HER LIFE - END (OTW TERBIT)

By ay_ayinnn

4.9M 264K 16.9K

Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarg... More

Baca dulu beb
PROLOG
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
PART 14
PART 15
PART 16
PART 17
PART 18
PART 19
PART 20
PART 21
PART 22
PART 23
PART 25
PART 26
PART 27
PART 28
PART 29
PART 30
PART 31
PART 32
PART 33
PART 34
PART 35
PART 36
PART 37
PART 38
PART 39
PART 40
PART 41
PART 42
PART 43
PART 44
PART 45
PART 46
PART 47
PART 48
PART 49
PART 50
PART 51
PART 52
PART 53
PART 54
PART 55
PART 56
JUST FOR FUN BEB!
PART 57 (END)

PART 24

92.6K 4.7K 119
By ay_ayinnn

"Saya bisa aja kasih kamu kesempatan untuk memperbaiki hubungan ini. Tapi dengan Vanya? Saya rasa dia trauma bertemu denganmu."

Ucapan Ayumi benar, Gavin juga merasakan hal itu. Sekarang cara yang dia punya hanya satu, memaksa. Se-trauma apapun Vanya, mereka berdua harus punya waktu untuk berbicara.

"Nanti sore boleh saya bawa Vanya jalan-jalan?" Izin Gavin.

"Kamu yakin Vanya mau jalan-jalan sama kamu? Ngelihat mukamu tadi aja bikin Vanya takut."

"Yakin, bisa tidak bisa saya harus berkomunikasi dengan Vanya."

Ayumi mengangguk. Setelah dipikir-pikir, Gavin ada benarnya juga. Semua masalah tidak akan selesai kalau tidak dibicarakan dengan baik.

"Saya mengizinkan kamu bertemu dengan Vanya tapi nggak hari ini. Saya rasa dia belum siap ketemu sama kamu."

Ya, Gavin mengerti. Gimanapun dia udah bikin Vanya hancur. Wajar aja kalau Vanya trauma sama dia.

"Kalau Elen?" Lirih Gavin tak berani memandang mata Ayumi. "Boleh saya bertemu dengannya?"

Helaan nafas berat Ayumi dapat Gavin dengar, "Sebentar," dia kembali masuk ke dalam.

Tujuannya guna memanggil Elen. Dia merasa Elen harus bertemu dengan ayah kandungnya karena selama ini anak itu menginginkannya bukan?

Tapi, Dimana dia?

"Elen?" Di depan tv hanya ada Vanya yang masih dengan posisinya sejak tadi. Kasian melihatnya seperti ini.

"Van, kamu lihat dimana Elen?" Tanya Ayumi tak mendapag jawaban apapun dari Vanya.

Rambutnya sudah sangat berantakan. Bajunya, wajahnya, semua yang ada di diri Vanya benar-benar membuat orang yang melihatnya akan menghela nafas.

Ayumi memilih untuk kembali ke depan. Tak lupa ia bawa gombal atau yang biasa di sebut lap untuk kaki Gavin yang kotor terkena tanah.

"Ini," Ayumi menyodorkan lap tersebut.

Kening Gavin berkerut, lap?

"Bersihkan kakimu itu. Saya tidak punya tissue. Pakai seadanya saja," Gavin mengangguk. Dia pun menerima lap itu lalu membersihkan kakinya. Lumayan, setidaknya tanah basah yang menempel di kaki sudah hilang.

Setelah beres, Ayumi mengambil kembali lap tersebut. Ia taruh di dekat pintu lalu kembali mendekat ke arah Gavin.

"Elen kayaknya main," Celetuk Ayumi.

"Gimana?" Ulang Gavin tak mendengar jelas ucapan Ayumi.

"Elen gak ada di dalam. Dia kayaknya ke rumah El."

"El?" Sebentar, Gavin kayak gak asing sama nama ini.

"El itu anaknya Luna. Rumahnya deket lapangan sana. Mereka selalu main bareng dari dulu walaupun kadang Luna suka kasar sama Elen."

Gavin ingat sekarang. El adalah anak kecil yang kemarin ia temui di sekitar sini. Iya, anak kecil yang tengil dan tangannya mini itu.

"Kalau saya susul Elen boleh?" Tanya Gavin meminta izin.

"Susul aja. Jangan bikin dia nangis."

"Siap, kalau gitu saya pamit ya, Bu."

Gavin menundukkan badan sebagai tanda perpisahan. Ayumi sedikit tersenyum melihat etika Gavin kepadanya.

•••••

"Kamu lagi, kamu lagi. El gak ada di rumah! Sana pulang!" Usir Luna menatap sengit Elen.

"T-tapi, aku ma-mau ce-rita-ce-rita sa-sama k-kak El," Ucap Elen.

"Heh bocah! Asal kamu tahu ya, sekarang El sakit gara-gara kemarin main hujan di rumah kamu!"

"K-ki-kita g-gak ma-main hu-jan. K-KAK!! E-ELEN DA-DATENG!" Teriaknya memanggil El berharap laki-laki itu keluar.

"CK! Nggak diajarin sopan santun ya kamu?! Bisa-bisanya teriak di depan rumah orang!"

"A-aku ma-mau ma-main sa-sama ka-kak El."

"EL-NYA SAKIT. NGERTI BAHASA MANUSIA GAK SIH?! MINIMAL KALAU NGGAK BISA NGOMONG, TELINGANYA JANGAN BUDEK!"

Mata sembab Elen menatap Luna dengan tatapan benci. Kenapa ya ibunya El gak pernah bisa bicara lembut kepadanya? Padahal Elen selalu lembut kalau bicara ke Tante Luna.

"Tan-tante, se-sekali a-aja i-izinin k-kak E-el ma-main sa-sama aku." Elen menyatukan tangannya berharap Luna mau memanggilkan El untuknya.

"APAAN SIH?! KAMU MAU BIKIN EL MAKIN SAKIT?! DASAR EGOIS!!" Bentak Luna, "SANA PERGI!"

Usir-nya sambil mendorong bahu Elen. Elen yang tak siap pun terdorong ke belakang. Untung saja tidak jatuh. Ada tangan yang mendekapnya dari belakang.

"Anda jangan kasar sama anak kecil," Ucap orang itu menatap Luna penuh amarah.

"Kamu siapa ngatur-ngatur saya?!" Sahut Luna tak mau kalah.

"Bukan orang sini kan? Makannya gak tahu siapa anak cacat itu! Dia itu pembawa pengaruh buruk ke anak saya. Udah haram, bapaknya gak tahu siapa, cacat lagi. Emang karma bapak ibunya tuh!" Lanjutnya sewot.

Belum sempat mendengar jawaban Gavin, Luna kembali masuk ke dalam rumah sambil membanting pintu. Berhadapan dengan Elen itu menguras emosi banget.

"Hiks, hiks," Tangis Elen.

Merasa orang yang Gavin dekap sedang menangis, dia menunduk. Gavin mensejajarkan tubuhnya kepada Elen.

"Hai?" Panggilnya dengan kedua telapak tangan memegang wajah Elen dimasing-masing sisi. Ibu jarinya mengusap air mata yang harusnya tidak boleh Elen dijatuhkan.

"Anak cantik nggak boleh nangis."

•••••

Kini, Gavin dan Elen sedang berada ditepi danau tak jauh dari perkampungan. Air yang separuh keruh itu membuat Gavin merinding seram. Berbeda dengan Elen, gadis kecil itu asik menikmati udara yang segar ini. Juga dengan tenangnya air danau.

Sayangnya, tiba-tiba pikiran Elen bertanya soal orang yang berada disebelahnya saat ini. Dia lupa kalau sedang bersama orang asing.

"O-om si-siapa?" Tanya Elen. Dia berusaha membuka topik sebab merasa orang yang berada di sebelahnya ini gugup.

Mendengar kalimat pertama yang Elen sampaikan kepadanya membuat hati Gavin ngilu. Ini putrinya kah? Putri yang dia suruh gugurkan kala itu?

Akhirnya, setelah bertahun-tahun Gavin bisa mendengar suara indah Elen. Kayak tahun-tahun kemarin sadar aja kalau dah punya anak. Walaupun awalnya Gavin cukup kaget dengan wicara Elen, dia sadar semua ini terjadi juga karenanya.

Tanpa persetujuan Elen, Gavin memeluk erat tubuh ringkih gadis kecil itu dari samping. Lagi-lagi air mata Gavin keluar. Elen yang dipeluk pun hanya diam menerima pelukan itu.

"Katanya Elen cari-cari Papa terus?" Elen mengangguk di dada Gavin. "Sekarang Papa udah disini. Elen seneng gak?"

Hening.

Gadis kecil itu bergeming, "Pa-papa?" Tanyanya.

"Iya, Sayang."

"O-om, Pa-papa aku?" Tanya Elen memastikan. Dia masih tidak bisa percaya.

Gavin mengurai pelukannya. Ia pegang kedua bahu Elen dengan tatapan lekat menatap gadis kecil itu.

"Papa minta maaf karena udah jauh dari Elen selama beberapa tahun ini. Papa tahu, maaf Papa gak cukup buat Elen, iya kan? Gak apa, Elen boleh kok hukum Papa sesuka Elen. Asal Elen jangan tinggalin Papa."

Mata indah Elen yang sedikit sembab itu membalas tatapan Gavin. Tentu saja hatinya senang karena ternyata Papanya masih ada. Dan mungkin ini ikatan antara Ayah dan Anak, makannya Elen senang berada di dekat Gavin.

"Pa-papa ke-kemana se-selama i-ini? P-pa, me-me-mereka se-lalu ka-kata-katai aku. Me-mereka b-bi-bilang a-anak ka-kayak aku g-gak pa-pantas p-punya P-papa, ma-makan-nya Pa-papa pe-pergi ni-ningga-lin aku sa-sama Ma-mama."

Semua yang Elen pendam hampir ia keluarkan. Apalagi soal sosok Papa. Selama ini Elen menginginkannya.

Pegangan Gavin di pundak Elen mengendur. Ia mengangkat Elen agar duduk di atas pangkuannya. Selama kurang lebih lima tahun, baru ini Elen merasakan dipangku oleh cinta pertamanya.

"P-pa, ja-jangan pe-pergi la-lagi," Lirih Elen dapat Gavin dengar.

Tangan Gavin yang memeluk Elen dari belakang pun mengencang. Ia taruh kepalanya di atas kepala Elen tanpa diberi beban.

"Papa selama ini kerja, Sayang. Papa cari uang yang banyak buat kamu sama Mama. Papa janji, habis ini bakal terus ada sama kalian terus, di samping kalian."

"Be-beneran?" Gavin mengangguk mantap.

Elen mendongak menatap wajah Papanya. Sungguh dia masih tidak menyangka.

"Kenapa?" Tanya Gavin menatap Elen. Elen menggeleng lalu memposisikan kepala seperti semula.

"Be-berarti ha-habis i-ni aku bi-bisa ti-dur sa-sama Pa-papa? Ta-tadi m-ma-malam aku t-tidur sen-diri."

"Kayaknya kalau sekarang belum bisa. Mama kan masih marah sama Papa."

Sungguh, ini beneran Gavin membahasakan Vanya pakai embel-embel Mama? Bisa diledek habis-habisan kalau temen-temennya tahu.

"Pa-papa sa-sama Ma-mama la-gi ma-marahan ya? Ta-tadi Ma-mama ka-kayak g-gak mau k-ke-ketemu Pa-papa."

Gavin menimang Elen yang berada di pangkuannya ke kanan dan ke kiri. Bisa dilihat Elen sangat nyaman bersama Gavin.

"Hm... Kayaknya Mama marah karena Papa pulangnya telat," Ucap Gavin asal. Tidak mungkin dia bilang yang sebenarnya ke Elen.

"T-terus, Pa-papa t-ti-dur di-mana?"

"Papa ngontrak di deket rumah kamu. Oh ya, Papa laper. Kita beli makan mau gak?" Ajak Gavin, perutnya sudah super duper laper minta diisi.

"P-perut P-papa bu-bunyi," Kekeh Elen lalu beranjak dari pangkuan Papanya.

"Sayangnya Papa kok dengerin sih?" Sahut Gavin berdiri. Dia pun menggendong Elen dan pergi dari sana menuju ke tempat penjualan makanan. Padahal dia tak tahu dimana tempatnya.

Sepanjang perjalanan, Gavin dan Elen terus bercanda ria. Elen tertawa begitu puas. Gavin juga senang bukan main. Sampai pada akhirnya Gavin sadar mereka terus berjalan tanpa tujuan.

Padahal niat mau cari makan, eh malah jalan-jalan gak tahu sampai mana.







Bersambung.

Bruh ternyata susah nulis smbil uas😂

Semoga suka ya beb. Semua kritik buat part ini bakal aku terima tp gatau bakal di progres ngga.

390 vote bisa?

Aku mah gapernah boong, tiap udh sesuai target pasti lngsng up😍😋

5 11 23

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 399K 71
(Belum di revisi) Apa yang kalian pikirkan tentang Rumah sakit jiwa mungkin kalian pikir itu adalah tempat penampungan orang gila? Iya itu benar aku...
19.5K 1.4K 47
"Kata siapa dia pacar gue?" Tanya Kavi yang masih belum melepaskan cekalan tangan nya pada tangan Khira. "Aku ngeliat sendiri tadi siang kakak senyum...
7.3K 474 13
Cerita Terjemahan. Penulis: Saya ingin menjadi abadi Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 13-05-2023 Ba...
1.2M 126K 52
[LENGKAP!] "Ka-kamu bukannya cantik, kenapa suka sama saya?" "Isi dompet." "Ha?" "Iya, isi dompet abang tebel, kartunya no limit semua lagi hihi." "A...