Simple Past

By AleynaAlera

259K 5.3K 386

Kalau ada yang dibenci oleh seorang Tara dari masa kecilnya, itu pasti Reza. Anak laki-laki yang sayangnya ta... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 6
Chapter 7
chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 5

13.4K 311 8
By AleynaAlera

Tara mengiris bawang putih sambil sesekali melirik ruang tv. Sang tuan muda sekarang sedang menatap siarang berita tentang ekonomi di tv dan bahkan tanpa mengedipkan matanya. Tara yang penasaran pun menggeser posisi berdirinya, agar bisa melihat berita yang sedang di bahas di tv.

“Itu bokap lo kan?” teriak Tara. Reza mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menoleh dan melemparkan pandangan kok-lo-tau pada Tara.

Tara mengendikan bahunya, “Giovanni Moretti…. Reza Moretti….,” sahut Tara “Kesimpulan gue aja. Seinget gue nama bokap lo emang Giovanni kan? Dan nama belakang lo Moretti.. jadi… bener kan?” Tara sibuk dengan hipotesanya sendiri sambil kembali sibuk mengiris bawang.

Dan di tempatnya duduk, Reza hanya diam dan langsung mengganti saluran tv kabel. “Udah jadi belom sih? Lama banget.” Gerutu Reza sambil melangkah masuk ke dalam dapur.

Tara mencibir kesal. “Kalo pengen cepet, mending lo bantuin gue. Cari asem jawa di kulkas, garem sama penggorengannya.” Omel Tara. “Penyakit manja lo emang nggak berubah dari dulu.”

Reza tersenyum di belakang Tara lalu mencubit pipi Tara dari belakang. “So sweet banget deh lo masih inget sama manjanya gue.” Sahut Reza dengan nada sefeminin mungkin yang dia bisa dengan suara beratnya yang berhasil membuat semua bulu kuduk Tara berdiri.

“JIJIK!” teriak Tara kesal.

*****

“Apaan tuh?” tanya Reza histeris ketika melihat menu makanannya yang sudah terhidang di atas meja makan. Cumi hitam.

Tara memutar bola matanya kesal. “Kalo nggak mau, nggak usah dimakan.”

“Bisa dimakan kan? Nggak ada racunnya kan?” Reza memastikan sekali lagi sambil memicingkan matanya pada makanan di atas meja.

“Buat apa juga gue taro racun disitu dan bikin gue jadi tersangka utama atas meninggalnya seorang pria manja??”

Reza tidak menghiraukan omelan Tara dan mulai menyuap makanannya. Diam sejenak. Kemudian menatap Tara sambil membelalakan matanya. “Wow! Lo bisa masak juga ternyata.” Komentar Reza sambil tertawa.

Tara meraih kursi dan duduk di hadapan Reza. “Eh, adek lo apa kabarnya?”

Reza mendongak menatap Tara. “Siapa? Dimas?”

“Siapa lagi emang?” sewot Tara.

“Masih kuliah di Amerika,” jawab Reza.

“Kapan pulang kesini? Liburan ini dia pulang nggak?”

“Dia nggak pulang ke Indonesia lagi,” jawab Reza datar yang membuat Tara menatapnya bingung. “Reno sama Arya?”

“Ya.. gitu deh, masih nyebelin kayak dulu.” Jawab Tara tepat ketika suara ketukan pintu bungalo terdengar. “Lo ada tamu?” tanya Tara bingung.

Reza balas menatapnya bingung.

“Biar gue liat,” sahut Tara sambil bangkit dan berjalan menuju pintu masuk.

*****

Rey sibuk dengan ponselnya sambil menunggu pintu dibuka oleh pemiliknya. Yah, kebetulan sekali Reza sedang ada di Bali, jadi dia tidak perlu susah-susah mencari hotel di musim liburan seperti sekarang.

Pintu bungalo terbuka dan seorang perempuan berkulit cokelat, berambut hitam sebahu berdiri disana. Rey pun melebarkan matanya bingung. Pandangannya beralih menatap nomer bungalo di samping jendela. Nomer 14, dan itu memang bungalo Reza. Bungalo ini tidak disewakan karena merupakan fasilitas milik Reza. Jadi… siapa dia?? Tidak mungkin kan kalau dalam sekejap sahabatnya itu memiliki teman kencan seperti…. Tunggu! Dia kan desainer itu??

“Reza ada?” tanya Rey akhirnya.

Perempuan itu mengedipkan matanya beberapa kali baru mengangguk. “Masuk?”

Rey mengangguk dan berjalan masuk.

“Dia lagi makan,” sahut Tara sambil menutup pintu bungalo lalu berjalan mengikuti teman Reza itu menuju ruang makan.

“Ehm, gue ke kamar.” Sahut Tara pada Reza begitu sampai di ruang makan.

Reza mengangguk. “Jangan lupa besok bangun pagi dan masakin gue sarapan!” perintah Reza sambil menyeringai lebar memamerkan deretan gigi rapihnya.

Tara menggerutu kesal lalu berjalan menuju kamarnya. Dan Rey… dia melihat pemandangan aneh di depannya dengan tidak percaya.

*****

Reza menenggak minuman di kalengnya lalu menengadah menatap langit malam yang cukup cerah.

“Jadi…. Apa dia masih sekedar temen?” suara Rey memecah keheningan.

“Dia temen gue dari sd,” jawab Reza.

Rey menahan tawanya. Dia sudah cukup lama mengenal Reza untuk bisa dibohongi. “Well, she look smart… nice… dan cantik. Kalo lo nolak Leona sama Karin gara-gara dia, gue setuju kok.”

“Sialan lo!” ujar Reza sambil melemparkan kaleng minuman kosongnya pada Rey. “Gue cuma ngerasa balik ke gue yang lama aja kalo lagi ada di deket dia. I enjoy it, dan bukan berarti kalo gue jatuh cinta sama dia.” Jelas Reza.

“Lo  yakin?”

Reza tertawa singkat. “Love… women… is not my thing, lo tau kan kalau gue bahkan mungkin nggak akan settle down  sampe mati.”

Who knows?” ujar Rey. “Dan… apa gue mengganggu kalian dengan dateng tiba-tiba di tengah malem gini?”

Reza melemparkan tatapan mematikan pada Rey. “Dia tidur di kamar tamu, dan gue-” Reza berhenti dan menatap Rey tajam. “Kenapa juga gue jadi laporan ke elo??” Gerutu Reza kesal.

Well, give it a try… coba buka hati lo dan­-”

Hell no! ada banyak hal penting di hidup gue selain jatuh cinta.” Potong Reza cepat. Siapa juga yang butuh jatuh cinta kalau hanya akan menghancurkan satu sama lain??

*****

Tara melangkah keluar dari kamarnya dengan celana pendek abu, kaos bergambar muka Jim Morrison, mata yang masih belum terbuka sempurna dan rambut yang berantakan. Reza yang baru saja selesai lari pagi terdiam sejenak ketika melihat teman masa kecilnya itu yang sekarang sedang berjalan melintas di depannya menuju dapur.

Mau tidak mau Reza menahan tawanya melihat pemandangan ajaib di hadapannya.

…she look smart… nice… dan cantik… tiba-tiba apa yang dikatakan Rey kembali terngiang di telinganya. Reza menggeleng cepat, membuang jauh-jauh bayangan sahabatnya itu.

Kemudian akhirnya memutuskan untuk berbelok ke dapur, mengamati Tara yang sedang mencuci mukanya di tempat pencucian piring lalu sibuk dengan beberapa lapis roti.

“Seharusnya lo cuci muka yang layak sebelum menyentuh sarapan pagi gue,” ujar Reza sambil menarik kursi bar di hadapannya dan kembali mengamati Tara.

Tara pun langsung tersadar penuh saat mendengar suara yang paling menyebalkan itu. “Udah untung gue bikinin.” Sahut Tara kesal.

Reza tersenyum sambil terus memperhatikan temannya sejak kecil itu. Entah karena dia bagian dari ‘masa lalu’nya sehingga Reza merasa nyaman ada di dekat Tara atau….. Lalu Reza masih menatap Tara ketika perempuan itu berjalan menuju lemari yang menggantung diatas microwave, berjinjit dan mencari-cari penggorengan dengan tangannya dan…

“Wow!” teriak Tara saat tubuhnya limbung kebelakang. Dan dengan cepat Reza mencegah Tara terjatuh.

Hening. Sampai saat Tara melepas rangkulan Reza dan kembali ke posisinya semula yang sayangnya berada terlalu dekat dengan Reza. Wajah mereka berada di jarak yang sangat dekat sampai Tara bisa merasakan nafas musuhnya itu di kulitnya. Dekat… dan….

“Ada air panas nggak?” Rey berjalan masuk ke dapur tanpa menyadari apa-apa dan.. “Ow, sorry guys.. gue nggak tau kalau-”

Tara dengan cepat berjalan mundur menciptakan jarak. Jantungnya berdebar hebat, dan dia masih belum bisa mencerna apa-apa. Akhirnya, dia pun memutuskan untuk keluar dari dapur dan kembali ke kamarnya.

Reza yang juga tidak percaya dengan apa yang teradi tadi dan apa yang kemungkinan besar akan terjadi jika Rey tidak datang hanya terdiam sambil beberapa kali mengedipkan matanya.

“Dude, gue nggak yakin dengan omongan lo semalem.” Suara Rey memecah keheningan.

*****

Continue Reading