengar renyah. Entah kenapa pertanyaan Dineshcara barusan sedikit menusuk hatinya.

"Kalau soal itu, kita liat nanti aja."

Dineshcara mengangguk setuju. Ia menatap layar ponselnya tanpa beralih sedikitpun. Terlebih saat Ishara menggunakan kamera belakangnya untuk menunjukkan suasana Yogyakarta hari ini.

Yang ada di bayangan Dineshcara, Yogyakarta tetap istimewa, sama seperti saat pertama kali ia datang ke sana bersama mama, ayah, dan Aji. Ia merindukan suasana hangat Yogyakarta serta kehangatan keluarganya yang dulu. Sungguh.

Yogyakarta dan Bandung adalah daerah yang paling Dineshcara sukai. Entah dari setiap sudut kotanya atau juga sesuatu yang terputar di dalam memorinya.

"Waktu itu Kak Ishara bilang Bandung itu istimewa dan Kak Ishara mau kembali ke Bandung ribuan kali buat nemuin hal istimewa lainnya yang belum pernah Kak Ishara temui, 'kan?"

"Iya."

"Kalau gitu sama. Bagi aku, Yogyakarta juga istimewa dan aku mau kembali menapaki kakiku di sana sampai ribuan kali buat mencari jejak istimewa lainnya."

***











HALLOOO🤩‼️

apa kabar kalian semua? semoga baik-baik aja yaaa. aku kembali dengan cerita Dineshcara dan Ishara yang makin sini makin 😍🥰💓💗💥💯🫵🏻🫶🏻🌹💐🍭🌝🌈✨️🎀🧸

semoga suka ya sama chapter ini. oh ya, jangan lupa meninggalkan vote dan komentarnya. oke cinta?😌

hihiii see you <3

salam manis,
Tata.

Continue Reading

You'll Also Like

646K 34.1K 41
"Jangan dekat dengan cowok lain, aku nggak suka" ucap alfa tepat di telinga aiyla. Dapat aiyla rasa kan deru nafas tak beraturan menerpa leher jenjan...
192M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...
93.4K 2.9K 30
[ONGOING πŸ”ž] #8 insanity :- Wed, May 15, 2024. #2 yanderefanfic :- Sat, May 18, 2024. After y/n became an orphan, she had to do everything by herself...
98.3K 3.1K 9
"Tunggu aku selama apapun itu, akan ku beri sisa waktuku untuk membalas waktumu yang terbuang sia-sia karena menunggu seorang seperti ku, gadisku." u...