INCOMPLETED LOVE [✓]

By redeuquinn

14.1K 1.2K 233

Meera Chopra. Putri satu-satunya Mukesh Chopra, seorang konglomerat India, kini berulah lagi. Ini tahun ke ti... More

Tugas Ringan
Dimana Meera?
Saksi Kunci
Penyergapan Anak Kucing
Gara-gara Annu
Tak Semudah Itu
Selamat Hari Holi, Annand!
Sekarang
Terlalu Lelah
Ammar. Hanya Ammar
Undangan
Dress Shopping
Obrolan Ringan
Pengakuan Intensi
Permohonan Kecil
Melodi Kerinduan
Yang Tak Terlupakan
Perjalanan Yang Ditakutkan
Selamat Pagi, London
His Home
Yang Ditinggalkan
Long Time No See
Perasaan Aneh
Sebuah Keputusan
Aku Bersedia
Dia Mendatangi
First Date
Yang Tak Tersampaikan
Yang Tak Terpenuhi
Penjelasan
Bantuan
Tak Terduga
Hingga Akhir
Epilog: Cinta Yang Terlengkapi

Dimana Cerita itu Bermula

419 34 0
By redeuquinn

***


London - 6 Tahun yang lalu




   
  


- The Art Castle College -


"Mr. Raichand.. You're late again." Seorang dosen berkacamata dan rambutnya hampir putih semua, melirik tajam mahasiswanya yang baru saja masuk kelas.

Padahal dosen itu baru saja membuka partitur musiknya.


"I'm sorry, Professor. I got lost.." Laki-laki yang dibahu kanannya terselempang tas biola, mengacak pelan belakang rambutnya dan tersenyum gugup. Ia yakin professor itu tau kalau ia berbohong, tapi tak ada alasan lain lagi yang terpikirkan olehnya.


Karena sang professor tak bersuara lagi, laki-laki itu melanjutkan langkahnya.


"Excuse me, where are you going?" Suara sang Professor meninggi.


Laki-laki itu kembali menghentikan langkahnya. "To my seat, Sir..?"

Terdengar dengkusan dari sang dosen. "Annand Raichand, get out!"

"...Sir?"

"Should I say it again?"

"N-no, Sir. I'm sorry.." Annand mengangkat tangannya menyerah, dan akhirnya melangkah keluar kelas. Ini memang ketiga kalinya ia terlambat ke kelas musik Professor Abrams, jadi tak salah dosennya itu kini mengamuk. Tapi sebenarnya keterlambatannya itu memiliki alasan yang tak bisa ia katakan. Dosennya itu memang terlalu strict.

"Shit.." Annand mendesah, ia mengusap dada untuk menenangkan diri.

Padahal dia sangat menyukai musik, tapi malah diusir dari kelas musik itu sendiri. Apalagi bermain alat musik yang ada di bahunya sekarang. "Apa yang harus aku lakukan sebelum kelas berikutnya?"

Laki-laki itu berjalan tak tentu arah di koridor kampus, sampai akhirnya membawa Annand melewati gedung auditorium. Sekilas, ia melihat pintu masuk gedung sedikit terbuka, membuatnya kini memiliki ide untuk menghabiskan waktu di tempat yang kedap suara itu. Tanpa ragu, Annand pun masuk dan bersyukur ternyata tak ada siapapun di dalam. Ia sedikit takut bertemu penjaga auditorium yang akan mengusirnya nanti.

Annand dengan perlahan melangkah di dalam gedung tersebut sambil mengedarkan pandangan. Auditorium yang dapat menampung setidaknya tiga ratus orang itu, biasanya digunakan untuk pertemuan para mahasiswa saat ada seminar Rektor, acara-acara kemahasiswaan, dan tentu saja segala macam pertunjukan dari mahasiswa The Art Castle College. Sembari terus berjalan, entah kenapa ia jadi membayangkan membuat pertunjukan musiknya sendiri, sampai langkahnya itu membawa Annand sampai ke atas panggung.

Pandangannya mengedar ke sekeliling kursi penonton dan juga balkon di lantai dua yang biasa digunakan sebagai tempat memantau acara. Rasanya sepi sekali, tampaknya memang tak ada siapapun di gedung itu selain dirinya. Mungkin pintu masuk sedikit terbuka karena penjaga lupa menutupnya dengan benar.

Senyum Annand merekah. Dengan dirinya yang berada di atas panggung dan benar-benar sendirian, membuat laki-laki itu semakin berimajinasi tentang konser solonya.

Itu bukan ide yang buruk, kan?


"Terima kasih atas kehadiran kalian semua di konser ku hari ini," Tiba-tiba ia mulai bermonolog. Dalam pandangannya kini semua kursi auditorium terisi penuh dan orang-orang sedang meneriakan namanya.

Annand Raichand!

Annand Raichand!

Annand menaruh tas biolanya di lantai, membuka dan meraih alat musik favoritnya itu. "Aku akan mulai menghibur kalian semua. Aku harap permainan biolaku ini tak membuat kalian semakin mencintaiku.." Annand tersenyum percaya diri. "Let the dance.. begin!"

Dengan elegan, Annand menempelkan body biola di bahu, menaruh dagu pada bagian chin rest dan mengayunkan lengan kanannya yang memegang bow. Ia mulai menutup mata, menarik napas perlahan, sebelum akhirnya menggesekkan bow pada senar dan menarikan jemari kirinya di atas papan jari, hingga menimbulkan melodi biola yang mengalun indah.


    < Mohabbatein - Aankhein Khuli (intro) >


Dengan senyum yang tak terlepas dari wajah dan mata yang masih terpejam, Annand bernapas lega akan performance yang ia mainkan dengan sepenuh hati itu. Hingga sebuah tepuk tangan terdengar, yang membuat kedua matanya kini terbelalak. Annand langsung melihat sekeliling untuk menangkap orang yang telah memberi apresiasi tersebut. Tapi nihil, tepukannya terhenti dan orang tersebut tak Annand temukan.

Apa tepukan tadi hanya bagian dari imajinasinya?

Atau... hantu? Annand terkekeh sendiri dengan permainan otaknya itu.

Tak mau berpikir macam-macam, Annand yang kembali akan memainkan biola, tersentak saat pintu belakang auditorium di lantai dua terbuka. Pintu yang langsung menuju balkon. Itu membuat perhatiannya kini tertuju pada keributan di atas. Tapi karena dinding pembatas balkon yang cukup tinggi, ia jadi tak bisa melihat siapa orang-orang itu.

"Oh God! Aku dari tadi mencarimu, dan tentu saja kau selalu menyendiri disini-"


Suara yang tampaknya seorang mahasiswi itu, berhenti sebentar seperti tersadar akan sesuatu. "Kenapa kau berjongkok seperti itu, Meera??"


"Ssst- Diamlah, Pia!"


Walaupun samar, Annand masih bisa mendengar suara bisikan lembut gadis yang sepertinya kepergok sang teman sedang bersembunyi. Dengan penasaran, Annand pun berjalan ke arah tangga untuk menuju balkon lantai dua.

"What ssst? Sstt? Sebentar lagi kelas Professor Akash! Kita akan terlambat, come on!"


"Oke, fine!"


Dan saat Annand mencapai anak tangga teratas, ia melihat punggung seorang gadis berambut panjang bergelombang yang terburu-buru bangkit dari persembunyiannya dibalik tembok balkon dan berlari keluar pintu.


Sesaat Annand berpikir untuk mengejar, terlalu penasaran siapa yang diam-diam menonton permainan biolanya. Tapi pandangannya teralihkan pada sebuah buku terbuka dan tertinggal di atas kursi. Ia meraih buku itu yang ternyata sebuah sketchbook. Dan lembar yang sedang terbuka itu adalah sketsa dirinya di atas panggung auditorium tadi.


Sketsa itu benar-benar membuat Annand terpana sampai lupa bernapas. Senyumnya kembali merekah. Walau hanya goresan-goresan kasar pensil, tapi bisa menggambarkan dirinya yang terlihat bersinar dan bersayap diatas panggung dengan biola yang sedang dimainkan. Ia sangat menyukai penggambaran dirinya diatas kertas yang bisa dibuat dalam hitungan detik itu.

Hingga akhirnya Annand melihat di ujung kanan bawah kertas, tertuliskan sebuah nama sang pembuat karya. Ia tersenyum membaca nama jelas itu.


Meera Chopra.


***


"Mencari apa sih? Sejak mata kuliah Prof. Akash tadi kau tak selesai-selesai mengacak-acak isi tasmu." Tanya gadis cantik berkacamata merah yang memperhatikan sang sahabat terus mencari sesuatu.


Kelas mereka tadi baru saja selesai, kini mereka sedang berjalan di koridor kampus menuju kelas selanjutnya sebelum jam makan siang.

"Bom.." jawab gadis berambut hitam bergelombang dengan datar. Saking frustasinya, ia melepas kacamata yang membingkai hampir setengah wajahnya, dan membuang alat bantu melihat jauh itu ke dalam tas begitu saja.

Pia memutar bola matanya. "Seriously, Meera!"

"Sketchbook ku, Pia! Dan aku lupa menaruhnya dimana. Rasanya tadi pagi aku membawanya... Lalu-" Meera menahan napas dan juga langkahnya. Akhirnya ia ingat dimana benda berharganya itu berada. "Astaga! Kenapa aku baru ingat!" Ia menepuk dahinya saking merasa bodoh.

"Kau duluan saja menuju kelas prof. Shawn, aku mau mengambil sketchbook ku dulu.."


"Kemana? Tak mau aku temani?" tanya Pia.

"Tidak perlu. Nanti kau terlambat masuk kelas lagi gara-gara aku dan kau akan mengomel seharian. Aku akan cepat, hanya pergi ke auditorium.." Jelas Meera yang langsung berlari meninggalkan temannya.


Untung saja auditorium memang tak begitu jauh dari kelas terakhirnya. Tidak sampai tiga menit, ia sudah menaiki tangga menuju lantai dua gedung, untuk menuju pintu belakang dan membuka pintu menuju balkon bagian dalam. Ia menghela napas saat merasa lega tempat itu sama sepinya seperti tadi pagi. Auditorium memang selalu sepi jika tak ada acara apapun.

Meera melangkah buru-buru menuju kursi yang diingatnya tempat menaruh buku berharga itu. Tapi saat netranya tak menemukan apapun, hatinya mencelos. Apa ingatannya salah??

Gadis itu sampai meremat rambutnya untuk mengingat-ingat lagi.

Hingga sesuatu mengalihkan tatapannya. Sebuah note tertempel pada sandaran kursi, yang membuat Meera langsung meraihnya.


Dear, Meera Chopra.

Mengambil gambar seseorang tanpa izin adalah pelanggaran hukum.

Sebagai orang yang kau gambar, sepenuhnya gambarmu ini milikku.

Jadi, jika ingin mendapatkannya kembali, aku akan melakukan kesepakatan jual beli di halaman fakultas musik saat jam makan siang nanti.


A. Raichand




"Urrghh!" Gerutuan Meera menggema di auditorium. Ia menyesal, keisengannya menggambar sketsa seseorang malah membuatnya berurusan dengan orang tersebut.

Apa Meera harus menghentikan kebiasaan itu mulai sekarang?

Atau ini hanya hari sialnya sehingga Tuan A. Raichand itu bisa mendapatkan buku coret-coretnya.



Hah! Yang benar saja.. Untuk apa aku memanggilnya Tuan A. Raichand. Mentang-mentang dia orang yang terkenal. Aku tau nama lengkapnya,


Annand Raichand.


Of course. Siapa yang tak mengenalnya di The Art Castle College?


Dan apa harus Meera melakukan kesepakatan bodoh untuk sketchbook miliknya sendiri nanti siang?


Demi tuhan, dia benar-benar malas bertemu jika saja isi sketchbook tersebut hanya ada sketsa si tuan Raichand. Ayolah, buku itu merupakan kumpulan hasil goresan pensilnya selama kuliah. Kenapa Annand tidak merobek sketsa dirinya saja, jika memang ia merasa memiliki.

Dengan kesal, Meera kembali melangkah keluar auditorium untuk bergegas ke kelas mata kuliah selanjutnya. Untung saja masih ada waktu.


Untuk bertemu penculik sketchbook nya, ia akan pikirkan nanti.



***



"Oh God, Meera.. Kenapa harus aku?" bisik Pia dengan kesal.

"Karena kau adalah temanku. Ayolah Pia, please.." melas Meera dibalik kacamata besarnya. 

Saat bel jam makan siang berbunyi, kedua sahabat itu bergegas keluar kelas. Kini mereka berada di koridor halaman fakultas musik, berdiri diantara pilar-pilar tinggi gedung. Keduanya saling berbisik merencanakan sesuatu, yang sejak tadi tak menghasilkan kesepakatan. 


"Maksudku-" Pia mendengkus. "Kenapa aku harus pura-pura jadi dirimu? Bukan kau saja yang langsung bertemu? Bagaimana jika dia tau kalau aku bukan Meera Chopra?"

Meera mengerutkan dahi. "Siapa yang tau kalau aku Meera Chopra di kampus ini selain dirimu?"

Pia berdecak. Meera memang bukan orang yang suka bersosialisasi. "Astaga.. Kau tak seburuk itu Meer-"


"Meera Chopra?" tiba-tiba sebuah suara mendekati mereka. Yang membuat Meera langsung menyembunyikan diri dibalik pilar koridor gedung.

Pia yang terlambat bergerak, membuat dirinya tak bisa lari maupun ikut bersembunyi.

"Y-ya..?" Dengan perlahan Pia menjawab panggilan itu dan berpura-pura sedang merapihkan diri untuk menutupi kegugupan. "Y-ya.. Aku Meera Chopra." Ulangnya. "Kau, Annand Raichand?"

Laki-laki itu tersenyum. "Aku tidak menyangka bisa seterkenal ini.."

Pia berdecak, "Cut the crap! Kembalikan sketchbook Meer- Maksudku, sketchbook ku, dasar pencuri."

Annand menaikan alisnya, "Aku tidak mencurinya. Sudah aku katakan, kalau aku adalah pemilik sepenuhnya gambar ini karena kau menggambar diriku tanpa izin." Kilah laki-laki itu sembari berjalan lebih dekat dengan pilar dimana Meera bersembunyi, dan malah menyenderkan punggunya disitu. Gerak Meera benar-benar terbatas sekarang. Ia takut ketahuan dan disangka penguping.


"Kalau begitu, ambil saja gambar itu! Sisanya masih milikku!" Ucap Pia sesuai dengan skenario yang sudah Meera buat.

Annand terkekeh. "Yakin milikmu? Tampaknya ada sketsa rektor kita saat beliau memberi seminar kemahasiswaan bulan kemarin. Aku bisa memberitahunya ada mahasiswi yang diam-diam menggambar, bukannya memperhatikan. Lalu, jika aku tidak salah tebak nomor punggung yang ada digambar, ada sketsa Matthew Davies. Kapten rugby kampus kita saat selebrasi kemenangan pertandingan minggu lalu. You have a crush on him, huh?"


SHIT!


Meera mengumpat dalam hati. Apa laki-laki itu melihat seluruh isi sketchbook nya?

Pia menarik napas, terlalu bingung harus menjawab apa. "T-that's none of your business!"

"Oh come on, just tell me Meera.. Aku kenal beberapa pemain rugby kampus. Mungkin aku bisa mendekatkanmu pada Matthew." Annand mengedipkan mata.

Wajah Meera dibalik pilar memerah. Bukan karena malu, tapi karena kesal!

Kenapa Annand bisa menganggapnya menyukai seseorang hanya karena ia menggambar orang tersebut?Tentu saja tidak! Ia hanya menyukai moment saat itu. Dasar sok tahu!


Sama seperti saat dirinya menggambar Annand di auditorium tadi pagi, dimana moment Annand bersama biolanya itu bagai malaikat yang sedang menyapa dunia.


Hanya itu menurut pandangan Meera. Tak lebih!


Annand mengapit sketchbook Meera ditangan kirinya. Dimana Meera bisa mengintip keberadaan benda berharganya itu.


Pia menangkap tatapan Meera. Putri Chopra itu melepas kacamatanya, dan memberi kode pada sang sahabat bahwa Pia harus terus mengajak Annand bicara, sementara ia akan berusaha merebut sketchbooknya.


Lagi-lagi Pia mendengkus. "S-sudah ku katakan, itu bukan urusanmu! Apa mau mu sebenarnya Tuan Raichand? Kau mau membuat kesepakatan jual beli? Fine! Name the price!"

Dengan perlahan, Meera memberanikan diri mengulurkan tangan, mencoba meraih sketchbook miliknya dari balik tempatnya bersembunyi.

Terdengar decakkan dari Annand. "Kau tau.. Harganya akan semakin mahal jika kau-" laki-laki itu berhenti sesaat, seperti sedang menarik napas. Sedangkan dari sisi Meera, tinggal beberapa senti lagi ia dapat menyentuh buku berharganya.

Tapi tiba-tiba, 

Annand berbalik. "...Diam-diam mengambilnya." Lanjut laki-laki itu, bersamaan dengan tangannya yang menangkap pergelangan tangan Meera. "I got you, Meera Chopra.."

Meera tersentak. Matanya membulat begitu sadar Annand menggenggam kuat tangannya sehingga ia tak bisa meloloskan diri. Laki-laki itu tertawa merasakan Meera yang meronta, mencoba menarik lepas tangannya. "Akting yang bagus, Pia Kapoor," ucap Annand yang menoleh pada Pia. "Jangan coba-coba menipuku, Nona Chopra.." 

Pandangan Annand kembali pada gadis digenggamannya. Saat dimana iris coklat gelap Annand menangkap sepasang manik coklat terang kehijauan Meera, yang membuat waktu seakan melambat dan berhenti. 

Ia merasa di sekelilingnya begitu buram, fokusnya benar-benar hanya pada gadis yang terus berusaha melepaskan diri. Wajah paniknya yang manis, dahinya yang mengkerut lucu dan kibaran rambut bergelombangnya yang indah tertiup angin di awal musim semi. Dikepala Annand bagai terputar lagu romantis yang menambah kegaguman akan visual di depannya yang membuat laki-laki itu tak dapat berpaling. Degupan jantungnya kini terasa ikut berpacu cepat, seolah meminta oksigen lebih untuk sang paru-paru.


Meera yang merasa usaha melepaskan dirinya sia-sia, akhirnya mendapat ide. 

Gadis itu memandang ke belakang Annand dengan lekat dan menyapa, "Ah- siang, Professor Palmer! Anda akan makan siang?" 


Mendengar nama Rektornya, seketika Annand kembali bernapas teratur. Dengan sedikit memutar tubuh, ia ikut menyapa, yang membuat genggaman laki-laki itu pada tangan Meera melonggar.

"S-siang.. Prof-"

Sapaan Annand terhenti ketika melihat tak ada siapapun, kecuali Pia, yang sedang melambai sambil tersenyum lebar padanya.

"Stupid.." Ejek Meera yang langsung menghentak lepas tangannya dari cengkraman Annand dan merebut buku sketsanya dengan cepat.

"Senang berbisnis denganmu.." Ucap sarkas Meera sambil tersenyum lebar dan berjalan mundur. "Pia, run!" Sang gadis langsung melakukan langkah seribu bersama sahabatnya.


Annand yang membeku di tempat, terus memandang gemas kepergian Meera yang sesekali menoleh untuk meledeknya. Senyum laki-laki itu begitu merekah sampai lesung di kedua pipinya terlihat jelas. 



Meera Chopra...


Sihir apa tadi?



***























Continue Reading

You'll Also Like

3.5K 62 11
Baca je lah, harap korang gelak ketawa dan enjoy
5.4M 485K 98
✫ 𝐁𝐨𝐨𝐤 𝐎𝐧𝐞 𝐈𝐧 𝐑𝐚𝐭𝐡𝐨𝐫𝐞 𝐆𝐞𝐧'𝐬 𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐒𝐚𝐠𝐚 𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 ⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎⁎ She is shy He is outspoken She is clumsy He is graceful...
563K 19.2K 144
Read and find out...
14.5K 1.1K 11
A collection of poems about him. The answer to the question: „Why did you guys even break up?" "It's time to let go and to start again. His tongu...