HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 264K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 24
PART 25
PART 26
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 27

101K 5.3K 331
By ay_ayinnn

Gavin mengikuti Vanya dari belakang tanpa sepengetahuan perempuan itu. Gimanapun juga Gavin harus tanggung jawab, dia ngajak Vanya pergi, maka dia juga harus mengembalikan Vanya sampai ke rumah.

Di tengah perjalanan, Gavin dihadang oleh dua cewek centil. Dia pun mendesah kesal. Vanya sudah hilang ditelan tembok rumah orang karena jalanan di depan sana berbelok.

"Hai, kita ketemu lagi. Em... Kalau boleh tahu, kamu siapanya Vanya deh? Dari kemarin kayaknya ke rumah Vanya terus. Ke rumah akunya kapan?" Ucap Key ngawur membuat Gavin melotot mendengarnya.

Walaupun tahu yang sebenarnya, dia pura-pura bloon aja di depan Gavin.

"Bisa kalian minggir? Urusan gue masih banyak," Dingin Gavin membuat Lova yang berada di sebelah Key menciut.

"Bisa besok aja gak sih, Key," Bisik Lova yang sengaja tidak Key gubris.

"Vin, nanti sore jalan-jalan yuk! Ada pasar malam di desa sebelah." Ajak Key semangat.

Ditempat, Gavin memikirkan apa itu pasar malam. Selama ini Gavin tidak pernah tahu tentang itu. Yang ia tahu ya pastinya ngerti apa aja.

"Sorry, gak bisa, gue sibuk," Tolak Gavin mentah-mentah. Sial, kenapa harus ketemu dua orang ini sih?!

"Kok kamu gitu kalo sama aku. Tadi diajak Vanya ke sawah aja mau," Cibir Key. Sebenarnya dia agak cemburu dengan Vanya. Gadis itu dengan mudahnya jalan-jalan berdua dengan Gavin, cowok ganteng yang ia kira sedang PKL di desanya ternyata ayah kandungnya Elen.

"Kamu gak tahu kan tentang kehidupan Vanya yang asli, makannya kamu mau diajak dia pergi kemana aja?"

"Lo, bawa temen lo pulang. Gini-gini gue harus kerja," Ucap Gavin kepada Lova, berharap gadis itu membawa temannya pergi.

"I-iya," Ucap Lova gugup. Dia agak takut melihat Gavin yang tidak bersahabat seperti ini. "Key, udah lah lupain aja ide gila kamu."

"Diem, Lova," Balas Key tegas namun berbisik.

Merinding berlama-lama dengan suasana ini, Lova menarik sahabatnya pergi. Melihat kesenjangan antara dirinya dengan Gavin membuat Lova sadar statusnya cocok sebagai apa dalam kehidupan laki-laki ganteng itu. Jelasnya bukan sebagai perempuan yang di cintai.

"Lova, kenapa sih?!" Cibir Key kesal.

"Vin, ayoo ke pasar malam. Nanti malam aku jemput ya?? Sampai jumpa!" Bahkan saat ditarik-tarik paksa oleh Lova, Key masih sempat merayu Gavin.

"Udah aku bilang jangan gila! Dia bukan cowok yang selama ini mau jadi pacarmu," Ucap Lova setelah mereka menjauh dari Gavin.

"Lov, aku yakin dia sama kayak mereka. Gimana pun, aku lebih ayu dari pada Vanya anaknya Ayumi yang banyak hutang itu," Key menyentak tangan Lova yang sedari tadi masih memegang lengannya.

Lova mendesis, susah kalau ngasih tahu orang kayak Keyshila gini. Apalagi anak satu-satunya kan, keseringan di manja nih.

"Jangan samain kita sama orang kota kayak dia. Semua bakal jauh," Ucap Lova lelah.

Semisal Key jadi cewek gila dan tokoh laki-lakinya orang desa ini, desa sebelah, atau desa seberang, Lova masih bisa bantu. Lah ini? Gila kali ya Key jadi cewek gilanya Gavin, si orang kaya itu.

"Hey? Vanya aja bisa deketin Gavin. Kenapa kita gak bisa?" Kata Key sangat percaya diri. "Lagi pula kamu mau terus-terusan tinggal di desa ini? Aku sih kalau boleh minggat dari sini udah pasti pergi sih."

Lova memutar bola mata malas, "Terserah lah. Aku capek ngomong sama kamu."

Sedangkan di tempat tadi, Gavin lega melihat dua gadis centil itu hilang dari pandangannya. Kepala Gavin menggeleng kecil mengusir kata-kata jahat yang ada dipikiran untuk mengatai dua orang tadi.

Setelah itu, Gavin kembali berjalan ke rumah Vanya. Melihat perempuannya sudah sampai atau belum.

Sampai di sana, Gavin diperlihatkan Vanya yang sedang sibuk menyiapkan alat untuk memulung kali ya? Tidak mau mengganggu, Gavin memutuskan kembali ke dalam kontrakannya.

Duduk ditepi kasur, dia memikirkan sesuatu. Apa yang akan dia lakukan setelah ini? Apa Vanya mau kembali ke rumahnya dan menjalin hubungan serius dengannya? Pertemuan dengan Vanya hari ini membuat Gavin bingung.

Drtt... Drtt...

"Apa?" Tanya Gavin menempelkan benda pipih itu ke telinga.

"Gimana? Acel nanyain."

"Gue rasa harus bawa Vanya ke psikiater. Ngomong-ngomong asal lo tahu aja, disini ada dua cewek centil yang bikin gue males."

"Kentut, kayak ganteng aja, lo, Vin."

"Emang. Oh ya, kata gue jangan kasih tahu Acel kalau gue udah ketemu sama Vanya. Gue takutnya Acel nekat nyusul kesini. Belum kalo Vanya tahu Acel bakalan nikah sama lo. Gue gak bisa bayangin anjir, biarin Vanya tenang dulu. Lagian lo juga gila, kenapa harus Acel di era ada banyak perempuan lain?"

"Setelah gue pikir-pikir. Kita semua harus ke sana gak sih, Vin? Pasti Vanya--"

"Pindah topik lagi, Vanya udah maafin kita. Tapi kenangan kita terlalu jelek di memorinya. Jujur bingung harus apa. Belum lagi... Mental Vanya kayaknya keganggu, Rel."

"Udah gue duga. Kalo bisa ngulang waktu, gue nggak bakal ngelakuin itu. Vin, mau gue bantu bilangin ke kak Bev? Gue suruh kak Bev bawa psikiater kesana."

"Boleh, tapi kalo bisa psikiaternya lo cari sendiri karena gue gak yakin kakak gue mau bantu gue."

"Oke, gue cari dulu. Ntar gue kabari lagi tentang kapan sama gimana-gimananya."

"Gak usah buru-buru Rel, gue harus bisa ambil hati Vanya dulu. Ntar kalo tiba-tiba gue ajak Vanya ke psikiater apa dia nggak takut lagi sama gue?"

"Setakut itu?"

"Takut banget bro. Makannya kalian jangan kesini dulu. Biarin Vanya tenang, ntar kalo semua udah kayak semula, baru kalian jemput gue sama keluarga kecil gue buat balik."

"Huek! Najis banget lo bilang keluarga kecil. Emang Vanya mau?"

"Harus mau. Lagian ada Elen yang harus kita besarin sama-sama."

"Elen?" Beo Farel lirih masih bisa Gavin dengar.

"Lo kenapa?"

"Gue gak asing sama namanya. Lupain. Ngomongin keluarga apalagi anak. Buktinya Rachel Vennya sama Okin bisa ngerawat anak-anaknya tanpa ada hubungan suami istri."

"Sialan lo Rel! Ya kalo kami bisa sampai nikah, lo gak seneng?"

"Santai, gue juga gak bilang lo gak bisa nikah sama Vanya. Gue cuma mau ingetin lo, kalau kalian nikah tanpa cinta, buat apa anjir? Mikir bodoh."

"Gue ngerti. Ya udah salam buat nyokap sama keluarga gue. Pasti mereka kang--"

"Mereka lagi pergi. Lo tenang aja, mereka tetep support lo buat dapet maaf dari Vanya."

"Dih? Gue lagi bertaruh nyawa mereka seneng-seneng?"

"Udah lah, ntar juga lo ngerti mereka pergi buat apa."

Tiba-tiba telfon Farel matikan sepihak tanpa ada kalimat penutup. Gavin berdecak kesal atas tingkah laku temannya.

Krukk...

Lebih sial lagi, perutnya sekarang lapar. Sungguh kalau bukan karena anak dan perempuan yang udah berjuang selama 6 tahun ini, Gavin nggak betah tinggal disini.

Wajar aja dari kecil udah kebiasaan sama asisten rumah tangganya. Jadi pas kejadian jauh dari rumah gini sulit buat mandiri.

Terpaksa Gavin keluar untuk mencari makan siang. Di perjalanannya mencari penjual makanan, Gavin kembali bertemu Vanya yang sedang mencari sesuatu di sebuah tempat sampah.

"Van?" Panggilnya membuat Vanya menghentikan pencarian botol atau kaleng dari tempat sampah itu.

Dia berbalik badan, menatap Gavin sambil berkerut kening. Kenapa harus berjumpa dengannya? Vanya menurunkan karung yang separuhnya udah berisi botol bekas.

"Kenapa? Bukannya udah selesai?"

"Kamu..." Gavin memandang karung yang Vanya letakkan diantara mereka.

"Hm? Mau hina aku lagi? Rundung aku? Nggak apa, aku siap nerimanya."

"Siapa yang mau ngelakuin kayak gitu?"

"Bisa pergi dari sini? Aku mau buka tempat sampah yang ada di sana." Sekitar tiga langkah dari Gavin berdiri ada tempat sampah yang belum sempat Vanya cek.

"Harus kayak gini?" Ucap Gavin masih menahan Vanya.

"Waktu aku gak banyak buat ngeladenin kamu."

"Aku bantu," diluar dugaan, Gavin merebut paksa karung Vanya. Ia bawa benda yang menurutnya kotor itu tanpa mengeluh.

"Gavin apaan sih?!" Vanya berusaha merebut kembali, namun tentunya tenaga Gavin lebih besar dari pada dirinya.

"Aku mau bantuin kamu, emang gak boleh?"

"Nanti Nyonya marah."

"Mulai sekarang gak ada yang bakal berani marahin kamu lagi."

Vanya tertawa kecil, Gavin ini kenapa sih?

"Terserah. Minggir," Vanya sedikit menyingkirkan badan Gavin. Ia melewati laki-laki itu dan membuka tempat sampah yang dimaksud. Benar saja, ada empat botol yang berada di dalamnya.

"Bisa tolong dibuka karungnya?" Pinta Vanya membuat Gavin yang pemula itu gelagapan.

"Ini," Gavin menyodorkan karung yang sudah ia buka. Vanya pun memasukkan botol-botol ke dalam karung tersebut.

Setelahnya, Vanya jalan bersampingan dengan Gavin. Yang membuat Vanya heran, laki-laki itu bahkan mau memikul karung di pundak. Padahal setahu Vanya, Gavin gak mungkin mau melakukan hal yang menurut orang-orang kotor kayak gini.

"Kamu yakin ngikutin aku?" Tanya Vanya sambil mereka berjalan.

"Yakin, kenapa enggak?" Gelengan Gavin dapat sebagai balasan dari Vanya.

"Kamu beneran udah gak takut sama aku?" Lanjut Gavin bertanya.

"..."

"Maaf, gak usah dijawab," Ucap Gavin sebab mendengar Vanya tak menjawab.

Krukk... Krukk...

Benar-benar perut sialan. Masa iya dia mempermalukan Gavin di dekat Vanya? Kurang ajar sekali.

"Kamu lapar?" Tanya Vanya tiba-tiba.

Iya. Ingin Gavin menjawab langsung seperti itu, namun gengsinya terlalu tinggi.

"Enggak, biasa suka bunyi," Bohongnya.

Vanya ini berbeda. Dia melihat banyak Vanya dalam beberapa hari belakangan. Itu yang membuat Gavin merasa Vanya butuh seseorang yang bisa menyembuhkannya.

Satu jam berlalu, akhirnya Vanya membawa Gavin ke tempat dimana dia menimbang barang. Nyonya yang suka mengomel itu tengah mengibaskan kipas tangan dengan tegas.

"Terlambat satu jam!" Sentak nya kepada Vanya.

"Maaf Nyonya, tadi--"

"Siapa laki-laki di samping mu itu?" Tanya sinis sang Nyonya. "Oh, kamu dibantu sama dia ya! Bukan hasil kerja sendiri, benar?!"

"Ini hasil kerja Vanya kok. Saya cuma nggak sengaja ketemu didepan tadi," Sahut Gavin melihat Vanya menunduk takut.

"Cih, alasan," Kata Nyonya lalu ada salah seorang mengambil karung Vanya untuk ditimbang.

"Ya elah cuma dikit. Nih 20 ribu," Nyonya memberikan selembar uang hijau kepada Vanya.

Gavin melongo melihatnya. Cuma dua puluh ribu? Itu juga langsung Vanya terima tanpa protes.

"Bukannya barang yang Vanya bawa banyak ya? Tapi kok cuma dapet 20 ribu?" Tanya Gavin spontan.

"Kamu itu! Kalau tidak mau bekerja disini ya sudah keluar! Gak usah sok-sokan menceramahi saya! Vanya, bawa orang itu keluar. Saya malas menatap mukanya."

Vanya mengangguk, dia menarik baju Gavin agar mengikutinya keluar.

"Lah?! Saya cuma tanya kok anda ngusir?" Ditengah Vanya menarik Gavin keluar, laki-laki itu masih saja menyahuti kata-kata Nyonya.

"Besok jangan maksa ikut sampai masuk ke Nyonya lagi."

"Aku cuma mau bantu kamu, salah?"

"Aku bisa ngelakuin semuanya sendiri."

"Terus dapet 20 ribu sehari? Buat makan apa?"

"Elen bisa makan aja aku udah kenyang." Mendalam sekali jawaban Vanya. Langsung membuat Gavin kehabisan kata-kata.

"Ekhem," Beberapa detik kemudian Gavin berdehem. "Disini yang jual makan dimana?"

"Aku gak pernah beli makan. Paling ke pak sayur beli tempe."

Mata Gavin terpejam, "Dari tadi pagi kamu belum makan?"

Tak mau menjawab, Vanya memilih pergi begitu saja dari hadapan Gavin. Dia harus pulang karena Ayumi dan Elen pasti sudah sampai. Hatinya sangat senang mengetahui hal itu.

Masih di tempat sama, Gavin menghembuskan nafas kasar. Gimana caranya Vanya dibawa ke psikiater?

"Maafin gue Van. Gue janji bakal balikin lo kayak semula."








Bersambung.

Selamat hari Ibu🫂

Kalo nemu kata-kata 5 tahun lalu, harusnya udah 6 tahun lalu maaf ya lupa.

Terima kasih udah mau baca✨🤍

22 12 23

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 77.6K 62
Demi menjadi seleb Tiktok, Zia nekat mencium Haidar, cowok datar plus dingin yang tetangga dan mantan sahabat masa kecilnya untuk dijadikan konten Ti...
7.3K 474 13
Cerita Terjemahan. Penulis: Saya ingin menjadi abadi Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 13-05-2023 Ba...
4.4M 399K 71
(Belum di revisi) Apa yang kalian pikirkan tentang Rumah sakit jiwa mungkin kalian pikir itu adalah tempat penampungan orang gila? Iya itu benar aku...
1.2M 126K 52
[LENGKAP!] "Ka-kamu bukannya cantik, kenapa suka sama saya?" "Isi dompet." "Ha?" "Iya, isi dompet abang tebel, kartunya no limit semua lagi hihi." "A...