Rafa

By jeochan_

779K 55.9K 2K

[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa ti... More

prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

17

18.5K 1.1K 27
By jeochan_




Masih ada yg nunggu gak ya wkwkwkwk😭😭🙏🙏









Malam hari di kediaman keluarga Ganendra begitu sepi. Hanya ada Elisa yang sedang duduk di ruang tamu. Membolak-balikkan majalah yang ia baca dengan raut muka bosan. Tangannya dengan lemas membalikkan setiap lembar majalah tersebut, terkesan tidak bersemangat. Mendengar suara langkah kaki yang sedang  menuruni tangga, membuat atensi Elisa teralihkan pada sumber suara tersebut.

Ada Refan di sana yang baru saja turun dari lantai atas dengan wajah dinginnya.

"Mau kemana Refan malam-malam begini?" tanya Elisa.

"Keluar, Refan berangkat," pamit Refan pada Elisa. Setelah mengucapkan itu, Refan langsung keluar dari mansion.

Elisa menghela napas beratnya. Ia benar-benar sendirian di rumah. Ketiga anaknya keluar, suaminya lembur di kantornya. Ia tidak tau kemana perginya ketiga anaknya itu. Apalagi Cakra yang biasanya langsung pulang setelah bekerja.

Mungkin suasana hati mereka sedang buruk, ia juga sebenarnya. Alasannya ialah karena Rafa. Saat ini Rafa diajak oleh orang tuanya untuk  pulang kampung. Dimana tempat itu adalah rumah kakek neneknya. Helia meminta izin untuk mengambil cuti selama  tiga hari karena  mereka akan pulang kampung.

Elisa bertanya pada Helia alasan mengapa keluarganya tiba-tiba  pulang kampung. Ternyata alasan mereka adalah ingin menghibur Rafa. Ingin membawa Rafa ke desa tersebut untuk membahagiakan Rafa terlepas kejadian yang menimpa Rafa kemarin. Mereka ingin Rafa melupakan kejadian tersebut, meskipun mustahil, setidaknya membuat Rafa melupakan kejadian itu untuk sebentar saja.

Elisa dengan berat hati mengizinkannya. Itu bearti ia tidak akan bertemu Rafa untuk tiga hari kedepannya. Ia pasti akan rindu berat. Anak kesayangannya akan jauh darinya. Tapi ia tidak boleh egois, Rafa memang butuh hiburan untuk saat ini.

Anaknya yang mendengar kabar ini tentu marah. Bukan marah sebenarnya, tapi hanya kesal. Seperti mereka tidak bisa jauh-jauh dari Rafa meskipun hanya satu hari. Mereka sudah terlalu biasa dengan kehadiran Rafa di keluarga ini. Bahkan jika tidak ada Rafa, keluarga ini seperti kurang lengkap.

Sedari pagi raut muka ketiga anaknya sangat muram. Sikap dingin mereka muncul kembali. Biasanya akan sedikit ada aura hangat dari mereka. Tapi sekarang tidak, yang ada hanya raut muka dingin. Mungkin gara-gara ini mereka tidak pulang. Mereka masing-masing menyibukkan diri sendiri karena tidak ada adik kesayangan mereka.

Dalam keheningan yang menyelimuti suasana ruangan ini, terdengar langkah kaki seseorang yang mendekat pada Elisa. Itu adalah James. Dengan jas yang tersampir di lengannya dan tas kerja yang ditenteng menggunakan tangan satunya, James baru saja pulang dari kantornya.

Elisa berdiri dan mengambil alih tas kerja suaminya, "Kenapa penampilanmu berantakan sekali, tidak seperti biasanya." Elisa mengomentari penampilan suaminya.

"Ingin ku buatkan kopi?" tawar Elisa pada suaminya. James menganggukkan kepala dengan mata yang mulai tertutup. Mengistirahatkan badannya sejenak setelah lembur di kantornya sendiri. Ditambah lagi ada insiden kecil, dimana Clara datang ke perusahaannya dan berteriak tidak jelas. Entah apa alasannya ia tidak tau dan tidak ingin tau. Tanpa banyak basa basi, ia menyuruh satpam untuk segera mengusirnya. Ia rasa sudah tidak memiliki urusan lagi dengan wanita itu.

Elisa datang  dengan secangkir kopi panas, kali ini ia yang membuatkannya sendiri. Biasanya maid yang melakukannya, kali ini Elisa sendiri. Setelah meletakkan kopi itu di depan suaminya, Elisa kembali duduk di tempat duduknya tadi. Hanya mereka berdua yang berada di ruangan itu. Benar-benar sepi. Jika Rafa ada di sini, pasti mansion nya akan ramai. Dan ketiga anaknya akan hadir di sini.

Ya, mau bagaimana lagi.







…….





Keadaan mansion Alarick tidak jauh berbeda dengan mansion Ganendra. Hawa suram dan dingin begitu kental di mansion tersebut. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Vania memencet remote tv dengan raut muka bosan, sedari tadi tidak ada channel yang menarik baginya. Bermain handphone pun rasanya sangat malas sekali.

Tiba-tiba sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang. Mencium harum tubuh seseorang itu, Vania yakin jika itu adalah suaminya.

"Kenapa dengan raut muka mu sayang? Bosan?" tanya Dirga dengan nada lembut. Hanya untuk istrinya saja yang  mendapatkan sikapnya seperti  ini, oiya dan juga Rafa. Tidak ada satu pun orang lain yang bisa melihat Dirga versi soft seperti ini.

Vania menganggukkan kepala dengan lemas. Ia bosan, malas, tidak tau ingin melakukan apa. Ia hanya ingin Rafa, anak kesayangannya. Mendengar perizinan Arya atas pulang kampungnya membuat Vania merasa sedih karena dengan begitu Rafa pasti juga akan dibawa oleh mereka. Vania tidak rela, sangat tidak rela. Tapi mau bagaimana lagi. Vania hanya bisa mengiyakan saja.

Maka dari itu, dari pagi ia tidak bertenaga sama sekali. Tidak ada Rafa selama tiga hari membuat ia merasa ditinggal begitu lama. Moodnya buruk, ia bahkan tidak membiarkan suaminya untuk berangkat kerja, menyuruh suaminya untuk menemaninya yang sedang badmood ini di mansion.

Bagaimana dengan Dirga? Tentu saja Dirga mengiyakan permintaan istrinya. Ia tidak ingin mencari gara-gara dengan istrinya. Apalagi sedang dalam mode singa, ia tak seberani itu. Suami takut istri wkwkwk.

"Ingin pergi ke suatu tempat?" tawar Dirga pada istrinya.

Sebuah senyum kecil terbit di kedua belah bibir Dirga, melihat Vania yang mengiyakan ajakannya membuat ia merasa jika telah berhasil membangkitkan mood istrinya.

"Aku akan berganti pakaian dulu," pamit Vania yang mulai menaiki tangga. Mengikuti ajakan suaminya sepertinya tidak masalah. Daripada ia mati kebosanan di mansion ini, lebih baik ia keluar saja.

Dirga dengan setia menunggu istrinya yang sedang berganti pakaian. Dirga mengedarkan pandangannya menatap keadaan mansion. Benar-benar sepi. Dimana ke empat anaknya? Sudah malam kenapa tidak pulang-pulang. Apakah karena tidak ada Rafa di sini jadi mereka enggan pulang?

Bisa jadi.

Melihat siluet istrinya yang baru saja turun, Dirga segera beranjak dari duduknya dan mereka berdua keluar dari mansion.

Mansion Alarick kembali sepi nan sunyi. Tidak ada kehadiran Rafa membuat mansion Alarick seperti tidak berpenghuni. Kehadiran Rafa terhadap keluarga ini sangat berpengaruh besar.






……



Malam hari di waktu yang sama. Refan memarkirkan motor sportnya di depan sebuah gedung yang terlihat sudah tua dan tidak terurus. Di samping motornya berjejer beberapa motor sport dan mobil-mobil lainnya. Sudah pasti Refan yang terakhir datang.

Refan segera melepaskan helm full face nya. Meskipun gedung itu sudah tua dan tidak terurus. Di depan gedung itu dijaga oleh sekitar empat bodyguard. Jika dilihat dengan penjagaan beberapa bodyguard di sekitar gedung itu, sepertinya gedung tersebut sedang ditempati oleh seseorang. Dan Refan merupakan salah satu dari mereka.

Melihat kehadiran Refan, empat bodyguard itu langsung menundukkan kepala. Memberi hormat kepada tuan muda mereka.

"Semuanya sudah di sini?" tanya Refan dengan nada datar. Berdiri tepat di depan empat bodyguard tersebut.

Salah satu dari empat bodyguard itu menjawab. "Sudah tuan, tinggal anda."

Mendengar jawaban dari bodyguard itu, Refan langsung melengos pergi. Seolah dirinya tadi tidak melakukan apa-apa. Baru juga masuk, bau amis khas darah langsung memenuhi indra penciumannya, sepertinya ia sudah tertinggal jauh.

Di sana, di dalam gedung ini sudah ada kakak-kakaknya dan keturunan dari keluarga Alarick. Ya, Dean, Elang, Alan, Vano, Cakra, Arka dan tentu Refan berada dalam satu ruangan saat ini. Tentu saja kalian pasti tau mereka sedang apa, apalagi jika bukan membalas perbuatan Toni pada Rafa.

Sudah ada Toni dan empat temannya yang di ikat di kursi masing-masing. Total ada lima pelaku yang telah berhasil dibawa oleh bodyguard dari keluarga Alarick dan Ganenda. Toni dan temannya pikir kasus ini akan selesai dengan begitu cepat? Tentu saja tidak. Toni dan teman-temannya harus tau seberapa kejamnya pawang Rafa.

Kelima pelaku itu sudah terkulai lemas akibat perbuatan dari keturunan Alarick dan Ganendra. Dipukuli secara habis-habisan, ditendang bahkan aura dingin mereka sudah membuat Toni dan teman-temannya merasa tercekat.

"T-tolong maafkan aku. T-toni yang-"

Bughhh

Bogeman mentah kembali menyapa rahang teman Toni. Vano pelakunya, ia sama sekali tidak pernah membiarkan salah satu dari mereka untuk membela diri. Baginya semuanya salah. Karena ulah mereka, Rafa dalam masalah.

Tidak hanya Vano saja yang memukuli kelima orang itu. Elang dan Alan ikut memukulinya juga.  Sedangkan Arka, Dean dan Cakra kini duduk di salah satu sofa yang tersedia. Memandang aksi itu dengan tatapan santai tanpa beban. Mereka sudah membalasnya, kini berganti dengan yang lain.

"Refan, akhirnya datang." Sambut Cakra dengan seringai tipis.

Jujur Refan melihatnya sedikit merinding. Sepertinya abangnya itu puas dengan permainan ini. Noda darah di tangannya tidak dibersihkan, pasti abangnya itu habis memukul Toni dan yang lainnya.

"Ya," jawab Refan dengan singkat. Dalam ruangan ini ada banyak bodyguard, tentu saja. Bodyguard dari keluarga Ganendra dan bodyguard dari keluarga Alarick.

Mereka melakukan pembalasan ini secara diam-diam. Tidak ada yang tau. Bahkan orang tua mereka pun tidak tau. Bagi mereka, tidak perlu ada yang tau. Bukan sesuatu yang penting untuk semua orang ketahui. Mereka hanya ingin menyalurkan emosi mereka, membiarkan seseorang yang membuat masalah dengan adik mereka hidup bebas, mereka tidak terima. Setidaknya sedikit pembalasan tidak apa-apa kan? Ahahahaha

"Sialan ini semua gara-gara Toni."

'Tolong, gue cuma diajak."

"Maafkan kami."

Racauan lirih teman-teman Toni memenuhi setiap penjuru ruangan. Di dalam gedung itu sangat sunyi, sehingga suara lirih mereka dapat didengar.

Refan bangkit dari duduknya lalu mendekat pada Toni yang sepetinya dalam keadaan pingsan. Tangannya mengapit rahang Toni dan tatapannya menelisik keadaan wajahnya. Darah mengalir dari belakang kepalanya.

"Bagus tidak hasil pukulan ku?"

Refan menegang. Ia tau persis suara milik siapa itu. Cakra, seorang Cakra Ganendra.

"Abang yang memukulnya?" tanya Refan setelah melepas apitan tangannya pada rahang Toni. Harusnya ia tau itu.

Sedangkan Cakra hanya menyunggingkan seringainya, sebenarnya ia belum puas. Ia dan Dean telah membalas Toni secara membabi buta. Mereka tidak membalas teman-teman Toni lainnya, karena mereka berdua mengincar Toni. Target mereka ialah Toni.

"Cukup."

Suara bariton milik Dean mampu menghentikan aktivitas yang sedang terjadi. Tak terkecuali Vano yang sedari tadi tidak ingin berhenti memberi bogeman mentah pada teman-teman Toni.

"Pulangkan mereka," perintah Dean dengan tatapan datarnya mengarah ke salah satu bodyguard. Bodyguard yang paham segera melaksanakan tugasnya dan di ikuti bodyguard-bodyguard yang lain.

Vano membelalakkan matanya, merasa tidak terima dengan keputusan abangnya, "Bang-"

"Kecuali anak itu," sela Dean memotong aksi protes dari adiknya. Tatapan Dean tepat mengarah ke arah Toni yang masih belum sadar. Teman-teman Toni sudah mendapat balasannya, ia rasa sudah cukup. Ia muak mendengar racauan-racauan dari mereka. Sangat berisik. Yang pasti akan nada balasan lagi di luar sana, kali ini sudah cukup.

Kecuali Toni, karena mereka memiliki dendam tersendiri pada anak itu.








………


Maaf jika ada typo😌🤙


Continue Reading

You'll Also Like

668K 71.3K 24
Hanya menceritakan kisah seorang remaja yang berumur dua belas tahun, remaja menggemaskan yang bisa membuat siapa saja tak berkedip memandangnya. tin...
244K 9.5K 79
Khalisa yezia akila dan aryan gifari alezra yang di pertemuan di pesantren _ _ _ Saat ini, yezia dan keluarganya sudah sampai di rumah, dan yezia mem...
202K 31.1K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
500K 31.8K 30
Abian atau biasa di sapa Bian adalah bocah berusia 11 tahun, tubuhnya mungil dan berwajah manis. Hanya anak jalanan biasa. Kisah ini bermula saat Abi...