Key melongo menatap Gavin yang baru saja keluar membuka pintu kontrakan. Memang, Key sangat senang karena Gavin mau ke pasar malam bersamanya. Tapi, nggak sama Elen juga sih yang dia maksud.
"Kamu beneran ngajak anak cacat ini?" Tanya Key tak beralih memandang Elen yang berdiri di depan kaki Gavin.
"Kenapa enggak?" Ucap Gavin bertanya balik.
Tak tahu harus berkata apa, Key diam dan pasrah. Gavin menggendong Elen lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Key yang masih ditempat berdebat dengan isi pikirannya sendiri.
"Gavin nanti jadi kan ke pasar malamnya?" Entah dunia sedang meroda atau kayang, kenapa di tempat jualan nasi goreng saja dia masih dipertemukan oleh si satu centil ini?
Gavin tahu desa ini kecil. Memang mudah menjangkau seseorang dari pada hidup di kota yang tempatnya ribet dan kemungkinan menjangkau orangnya lebih sulit. Tapi nggak gini juga.
"Gue harus--"
"Kerja bisa besok, Vin. Pasar malam cuman sekali loh dalam setahun. Itu juga gak di semua tempat ada."
Hembusan nafas sabar Gavin lepaskan. Sulit kalau bicara sama orang dongkol kayak Keyshila.
"Ya udah iya. Nanti malem jam 7 lo dateng aja ke kontrakan gue." Final Gavin tak mau memperlama urusannya.
Dia berharap malam ini cepat berganti menjadi pagi. Ia tak mau berlama-lama dengan gadis centil kayak dia.
"Mas ini nasgornya. Total 33 ribu aja," Sahut mas nasi goreng sambil memberikan kresek berisi pesanan Gavin.
"Belinya banyak banget," Cibir Key dapat Gavin dengar dengan jelas.
"Nih, kembaliannya ambil aja," Gavin memberikan selembar uang lima puluh ribu.
"Waduh beneran?" Kepala Gavin mengangguk, "Mas makasih banyak lho mas."
"Aman!" Hendak pergi, Key mencekal tangan Gavin.
"APA SIH ANJING!" Sentaknya sampai mas nasi goreng ikutan kaget. "Bisa diem?! Gue risih lo ikuti terus!"
Melihat ekspresi Key yang langsung berubah. Bahkan matanya berkaca-kaca, Gavin jadi gelagapan. Dia tidak bermaksud membentak orang dihadapannya ini. Dia cuma udah terlalu risih.
"Ck gue udah bilang kan kalo gue mau ke pasar malam? Makannya sekarang gue minta tolong banget, karena tingkat kelaparan gue udah di atas rata-rata lo stop ngikutin gue."
"I-iya, aku nanti bakal dateng ke rumahmu."
•••••
Pasar Malam.
Berjalan di sebelah Gavin yang masih senantiasa menggendong Elen membuat Key berdecak kesal. Ia mengajak Gavin kemari untuk menghabiskan waktu berdua.
Sungguh diluar dugaan Gavin malah mengajak anak berkebutuhan khusus itu. Key terus berjalan dengan kesal.
"Lo kenapa?" Tanya Gavin, pasalnya ia lihat Key jalan sambil menendang krikil atau batu yang ada di sekitarannya.
"Enggak, oh ya, main itu yuk?" Tunjuk Key kesebuah permainan. Kita harus bisa menusuk semua balon dari kejauhan agar bisa mendapat hadiah.
Gavin sempat menatap permainan yang Key inginkan. Tapi, dia rasa itu terlalu ribet, "Gue mau main bianglala. Lo kalau mau main itu main aja sendiri."
"Kan kita kesini berdua?? Kenapa aku sendiri yang main?"
"Bertiga. Elen, kamu mau main bianglala kan?" Tanya Gavin sedikit menunduk. Elen mengangguk, ia tak berani menatap Key.
Terakhir bertemu Key kala itu, Elen disiksa habis-habisan. Lebih ke dijadiin babu sih. Padahal niat Elen berjalan melewati ladang agar cepat sampai ke rumah. Eh malah dihadang oleh Key.
Elen disuruh membeli es teh, padahal yang jual es jaraknya cukup jauh. Lalu disuruh memijat punggung Key sambil di sentak-sentak. Belum lagi badannya sering dicubit oleh Key. Manusia iblis memang.
"Liat?" Suara Gavin menginterupsi.
Key menghembuskan nafas sabar. Oke. Dia akan mengikuti apa yang akan Gavin dan anak cacat itu lakukan.
"Ya udah, ayo naik--"
"Cuma gue sama Elen. Kalau lo mau naik ya naik di bianglala selanjutnya."
"Tadi kamu sendiri yang bilang mau ke pasar malam, giliran disini kamu malah asik-asik kan sama Elen."
"Gue udah ngikutin apa yang lo mau. Sekarang gue tanya, lo tadi ngatain anak gue cacat. Emang lo mau main bareng sama ayah cacat? Ya kan, Len?" Gavin membutuhkan support dari Elen. Walau tidak begitu mengerti, Elen pun mengangguk.
Tak mau berlama-lama, Gavin bergegas ke tempat dimana ada loker penjualan tiket bianglala. Ia beli dua tiket lalu berjalan memasuki ke bianglala yang sudah dibukakan oleh petugas.
Melihat Gavin dan Elen masuk ke dalam bianglala itu, Key meremas erat telapak tangannya. Sungguh demi apapun dia kesal sekali dengan si cacat itu.
"Pak, kalau bisa jatuhin aja tuh anak kecil pas udah ada di atas sendiri," Cibir Key yang hanya di balas anggukan tidak paham oleh salah satu petugasnya.
Tak mau menunggu lama, Key pergi dari sana. Entahlah, biarin aja mau kemana.
Dari atas Gavin tersenyum puas melihat kepergian Key. Ia duduk berhadapan dengan Elen. Anak perempuan itu terlihat begitu senang menaiki wahana ini, apalagi ketika sampai di atas. Lihat lah, dia asik menoleh ke sana kemari.
"Elen senang?" Gavin memegangi pinggang Elen, takut kalau tiba-tiba putrinya merasa ketakutan.
"S-senang!" Jawabnya girang. Senyum dibibir Gavin semakin mengembang.
"Habis ini, Elen mau main apa lagi?"
"E-emang-nya bo-boleh main la-gi?"
Gavin mengangguk, "Malam ini, semua yang Elen mau bilang aja ke Papa. Nanti kita main sama-sama."
"B-be-beneran?" Lagi-lagi Gavin mengangguk semangat.
Elen merentangkan tangan, ingin memeluk Gavin. Gavin yang peka pun langsung membawa Elen ke dalam pelukan.
"T-terima ka-sih, Papa," Ucap Elen tulus.
"Papa sayang banget sama Elen."
"El-len j-juga sa-sayang Papa!"
Malam itu, Gavin dan Elen menghabiskan waktu kebanyakan berdua. Setelah turun dari bianglala Key kembali mengikuti Gavin lagi. Tapi, tidak ada satupun ucapan Key yang Gavin pedulikan.
"Vin, kamu bisa gak sih lepasin anak ini bentar?" Dengan bodohnya Key bertanya. Kini posisinya mereka sedang duduk di sebuah bangku sambil menunggu Elen memakan jasuke.
Key duduk di paling pojok, lalu ditengah ada Elen yang menempel terus kepada Gavin. Bola mata gadis itu berputar, malas sekali duduk sebelahan sama Elen.
"Menurut lo aja?" Sahut Gavin memandang ke depan. Salah satu tangannya melingkar dipundak Elen tanpa membebani putrinya.
"Enggak sih," Lirih Key dapat Gavin dengar. "Tapi aku yang ajak kamu kesini. Kita harus main sendiri Gavin, tanpa Elen."
"K-ke-napa ta-tanpa aku?" Tanya Elen polos.
Gavin menoleh, menatap Elen. Bisa-bisanya anak kecil itu ada pikiran bertanya?
"Karena kamu tuh pengganggu! Perusak segala-galanya! Gak sadar, mental Mamamu itu rusak gara-gara kamu??!" Jawaban Key spontan meluap.
"Shut up," Ucap Gavin masih bisa meredam emosi.
"Kenapa? Kamu mau belain anak cacat ini???"
"Gue gak bela siapa-siapa."
"Alah, bohong banget. Aku tahu Elen itu anakmu, tapi yang adil dong. Aku ngajak kamu kesini itu buat seneng-seneng. Bukannya malah jaga anak cacat kayak dia."
"YANG CACAT DISINI TUH LO!" Sentak Gavin membuat Elen terkejut. Ia takut, tiba-tiba teringat akan Vanya yang marah hari itu.
"Lo udah gue baikin, tapi selalu aja ngelunjak! Emang gak punya adab!" Gavin berdiri lalu kembali menggendong Elen.
"Ayo Elen, kita pulang aja."
Belum sempat Key menghentikan Gavin, laki-laki itu berhenti dengan sendirinya. Dia, ah mereka bertiga terkejut melihat keberadaan Vanya disini.
"Aku bilang juga apa. Kalau udah gila ya pasti gila." Ucap Key kecil yang berada di belakang Gavin.
"VANYA!" Dari kejauhan Gavin melihat Ayumi tergopoh-gopoh mengejar Vanya.
"Ayolah, ibu selalu bilang, coba kontrol emosimu."
Lanjut wanita paruh baya itu ketika sampai di samping Vanya. Nafasnya tak beraturan. Gavin memicingkan mata, ia rasa Vanya... Kumat? Ditambah salah satu tangan Elen yang tak memegang jasuke melingkar erat dilehernya.
Bersambung.
Sp mau tanya sesuatu???👉🏻
Kalo ngga ya sudahh. Jangan lupa vote, bs tdk 2,9k vote sama 1k komen?🤸🏻♀️
29 12 23