Arya Pierre

By TitaRally

756 61 2

Raden Mas Arya Rajendra dan Pierre Andries Tendean, dua pemuda berbeda generasi dan dimensi waktu yang mengal... More

Identitas Novel
Kata Pengantar
Chapter 1: Kejadiaan Naas
Chapter 2: Secercah Cahaya
Chapter 3: Perubahan
Chapter 4: Perasaan Asing
Chapter 6: Jalan Keluar
Chapter 7: Akhir Perjalanan

Chapter 5: Harapan

35 6 0
By TitaRally

Juli 1965, seperti biasa Pierre harus latihan fisik karena profesinya sebagai tentara militer. Namun, karena di tubuhnya sekarang bukanlah Pierre yang asli, melainkan orang lain dari masa depan yang bernama Arya. Tidak seperti Pierre yang lihai dalam melakukan latihannya, Arya yang tidak biasa melakukan latihan merasa sangat kesulitan dan mudah lelah.

Saat ini ia dengan pasukannya yang sedang berlatih, tetapi ia terlihat sangat tidak siap dengan latihan itu. Pierre selalu mengeluh dan bahkan dia tidak ada henti-hentinya berkata bahwa ia ingin keluar dari sana. Bima sebagai temannya yang sudah mengenal Pierre sejak lama merasa aneh dengan perubahan sikap yang dialami oleh Pierre dan bertanya-tanya apakah terjadi sesuatu dengan Pierre kemarin sebelum ia ditemukan pingsan?

Tiga jam berlalu sejak latihan pagi hari tadi, dan kini terdapat seorang pemuda yang tengah terbaring direrumputan dengan napas yang memburu, bahkan keringatnya telah membasahi kaos polos berwarna hijau army itu.

"Sudah! Aku menyerah, aku tidak kuat untuk melakukannya lagi," teriaknya putus asa.

"Hei, Kapten Pierre! Kenapa tidak terlihat siap untuk latihan hari ini, ada apa denganmu? Apakah terjadi sesuatu kepadamu kemarin?" tanya Bima yang sambil melakukan latihannya.

Arya yang yang merasa dipanggil namun bukan dengan nama aslinya itu menoleh dan hanya menggeleng saja. Atasannya yang bernama Jenderal Nasution melihat keanehan yang dilakukan oleh Arya bertanya-tanya kenapa Pierre menjadi seperti itu dan tidak seperti biasanya yang selalu semangat dan menjadi nomor satu dalam melakukan latihan fisiknya. Lalu pada saat waktu istirahat, Nasution menghampiri Pierre yang melamun entah memikirkan apa.

"Hei, Pierre. Ada apa denganmu hari ini?" tanya Nasution sambil menepuk pundaknya.

Arya yang tersadar dari lamunannya karena tepukan di pundaknya menoleh ke sumber suara yang ternyata itu adalah Jenderal Nasution.

"Nggak apa-apa, mungkin gue cuma ngerasa kecapekan aja. Setelah dibuat istirahat sebentar juga balik lagi kayak biasanya," jawab Arya yang masih merasa kikuk dengan panggilan barunya.

"Sejak kapan gaya bicaramu berubah menjadi seperti ini? Yang kutahu kau selalu berbicara dengan sopan. Bahasa mana yang kau pelajari ini? Sejak misi terakhir itu kau seperti orang yang berbeda saja," ujar Nasution yang kaget setelah melihat perubahan besar yang dialami oleh bawahannya itu. Awalnya ia kira perubahan ini hanyalah rumor yang beredar dikalangan tentara, namun setelah melihatnya langsung ternyata itu bukanlah rumor belaka.

Arya yang mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh atasannya itu seketika tercengang dan bertanya-tanya di pikirannya, "bagaimana Nasution tahu bahwa dia bukanlah Pierre yang sebenarnya?". Namun, Arya tetaplah Arya, ia tetap bersikap biasa saja dan merasa tidak peduli dengan itu.

"Eee... Pierre mungkin merasa kesal karena kelelahan, Jendral. Kan setiap hari kami juga harus selalu berlatih dengan keras. Jika Jendral melihat seperti apa latihan yang selalu kami lakukan bukankan ini sangat berat untuk junior seperti kami, iya, kan?" ucap Bima yang menjawab pertanyaan atasannya sembari menoleh pada Pierre yang tetap tampak tak peduli.

Jenderal Nasution tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh anak buahnya itu, tetapi dia lebih mementingkan latihan yang dilakukan oleh Pierre karena dia ingin menjadikan Pierre sebagai ajudan pribadinya daripada ribut dengan membahas bahasa aneh yang digunakan oleh Pierre saat ini.

"Baiklah, lupakan apa yang dibahas kita sekarang namun aku hanya berpesan kepada Pierre bahwa jika kemampuanmu sudah kembali seperti biasanya kau akan ku naikkan jabatan, dan menjadikanmu sebagai ajudanku karena kemampuanmu sebelum ini sangatlah bagus. Kalau begitu aku akan pergi dulu, dan kau jangan lupa teruslah berlatih karena aku akan terus mengawasimu," ujar Nasution yang menepuk dua kali pundak Pierre sebelum pergi.

Arya yang berada di tubuh Pierre justru tetap tampak acuh setelah mendengar ucapan itu. Ia sungguh tak peduli dengan jabatan itu, karena Arya yang awalnya memang berasal dari keluarga ningrat atau biasa dipanggil sebagai Raden, merasa direndahkan dengan jabatan yang ditawarkan oleh atasannya yang hanya akan menjadi ajudan saja.

"Dih, lo siapa emang? Gue aja pas di rumah nggak ada yang berani nyuruh-nyuruh gue. Lah lo yang bukan siapa-siapa main jadiin gue ajudan, itu aja juga pake syarat segala," gerutu Pierre sambil melihat Jenderal Nasution yang melangkah menuju ruangannya.

Pierre yang tidak sadar betapa diinginkannya jabatan itu oleh orang lain, merasa tidak peduli dengan tawaran yang diberikan oleh jenderal Nasution. Hal itu dibuktikan dengan sikapnya yang malah lebih bermalas-malasan daripada sebelumnya.

Hingga pada suatu hari, Jendral Nasution dan Jendral Ahmad Yani merasa bahwa Pierre harus diasingkan terlebih dahulu agar ia bisa memikirkan tentang kesalahannya. Ia kemudian dikirim ke Sumatra dan menjalankan pengasingan selama hampir satu bulan. Tepat di hari terakhir pengasingannya, sebuah kejadian seolah terjadi begitu nyata dalam tidurnya. Suara itu terus menggema ditelinganya.

"Arya, lakukan peranmu dengan baik disini agar kamu bisa kembali ke dunia asalmu. Bertingkahlah seolah kamu adalah Pierre Tendean, lakukan tugas dan kewajibanmu layaknya Pierre asli, dan perlakukanlah orang-orang disekitarmu layaknya apa yang dilakukan oleh Pierre. Ingatlah ini Arya, ingat dan lakukan!" ucap orang asing yang terus menggema dalam telinganya. Kalimat itu berkali-kali terucap, hingga membuat Arya yang berada di tubuh Pierre lantas terlonjak kaget dan terbangun dari tidurnya.

"Buset, apaan tadi?" gumamnya dengan napas terengah-engah seolah baru mengalami mimpi buruk.

Keesokan harinya, ia dijemput oleh Bima untuk kembali ke markas karena masa pengasingannya telah selesai. Namun, yang membuat Bima heran, Pierre menjadi kembali tak banyak bicara, tak seperti sebelum berada di pengasingan yang begitu banyak bicara dan mengeluh.

"Kapten, apa yang terjadi denganmu? Kamu terlihat berbeda lagi setelah dari pengasingan," tanyanya penasaran namun hanya dibalas gelengan kepala.

Sejak kembalinya Pierre dari pengasingan, ia benar-benar kembali menjadi sosok Pierre yang dikenal di markas, walaupun kemampuannya sedikit menurun, tetapi ia tetap menjadi yang paling rajin dan pekerja keras.

Hal itu sukses membuat Jendral Nasution dan Jendral Ahmad Yani puas dengan keputusan mereka untuk mengirim Pierre ke pengasingan sementara. Bahkan, ia berhasil menyelesaikan misi berbahaya di Malaysia, hal itu semakin membuat Jendral Nasution yakin akan keputusannya memilih Pierre sebagai ajudannya.

"Pierre, aku senang kamu sudah kembali seperti Pierre yang ku kenal. Aku juga bangga dengan keberhasilanmu dalam misi di Malaysia. Oleh karena itu, dengan ini aku resmi menjadikanmu sebagai ajudanku," ucapnya lantas membuat Pierre tersenyum puas.

Entahlah, meskipun ini bukan tubuhnya, tetapi ia juga merasa bangga karena telah mendapatkan jabatan itu dengan kerja kerasnya sendiri meskipun nyatanya dengan penuh keterpaksaan.

***

Menjadi ajudan mendadak menjadi kebanggaan tersendiri dihati Arya, ia mulai menjalankan perannya sebagai Pierre dengan sangat baik. Bahkan, sesuai mimpi yang ia dapat lagi kemarin malam, hari ini ia akan pergi ke rumah Rukmini di Medan sekaligus menemani Jendral Nasution yang akan dinas ke sana.

"Em, Jendral, apakah nanti saya boleh izin pergi sebentar?" tanya Pierre dengan hati-hati.

"Kau akan menemui kekasihmu?" tebak Jendral Nasution langsung membuat Pierre mengangguk antusias.

"Haha, baiklah anak muda. Aku mengizinkanmu."

Mendengar izin yang keluar dari mulut Jendral Nasution tersebut, Pierre langsung tersenyum dengan lebarnya. Ia kemudian langsung keluar dari ruangan dan pergi berbelanja oleh-oleh yang akan ia bawa menuju rumah sang kekasih.

Siang harinya, setelah menempuh perjalanan sekitar 18 menitan, ia akhirnya tiba dipekarangan rumah mewah khas Sumatra Utara. Mengeluarkan barang-barang dari Jeep, lalu berjalan menuju pintu utama.

tok tok tok

Pierre mengetok pintu dengan senyuman yang lebar. Entahlah, padahal nyatanya ia bukanlah Pierre asli, melainkan Arya yang tak pernah tertarik dengan cinta. Namun, kali ini ia seolah dirasuki Pierre asli yang tengah bersemangat menemui sang kekasih. Mungkin ini kekuatan cinta, tetap murni walaupun takdir memisahkannya sementara.

"Lho? Mas Pierre?" ujar Rukmini terkejut saat membuka pintu.

"Surprise!" seru Pierre membuka tangannya meminta untuk dipeluk.

"Hah?" beo Rukmini sukses membuatnya tersadar akan bahasa yang ia gunakan.

"Maksudku, kejutan!!" ujarnya kemudian langsung membuat Rukmini tersenyum lebar dan berhambur ke pelukannya.

Dua sepasang kekasih yang seolah tak akan terpisahkan itu terus berpelukan, menyalurkan rindu yang lama tertahan dalam hati, hingga akhirnya menghadirkan temu yang mengharukan.

"Ekhem," dehem seorang membuyarkan pelukan mereka. Dilihatnya, seorang pria paruh baya tengah berdiri menatap mereka dari arah belakang.

"Eh, paman, selamat siang. Apa kabar?" sapa Pierre dengan ramah sembari mencium punggung tangannya dengan sopan.

"Alhamdulillah, baik. Bagaimana denganmu?" tanyanya tersenyum ramah.

"Alhamdulillah saya juga baik, Paman."

"Syukurlah, kalau begitu ayo masuk. Masak tamu cuma berdiri di depan pintu," canda sang Ayah Rukmini, Raden Chamim Rijo Siswopranoto, yang langsung mengajak Pierre duduk di ruang tamu.

Mereka berdua berbincang-bincang bersama menanyakan kabar, dan hal-hal yang Pierre alami selama di Markas. Hingga pembicaraan itu terhenti kala Rukmini datang membawa dua cangkir kopi untuk mereka.

"Monggo diminum Mas, Pak," ujarnya mempersilakan.

Pierre terdiam dengan sedikit gelisah, hal itu lantas membuat Raden Chamim menatapnya dengan bingung.

"Apa ada yang ingin kamu sampaikan, Nak Pierre?" tanyanya langsung membuat Pierre tersentak kaget.

"Em, sebenarnya, iya," ujarnya berusaha untuk menenangkan diri. Ia bukanlah Pierre asli yang pemberani dan tegas, tentu saja ia merasa gugup karena pertama kali mengalami hal ini.

Ia menghela napasnya, menatap dua orang di hadapannya bergantian, lalu menyampaikan maksud kedatangannya yang sedari tadi membuatnya gelisah.

"Sebenarnya kedatangan saya kemari, karena saya ingin membicarakan tentang rencana pernikahan saya dengan Rukmini. Dan saya ingin melangsungkan pernikahan ini pada bulan November nanti," jelasnya menatap keduanya dengan cemas.

"Kamu sudah yakin dengan keputusan kamu? Karena bagaimana pun juga, pernikahan bukanlah hal yang bisa digunakan untuk bercanda. Ketika kamu memilih untuk menikah, maka pernikahan itu harus benar-benar menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidupmu," ujar Raden Chamim menatap kekasih putrinya dengan serius.

"Saya sudah sangat yakin, Paman," tegas Pierre penuh keyakinan membuat keduanya tersenyum.

"Baiklah, aku senang mendengarnya. Karena Rukmini adalah putriku, aku sungguh tidak ingin ia terluka karena seseorang. Jadi, saat kamu memutuskan untuk meminangnya, tolong jadikan ia satu-satunya wanita yang kau cintai dalam hidupmu," jelasnya tersenyum menatap sang Putri yang kini tengah berkaca-kaca.

"Saya berjanji, bahwa Rukmini akan menjadi cinta pertama dan terakhir dalam hidup saya, dan akan menjadi satu-satunya wanita yang menempati hati saya sampai saya tiada nanti. Dan tanggal 31 Juli 1965 ini, biarlah menjadi saksi bisu atas janji yang saya ucapkan kini," ujarnya dengan tegas lalu tersenyum menatap Rukmini yang tengah tersenyum dengan air mata yang perlahan mengalir.

to be continue~

Continue Reading

You'll Also Like

93.1K 7.6K 19
#1 dalam sultan (29/04/2019) #2 dalam fiksi sejarah (26/02/2019) #2 dalam kerajaan (26/04/2019) Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) perjanjian feno...
366K 10.9K 31
(COMPLETED) You are a mortal girl with a mortal life you're nothing special, at least you think so. Being able to do something other humans can't, yo...
248K 16.1K 142
The Divine woman Draupadi was born as the eternal consort of Panadavas. But we always fail to treasure things which we get easily. Same happened with...