INCOMPLETED LOVE [✓]

By redeuquinn

14.1K 1.2K 233

Meera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke ti... More

Tugas Ringan
Dimana Meera?
Saksi Kunci
Penyergapan Anak Kucing
Gara-gara Annu
Dimana Cerita itu Bermula
Tak Semudah Itu
Selamat Hari Holi, Annand!
Sekarang
Terlalu Lelah
Ammar. Hanya Ammar
Dress Shopping
Obrolan Ringan
Pengakuan Intensi
Permohonan Kecil
Melodi Kerinduan
Yang Tak Terlupakan
Perjalanan Yang Ditakutkan
Selamat Pagi, London
His Home
Yang Ditinggalkan
Long Time No See
Perasaan Aneh
Sebuah Keputusan
Aku Bersedia
Dia Mendatangi
First Date
Yang Tak Tersampaikan
Yang Tak Terpenuhi
Penjelasan
Bantuan
Tak Terduga
Hingga Akhir
Epilog: Cinta Yang Terlengkapi

Undangan

410 35 0
By redeuquinn

***

Semburat langit oranye sudah dimulai. Perlahan awan putih berganti gelap, dan matahari terlihat mengecil menuju barat. Suasana sore seperti ini sedikitnya membantu seseorang dalam menenangkan diri. Apalagi jika sambil melakukan kegiatan yang disukai.

Seperti yang sedang dilakukan Meera sekarang.

Melukis.

Di teras lantai tiga rumahnyalah tempat biasa Meera melakukan aktifitas tersebut. Dengan rumput sintetis yang menjadi lantai dan beberapa tanaman hias yang menyejukan mata, membuat suasana hati gadis itu lebih baik dibanding kemarin. Lampu-lampu yang mulai menyala, membuat Meera kini dapat lebih jelas melihat hasil guratan pensilnya.

Tapi emosi gadis itu seketika berubah, saat gulungan berbulu yang merebahkan diri di atas ayunan gantung rotan beralaskan bantalan empuk merah maroon, malah bangkit dan melakukan aktifitas tanpa ijin sang majikan.

Meera mendengkus. "Annu, please.. jangan bergerak terus. Bagaimana aku bisa menyelesaikan gambarku!" celotehnya. Tapi percuma saja, yang diajak bicara bukan manusia. Bagaimana dia mau menurut? Annu yang sedang menjadi objek gambar Meera malah tak henti menjilati tubuh berbulunya, yang membuat si gadis bernapas pasrah. "Acha, terserah kau saja!"

Gadis itu kembali menggoreskan pensil pada kertas gambar yang berdiri dengan penyangganya di hadapan. Membentuk gurata-guratan tubuh Annu berlatar langit berdasarkan apa yang diinginkan jemarinya.

Meoowwww!

Tiba-tiba Annu melompat dari ayunan dan berlari menuju tangga. Satu-satunya akses naik-turun di tempat itu.

Meera menatap galak kucingnya. "Annu! Kenapa tidak mau mendengar-"

"Hei, buddy.. Apa kau datang menyambutku?"

Suara bariton menghentikan ocehan Meera. Dilihatnya Ammar sedang menggendong Annu yang tadi berlari ke arah kedatangan laki-laki itu. "Ammar? Kau kemari? Kapan keluar dari rumah sakit?" tanya Meera yang terkejut.

Ammar menarik kedua sudut bibirnya. "Dokter Naina baru mengijinkanku pulang satu jam yang lalu." Jawabnya. "Lalu aku memutuskan ke sini dulu untuk berpamitan dengan Tuan Mukesh dan setidaknya memberikan laporan terakhirku, walaupun kau sudah pulang ke rumah tentunya."

"Papa belum pulang dari kantor.."

Ammar mengangguk. "Sayeedah sudah memberitahuku dan dia langsung mengabari ayahmu itu. Katanya, Tuan Mukesh sedang dalam perjalanan pulang. Jadi Sayeedah menyuruhku untuk menunggu dan mengatakan kalau kau ada di atas sini." Sambil menggendong Annu, Ammar duduk di ayunan rotan yang tadi ditinggalkan si kucing. Dengan perlahan sang tentara mulai membelai bulu abu-abu pendek tebalnya.

Meera yang melihat kenyamanan pada Annu, malah kembali merasa melankolis. Ia menarik napasnya perlahan, tak mau berlama-lama kembali dengan perasaan yang seperti itu.

Hingga akhirnya pemandangan di atas ayunan membuat Meera langsung membuka lembaran baru pada kertas gambarnya, membiarkan gambar Annu yang belum selesai tadi, dan kembali menggoreskan pensil di atas halaman kosong. Cara ini lebih baik dalam mengatasi rasa sendunya.

"Dasar kucing nakal.. bisa-bisanya cepat akrab dengan orang asing. Kalau kau diculik bagaimana?" gerutu Meera tanpa mengalihkan matanya pada kertas gambar, yang membuat Ammar terkekeh.

"Kata siapa aku orang asing? Kita pernah bertemu sebelumnya kan, Annu?" Ammar malah mengajak ngobrol si kucing dengan mengangkat dua kaki depan mamalia itu. Meera tersenyum tanpa menghentikan gerakan pensilnya yang cepat.

"Apa yang sedang kau gambar?" tanya Ammar setelah mereka diam beberapa saat.

Meera berdecak. "Lagi-lagi kau bertanya tentang hidupku."

"Hei, Nona.. Apa kau lupa? Setelah aku menyelesaikan tugasku sebagai pasien, kita akan berteman, kan? Jadi aku bisa bertanya padamu sebagai seorang teman."

Meera terkekeh. "Aku bilang kan, mungkin.. Jadi jangan memutuskannya sendiri." Ia menatap Ammar dengan menyunggingkan senyum jahil.

Ammar hanya tertawa kecil dan kembali bermain dengan Annu.

"Ammar.." panggil Meera pelan tanpa melepas pandangannya dari kertas gambar, membuat si pemilik nama menoleh pada si gadis. "Terima kasih sudah membeli penjualan lukisan pertamaku. Padahal kau tak perlu membayar sebanyak itu. Aku hanya butuh beberapa puluh ribu Rupee untuk seminggu kedepan, sebelum aku memutuskan untuk pulang dan mendapatkan dompetku lagi."

"It was nothing." Ammar mengangkat bahu. "Aku membelinya karena aku menghargai keindahan lukisanmu, bukan untuk membantumu.."

Meera menghentikan aktifitasnya lalu menatap Ammar. Ia tersenyum penuh rasa terima kasih.

"Apa boleh sekarang aku bertanya sesuatu padamu, Meera?" Ammar bertanya perlahan ketika Meera kembali menggerakan tangannya.

Meera terkekeh. "Karena aku sangat berterima kasih padamu, kali ini aku akan menjawab satu pertanyaan apapun tentang hidupku."

Dijawab seperti itu, malah membuat Ammar kembali ciut. Dia membuka dan mengatupkan bibir bergantian, terlihat ragu dengan pertanyaan yang ingin diajukan.

"Kyun? Kenapa malah terdiam, Mayor? Apa pertanyaannya akan sulit aku jawab?" tanya Meera. "Kalau begitu, aku tidak usah jadi menjawab-"

"Kenapa?" Ammar dengan cepat yang memotong ucapan Meera. "Kenapa... memberi nama Annu untuk kucingmu ini, Meera?" tanya Ammar asal. Sebenarnya dia ingin menanyakan hal lain. Tapi rasanya belum sanggup untuk mengintrogasi gadis tersebut.

Mendengar pertanyaan itu, Meera langsung membeku ditempat. Terlalu berat untuk menjawab, hingga napasnya terasa sesak. Ingin rasanya ia berteriak pada Ammar untuk tak bertanya apapun dan angkat kaki dari rumahnya. Tapi itu terlalu berlebihan. Untuk apa bereaksi seperti itu sementara orang yang membuat hatinya sakit saja tampaknya tak peduli. Lagipula dia sudah berjanji untuk menjawab pertanyaan Ammar apapun itu, kan?

Meera yang merasakan sudut matanya berair, langsung menghapus dengan cepat. "A-Annu.." mulainya. Ia menarik napas dulu sebelum melanjutkan, "Annu diambil dari nama seseorang yang telah menghadiahkan anak kucing itu padaku. Dan sebagai kenang-kenangan, aku menamainya dengan nama kecil orang itu."

Jawaban tersebut seketika membuat seluruh perhatian Ammar kembali pada sang gadis.

Annu.

Annand....

Hati Ammar kembali merasakan kepedihan yang terasa dari jawaban yang diberikan. Membuat kesunyian kembali tercipta diantara keduanya. Ammar yang ragu untuk membuat suara dan Meera yang tak ingin menjelaskan lebih jauh.

"Kenapa? Namanya tidak jelek, kan?" Akhirnya Meera yang pertama membuka percakapan lagi.

Ammar menggeleng. "Justru nama yang menggemaskan.." jawabnya. "Kekasihmu itu memiliki nama yang bagus."

Mendengar kalimat itu, Meera kembali terdiam dan menatap Ammar dengan terkejut. "K-kya?" Di sisi lain, Ammar pun menatap Meera dengan keterkejutan yang sama. Kenapa bisa keceplosan seperti itu?

"Meera!" panggilan sang ayah terdengar. Membuat Meera dan Ammar menoleh ke arah tangga dimana suara itu berasal. Benar saja, wajah tersenyum Mukesh Chopra menyambut. Membuat keduanya bangkit dari tempat duduk masing-masing.

"Papa!" ucap Meera yang langsung merengkuh ayahnya. Pelukan itu menciptakan ketenangan tersendiri pada hati Meera.

"Sir.." Sapa Ammar yang sedikit membungkukkan badan.

"Ah.. Mayor, maaf sudah membuatmu menunggu." Mukesh balik menyapa.

"Nahi, Sir.. Annu sudah menemaniku dengan baik. Jadi aku merasa tidak sedang menunggu." Ucapnya yang masih menggendong kucing abu-abu gempal itu.

"Bagaimana kesehatanmu? Sudah membaik? Maaf aku tidak sempat datang menjenguk."

"Tidak apa-apa, Tuan Mukesh. Aku sudah lebih baik sekarang, kemarin hanya butuh istrirahat saja," jawab Ammar yang membuat Mukesh mengangguk mengerti.

"Ehmm- Sir.." terdengar dehaman seseorang di belakang Mukesh yang baru saja naik.

"Oh? Ada Tuan Mehta juga? Papa, kau baru saja pulang dari kantor tapi sudah akan meeting lagi?" tanya Meera memandang pria yang selalu berjas rapi itu. Laki-laki itupun akhirnya tak luput dari tatapan Ammar.

Rehan Mehta menyunggingkan senyum lebar, membuatnya lebih tampan dimata siapapun. Tapi entah mengapa, tatapan Ammar malah berubah lebih tajam.

"Ah, sebenarnya Nona.. Aku kemari bermaksud untuk mengundangmu secara langsung ke pesta yang akan aku adakan akhir minggu ini." ucap Rehan tanpa basa-basi, lalu menyerahkan sebuah amplop biru tua dengan guratan silver yang terlihat elegan.

Meera mengerutkan dahi tapi tetap meraih amplop itu, lalu memandang sang ayah setelah membaca isinya. "Papa.. kau tidak ikut? Aku kan tidak begitu suka pesta," bisik Meera yang akhirnya paham kenapa undangan itu tertuju untuknya.

Rehan yang juga mendengar, malah tertawa. "Tenang saja Nona Meera, pesta ini hanya sekedar merayakan kenaikan jabatan ku. Tak akan ada yang aneh-aneh. Dan kalau perlu, aku bersedia untuk terus menemanimu, agar kau tak merasa sendirian."

Mukesh tersenyum kecil. "Aku sudah terlalu tua untuk acara seperti itu Meera. Kau datanglah sebagai perwakilanku.." Ia menepuk pelan bahu putrinya yang terlihat ragu untuk menjawab. Meera berpikir sebentar. "Apa boleh mengajak temanku?"

Meooowww!

Tiba-tiba Annu terlepas dari gendongan Ammar dan berlari pergi menuruni tangga begitu saja. Membuat semua pandangan kini terarah pada Mayor itu. 

"Oh? Tentu saja.. Ini teman anda, Nona?" tanya Rehan yang berjalan menghampiri Ammar. Tatapan Ammar dan Rehan akhirnya bertemu. Keduanya tersenyum, tapi terasa tak nyaman. "Tentu saja, orang-orang terdekatmu juga bisa datang, Nona. Anda tuan....?" Rehan mengulurkan tangannya.

"Mayor." Tegas Ammar. "Mayor Ammar Raichand.." ia menjabat tangan Rehan. Keduanya meremat sama kuat sebelum melepas tautan itu.

"Mayor? Teman anda ternyata seorang tentara, Nona Meera?" Ia menoleh pada Meera sebelum melanjutkan. "Aku Rehan Mehta, Manager Operasional MC Corporate yang baru. Datanglah ke pestaku nanti, Mayor Ammar Raichand." Mereka saling menatap, dengan tatapan yang berbeda pengertian.

"Ah.. Sebenarnya," Meera kembali bersuara. Membuat tatapan Rehan dan Ammar teralihkan. "Aku bermaksud mengajak sahabatku, Pia Kapoor. Tapi terima kasih kau sudah mau mengundang Mayor Raichand juga, Tuan Mehta. Dia juga kini salah satu teman baikku." jelas Meera yang tersenyum manis.

"Ah.. I see," Rehan terkekeh pelan, merasa malu atas kebodohannya karena menyimpulkan sendiri, "Sure.." Ia tersenyum balik, seketika luluh oleh senyuman gadis itu.

Tapi bagi Ammar, senyuman itu berarti pertanda untuknya. 

Pertanda bahwa dirinya sudah diterima menjadi teman dari seorang Meera Chopra.

Mata Rehan menangkap sesuatu di dekatnya, sebuah stand lukis. "Oh, Nona Meera.. Apa anda sedang melukis tadi? Tuan Chopra bercerita kalau anda pandai melukis. Boleh aku melihat karyamu-"

Dengan cepat Meera meraih buku sketsanya dan langsung menyembunyikan di belakang punggung. "Seorang seniman tidak boleh memperlihatkan karyanya yang belum selesai." Ucap Meera asal. Ia tak mau ada yang melihat apa yang sudah digambarnya tadi.

"Acha.." ucap Rehan tampak tak yakin.

Meera tergugup, takut kebohongannya terungkap. Tapi ia segera menutupinya dengan tersenyum tipis, sedikit mencuri pandang pada Ammar yang memberi senyuman penuh arti padanya.

"Mayor Raichand... kau mau bertemu denganku, kan? Challo, kita bicara di ruang kerjaku saja," ajak Mukesh yang mengalihkan tatapan Ammar.

"Ji, Sir.." Ammar mengangguk dan mulai mengekor pada sang tuan rumah.

"A-Ammar!" Panggil Meera sebelum laki-laki itu melangkah lebih jauh. Ia menoleh pada gadis yang terlihat bimbang. "Jaga kesehatanmu, h-haan?"

"Tentu.." Ammar menarik satu sudut bibirnya. "See you, soon?"

Walau ragu, Meera mengangguk perlahan yang membuat Ammar tersenyum lebih lebar, sebelum akhirnya kembali mengikuti kemana Mukesh Chopra pergi.



Dan tak ada satupun yang sadar tatapan nanar Rehan Mehta akan interaksi dua orang di depannya.



***





Continue Reading

You'll Also Like

53.3M 1.6M 63
[#1 Teen Fiction | #1 in Romance] Bad boy Luke Dawson is stuck living with clumsy nobody Millie Ripley for the summer. When she ran over his most p...
194M 4.6M 100
[COMPLETE][EDITING] Ace Hernandez, the Mafia King, known as the Devil. Sofia Diaz, known as an angel. The two are arranged to be married, forced by...
3.1M 117K 138
Ye Zexi transmigrated as the big villain in a danmei novel, who shares the same name as him. Then, he found out that everyone regards him as an imagi...
313K 8.6K 24
❝ 𝘤𝘭𝘰𝘶𝘥 𝘯𝘪𝘯𝘦 𝘸𝘢𝘴 𝘢𝘭𝘸𝘢𝘺𝘴 𝘰𝘶𝘵 𝘰𝘧 𝘳𝘦𝘢𝘤𝘩 𝘯𝘰𝘸, 𝘐 𝘳𝘦𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘪𝘵 𝘧𝘦𝘦𝘭𝘴 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘵𝘰 𝘧𝘭𝘺 𝘺𝘰𝘶 𝘨�...