1000% GENGSI

By ceyberryaa

874K 54.7K 2.1K

[TAMAT] Bersama Adinata, Ayyara menyadari satu hal. Bahwasannya, menjalani hubungan tanpa cinta bukanlah sebu... More

sedikit cerita tentang pasutri
resepsionis baru
Adik
sentuh-sentuh
Hama
Bersama Rosa
Paket
Suami siaga
Kabar surat cerai
Welcome to Duda~
What's wrong with Nata?
a sweet night>>>
Dirumah juga bisa, katanya
Hadiah
Aneh
Aneh part2
Kekuatan Syndrome Couvade
sekarang giliran temen-temennya
MAS, DIA SIAPA?!
Giliran istrinya
Menghadapi Adinata
Singa Juna
Jazziel's cafe
Si gede gengsi
Spesial suami dan istri
Dua malaikat kecil Ayah
Keinginan Nata yang terpenuhi
Family time in Basel City
On the way
Finally
say goodbye
Extra chapter-- Teenager
Extra chapter-- little story of them
visualisasi
CERITA BARU?!
BYE!
Instagram
INFO!!

Extra chapter-- what if sequel?

12.3K 834 48
By ceyberryaa

wheheh plin-plan bngt gue bjiiir😖 masih bingung harus ada sequel atau ngga, tp kebanyakan dri kalian minta sequel.

jadinya baginda bingung':

nih extra chapter ini tuh, andai ya andaikan nanti ada sequel, chapter satunya bakal kayak gini gituu

kalo sequel nya jadi, extra chapter di cerita ini bakal aku hapus WHAHAHAHA

recommended song; Say To Heaven by Lana Del Rey

***

Hari ini bumi kembali diselimuti pekat kabut dan awan kelabu, sama seperti kemarin.

Hal itu membuat si 'penguasa rumah' bergegas menyiapkan mantel, payung dan baju hangat untuk berjaga-jaga. Mantel khusus disiapkan untuk si anak tengah sebab semalam anak itu mengatakan ingin berangkat ke sekolah menggunakan motor-- karena hari ini jadwal si bungsu diantar Ayahnya. Payung dan baju hangat tentu untuk si kepala keluarga, si sulung dan si bungsu.

Gaduh terdengar dari arah dapur yang kini bernuansa klasik hasil dekorasi sang Ayah dan si anak tengah. Keduanya memang klop. Memiliki selera, sikap dan sifat yang mirip. Bedanya si anak agak sedikit cerewet dibandingkan Ayahnya.

Jika bertahun-tahun lalu si wanita akan sibuk sendiri, kini dia ditemani seorang art yang akhirnya dipekerjakan sebab si wanita semakin fokus pada usahanya. Waktu untuk mengurus rumah mungkin terbengkalai, tapi tidak dengan waktu untuk mengurus anggota keluarganya. Setiap sarapan dan makan malam, wanita yang kini sudah memasuki usia kepala empat itu mewajibkan dirinya sendiri yang harus memasak dan menyiapkan makanan.

Siapa yang menyangka rumah tangga yang dulunya terasa hambar itu masih bertahan sampai kini. Bahkan mereka kembali di karuniai malaikat kecil yang syukurnya menduplikat sang wanita. Ada rasa bangga tersendiri bagi si ibu.

Berjarak empat tahun dari si sulung Jazziel Cairo Mahdhava, lahirlah si tengah dengan nama Zayyan Shakeel Mahdhava. Lalu empat tahun setelahnya lagi, keluarga itu kembali di beri kepercayaan dengan hadirnya putri kecil yang di beri nama Zaina Aurora Mahdhava.

Ziel, Zayyan dan Aina. Begitulah mereka dipanggil saat diluar. Jika dirumah, maka lain lagi-- Kakak, Abang dan Adek.

"Mami Ay!"

Panggilan khas itu membuat Ayyara-- sebut saja si 'penguasa rumah' mengalihkan perhatiannya. Meski begitu, tangannya masih aktif menata makanan di meja. "Kenapa, Han?"

Hannifa Davika Mahanta-- putri satu-satunya dari pasangan romantis Rachel dan Naufal. Anak itu seumuran dengan Aina si bungsu. Bahkan mereka satu sekolah dan satu kelas. Satu pawang juga.

Siapa lagi?

"Abang Zay jailin aku lagi." Katanya merajuk.

Iyep, seorang Zayyan Shakeel Mahdhava. Selain pada Aina, sikap protektif Zayyan juga berlaku pada Hanni. Dan tentunya pada si cantik Cessie.

Ayyara hanya bisa menggelengkan kepala. Berbicara dengan anaknya pun percuma. Persis seperti Nata, Zayyan juga memiliki seribu satu jawaban masuk akal setiap kali Ayyara tegur.

"Kamu atau temen-temen cowokmu?"  Tanya Ayyara, hapal betul. "Di blok lagi, mereka?"

Hanni merengut, duduk di kursi dengan tampang murung. "Sekarang gak cuma di blok, tapi dihapus." maksudnya adalah nomor dan kontak laki-laki di handphone perempuan itu. Lalu Hanni mengangkat tangan dengan hiperbola, "seeeeeemuanya~"

"Ya harusnya Abang izin aku dulu!"

Lagi, suara keributan kini terdengar dari arah tangga. Beberapa saat setelahnya, tampaklah si bungsu yang terus menggerutu dan si Abang yang hanya mengikuti dalam diam.

"Gak sopan tau angkat-angkat telepon orang!"

Lengkaplah kini korban Zayyan Shakeel Mahdhava. Keduanya duduk bersampingan dengan tangan yang sama-sama terlipat di dada dan wajah mencebik. Sedangkan si pelaku melenggang tak berdosa. Sekilas mencium pipi Mama nya lalu dengan santainya duduk dan menegak air putih.

Adinata sekali.

Aina meraih tangan Mama nya dengan raut memelas dan kesal, "Ma, Abang tuh angkat-angkat telepon yang masuk ke handphonenya Adek. Kan gak boleh, ya?"

"Gak sopan." Desisnya.

Zayyan mengedikan bahu.

"Abang," panggil Ayyara, dan anak laki-laki itu tentu langsung menatap Ibu nya. Ayyara menggerakkan kedua bola matanya bergantian menatap Aina dan Hanni. "Apalagi sekarang?"

"Karena di blok gak mempan, yaudah Abang hapus aja." Jawabnya enteng, membuat Hanni melotot. "Lagian mereka nge-chat nya diluar topik banget."

Sebelum Ayyara kembali bersuara dan kedua gadis manis menyangkal, Zayyan lebih dulu melanjutkan jawabannya.

"Dan soal telepon Aina, itu karena Abang kesel." Katanya lagi, kali ini dengan alis mengkerut. "Setiap malem pas Abang ke kamarnya Aina buat mastiin dia tidur atau belum, handphone dia selalu bunyi. Kerjaan temen-temen cowoknya. Katanya nanyain tugas."

"Kalo mau nanyain tugas ya dari sore aja, kenapa harus nunggu tengah malem? Ganggu." Zayyan mendengus, "Abang kira malem doang, ternyata pagi juga begitu. Ngeselin."

Kan? Itu bukti bahwa si tengah memang agak cerewet jika menyangkut adik-adiknya.

"Pagi sunshine~"

Seolah tak peduli dengan keruhnya suasana di dapur, si sulung datang dan menyapa dengan riang. Meskipun rambutnya masih acak-acakan. Sepertinya anak itu tidak ada rencana pergi pagi-pagi.

Dibelakang si sulung, ada laki-laki dewasa yang sudah tampak rapih dan klimis. Jas nya terlihat licin hasil kerja tangan Mbok Ijah, sepatu dan tas kerjanya mengkilap. Pasti baru.

Rambutnya tersisir rapi keatas, memamerkan jidat paripurna. Penampilan nya selalu sempurna kendati umurnya tak lagi muda.

Tall, shining and handsome.

Dialah Adinata Mahdhava si kepala keluarga.

Sama seperti Zayyan, Ziel pun segera melenggang mendekati Mama nya dan membubuhkan kecupan singkat di pipi sang Ibu. "Pantes sunshine diluar gak keliatan, ternyata minder sama sunshine-nya aku yang lebih cantik."

Ayyara terkekeh kecil, tangannya terangkat mengacak rambut anak sulungnya. "Bisa aja kamu, Kak."

"Cringe."

Zayyan adalah satu-satunya orang yang selalu menanggapi gombalan Ziel dengan tampang kecut. Saat ditanya apa alasannya, anak itu hanya menjawab 'gak suka aja.'

Meskipun sudah biasa mendapatkan cibiran dari adiknya, jangan harap Ziel akan diam saja. Tentu dia akan membalas, "diem deh. Remaja lurus kayak lo tuh gak tau seni."

"Terus lo belok gitu?" Sinis Zayyan.

"Gak gitu konsepnya ya Yayan!" Ziel mengatakannya dengan geregetan. Ah, soal nama Yayan, Ziel sangat berterimakasih pada Jerry yang membocorkan nama panggilan itu. Karena apa? Karena akhirnya Ziel punya senjata untuk meledek si adik.

"Berantemnya bisa ditunda dulu?"

Mendengar teguran sang Ayah, Ziel cengengesan. Membuat pose hormat, "siap laksanakan jendral!"

Anak itu segera duduk disamping Aina, mengelus rambut si bungsu lalu menarik pelan rambut berhiaskan bando itu sampai Aina mendongak paksa. Ziel tertawa mengejek dan Aina mendengus.

"Jail banget sih!"

Ziel memeletkan lidah. Setelah puas mengerjai Aina, kini target selanjutnya tentu si putri kesayangan Tantenya yang rempong. "Eh, cil, ngapain lo disini? Di rumah gak dikasih makan?"

Hanni mendelik, selain Gio, Ziel juga termasuk kandidat Kakak yang menyebalkan. "Terserah aku dong! Aku jalan kesini juga pake kakiku, bukan kaki Kak Ziel."

"Dih, tap—"

"Diem deh, udah tua juga." Sela Hanni.

Ziel mengelus dada dengan dramatis, "astagfirullah bocil, gak sopan ya lo."

Tau perkelahian yang dipelopori oleh Ziel tak akan usai, Nata menggeleng tak habis pikir. Ternyata Ziel dewasa lebih meresahkan dibandingkan Ziel kecil dan Ibunya.

"Jazziel."

"Maaf jendral!" Ziel duduk tegap, "iya, ini makan, kok."

Lalu setelahnya sarapan dimulai. Diselingi obrolan-obrolan kecil menghangatkan. Jika dulu Adinata hanya akan fokus makan, maka kali ini tidak. Si kepala keluarga itu akan berperan penting dalam pertanyaan-pertanyaan kecil yang ia ajukan pada anggota keluarganya.

Entah itu menanyakan bagaimana tidur anak-anaknya tadi malam, ada kegiatan apa saja di sekolah dan ada rencana apa setelah pulang sekolah nanti.

Adinata tidak berubah rewel ataupun bawel. Setidaknya itu menurut Ayyara. Laki-laki itu hanya memposisikan dirinya sebagai figur Ayah yang baik. Yang perhatian dan tentu tidak mengabaikan anak-anaknya.

"Yah, Abang nanti izin pulang telat." Zayyan itu tidak suka berisik jika sedang makan, tapi bukan berarti dia akan mengabaikan pertanyaan Ayahnya. Dia berbicara dan menjawab seperlunya. "Mau ke tempat Jemma."

"Ngapain?"

Malah Ziel yang menyahut lebih dulu. Kepalang menoleh dengan alis mengkerut.

"Orang sakit harus di jenguk, kan?" Jawab Zayyan acuh.

"Jemma sakit?"

Tentu Ziel terkejut. Begitupun Ayyara.

"Kakak gak tau?" Ayyara tentu kaget mengetahui fakta kalau anaknya itu tidak tau tentang keadaan si calon menantu. Iya, Ayyara sudah mendeklarasikan bahwa Jemma harus menjadi menantunya. Anak itu baik dan pekerja keras diusianya yang masih belia.

"Kakak—"

"Kemarin Mama ke Histori'cafe mau nganterin makan siang. Mama nunggu Jemma sekitar setengah jam, kalo gak salah. Dia pulang agak telat." Ayyara mulai menceritakan kunjungan dan pertemuannya dengan Jemma. Historia'cafe itu cafe milik Jemma, peninggalan orang tuanya. "Katanya dia pulang naik ojol tapi ojolnya mogok tengah jalan jadi dia milih jalan kaki terus kehujanan karena lupa gak bawa payung."

Ayyara bisa melihat Ziel yang bergerak gelisah di kursinya. Dia tersenyum kecil. "Kamu khawatir banget, ya, Kak?"

"Iya, sih. Kemarin Jemma pucet banget. Bibirnya biru langsung demam juga makanya langsung Mama anterin pulang." Semua yang ada di meja makan mendengarkan cerita Ayyara dengan seksama lengkap bersama raut khawatir. Sayangnya Ayyara tidak menemukan itu di wajah anak tengahnya. Zayyan terlihat tak peduli. "Kalian gak teleponan ya makanya kamu gak tau?"

Ziel masih terdiam ditempatnya. Ingatannya melayang jauh. Memutar ulang apa saja yang ia lakukan kemarin sampai bisa melupakan kekasihnya sendiri.

Melupakan Jemma yang selalu ada untuknya.

"Kak?" Nata memanggil anaknya namun tak ada sahutan. "Kakak?"

Melihat Ziel yang masih diam, Zayyan jengah sendiri. Dia berdiri, menarik kursi sedikit kasar hingga menimbulkan suara dan memecahkan kecanggungan.

"Kak Ziel sibuk kali, kan dia banyak tugas." Zayyan berkata dengan sangat manis. Dia mengambil tangan Ayah dan Mamanya untuk di salimi. Lalu pada Aina dan Hanni yang menatap bingung— mungkin mereka juga merasakan kejanggalan yang menguasai.

Zayyan berhenti tepat disamping kursi Kakaknya. Setelah salim, Zayyan dengan tingkah sok polosnya memiringkan kepala lalu berkata, "ah, atau mungkin lupa karena terlalu asik sama temennya?"

"Zay,"

Zayyan tersenyum miring. Sebelum benar-benar meninggalkan ruang makan yang semakin terasa panas, Zayyan sempat-sempatnya melempar bom.

"Lo berharap Jemma gak tau, kan?"

***

oke ga?

semoga kalian suka ya heheh

babay aku lanjut ngegalauin guwon dulu~

cey, 14 Januari

Continue Reading

You'll Also Like

40.7K 5.6K 10
Mahasiswa berprestasi, pintar, tampan dan ceria tiba-tiba meninggal hanya karena tersandung batu??? What the f*ck!! Mahasiswa terkenal mati hanya beg...
1K 88 23
Veni, mahasiswa baru Jurusan Bisnis mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah kafe demi mendekati Glen, pemilik sekaligus barista di kafe tersebut. W...
590K 77K 78
Hanya berisi tentang bagaimana kehidupan sepasang suami istri Relin dan Kavi dalam membesarkan kedua anak kembarnya, Dirgatama Reviano Abiputra dan E...
2.3K 144 15
"Aku masih membutuhkanmu sebagai payungku agar aku tak kehujanan. Jika payung itu rusak, maka aku akan kembali basah" Finn tersenyum tipis lalu menga...