EPHEMERAL [M]

By cleonoona

786 34 6

Apa yang salah dari cinta semacam ini? Bahkan seluruh dunia menyudutkan dan menuding kita berdua, seolah kau... More

Prolog
Sorrow
He Came
Start From Here (⚠️18+)
Half Boiling (⚠️18+)
Deal With It

Beginning

92 5 1
By cleonoona

Please, jangan jadi silent readers!
Tinggalin jejak vote dan komen

Apresiasi kecil buat author biar makin cepet update <3

Jangan lupa follow!
  
  
  

  
  
  
     Sejak satu jam yang lalu, Aera hanya bermalas-malasan di atas tempat tidur tanpa mau beranjak sedikitpun. Bahkan rasa haus di kerongkongannya sama sekali tidak bisa mengalahkan rasa malasnya untuk bangun. Ia tidak ingat sudah berapa jam dirinya tertidur dengan posisi aneh seperti ini. Kepala tetap menempel di ranjang sementara kedua kakinya terangkat dan menempel di dinding. Hingga dirasa-rasa saat ia menurunkan kakinya, kepalanya sedikit berdenyut lantaran aliran darahnya menjadi tidak lancar.

Tok tok tok!

     Aera melirik ke arah pintu. Itu pasti maid yang akan menyuruhnya turun karena Aera sudah melewatkan jam makan malamnya. Sejak kepulangannya tadi sore, Aera langsung masuk ke dalam kamar dan tidak melakukan apapun. Berbicara sebentar dengan Kim Seokjin memang lumayan menguras tenaga.

"Noona, buka pintunya."

     Salah. Itu suara bariton milik adik tirinya. Aera bangun dari ranjang dan membuka pintu berbahan kayu mahoni itu secara perlahan. Satu tubuh berkaos putih tanpa lengan dengan celana hitam selutut tampak berdiri tenang di hadapannya, menatapnya tanpa ekspresi. Rambutnya acak-acakan dan wajahnya bersih seperti bayi baru bangun tidur. Aroma gourmand menyeruak dari tubuhnya— lembut namun sedikit tajam. Ini pasti YSL Black Opium.
     Sedetik kemudian, pandangan Aera turun ke bawah di mana tangan kanan Luca terlihat menggenggam segelas susu, masih hangat.

"Kau membuatkan susu untukku?"
"Bukan aku, tapi maid. Mereka bilang kau sudah mengendap di dalam kamar sejak kepulanganmu sore tadi dan kau melewatkan makan malammu," Luca menyodorkan gelas berisi susu tersebut ke tangan Aera. "Minumlah dan segera bergabung ke meja makan. Yoongi sudah menunggu."
"Terima kasih."

     Aera pikir Luca akan langsung pergi namun ternyata anggapannya salah. Pria itu masih berdiri santai dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana. Menatapnya tanpa sepatah kata.
     "Noona cantik sekali kalau habis bangun tidur."

UHUK!
Aera hampir saja tersedak susu.

Luca terkekeh. "Kau gugup kusebut cantik?"
"Untuk apa, aku sudah sangat kenyang mendengar kalimat semacam itu dari mulut pria manapun selama hidup hampir 27 tahun."
"Oh ya?" lagi-lagi Luca tertawa. "Tapi aku jujur kok."
"Jujur apanya?"
"Ya jujur, kalau noona itu cantik. Cantik sekali. Dan juga seksi, impian semua pria bukan?"
"Perhatikan mulutmu," ujar Aera sambil menghabiskan tegukan terakhir susunya.
"Bahkan kekasihmu itu terlihat sangat ketakutan jika kau jatuh ke pelukan pria lain."

     Aera menatap Luca malas. Mungkin setelah ini pria itu akan sedikit penasaran dan melontarkan beberapa pertanyaan tentang Kim Seokjin. Aera berjalan mendekat ke arah tubuh Luca, sedikit berjinjit untuk membisikkan sesuatu.
     "Kau juga pria nakal. Berani-beraninya membawa kakak tirinya yang sedang mabuk ke dalam kamar bar."
     Seketika, Luca langsung mengerutkan alisnya tidak terima. Sejak kejadian malam kemarin, Luca memang belum memberikan penjelasan apapun kepada Aera mengenai alasannya membawa wanita itu ke kamar bar.

"Noona, aku membawamu ke kamar bar bukan untuk kutiduri. Jangan salah paham."
Aera tersenyum tipis, mengejek. "Oh ya? Tapi kalau kau tidur denganku juga tidak akan menolak kan?"
"Hei, pertanyaan macam apa itu. Bisa-bisanya kau meracuni otak adik tirimu yang belum genap 2 hari menginjakkan kakinya di Korea Selatan."
Tawa Aera meledak. "Hei— apa kalimatmu itu tidak berbanding terbalik? Setelah bagaimana kemarin malam kau hampir melucuti pakaianku?"

     Pipi Luca sedikit panas. Oh Tuhan, bahkan sekarang ia sendiri justru tertelan oleh candaan Kim Aera. Lantas Luca memajukan tubuhnya, membuat kedua tubuh itu hampir menempel— tidak mau kalah.

"Tapi kau juga suka kan? Kusentuh seperti itu?"
Aera mendongak. "Seperti apa?"
"Seperti ini? Begini?" tanya Luca dengan jemari yang mulai menyusuri pinggang kakak tirinya— diremas pelan.

     Aera menangkap pergelangan tangan Luca, menjauhkan tangan itu dari pinggangnya sambil terus memberikan tatapan penuh ejekan.

"Masih kurang pandai, aku yakin pengalaman bercintamu di Italia hanya 30%."
Luca tertawa skeptis. "Kau meragukanku?"
"Itu pendapatku."
"Jika saja kau bukan kakakku, sudah kuseret kau ke dalam kamar dan kuhabisi hanya dalam waktu satu malam. Kupastikan kau akan mendesah sekeras mungkin menyebut namaku dan memohon untuk tidak berhenti."
Aera benar-benar merasa terhibur dengan dirty talk ini. "Kau akan menyeretku? Lucu sekali."
"Tidak percaya? Mau mencoba?" Luca tersenyum menyeringai.
"Tidak, terima kasih."

     Aera berjalan melewati Luca dengan tawa yang masih tersisa di bibirnya. Membuat Luca juga ikut tertawa.
     "Davvero non sei curioso?" (Kau benar-benar tidak penasaran?). Luca berbicara dalam bahasa Italia sambil terus tertawa hingga matanya menyipit seperti bulan sabit— menikmati lelucon kotor mereka. Lantas ia segera menyusul Aera untuk bergabung di meja makan.

     "Kenapa melewatkan makan malammu? Bahkan Jessica sudah makan dua kali sore ini."
     Aera merotasikan bola matanya ketika disambut kalimat sanksi dari mulut Yoongi. Tidak bisakah kakaknya itu berhenti menyamakan dirinya dengan Jessica? Kera betina gemuk yang menyebalkan itu.

"Aku kelelahan dan tertidur."
"Kim Seokjin mencarimu, dua jam yang lalu ia datang."
Aera mengerutkan dahinya heran. "Untuk apa mencariku, bahkan ia sendiri yang mengantarku pulang sore tadi."

     Yoongi kembali acuh dan mulai menyantap makanannya. Kakaknya itu jarang terlalu ingin tahu urusan orang, termasuk urusan pribadi masing-masing anggota keluarga. Selama tidak terjadi hal buruk pada mereka, Yoongi tidak akan ikut campur. Min Yoongi benar-benar definisi batu yang sesungguhnya.

"Kau pulang jam berapa, Yoon?"
"Pagi."
Seperti biasa, pria itu selalu berbicara singkat dan hemat. Pertanyaannya jam, bukan kapan.
"Mendapatkan sesuatu?"
"Belum."
"Lalu?" tanya Aera sedikit menuntut.
"Bersabarlah, Taehyung akan berusaha lebih maksimal lagi."

     Aera membasahi kerongkongannya dengan air putih sambil mengangguk pelan. Ia tahu persis jika Min Yoongi sudah berbicara segamblang itu, tidak ada celah lagi bagi masalah yang sedang dihadapi untuk tidak selesai— apapun masalahnya akan diselesaikan— dengan baik dan teliti. Sekali lagi, Min Yoongi bukan orang yang ceroboh atau grasah-grusuh.
     "Apa kau dan Kim Seokjin akan menikah bulan depan?"

UHUK!

     Nasi yang semula hendak luruh ke dalam kerongkongan mendadak tersentak dan satu butir berhasil keluar lewat hidung. Aera meringis perih. Sialan, sakit sekali. Wanita itu memencet hidungnya beberapa kali.

"A-air... air, Yoon."

     Yoongi mengisi penuh gelas milik Aera dengan air putih lalu menggesernya ke hadapan pemiliknya. Langsung, diteguk dengan terburu-buru. Tanpa basa-basi. Aera meminum air seperti orang kesetanan. Luca yang menyaksikan hal itu pun merasa terheran-heran dengan respon Aera. Pria itu mendadak jadi penasaran, separah apa pertengkaran Aera dan Seokjin hingga dirasa-rasa seperti tidak bisa diselamatkan lagi.
     Sementara di sisi lain, jantung Aera justru berdetak sangat kencang ketika mendapati Yoongi tengah menatapnya dengan tajam, seolah meminta penjelasan atas responnya tentang pertanyaan pernikahan.

"Kalian berselisih?" tembak Yoongi tanpa ancang-ancang.
"Siapa?"
"Tentu saja jelas siapa yang sedang kutanyakan di sini."
"Aku dan Seokjin— kami... baik-baik saja. Hanya sedikit renggang karena jarang bertemu dan sama-sama sibuk. Bukankah itu wajar antara dua orang yang memiliki hubungan?"

     Yoongi menatap Aera sedikit menukik namun tidak setajam tadi. Bibir kecilnya bergerak-gerak mengunyah angin. Sangat mengintimidasi. Ia tahu persis bagaimana Aera akan ketakutan dan merasa waspada jika dirinya sedang memasang wajah marah.

"Kau tidak bermasalah dengan keluarganya kan?"
Aera menunjukkan raut wajah yang apatis. "Aku? Bermasalah dengan keluarga orang lain? Apa kau sedang melucu?"
"Aku hanya memastikan, kuharap kalian berdua tidak membuat kekacauan."

     Yoongi kembali menatap piringnya dan tidak lagi berusaha meneruskan pembicaraan mereka. Diam-diam, Aera menghela napas lega. Setidaknya Yoongi percaya padanya. Ia tidak bisa membiarkan Yoongi mengetahui kebusukan paman kekasihnya, untuk saat ini. Hanya sampai Kim Seokjin berhasil mengembalikan keadaan seperti sedia kala.
     Di tengah heningnya suasana makan malam yang hanya terisi oleh dentingan sendok dan piring, tiba-tiba ponsel Yoongi berdering. Suaranya menguasai ruang makan super luas itu, pun seketika membuat fokus mereka terpecah. Lantas Luca dan Aera sama-sama menatap ke arah Yoongi yang sedang merogoh saku celananya untuk mengeluarkan benda berisik itu.

"Hallo, Detektif Kim?"
"Sekarang?"
"Tentu, datang saja kemari."

     Yoongi terus berbicara lewat telepon sambil sesekali melirik Aera yang wajahnya sudah dipenuhi rasa ingin tahu. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Wanita itu langsung menerka sepertinya Taehyung akan membawa kabar baik untuk mereka.

"Detektif Kim?" Aera bertanya setelah Yoongi memutuskan sambungan telepon.
"Ya."
"Ada apa? Apa dia mendapatkan sesuatu?"
Yoongi mengangguk. "Kurasa begitu, dia sedang menuju ke sini sekarang."

     Aera bernapas lega. Seperti menang casino, rasa senangnya berkali-kali lipat bukan main hingga dirasa-rasa kerongkongannya menjadi lebih lancar menelan makan malamnya.
     "Noona senang?"
     Yoongi mengangkat wajahnya dan menatap Luca yang tiba-tiba saja bertanya. Membuat Aera si pihak yang diberi pertanyaan pun ikut menoleh.

"Tentu saja, kau tidak?"
Luca mengangkat kedua bahunya acuh. "Biasa saja."
"Ya itu kau, aku berbeda," Aera membalas tak kalah acuh.
"Menemukan bukti baru saat melakukan penyelidikan, bukankah itu hal yang sangat umum?"
"Iya, tapi tidak untuk ayahmu. Seharusnya kau sadar siapa ayahmu."
Luca menjawab tanpa menatap Aera. "Aku tahu, ayahku orang hebat dan terkenal di sini."
"Nah, itu kau tahu. Jadi jangan heran jika proses investigasinya akan sangat panjang dan lama. Menyelidiki pembunuhan orang sekelas ayah tidak semudah itu. Jadi aku akan sangat senang dan menghargai jika mereka berhasil menemukan bukti baru, sekecil apapun persentasenya."

     Yoongi meletakkan sendoknya dan menatap kedua saudaranya secara bergantian. Ia sadar bahwa mereka akan terus seperti itu jika tidak dilerai. Yang satu ada kubu si paling ayah, dan yang satunya lagi ada kubu si paling tidak peduli ayah. Sementara Yoongi sendiri di sini tetap bersikap netral, hanya menjalankan tanggung jawabnya sebagai anak yang berbakti— meski pada kenyataannya ia satu suara dengan Luca.
     "Bisakah kita hentikan ini?" ultimatum Yoongi mengudara.
     Aera kembali mengunyah dan berusaha mengabaikan rasa kesalnya yang mulai menumpuk. Luca itu terkadang manis, namun terkadang juga menyebalkan. Ia adalah tipe manusia yang mengutamakan kejujuran meski akan berakhir menyakitkan. Mulutnya yang terlalu gamblang suka berbicara seadanya, seenaknya, setajam mata pisau.

"Tuan," panggil maid dari belakang punggung Yoongi. "Ada Tuan Taehyung di depan."
"Suruh dia duduk."

     Yoongi meneguk segelas air putih lalu mengusap bibirnya dengan tisu sebelum bergerak menuju ruang tamu untuk menemui Taehyung. Tentunya juga diikuti oleh kedua adiknya.
     "Kau membawa kabar baik, Detektif?"
     Yoongi bertanya tanpa basa-basi sambil mendaratkan pantatnya di salah satu sofa tunggal. Mereka saling berhadapan. Lantas Taehyung pun sama tanpa basa-basinya langsung mengeluarkan bungkusan plastik berisi sesuatu. Seperti kain.

"Aku menemukan ini tersangkut di jendela kecil kamar mandi apartemen Tuan Arthur. Ah, tidak. Mungkin kita sebut itu ventilasi karena ukurannya hanya 80 cm x 50 cm. Kau tahu kan, ventilasi mana yang kumaksud? Itu satu-satunya ventilasi kamar mandi Tuan Arthur yang muat untuk seseorang masuk," jelas Taehyung panjang lebar.
"Maksudmu pembunuhnya masuk lewat ventilasi itu?"
"Ya, siapapun pasti akan langsung menebak seperti itu."
"Tapi, tunggu— bukankah sewaktu diperiksa, ventilasi itu baik-baik saja? Bahkan tidak ada goresan atau lecet sedikit pun?"
"Sudah kubilang... ini pembunuh berpengalaman kurang lebih 10 tahun."

     Aera mengeratkan kedua jemarinya sambil terus menyimak penjelasan Taehyung yang semakin lama semakin membuat kepalanya ingin segera mengolah semuanya.

"Seperti biasa, kita tidak memiliki sidik jari di sana," ucap Taehyung menatap kain itu dengan sedikit putus asa. "Haaah, tapi setidaknya kau akan membantu kami ke depannya bukan?" laki laki itu bermonolog seolah tengah mengajak si potongan kain dalam kantong plastik untuk bekerja sama.
"Lalu, selanjutnya bagaimana, Detektif Kim?"
"Tentu saja, kami akan langsung mulai menyisir satu-persatu toko pakaian sekitaran pusat Kota West Phynestone. Ini jenis kain middle class, tidak terlalu sulit mencarinya."

     Kalimat terakhir Taehyung seolah seperti guyuran air segar dari pegunungan yang berhasil menghilangkan segala pening di ubun-ubun. Aera tersenyum kecil.

"Detektif, bisakah aku mengambil foto kain itu? Aku akan mencarinya lewat internet," pinta Aera.
"Tentu, Nona. Terima kasih jika kau bersedia membantu kami."
"Tidak masalah, ini kasus ayahku."

     Aera meminjam ponsel Yoongi untuk mengambil gambar potongan kain berwarna cokelat gelap itu. Ia adalah seseorang yang setiap harinya berkutat dengan banyak macam kain, maka mencari kain ini sepertinya tidak sulit.
     Taehyung menyeruput kopi yang baru saja mendarat di atas meja. Asap panas dari kopi tersebut tidak sengaja membuat kacamata bening yang bertengger di matanya menjadi berembun.
     "Ah sial, mata minus memang sangat menyiksa," keluh pria itu seraya melepas kacamatanya.

"Kau sudah melakukan pekerjaan seperti ini berapa lama, Detektif?" tiba-tiba Luca bertanya.
"7 tahun mungkin."
Luca mengangguk ringan. "Berapa banyak kasus menjengkelkan yang berhasil kau takhlukan?"
"Entahlah, mungkin... 5."
"Kau benar-benar tajam."

     Kim Taehyung mengangkat sebelah alisnya. Apakah anak angkat bungsu Tuan Arthur ini sedang memujinya?

"Apanya yang tajam? Kepalaku?"
"Semuanya. Kau sangat tajam."
Taehyung tersenyum. "Terima kasih, Tuan Luca. Aku cukup tersanjung dengan pujianmu."

     Sejak tadi, Yoongi terus memegang potong kain kecil itu sambil diraba-raba dan ditatap dengan seksama. Matanya yang kecil bergerak ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu.

"Kain bertekstur seperti ini... bagaimana bisa tidak meninggalkan sidik jari," gumam Yoongi penasaran.
Taehyung menyahut tenang. "Pembunuh senior memang seperti itu."

     Aera mengerutkan dahinya bingung. Kata-kata Taehyung sedikit rancu ketika berusaha masuk ke dalam otaknya.

"Sepertinya kau hafal sekali, Detektif Kim. Kau pernah membunuh seseorang ya?" tembak Aera dengan cepat sambil tersenyum mengintimidasi.
"Iya."

     Kini ada dua pasang mata manusia yang membelalak kaget, lebih tepatnya Luca dan Aera. Mendengar kalimat 'iya' yang meluncur dengan begitu mudahnya dari mulut Taehyung, membuat dua kakak beradik itu semakin mengerutkan dahi masing-masing. Namun tidak dengan Yoongi, karena ia sudah mengenal Taehyung cukup lama.

"A-apa? Dengan gampangnya kau mengiyakan pertanyaanku, Detektif?"
"Memang itu kenyataannya, Nona. Aku berpengalaman sangat baik dan berhasil naik pangkat dengan cepat dalam duniaku karena aku— pernah membunuh. Aku mantan pembunuh, Nona..."

     Luca memasrahkan punggungnya pada sofa sambil tetap meletakkan fokus matanya pada sosok tenang dan misterius di hadapannya itu. Jika di dalam film, Taehyung pasti sudah menjadi oknum yang dicurigai sekalipun perannya adalah seorang detektif. Dalam kasus pembunuhan, siapa saja bisa menjadi tersangka.

"Baik... sejak tadi kami berbicara dengan seorang pembunuh ya," gurau Aera.
Taehyung terkekeh. "Tenang saja, aku bukan orang jahat untuk kalian."

     Melihat Yoongi yang sama sekali tidak terkejut, tentu Aera mengerti bahwa Yoongi sudah lebih tahu seluk beluk seorang Kim Taehyung. Jelas saja, Yoongi itu pria yang teliti. Sebelum ia memutuskan untuk menggunakan Taehyung, kakaknya itu pasti sudah terlebih dahulu memeriksa dengan detail latar belakang dan segala tetek bengek dari orang tersebut.

"Maaf sebelumnya, boleh aku minta tambahan gula? Ini terlalu kental dan pahit."
Aera meraih cangkir Taehyung. "Kemarikan cangkirmu, Detektif. Biar kuambilkan."

     Wanita itu berjalan menuju dapur lalu membubuhkan dua sendok teh gula pasir ke dalam kopi milik Taehyung.

"Padahal menurutku, kopi seperti ini sangat cocok untuk lidah orang-orang seperti Taehyung yang sudah sering menghadapi hal keras dan tidak menyenangkan," Aera bermonolog sambil mengaduk pelan kopi di depannya.
"Tidak semua pria yang hidupnya keras menyukai sesuatu yang pahit, Noona."

     Spontan Aera melepaskan sendok yang tengah ia genggam dan menolah ke belakang. Adik tirinya itu terlihat asyik menjelajah isi kulkas tanpa sedikit pun peduli pada keadaan sekitar.

"Kau mengejutkanku."
Luca mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Maaf."
"Mencari apa?"
"Soda. Atau, bir?" ucap Luca.
Apa itu pertanyaan?
"Kalau mencari minuman, bukan di kulkas yang ini. Tapi di sana..." ucap Aera sambil menunjuk sebuah lemari pendingin berukuran lebih kecil yang berdiri kokoh di samping tempat microwave.
"Ah, beda ya?"
"Yoongi tidak suka jika kulkas makanan jadi beraroma bir."

     Luca membuka kulkas khusus minuman dan di sanalah ia seperti melihat surga yang terang benderang. Banyak sekali minuman lezat dari berbagai merk terkenal. Mulai dari yang rendah alkohol hingga 70% alkohol. Semenakjubkan ini rumah Yoongi sampai ia memikirkan lemari pendingin khusus minuman-minumannya. Bahkan di Italia sana, di rumahnya sendiri, Luca tidak pernah sedikitpun berpikir untuk memiliki dua kulkas sebagai media pemisah antara makanan dan botol-botol mahalnya.

"Fantastis."
"Apa?"
Luca menoleh ke arah Aera. "Oh, tidak."
"Kau bicara sesuatu?"

     Luca menyeringai tipis. Sedikit menggoda kakaknya sepertinya tidak buruk. Kim Aera itu menyenangkan. Ia selalu punya daya tarik yang beda ketika berbicara, apalagi saat saling menggoda. Melakukan dirty talk bersama Aera rasanya seperti candu yang ingin terus diulang-ulang. Kalian paham?

"Aku tadi bilang, noona seksi."
Aera menoleh, mengerutkan dahinya, barangkali ia salah dengar. "Apa? Coba ulangi."
"Aku tadi hanya bilang bahwa noona sangat seksi ketika sedang mengaduk kopi. Apalagi posisimu yang membelakangiku."
"Kau—"

     Luca berjalan mendekat, membuat Aera tanpa sadar menghentikan bicaranya. Seperti terhipnotis, wanita itu tidak berusaha untuk menghindar atau sekadar bergerak mundur.

"Piyamamu ini, meski sama sekali tidak seksi, tapi memiliki kesan lain bagiku, Noona..." Luca menyentuh lengan Aera pelan. "Ini bahannya tipis ya? Sepertinya mudah untuk dirobek."

     Hell no. Aera menyingkirkan tangan Luca dari lengannya lalu berkacak pinggang. Berusaha memasang wajah segarang mungkin agar setidaknya nyali Luca menciut. Hanya sedikit ingin bercanda agar pembicaraan mereka tidak menunju ke arah sesuatu yang rancu dan serius.

"Mesum sekali ya adik tiriku ini, hm?"
Luca tertawa lembut. "Jangan terlalu menekankan kata 'adik' dan lagipula kita tidak ada bedanya."
"Tidak ada bedanya? Jelas-jelas malam itu kau yang hampir menelanjangiku. Kau semesum itu."
Luca tertawa sedikit keras. "Jika saja malam itu ada kamera yang menyala di dalam ruangan, kau pasti akan terkejut melihat tingkahmu sendiri, Noona. Bahkan kau bersusah payah ingin melepas kancing celanaku, asal kau tahu."

     Aera menurunkan tangannya dari pinggang, sedikit terkejut akan pernyataan Luca. Benarkah ia semengerikan itu?

"Kau berbohong."
"Aku tidak berbohong, Noona. Mau kuingatkan bagaimana caramu melepas kancing celanaku malam itu?"

     Luca bergerak semakin mendekat dan memangkas jarak di antara tubuh mereka. Aera masih mematung, tidak memberikan penolakan atau apapun itu. Pikirannya masih melayang-layang, benarkah malam kemarin ia hampir memperkosa adik tirinya sendiri? Oh my god, jika memang itu kebenarannya, maka ia juga takut pada dirinya sendiri.

"Begini caranya, Noona..."
  
  
  
Vote jangan lupa!
Jangan jadi silent readers

Continue Reading

You'll Also Like

491K 49.3K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
134K 10.4K 88
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
50.7K 448 5
well, y'know? gue fetish sama pipis dan gue lesbian, eh gue sekarang sepertinya bi, kontol dan memek ternyata NYUMS NYUMS Apa ya rasanya Mommy? juju...
61.1K 4.5K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.