Hadirnya Kamu | Tamat

By jeszyc09

660K 18.7K 357

Kehidupan Sultan berubah saat seorang gadis tiba-tiba hadir menjadi belahan jiwanya yang semula hilang. Gadi... More

Tokoh
1: Dijodohkan dengan om-om?
2 : Pertemuan
3: Cafe 70's
4: Bertemu Calon Mertua
5: Hari bersejarah
6: Jangan Marah, Diajeng
7: Drama Berkeluarga
8: Perubahan Sikap
9: Kecewa di Hari Merah
10 : Khawatir Seorang Suami
11 : Hilangnya Mahkota
13: Hinaan Serta Kekecewaan
14: Menerima Semuanya
15: Berkunjung ke Solo
16: Selamat Pak Prabu
17: Bahagia Tiada Tara
18: Masih Ngidam
19: Ciuman Manis
20: Berjarak Sebentar
Cerita Baru
Siapa Yang Kangen?
Bantu Penulis Vote Cover Yu
Info Open PO!
Hadir di Shopee!!

12: Kelembutan Hati Sultan

23.8K 876 10
By jeszyc09

Haii ketemu lagi kita💝

Sebelumnya saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya pada kalian karena terlalu lama up bab 12, karena pekerjaan di real life membuat saya tidak melirik pada cerita ini, sekali lagi saya meminta maaf pada kalian dan selamat membaca💌

🦋

"Mas sebenarnya bisa mempunyai keturunan."

Laurenza menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Sultan yang sedang menatapnya, dia bingung harus menjawab apa. Sebenarnya dia juga tidak percaya jika Sultan tidak bisa mempunyai keturunan, tetapi tidak ada bukti kuat tentang itu.

"Kita tunggu aja nanti" jawab Laurenza seadanya.

Sultan tersenyum dia jadi membayangkan jika itu menjadi kenyataan, betapa bahagianya Sultan jika itu terjadi.

Keesekon harinya Sultan dan Laurenza masih tidak rela untuk bangun dari kasur empuknya, jam sudah menunjukkan pukul 8.00 pagi mengingat Sultan hari ini tidak masuk kantor jadi pria itu santai-santai saja. Laurenza membuka matanya lalu sedikit menyipit karena sinar matahari masuk ke sela-sela Jendela yang ditutupi gorden. Setelah nyawanya terkumpul sempurna Laurenza menuruni ranjang dan dia berjalan ke arah jendela kamar untuk membuka gorden dan membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar.

Decakan terdengar membuat Laurenza menoleh ke belakang, ternyata sang suami terusik karena kini sinar matahari menyorot tepat diwajahnya. Pria itu menggeser tubuhnya agar tidak tersorot oleh cahaya matahari.

"Biasanya jam segini udah gak ada dirumah" gumam Laurenza.

Laurenza keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan, senyum manis terukir pada bibir tipis yang menghiasi wajah ayu Laurenza. Saat sampai di dapur Laurenza disambut hangat oleh bi Ajeng yang baru saja selesai membuat semua sarapan.

"Loh bi, sudah selesai semua?" tanyanya.

Bi Ajeng tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Iya non, tinggal disajikan saja."

"Maaf bi, saya kesiangan." Sesal Laurenza.

Bi Ajeng terkekeh. "Gak apa-apa non, lebih baik sekarang kita sajikan saja makanannya dimeja makan."

Laurenza menganggukkan kepalanya dia pun mengambil satu persatu makanan dimeja makan, dia juga membantu bi Ajeng menyiapkan makanan di meja makan khusus untuk ART yang bekerja di rumahnya. Laurenza melihat Sultan turun dari tangga ingin menghampirinya, pria itu sepertinya baru membasuh mukanya saja bisa dilihat dari penampilannya yang masih sama seperti tadi.

Sultan mengerutkan dahinya saat melihat ada banyak makanan yang sudah tersaji dimeja makan.

"Kamu masak cepat sekali" ucapnya sembari menarik kursi meja makan untuk di dudukinya.

"Ini masakannya bi Ajeng, tadi aku kesiangan jadi gak sempat bantu. Maaf ya," balas Laurenza merasa tidak enak karena tidak melaksanakan pekerjaannya sebagai istri.

Sultan tersenyum. "Gak apa-apa, kamu juga pasti capek. Kan sebelum tidur kita lanjut olahraga lagi."

Laurenza menatap sinis suaminya, olahraga yang dimaksud Sultan bukan olahraga yang biasa. Laurenza menyiapkan nasi serta lauk pauk di piring yang akan diberikan kepada Sultan. Mereka menikmati sarapan dengan nikmat sembari diiringi obrolan kecil apa yang akan mereka lakukan setelah ini.

"Kita ke alun-alun aja mas, banyak jajanan disana" usul Laurenza.

"Memang ada? Sekarang kan weekday."

"Ada, tapi gak banyak orang. Paling cuman anak-anak kuliahan aja" balas Laurenza mengingat jika alun-alun tersebut dekat dengan Universitas.

Setelah selesai sarapan mereka berdua sudah bersiap untuk pergi ke alun-alun seperti yang direncanakan, Sultan terlihat lebih muda dan tampan dengan kaos hitam lengan pendek serta celana jeans abu-abu, dilengannya melingkar indah sebuah jam ber-merk yang jika ditaksir harganya bisa membeli satu rumah mewah. Sedangkan Laurenza memakai dress dibawah lutut berwarna putih dengan motif bunga-bunga dan rambutnya sengaja dikepang jagung yang membuat dirinya tampak seperti anak SMA, Sultan pun terpana melihat penampilan sang istri.

Sultan berdehem sebelum berbicara. "Kita mau ke alun-alun,"

"Iya, ayo!"

"Mas tiba-tiba malas keluar" ucapnya yang membuat Laurenza mengerutkan dahinya.

"Kok gitu?" Laurenza sedikit kesal.

Sultan meletakkan kedua tangan kekarnya dibahu Laurenza. "Kamu cantik sekali, pasti disana banyak anak muda yang lihat kecantikan kamu. Malas ah!"

Laurenza terkekeh secara perlahan dia menyingkir kedua tangan Sultan dari bahunya.

"Kamu lebay banget, udah ah ayo!" Laurenza menarik lengan Sultan agar segera berjalan.

"Eh sebentar, mas ambil mobil dulu dong." Sultan menghentikan Laurenza yang sedang menarik lengannya.

"Gak usah! Kita jalan kaki aja."

"Jalan?"

"Iya, lagian deket aja. Kamu juga masih kuatkan?"

Sultan menatap Laurenza tak terima. "Maksud kamu apa ngomong gitu? Kemarin saja kamu kewalahan kan?"

Cubitan maut Sultan rasakan diperutnya, cubitan Laurenza benar-benar sangat sakit bahkan meninggalkan bekas disana.

"Jangan ngomongin itu!"

Sultan tertawa seraya mengusap perutnya yang terasa perih. "Ayo berangkat, kamu mau mas gendong apa jalan sendiri?"

"Sini kamu aja mas yang aku gendong" balas Laurenza.

"Yaudah ayo." Sultan merentangkan tangannya.

Laurenza memutar bola matanya, tidak mau membuang waktu Laurenza kembali menarik lengan Sultan agar mengikuti langkahnya, jarak alun-alun dari rumah Sultan tidak terlalu jauh mungkin hanya membutuhkan waktu 45 menit menitan saja sudah sampai. Tak terasa mereka sudah sampai di alun-alun, ternyata benar ucapan Laurenza jika hari biasa tidak banyak orang yang datang, jadi taman alun-alun kali ini terlihat lebih luas dari biasanya karena tidak banyak orang yang berkerumun.

"Mas kamu mau beli jasuke gak?" tanya Laurenza.

Sultan menoleh seraya mengerutkan dahinya. "Sasuke?"

"Jasuke mas!"

"Oh, boleh." Sultan mengeluarkan selembar uang berwarna biru kepada Laurenza.

"Kamu tunggu disini mas, biar aku aja yang beli kesana" Sultan menganggukkan kepalanya membiarkan Laurenza menghampiri tukang jualan jasuke.

Sultan mengedarkan pandangannya banyak sekali tukang jualan makanan beraneka ragam disini, baru kali ini Sultan singgah di alun-alun biasanya dia hanya lewat saja.

"Om mau beli biskuit aku gak?"

Sultan terkejut lalu pria itu segera menundukkan kepalanya, senyuman terukir dibibirnya saat melihat ada tiga anak laki-laki kisaran berusia 5 dan 6 tahun. Sultan berjongkok menyamakan tingginya dengan ketiga anak laki-laki tersebut.

"Biskuit apa yang kalian jual?" tanya Sultan lembut, dia paling tidak tega melihat anak yang seharusnya sekolah malah mencari uang.

Salah satu anak laki-laki itu menjawab. "Banyak om, ada rasa coklat, vanila, strawberry, dan masih banyak lagi!"

"Om mau empat, rasa coklat dua sama rasa vanila dua ya!"

Ketiga anak laki-laki itu tampak senang setelah mendengar Sultan mengatakan itu, mereka bekerja sama untuk membungkus biskuit yang sudah dikemas itu ke dalam plastik.

"Ini om" Sultan menerima plastik yang berisi biskuit tersebut, lalu Sultan memberikan tiga lembar uang seratus ribu pada ketiga anak laki-laki itu.

"Uangnya banyak sekali om, harganya cuman delapan ribu" ucap anak laki-laki tertua tersebut kebingungan.

"Tidak apa-apa, om kasih buat kalian."

"Wah terima kasih om! Om baik sekali, semoga om selalu diberi rezeki yang berlimpah ya!"

Sultan ikut senang. "Aamin."

"Makasih juga ya om udah mau jadi pelanggan pertama kakak aku" ucap anak laki-laki paling muda, wajah polosnya membuat Sultan ingin menangis.

"Kalian kakak-beradik?" tanya Sultan.

"Iya om" jawab mereka serentak.

"Orangtua kalian dimana?"

"Gak tau om, waktu itu ayah sama ibu tinggalin kita di jalan. Sampai sekarang gak dijemput-jemput." ucap anak laki-laki yang terlihat lebih tua dari keduanya.

Hati Sultan serasa diremas mendengarnya, kenapa ada orangtua tega yang memperlakukan anak mereka seperti ini. Dia ingin menangis rasanya, tega sekali meninggalkan anak yang masih butuh kasih sayang orangtuanya.

"Kalian tidur dimana?"

"Terserah om, kadang di trotoar, teras masjid, tadi malam kita tidur dibawah pohon beringin" balasnya.

Sultan memalingkan wajahnya dia ingin menangis mendengar cerita dari anak laki-laki dihadapannya, air matanya sudah sangat memaksa ingin keluar.

Sultan kembali menatap ke arah ketiga anak laki-laki itu. "Kalian mau jajan gak?"

"Mau om!" jawab mereka serentak.

"Silahkan kalian berdua jajan apapun sesuka hati kalian, mau berapa pun ambil saja. Jangan khawatir, om yang bayar semuanya."

"Makasih om, om baik banget!"

Kedua anak laki-laki itu beralari mendahului adik terakhir meraka yang masih setia berdiri dihadapan Sultan.

"Makasih ya om" ucap anak laki-laki itu tulus.

Sultan mengusap lembut rambut anak itu. "Iya sayang, sama-sama."

Anak laki-laki itu menundukkan kepalanya membuat Sultan bingung. "Ada apa?"

"A—aku boleh peluk om gak?" tanyanya ragu.

Sultan terkejut mendengarnya dia menatap anak laki-laki dihadapannya terharu. "Boleh, sini" Sultan merentangkan tangannya dan segera disambut pelukan.

Sultan tidak bisa lagi menahan air matanya yang sudah mengalir begitu saja membasahi pipinya.

"Aku udah lama gak dipeluk ayah om, aku kangen dipeluk sama ayah" katanya.

Sultan semakin menangis mendengarnya, betapa tega kedua orangtuanya menelantarkan anak berharga ini begitu saja. Tak lama setelahnya anak tersebut menyudahkan pelukannya dan berpamitan pada Sultan ingin menyusul kedua kakaknya.

Sultan kembali berdiri dia mengusap air matanya yang terus mengalir, dia memang sangat sensitif jika sudah berhubungan dengan anak kecil. Dia paling tidak bisa melihat seorang anak dibawah umur yang rela berjualan dan berpanas-panasan demi sesuap nasi.

"Maaf lama mas, tadi gasnya habis." Laurenza datang sembari menenteng plastik berisi dua cup jasuka, perempuan itu mendekat ke arah Sultan yang membelakanginya.

Mendengar suara Laurenza Sultan membalikan badannya dan betapa terkejutnya Laurenza ketika melihat Sultan yang menangis.

"Astaga mas, kamu kenapa?" tanya Laurenza memegang kedua lengan Sultan.

Sultan menunduk dia masih menangis.

"Ada yang jahatin kamu mas?" tanya Laurenza dan Sultan menggelengkan kepalanya.

"Terus? Kenapa kamu nangis gini?"

Sultan tidak menjawab dia memeluk tubuh Laurenza, tidak perduli dengan tatapan orang-orang. Sultan menangis sesenggukan dibalik bahu Laurenza, yang dipeluk pun dibuat semakin bingung.

"Mas gak kuat sayang, mas sedih" ucapnya dengan suara bergetar.

Laurenza menjauhkan tubuh Sultan dan mengusap air mata suaminya yang membanjiri pipinya. Lalu Laurenza mengajak Sultan untuk duduk dikursi taman.

"Apa yang buat kamu sedih?" Laurenza merapikan rambut suaminya yang sedikit berantakan.

"Tadi ada tiga anak laki-laki kakak-beradik nyamperin mas, dinawarin mas buat beli biskuit yang dijualnya. Terus mas tanya orangtua mereka kemana, kenapa mereka jualan. Mereka jawab, ternyata kedua orangtua mereka nelantarin mereka bertiga gitu aja. Orangtuanya tega sekali, mas gak bisa tahan buat gak nangis, apalagi pas anak laki-laki paling muda itu minta peluk mas karena dia kangen dipeluk ayahnya. Mas gak bisa, hati mas sakit dengarnya." Cerita Sultan yang membuat Laurenza ikut sedih mendengar, dia mengusap lembut bahu Sultan.

"Sekarang mereka kemana?" tanya Laurenza.

"Mas suruh mereka buat beli jajan sepuasnya, apapun yang mereka mau mas bayarin."

Laurenza tersenyum dan kedua tangannya menangkup wajah Sultan yang Sultan menatap ke arah Laurenza. Laurenza mengusap lembut air mata yang terus jatuh menggenangi pipi sang suami.

"Kamu kenapa senyum? Mas lagi sedih sayang."

Laurenza terkekeh dia mengusap lembut pipi sang suami. "Hati kamu terbuat dari apa mas? Lembut banget sih."

Sultan memejamkan matanya menikmati usapan lembut Laurenza, Sultan kembali membuka matanya dia ikut tersenyum menatap Laurenza.

"Nanti kita jangan kaya gitu ya kalau punya anak."

🦋

Memangnya bisa punya anak om?

Terimakasih untuk kalian yang rela menunggu lama untuk part selanjutnya dan sekali lagi saya minta maaf karena kelamaan up bab 12 ini, semoga kalian suka🦋

Bonus pov chat Sultan-Laurenza😍

Follow IG: @storyjeszp

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 352K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
826K 78.3K 34
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...
2.5M 38.1K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
1.5M 136K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...