Bukan Pernikahan Impian

By Shineeminka

72.2K 12.1K 1K

Pernikahan seperti apa yang kamu impikan? Menikah dengan seseorang yang kamu cintai dan mencintaimu? Dikarun... More

Prolog
1A
1B
2A
2B
3A
3B
4A
4B
5A
5B
6A
6B
7A
7B
8B
9A
9B
10A
10B
11A
11B
12A

8A

1.7K 310 67
By Shineeminka

Musim hujan telah datang menyapa, dari pagi hingga pagi lagi hujan tak pernah berhenti turun, beberapa daerah langganan banjir pun tak bisa mengelak atau lari dari tamu yang tak diundang, yang bukan lain adalah si air kotor yang datang bersamaan dengan sampah-sampah yang terbawa dari sungai-sungai yang meluap. Beberapa kali saat keluar rumah Putri kehujanan, meskipun menggunakan payung tapi air hujan tetap berhasil membasahi sebagian tubuhnya karena hujan deras datang disertai oleh angin yang cukup kencang. Dan hasil dari kehujanan itulah yang menyebabkan Kepala Putri terasa begitu pusing dan seluruh persendian tubunya pun terasa sakit, sepertinya virus influenza telah berhasil membobol pertahanan imun tubuhnya. 

Putripun langsung meminum obat, berharap kalau obat yang dia minum dapat mengurangi rasa pusing dan sakit di seluruh tubuhnya.

***

Hujan masih turun dengan deras saat Kafka telah pulang dari kantor. Dahinya sedikit mengerut saat ia tak melihat sosok Putri yang biasanya selalu membukakan pintu saat ia pulang dari kantor.

Kafka berjalan menuju dapur, mungkin Putri sedang memasak-- pikirnya, namun tak ada. Dapur terlihat sepi, bahkan di meja makan pun tak ada makanan yang  tersaji padahal biasanya saat pulang kerja makanan sudah tertata rapi di atas meja makan.

Kafka mencuci tangannya dan duduk di salah satu kursi meja makan. Punggungnya ia sandarkan ke sandaran kursi. Ia kembali mengingat pembicaraannya dengan Rey, haruskah ia melakukan hal itu?

Berpura-pura dekat dengan wanita lain agar Putri merasa cemburu, tapi bagaimana kalau Putri tak merasa cemburu? Apakah ia harus menyerah? Berpisah dengan Putri? Dan membiarkan Putri hidup bahagia dengan laki-laki yang ia cintai.

Tidak, Kafka tidak akan melakukan hal itu. Apa yang ia katakan pada Putri beberapa hari yang lalu tidak akan ia lakukan. Tidak peduli Putri mencintainya atau tidak yang terpenting Putri tetap ada di sampingnya. Ya, itulah yang akan Kafka lakukan.

Ia mencintai Putri, dan ia tidak akan menuntut Putri untuk balas mencintainya. 

Setelah berkutat dengan segala pikiran yang berkecamuk di kepalanya Kafka beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah kamar. Saat pintu terbuka ia melihat Putri yang meringkuk di balik selimut. Dahinya basah oleh keringat.

"Kamu sakit?" Kafka bertanya lembut sambil menyeka kening Putri.

Putri membuka matanya, "Mas sudah pulang." Dengan bibir kering Putri berucap pelan. "Ma..maaf Mas... aku belum masak." Meski masih merasa tidak enak badan Putri memaksakan dirinyan untuk bangun dari tempat tidur. Ia berjalan ke arah Kafka dan mencium punggung tangannya. "Aku buatkan telur dadar yah. Apa Mas mau?"

Kedua tangan Kafka memegang bahu Putri dengan lembut, begitupun dengan sorot matanya yang menatap langsung ke mata Putri yang terlihat sayu.

"Tidak usah."

"Mas sudah makan?"

Kafka menggeleng. "Menyiapkan makanan bukan kewajibanmu." Ya, menyiapkan makanan, bahkan pekerjaan rumah lainnya pun bukan menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan seorang istri.

"Itu memang bukan kewajibanku Mas, tapi aku senang melakukkannya." Ucap putri pelan sambil melepaskan tangan Kafka yang memegang bahunya. Dengan langkah pelan Putri berjalan ke arah dapur. Di dapur ia mengambil sebutir telur dari dalam kulkas. Hanya menggoreng telur yang bisa ia lakukan sekarang.

Kafka mengikuti langkah Putri menuju dapur. Ia berdiri tepat di belakang Putri yang tengah menggoreng telur. Kedua tangannya memeluk pinggang Putri.

Sejenak tubuh Putri membeku hingga akhirnya ia mampu mengontrol detak jantungnya.

"Mas." Ucap Putri sambil menoleh ke arah Kafka yang malah mematikan kompor, padahal telur yang sedang ia goreng belum matang.

"Aku belum lapar." Kafka menarik lembut tangan Putri. "Ayo kembali ke kamar. Kamu perlu istirahat."

"Aku sudah mendingan Mas."

"Baru mendingan belum sembuh." Kafka menyuruh Putri untuk kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Awalnya Putri hendak menolak, namun karena rasa pusing kembali ia rasakan ia urungkan niatnya itu. Ia menuruti keinginan Kafka.

"Sudah minum obat?" Tanya Kafka yang sudah duduk di samping Putri.

Putri mengangguk. "Maafkan aku yah Mas. Entah kenapa beberapa bulan ini aku sering banget sakit."

Kafka membelai pucuk kepala Putri, "Kenapa harus minta maaf? Wajarkan manusia sakit."

Putri mengangguk. Tapi tetap saja ia merasa tak enak karena disaat ia sakit itu berarti ia akan merepotkan Kafka.

"Kamu sudah makan?" Kafka beranjak dari duduknya.

"Sudah." Jawab Putri, ia mengalihkan pandamgannya dari arah Kafka yang tengah membuka pakaian kerjanya, entah kenapa meskipun mereka sudah menikah dan usia pernikahan mereka sudah berjalan beberapa bulan tapi tetap saja Putri tetap merasa malu bila harus melihat Kafka telanjang dada, apalagi lebih dari itu.

"Makan apa?" Kafka sudah mengganti kemeja kerjanya dengan t-shirt berwarna coklat muda.

"Roti."

"Mau aku masakan sesuatu?"

Putri menggeleng.

"Ya sudah kalau begitu kamu istirahat lagi saja. Aku ada di ruang kerja."

Putri mengangguk. Kafka pergi ke ruang kerjanya yang bersampingan dengan kamar mereka.

Setelah Kafka keluar dari kamar Putri malah sama sekali tidak bisa kembali memejamkan matanya. Ia menatap ke arah langit-langit kamar sambil memikirkan tentang pernikahanya dengan Kafka, memikirkan hal tersebut membuat kepala Putri terasa semakin pusing.

Suara adzan isya terdengar dari ponsel Putri yang ia taruh di atas meja dekat lampu tidur. 

Kafka kembali masuk ke dalam kamar, "Aku kira kamu kembali tidur," ucapnya pada Putri yang sudah bersiap untuk berwudhu.

"Pusing banget Mas. Jadi nggak bisa tidur." 

"Mau kuteleponkan dokter?"

Putri langsung menggeleng. "Tidak usah. Kalau besok masih pusing baru nanti aku akan berobat ke klinik." Putri sudah punya klinik langganan dan biasanya ia akan sembuh bila berobat kesana.

Kafka mengangguk. "Aku pergi ke masjid dulu." Ucapnya setelah berganti baju dengan koko berwarna putih dan sarung berwarna biru dongker.

Putri pun mencium punggung tangan Kafka dan Kafka mencium kening Putri.

***

Setelah melaksanakan salat isya Putri kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia menatap ke arah langit-langit kamar, berusaha untuk kembali memajamkan matanya namun usahanya gagal. Akhirnya Putri memilih beranjak dari atas temlat tidurnya, ia duduk di sofa panjang yang menempel pada rak buku berukuran sedang, rak buku yang sengaja Kafka belikan untuk menjadi tempat tinggal bagi novel-novel kesayangannya. Tak ada niatan bagi Putri untuk membaca novel karena kepalanya masih pusing. Ia hanya duduk sambil memeluk bantal sofa.

"Sudah habis." Gumamnya saat melihat ke arah kalender kecil yang bertengker manis di atas meja.

Pintu kamar terbuka, Kafka masuk dalam keadaan setengah basah, sepertinya ia kehjanan.

"Kok malah duduk disitu? Bukannya tidur?" Tanya Kafka saat melihat Putri yang duduk di sofa.

"Belum ngantuk, kenapa tidak bawa payung?"

"Aku kira tidak akan turun lagi hujannya." Kafka masuk ke dalam kamar mandi, bergegas mengganti pakaiannya yang basah.

"Kan bisa nunggu sampai hujannya reda. Mas malah hujan-hujanan." Putri kembali mengajukan Pertanyaan pada Kafka yang sudah keluar dari kamar mandi.

"Bukan hujan-hujanan sayang, tapi kehujanan." Jawab Kafka.

"Aku buatkan teh yah," Putri sudah hendak beranjak dari atas sofa, namun Kafka menahannya.

"Tidak usah, lebih baik sekarang kita tidur."

"Mas," Putri terperanjat kaget saat Kafka menggendongnya. "Aku bisa jalan sendiri nggak usah digendong."

Kafka mengabaikan ucapa  Putri, ia menggendong Putri hingga ke kasur.

"Jangan peluk yah." Ucap Putri pada Kafka yang hendak memeluknya.

"Kenapa?"

"Takutnya Mas kena flu juga."

Bukannya menuruti permintaan Putri, Kafka malah mengecup bibir Putri dan memeluknya dengan erat. "Insya Allah nggak akan nular."

"Tapi Mas..."

"Sudah tidur, ayo baca doa mau tidurnya." Ucap Kafka lembut sambil mengecup pucuk kepala Putri.

Bagaikan anak kecil Putri pun menuruti perkataan Kafka, ia membaca doa mau tidur. Dan kantuk pun akhirnya menyapanya.

TBC

29 Rajab 1445

Akhirnya pecah telur juga.

Adakah yang masih nunggu? Berapa lama kalian nunggu lanjutan cerita ini, komen yah biar aku tahu🤭🙏

Continue Reading

You'll Also Like

182K 5.3K 71
FOLLOW AKUN AUTHOR DULU YAAA!! CERITA SEDANG DALAM PEMBAHARUAN!! Demi biaya pengobatan kakak nya. Alana Brianna caitlin. Gadis cantik dan Ceria. Terp...
984K 123K 26
Menikah muda? Siapkah kamu untuk menikah muda? Atau kamu lebih siap untuk menjalin kasih saja sebab belum siap untuk menikah muda tetapi sudah terla...
568 79 10
Dea Julyzia Destiana mulai kehabisan akal dan cara untuk menyelamatkan karirnya sebagai RCEO bank ternama karena tertangkap skandal di kelab malam. P...
221K 11.4K 39
"Jangan menikah dengan Perempuan itu! Menikahlah dengan perempuan pilihan Umi, Gus!" Syakila Alquds, sosok gadis yang kehilangan kesucian dan berasa...