Paradise (Segera Terbit)

By ohhhpiiu

2.6M 141K 5.2K

[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua... More

Bab I
Bab II
Bab III
Bab IV
Bab V
Bab VI
Bab VII
Bab VIII
Bab IX
Bab X
Bab XI
Bab XII
Bab XIII
Bab XIV
Bab XV
Bab XVI
Bab XVII
Bab XVIII
Bab XIX
Bab XX
Bab XXI
Bab XXII
Bab XXIII
Bab XXIV
Bab XXV
Bab XXVI
Bab XXVII
Bab XVIII
Bab XXIX
Bab XXX
Bab XXXI
Bab XXXII
Bab XXXIII
Bab XXXIV
Bab XXXV
Bab XXXVI
Bab XXXVII
Bab XXXVIII
Bab XXXIX
Bab XL
Bab XLI
Bab XLII
Bab XLIII
Bab XLIV
Bab XLV
Bab XLVI
Bab XLVII
Bab XLVIII
Additional Part 1
Additional Part 2
Additional Part 3
SEGERA TERBIT

Bab XLIX

72.3K 3.5K 589
By ohhhpiiu

Bila waktunya langit memanggilmu
Pulang, wahai mentari
Jangan kau risau
Semesta bersamamu
Biarkan rebah pada tangisku
Raga, rasa kita yang lalu
Melepas itu caraku mencintaimu

Perayaan Mati Rasa - Natania Karin and Umay Shahab

...

Dulu, Aquila selalu pergi sendirian. Selalu makan siang dibawah anak tangga sekolah yang terbengkalai. Ketika pulang tidak ada sambutan hangat. Percakapan di ruang makan pun terasa mencekam.

Kini, saat akan berpulang, semua datang, mereka menemani Qila setiap waktu.

Gadis yang dulu diabaikan itu mendapatkan banyak kasih dan sayang sesuai doa yang sering ia panjatkan.

Dengan demikian segala hal-hal baik aku tuliskan, untuk mengenang sesuai dengan harapannya agar tak pernah dilupakan. Percayalah wahai bintang, engkau abadi, selalu di sepanjang deru napasku.

Catatan Angkasa halaman 1 kisah tentang Aquila.

...

Aquila adalah konstelasi bintang yang memiliki makna Elang, Keluarga dan Perpisahan

✨✨✨

Lima jam setelah dinyatakan kritis kondisi Qila berangsur baik secara mengejutkan. Meskipun begitu, tidak ada satu orang pun yang beranjak dari tempatnya sejak awal. Kini lorong rumah sakit sudah mulai dipenuhi orang-orang, diantaranya adalah teman-teman baru Qila di sekolah.

Sebanyak ini orang yang memohon kesembuhan lo, Qi

Semua yang baru saja datang dibuat terkejut mengetahui penyakit yang Qila derita dan tanggung selama ini. Tak terkecuali Vega dan Wenda yang sejak awal sudah pucat dengan tangan gemetaran. "Gue gak sanggup Wen, perut gue mual." Wenda langsung menuntun Vega untuk ke kamar mandi, mengeluarkan semua isi perut dan tangis yang sudah lama ia tahan.

Hati Akbar terenyuh melihat begitu banyak orang yang datang dan berharap kesembuhan yang sama untuk Qila. Sesaat saja ia ingin melepaskan beban berat dihatinya, matanya memejam dan tubuhnya bersandar pada bangku tunggu Rumah Sakit yang dingin.

"Ayah!"

Akbar mengernyit ketika mendengar suara Qila yang menggema dari suatu tempat. Matanya kembali memanas, ah, ternyata sudah serindu ini Akbar pada putri kecilnya hingga suara manis itu terus terdengar bersahutan.

"Ayah!"

Iya sayang ... ini ayah.

"Ayah, sakit ... semua badan Qila sakit."

Entah mimpi atau kenyataan, Akbar sudah tidak lagi bisa membedakan. Dia jelas merasakan matanya tengah terpejam bahkan bau rumah sakit pun menusuk hidungnya dengan aroma yang masih sama namun, suara ini bukan suara dari orang-orang di sekitarnya.

Akbar ingin terus mendengar suara ini.

Ia takut jika membuka mata maka suara ini akan menghilang lagi.

"Jangan ditahan Qilanya, disini sakit semua, Ayah."

plash

Akbar langsung terbangun seakan baru saja jatuh di alam mimpi. Degupan jantungnya menggila, ia meraba dadanya yang bergemuruh dan kontan keringat dingin bercucuran sejalan dengan perasaannya yang berubah tak tenang.

Akbar bangkit dengan sempoyongan, menyandarkan kepala pada ruangan ICU tempat Qila berbaring tak sadarkan diri. Suara tadi ... terdengar begitu jelas seakan bukan mimpi. Seolah memberikannya petunjuk bahwa hari ini ada seseorang yang harus ia ikhlaskan, lagi.

Air mata Akbar jatuh satu persatu, hatinya lemah, tubuhnya lemas, tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada perasaan yang sedang ia rasakan ini.

"Ayah ... gak bisa lepasin Qila, Ayah belum ikhlas," Monolog Akbar dengan bahu yang gemetar. "Belum, nak, Ayah mohon, Ayah masih butuh Qila disini."

Daniel mendekat ketika melihat Ayahnya yang jarang menangis kini menjadi orang yang paling lemah dari semua orang yang datang. Dia menepuk bahu Ayah beberapa kali, turut menguatkan dan melupakan begitu saja kekesalan yang selama ini ia rasakan kepada Akbar.

Qila butuh mereka.

Bahkan permintaan adik kecilnya itu terakhir kali adalah membawa Dirga kembali pulang agar mereka dapat kumpul bersama lagi.

"Ayah gak bisa lepasin Qila," ujar Akbar sayup namun terdengar oleh Daniel. "Ayah gak akan sanggup, nak."

Pintu ruangan terbuka membuat Saka kontan bangkit dari duduknya segera mendekatkan diri saat dokter yang menangani Qila keluar dengan wajah tertutup masker. "Qila sudah sadarkan diri."

Sontak saja semua yang ada disana mengucap syukur bersamaan, begitu juga dengan Angkasa yang langsung menegakkan kepala ketia mendengarnya. Ibun dan Yayah yang belum lama tiba turut mengusap bahu putranya, menguatkan.

Mereka melihat harapan.

Mereka semua tengah memohon keajaiban.

Angkasa masih belum memberikan bunga seperti janjinya pada Aquila, ia masih memendam suka dan belum menyuarakan isi hatinya, Angkasa ... perlahan merasakan tubuhnya mati rasa.

"Saya sarankan untuk keluarga inti masuk lebih dulu, ada beberapa hal yang perlu dibicarakan di dalam."

Saka melirik Dirga yang melamun sejak tadi, ia tahu sehancur apa perasaan Dirga yang kini lebih terlihat seperti mayat hidup. "Bang, ayo kita disuruh masuk." Dirga tak bergeming, dia tetap diam namun air matanya menumpuk di kedua mata dengan bibir yang bergetar.

"Lo gak mau lihat kondisi dia?" tanya Saka yang langsung mendapat penolakan.

Dirga terlalu malu atas semua hal yang telah terjadi, kakinya bahkan tak sanggup menopang tubuhnya sendiri, bagaimana mungkin ia bisa melihat adiknya dengan kondisi seperti ini?

"Qila mau lihat kita semua kumpul lagi." Saka merasakan pahit diujung lidahnya. "Dia butuh kita semua."

Saat ini apapun akan Saka lakukan asal bisa melihat Qila tersenyum lagi. Bahkan jika nanti ia harus mengorbankan mimpi dan masa depannya Saka tidak peduli asalkan Qila ada disisinya lagi.

"Ayo," ajak Akbar pada ketiga anaknya. Setelah mengusap air mata dan melepaskan satu napas panjang ia kemudian berbalik menatap satu persatu orang yang ada, Akbar memantapkan hati setelah membalas tatapan sedih Edgar dengan senyuman. "Mohon doanya."

Kalimat terakhir Akbar sebelum ia dan anak-anaknya masuk dan pintu ruangan ICU kembali tertutup.

***

Tangis Daniel langsung pecah begitu melihat Qila yang sudah membuka matanya, dia ingin mendekat namun dokter masih melarang sambil mengatakan beberapa kalimat yang tak ia pahami. Daniel mencoba melambaikan tangan untuk mengambil perhatian Qila akan tetapi adik perempuannya itu diam dengan mata yang sesekali mengedip polos seperti anak kecil.

"Saat ini kami sudah melakukan yang terbaik ..." Semua suara yang masuk terasa bias di indera pendengaran Daniel, seharusnya hatinya senang ketika melihat Qila yang sudah membuka matanya lagi, seharusnya ia tak merasakan was-was seperti ini seolah akan ada sesuatu yang hilang. "Kita serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa."

Menyerahkan apa?

Daniel tidak mengerti. Dia mendadak tuli dan tubuhnya kaku terlebih saat melihat Ayah mendekati Qila dengan senyum kecil yang meremat hatinya.

"Qila sayang," ujar Akbar sambil mengelus kepala Qila begitu pelan. "Sakit ya, nak? Maafin Ayah nahan terus Qila disini ya?"

Tidak.

Bukan percakapan ini yang ingin Daniel dengar.

Seseorang tolong katakan bahwa ia tengah bermimpi. Mimpi yang terlalu buruk untuk ia kenang.

"Ka?" Daniel melirik ke samping, tepat ketika Saka meluruhkan diri dan bersimpuh pada lantai yang dingin. "Ini mimpi, kan? Bilang sama gue ini mimpi!"

"SAKA! LO DENGER GUE GAK SIH?!" Daniel berjongkok mengguncang bahu Saka menuntut penjelasan. "Qila udah sadar! Dia bakalan kumpul lagi sama kita! Terus kenapa ayah bilang gitu? ... kenapa, Ka?" Suara Daniel perlahan-lahan hilang, tenggorokannya terasa tercekik. "Gue mohon .... Tolong bilang ini mimpi."

Sedangkan Dirga masih berdiri kaku mengamati semua orang yang ada di ruangan. Dia tak lagi mendengar apapun selain suara jantungnya yang kian bersahut-sahutan seperti detakan detik pada sebuah jam yang mulai rusak dan tak lagi beraturan.

"Qila lihat disini udah ada Ayah, Abang Daniel, Abang Dirga, sama Saka." Ayah mengecup satu persatu tangan Qila. "Mau ketemu sama mereka ya?" tanya Akbar lagi yang mendapat kedipan mata. "Qila mau apa lagi? Bilang sama Ayah."

Qila diam, seluruh tubuhnya lemas tak bisa digerakkan, hanya gerakan mata yang menemani percakapannya dengan Akbar.

"Qila mau lihat kita semua kumpul lagi? Qila berhasil bikin semua kumpul. Maaf karena Ayah terlambat ya nak, Qila jangan khawatirin apapun lagi, disini Ayah akan jaga yang lainnya sesuai keinginan Qila." Akbar tidak lagi menangis yang ada di wajahnya adalah senyuman yang terasa pedih dan menyakitkan. "Ayah sayang Qila, sangat-sangat sayang sampai Ayah bingung harus mendeskripsikannya bagaimana."

Selama ini dunia jahat padanya namun tak ada satupun yang Qila benci.

"Kalau terlalu sakit jangan ditahan ya, nak." Bibir Akbar bergetar membuat suaranya tercekik tak bisa lagi keluar. "Ayah ... ayah ikhlas sayang."

Kalau saja waktu bisa diputar kembali maka Akbar tidak akan menyia-nyiakan waktu terakhir saat mereka bersama, ia akan menyiapkan kenangan yang lebih mewah dari sekedar bermain kembang api saat kemarin malam, ia pasti mewujudkan seluruh keinginan Qila dan menjadikannya seolah putri kerajaan.

Suara mesin elektrokardiograf berbunyi nyaring. Dentingan panjang yang melengking membius semua orang yang ada di ruangan. Perlahan Akbar mendekatkan kepala membisikkan dan menuntun kalimat tauhid kepada putrinya dengan suara yang begitu lirih, "Laa ilaaha illallah."

Daniel meraung lantang. Bukan ini yang ia harapkan. Bukan seperti ini yang dia inginkan. Masih banyak hal yang ingin Daniel lakukan bersama Qila, jangan biarkan waktu berhenti disini, jangan biarkan seseorang direnggut paksa dari sisinya lagi, Tolong ... Daniel menangis kencang bagai orang kesetanan, meraung meminta agar semuanya tidak diam memperhatikan, suara mesin yang melengking panjang bagai terompet kematian dalam telinganya.

Kini dia kembali ditinggalkan.

Akbar menjauh ketika air mata hendak jatuh, ia langsung mengusap matanya yang kembali memanas dan mencoba meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa semua memang sudah garisan takdir. Hatinya ingin berteriak namun tubuhnya sudah tak lagi sanggup apabila harus menangis dengan kencang, Akbar tidak sanggup ia takkan bisa melepas Qila jika menangis sekarang.

"Ayo cium adiknya tapi air matanya jangan sampai jatuh ya." Bukannya mereda tangis Daniel justru semakin keras. "Ikhlas ya Niel, ikhlas."

Daniel menunduk tak sanggup menopang tubuh sambil memeluk kedua kaki Akbar, mulutnya tak henti menggumamkan kata tolong, ia bersimpuh dengan hati ngilu dan suara tangis yang memenuhi ruangan.

Akbar tersentak saat Saka yang lebih dulu mendekat dan mencium kening Qila lama, wajah yang terlihat begitu tenang dan damai, wajah yang nantinya akan sangat Saka rindukan, sosok dari pemilik setengah jiwanya, teman 9 bulan dalam kandungan yang selalu ia abaikan, gadis yang begitu Saka cintai melebihi apapun di dunia ini.

"Kakak," suara Saka tercekat. "Kamu udah janji ...." Saka tidak sanggup bicara, sungguh, dia tidak sanggup menahan air matanya untuk tidak jatuh. Sakit sekali hatinya saat ini, sakit seolah Tuhan telah mencabut seluruh kebahagiaannya secara paksa. "Kamu janji mau lihat pertandingan basket."

"Aku yakin keluarga kita pasti kumpul lagi kayak dulu."

"Kita semua udah kumpul ... tapi kenapa kamu yang pergi?" Saka menangis, menyembunyikan kepalanya diantara lipatan tangan diatas ranjang Qila. "Maafin aku yang banyak salah, maaf belum sempat kasih medali kejuaraan buat kamu, maaf kamu nanggung semua sakitnya sendirian, maaf Kak, maaafin aku."

Sekarang Qila sudah tidak sakit lagi.

Sekarang Qila sudah bebas dan menjadi bintang di langit.

Konstelasi bintangnya telah pergi, kini Altair Arshaka seorang diri.

Dilain sisi Dirga tak sanggup mendekat, dia menjauhkan diri dan menyandarkan punggungnya pada tembok Rumah Sakit. Meratapi waktu yang hilang begitu saja. Dirga belum sempat memohon maaf dengan baik, dia belum mengucapkan salam perpisahan, dia belum menebus semua kesalahan yang telah dilakukannya.

Dirga mengambil secarik kertas yang dititipkan Saka saat keluar dari ruang persidangan. Tangisnya pecah seketika,

Abang jangan terlalu menyalahkan diri ya, ayo bertemu di kehidupan lainnya dengan tetap menjadi sepasang kakak-adik yang lebih harmonis. Sehat selalu ya, Qila sayang abang.

Akbar menguatkan Daniel yang terpuruk. Dia merengkuh putra tengahnya dengan begitu kasih dan menyalurkan segala kekuatan yang tersisa. "Qila udah gak sakit lagi."

Daniel tahu.

Dia paling tahu sesakit apa tubuh ringkih itu ketika disuntik saat menjalani kemo, sekuat apa tubuh kecil itu menahan mual setiap kali obat bereaksi pada tubuhnya, Daniel tahu. Akan tetapi, tetap saja rasanya sakit. Daniel kira setelah ini akan ada lembaran baru diantara mereka ternyata hanya waktu Qila yang terhenti sedangkan semua harus berjalan seperti seharusnya.

"Ayo Daniel," pinta ayah dengan suara parau. "Kasihan adiknya kalau nunggu terlalu lama."

Daniel tak punya tenaga untuk bangkit menghampiri Qila. Ia takkan bisa melepas kepergian Qila seperti ini. Suara tawa dan ocehan khas Qila menggema dalam pikirannya. Rasanya baru kemarin Daniel masih mengerjai adiknya itu, baru kemarin...

"Qila sayang." Suara Daniel bergetar. "Sesuka itu kamu sama bunda sampai nyusul dia secepat ini?"

"Gimana perasaan abang, Qi?"

"Abang... abang sedih. Disini sakit," tunjuk Daniel pada dadanya sendiri. "Qila jangan tinggalin abang ..." Daniel mengusap setiap centi wajah Qila memperhatikan betapa cantiknya Qila yang sebentar lagi takkan bisa ia sapa. "Abang harus apa biar Qila mau buka mata lagi? Abang gak bisa, Qi. Qila mau gelang? Kalung yang kemarin cantik, kan? Makanya ayo bangun ... nanti abang beliin semua yang Qila mau. Asal Qila jangan tinggalin abang."

Daniel tak kuasa mencium wajah adiknya untuk yang terakhir kali. Tangisnya kembali pecah dan mungkin bahagianya sudah tak akan lagi sama seperti sebelumnya.

"QILA! BANGUN DEK! AYO MAIN KEMBANG API LAGI!"

"JANGAN TINGGALIN ABANG!"

"Ayah .... Qila ... Qila udah nggak ada." Daniel memukuli dadanya sendiri yang begitu sesak digunakan untuk bernapas. "Daniel belum puas main sama Qila, Ayah ... Daniel mohon, Daniel mohon jangan ambil dia, jangan ambil Qila dari Daniel."

Betapa kerasnya raungan tangis milik Daniel di dalam ruangan hingga semua yang menunggu mendengar tangisan yang memilukan tersebut. Angkasa langsung menangis sambil memegang dadanya dengan sorot tak berdaya.

Semua menangis dan langsung berpelukan.

Menangisi kepergian Qila ...

Ia kira Tuhan mau berbaik hati memberikan Angkasa kesempatan, ternyata kesempatan itu hilang digantikan berita kematian.

"Asa, aku gak suka bunga. Tapi kalau sampai nanti aku pulang lebih dulu, tolong bawakan bunga yang banyak, ya." Qila merentangkan tangannya, suaranya bercampur dengan deburan ombak. "Aku cuma bisa minta tolong ke kamu soalnya. Semoga sampai hari itu datang kita masih sedekat sekarang."

Sekarang tidak ada lagi yang akan memanggil namanya dengan begitu hangat, tidak ada lagi gadis yang bisa Angkasa usili hingga pipinya menggembung kemerahan, tidak ada lagi rengekan manja yang membuat senyumnya tertahan, tidak ada lagi Qila di hidupnya yang panjang dan melelahkan.

Semua menangis hingga tangisan mereka memenuhi satu lorong yang panjang. Cuaca di penghujung hari yang menyambut petang bertabur hujan, mengubur cahaya kemilauan dari mentari yang tengah tenggelam seolah menyaratkan kesedihan atas pulangnya salah seorang teman, adik, dan putri terbaik yang mereka kenal.

Kini Aquila tidak lagi khawatir hidupnya sepi sebab semua datang untuk mengantarnya berpulang. Tidak ada lagi sakit. Aquila telah terbang bebas membawa semua kesedihan yang hadir meski tak sempat mengucap salam perpisahan.

Sebab kematian adalah akhir dari perjalanan panjang yang begitu memilukan, menggoreskan luka dihati siapapun yang tengah kehilangan. Maka terkenanglah namanya dihati semua orang, menempatkan namanya di sudut hati dan relung jiwa yang paling dalam.

Selamat beristirahat panjang dengan tenang, Aquila.






TAMAT







Minggu, 18 September 2022

Rabu, 14 Februari 2024

ohhhpiiu

Dengan demikian aku ucapkan terimakasih untuk segenap pembaca PARADISE yang selalu setia menantikan kisah ini selesai.

khususnya terimakasih kepada, weborntothis, BungaZulfaAqila, noonaboluu_ , arra_rayy, shinylim, jakegilan, millieeyy, RenanurainiRenanurai, kurakurarumah, Luna_Marger, KarinaDwiHafsari, WindiRahmi2, Chuankie_Boo, TiaraRamadhani931274, alfiah2506, katarinablack, amaa_kook, wardahtulislamz, scridipapap. Yang sejak awal cerita ini tertulis, sudah banyak mengirimkan komentar-komentar baiknya hingga aku bisa bertahan, terimakasih.

Dan tentu saja kepada semua teman-teman yang dengan sukarela telah datang dan menghiasi cerita Aquila tapi tak bisa aku sebutkan satu persatu. Cerita ini tidak akan menjadi apa-apa tanpa kalian semua. Semoga ketulusan yang aku curahkan bisa tersampaikan dengan baik.

Kalau berkenan kalian bisa juga share pengalaman membaca Paradise di kolom komentar!

ah ya, Jangan dihapus dari perpustakaan dulu ya! Akan ada 3 bonus Side Story 😉

WE NEED TO ACCEPT THE FACT THAT PEOPLE COME AND GO, THATS THE REALITY.

Kesedihan selalu menyertai mereka yang kehilangan namun, kebebasan menyambut mereka yang berpulang.

Salam hangat,

Piu

Continue Reading

You'll Also Like

333K 21.3K 60
Attara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 18.2K 7
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
12K 1.3K 49
(YANG SUSAH BAPER HARAP MENDEKAT) (SEBAGIAN PART DI PRIVAT, FOLLOW DULU BARU BISA BACA) 🎐 β˜„οΈApa Yang Akan Terjadi, Jika Si Dingin Bertemu Dengan Te...
87.6K 8K 39
Highest Rank #250 of 13,6k in random [05/05/20] #336 of 39,7k in Indonesia [12/10/2021] #156 of 28k in roman [12/10/2021] #432 of 26,3k in badgirl [1...